• (GFD-2025-27367) Keliru: Obat Cacing dan Vaksin untuk Menyebarkan Virus Baru

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    SEBUAH konten media sosial Facebook [arsip] memuat gambar dr. Agung Sapta Adi dengan narasi tentang penyebaran virus baru melalui obat cacing dan vaksin. Pesannya mengajak orang agar menolak program bagi-bagi obat cacing, imunisasi, dan vaksin dari Kementerian Kesehatan. Program tersebut disinyalir bagian dari misi global untuk menyebarkan virus baru.

    “Target utama mereka adalah sekolah-sekolah dan keluarga yang awam terhadap kesehatan,” bunyi takarir disertai foto dr. Agung tersebut.



    Tempo mendapat permintaan pembaca untuk memeriksa benarkah obat cacing dan vaksin untuk sebarkan virus baru?

    Hasil Cek Fakta

    Tempo memverifikasi klaim itu dengan bantuan mesin penelusuran Google dan wawancara ahli. Hasilnya, narasi yang disebarkan tersebut tidak berdasarkan fakta dan bukti ilmiah.

    Menurut peneliti dan virolog dari Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Arif Nur Muhammad Ansori, obat cacing yang diberikan di sekolah-sekolah untuk mencegah anak-anak Indonesia dari infeksi cacing. Sebab, anak yang terinfeksi cacing dapat mengganggu tumbuh kembang dan konsentrasi belajar. “Ini adalah program yang sudah dijalankan sejak lama dan terbukti aman,” kata Arif Nur Muhammad Ansori kepada Tempo, Kamis, 15 Mei 2025.

    Sejauh ini tidak ada bukti bahwa obat cacing dapat menumbuhkan virus baru. Sebaliknya, data dari hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pasca pemberian obat cacing pada kurun 2017 hingga 2021, 66 daerah menunjukkan prevalensi cacingan menjadi lebih rendah di bawah 5 persen. Sedangkan 26 kab/kota memiliki prevalensi di atas 10 persen. 

    Salah satu infeksi cacing yang sering ditemukan di Indonesia yakni Filariasis limfatik atau kaki gajah. Penyakit ini memiliki rentang prevalensi antara 0,5 hingga 27,6 persen. Studi tahun 2019 menyebutkan sebanyak 514 kecamatan dalam 236 kota masih tercatat sebagai daerah endemis filariasis.

    Arif Nur Muhammad justru khawatir, imbauan tidak mengkonsumsi obat cacing dengan narasi yang tidak akurat, mendorong mewabahnya penyakit berbahaya. 

    Profesor bidang Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD., menegaskan, pemberantasan infeksi cacing penting lantaran terkait dengan pencegahan stunting. Apalagi jika pemberian obat cacing di sekolah dan imunisasi dituduh sebagai upaya untuk menyebarkan virus baru. “Itu sebenarnya isu yang harus dipisahkan,” kata dia saat ditemui Tempo, Jumat, 13 Juni 2025. 

    Vaksin juga tidak memunculkan virus baru

    Teknologi pembuatan vaksin, baik itu berbasis DNA maupun RNA, saat ini cukup aman. Vaksin RNA dan DNA menggunakan materi genetik dari virus atau bakteri, berfungsi untuk memberikan instruksi kepada tubuh untuk membuat protein asing. Tubuh kemudian diajarkan untuk mengenali protein tersebut sebagai ancaman dan melawannya. 

    “Sampai saat ini belum ada bukti saintifik yang menyatakan vaksin DNA tidak aman. Vaksin itu kan, fungsinya melemahkan virus yang sudah ada, bukan bikin virus baru,” ujar Prof. Amin.

    Dikutip dari Rumah Sakit Anak Philadelphia, vaksin berbasis DN tidak dapat mengubah DNA seseorang melalui vaksinasi. Meskipun adenovirus adalah virus DNA, enzim yang diperlukan untuk mengubah DNA, yang disebut integrase, tidak ada dalam proses tersebut. Sebagai keluarga virus, adenovirus memang tidak memiliki kemampuan sebagai kendaraan pengantar (delivery vehicle) dalam vaksinasi.

    Mengenai keamanan vaksin, riset oleh Southern California Evidence-based Practice Center (EPC) menemukan bahwa sebagian besar vaksin yang direkomendasikan untuk orang dewasa, anak-anak, dan wanita hamil tidak menunjukkan bukti baru adanya peningkatan risiko kejadian ikutan serius. 

    Khusus vaksin yang direkomendasikan bagi anak-anak dan remaja, tidak ditemukan bukti baru mengenai peningkatan risiko kejadian ikutan utama, atau bukti dianggap tidak cukup. Ini termasuk vaksin baru seperti vaksin HPV 9-valen dan vaksin meningokokus B.

    Vaksin mengajarkan sistem imun tubuh untuk mengenali dan merespons bakteri atau virus. Beberapa vaksin mengandung versi patogen yang dilemahkan, seperti vaksin campak, gondongan, rubela, rotavirus, dan cacar air. Beberapa vaksin mengandung virus yang telah dimatikan, seperti vaksin flu, polio, hepatitis A, dan rabies. Beberapa vaksin, seperti vaksin COVID-19, memberikan instruksi kepada sistem imun untuk membuat antibodi sebagai respons terhadap virus. 

    Selama bertahun-tahun, tinjauan sistematis terhadap penelitian mengenai keamanan vaksin telah menunjukkan bahwa vaksin itu aman, dan efek samping negatifnya jarang terjadi atau sangat jarang.

    Bahkan 27 penelitian telah menunjukkan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Sebaliknya, American Academy of Pediatrics (Akademi Pediatri Amerika) tidak menemukan hubungan antara vaksin dan autisme dalam penelitian yang membandingkan ribuan anak penerima vaksin Campak, Gondongan dan Rubella (MMR) dengan ribuan anak yang tidak menerimanya.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim obat cacing dan vaksin untuk sebarkan virus baru adalah keliru.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27366) [HOAKS] Serangan Peretas dengan "Gabung" Panggilan Grup di WhatsApp

    Sumber:
    Tanggal publish: 13/06/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Pengguna media sosial menyebarkan imbauan untuk tidak mengeklik tombol "Gabung" atau "Join" pada panggilan grup di aplikasi perpesanan WhatsApp.

    Ketika mengeklik tombol tersebut, peretas dapat memasukkan pengguna dalam sebuah grup WhatsApp secara permanen.

    Lantas, peretas akan berusaha menguras rekening.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau merupakan hoaks.

    Imbauan untuk tidak mengeklik panggilan grup di WhatsApp disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.

    Pengguna media sosial menyebarkan tangkapan layar pesan WhatsApp, disertai contoh tombol "Gabung" yang tidak boleh ditekan.

    Berikut narasi yang ditulis salah satu akun pada Selasa (10/6/2025):

    Bismillaah...Ibu2, bapak2, kakak2, adik2 dan sedulur sadayana mohon perhatiannya:

    Sekarang kalau ada di grup muncul chat audio ngajak Gabung, walaupun dari nomor hp yg ada di grup kita... Jangan di klik tulisan Gabung nya. Ternyata itu hacker... Bisa menguras rekening dan modus pinjam uang, apalagi yg punya e banking.

    Dan sekali kita masuk bergabung maka selamanya kita ga bisa lagi keluar dari grup dia itu.. Hp jadi di Hack terus2an secara permanen..

    Hati2 yah...

    Hasil Cek Fakta

    WhatsApp meluncurkan fitur panggilan grup sejak empat tahun lalu, atau sekitar Juli 2021.

    Dikutip dari GCC Business News, pengguna WhatsApp dapat melakukan panggilan telepon secara berkelompok atau panggilan grup.

    Pada panggilan tersebut, tombol yang ditampilkan yakni nama grup dan bukan nama anggota grup.

    Tampilan tombolnya ada pilihan "Gabung" atau "Join" seperti yang beredar pada gambar yang beredar di media sosial.

    Penjelasan lengkap mengenai fitur panggilan grup dapat dilihat di situs web resmi WhatsApp ini.

    Fitur panggilan grup tidak dapat secara langsung meretas ponsel atau perangkat pengguna.

    Kecuali, ketika panggilan telepon tersambung dengan penipu yang kemudian melakukan berbagai modus untuk meminta data pribadi pengguna atau biasa disebut vishing.

    Penipuan juga dapat dilakukan dengan menyertakan aplikasi, dokumen, atau tautan yang dikemas seolah pengguna mendapat panggilan grup.

    Namun untuk fitur panggilan grup sendiri, tidak dapat meretas ponsel pengguna atau membuat pengguna bergabung dengan sebuah grup secara permanen.

    Sebelumnya, hoaks serupa juga beredar di media sosial mengenai ikon garis tiga di grup yang dapat meretas pengguna WhatsApp.

    Tim Cek Fakta Kompas.com telah melabelinya sebagai konten dengan konteks keliru.

    Kesimpulan

    Narasi mengenai serangan peretas dengan klik "Gabung" pada panggilan grup di WhatsApp merupakan hoaks.

    Fitur panggilan grup di WhatsApp diluncurkan sejak 2021. Fitur itu tidak dapat secara langsung meretas pengguna atau membuat mereka bergabung dengan grup secara permanen.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27365) [KLARIFIKASI] Warga Temukan Boneka Gantungan Kunci di Botol, Bukan Tuyul

    Sumber:
    Tanggal publish: 12/06/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar unggahan video yang diklaim menampilkan penangkapan tuyul oleh warga.

    Dalam video tampak beberapa orang mengeluarkan benda kecil berwarna cokelat dari botol plastik

    Namun, setelah ditelusuri, narasi tersebut tidak benar. Informasinya keliru dan perlu diluruskan agar tidak menjadi gangguan informasi. 

    Video yang diklaim menampilkan penangkapan tuyul dibagikan akun Facebook, misalnya ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.

    Narasi dalam video yakni sebagai berikut:

    LAGI VIRAL HATI HATIJAMAN SEKARANGTUYUL KETANGKEP

    penangkapan tuyul.. #videoviral #fyp

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook, video yang diklaim menampilkan warga menangkap tuyul

    Penelusuran Kompas.com 

    Tim Cek Fakta Kompas.com mengambil tangkapan layar video dan menelusurinya menggunakan Google Lens.

    Hasilnya, video identik dengan unggahan di kanal YouTube Official iNews pada 29 Maret 2022.

    Keterangan dalam video menyebut benda cokelat yang dikeluarkan dari dalam botol bukan tuyul, melainkan gantungan kunci yang ditemukan oleh warga.

    Lokasi dalam video berada di Desa Buyut, Kecamatan Gunung Jati, Kota Cirebon, Jawa Barat.

    Peristiwa ini juga pernah ditulis Kompas.com. 

    Kapolsek Gunung Jati saat itu, AKP Abdul Majid menjelaskan, peristiwa tersebut bermula ketika warga berinisial AKL menemukan boneka gantungan kunci di pinggir jalan. Kemudian, ia memasukkannya ke dalam botol minuman plastik.

    AKL lantas menunjukkan boneka di dalam botol plastik kepada masyarakat sekitar. Namun, beberapa warga justru menganggap boneka itu adalah tuyul. 

    "Terkait video tersebut yaitu diduga tuyul itu ternyata bukan tuyul. Hanya boneka gantungan kunci yang nemu di pinggir jalan," kata AKP Majid. 

    Untuk mencegah kegaduhan, AKP Majid menyebut masyarakat telah membakar boneka tersebut. 

    Hasil Cek Fakta

    Kesimpulan

    Video yang diklaim menampilkan penangkapan tuyul tidak benar. Informasinya keliru dan perlu diluruskan.

    Benda kecil berwarna cokelat dalam video adalah boneka gantungan kunci yang ditemukan warga Desa Buyut, Kecamatan Gunung Jati, Kota Cirebon, Jawa Barat pada 2022.

    Rujukan

  • (GFD-2025-27364) [HOAKS] Jokowi Antar Roy Suryo dkk ke Nusakambangan

    Sumber:
    Tanggal publish: 12/06/2025

    Berita

    KOMPAS.com - Di media sosial beredar foto yang diklaim menunjukkan mantan presiden Joko Widodo mengantarkan pakar telematika Roy Suryo ke Lapas Nusakambangan.

    Tidak hanya Roy Suryo, dua rekannya yaitu pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma (Dokter Tifa) dan praktisi digital Rismon Sianipar juga terlihat mengenakan baju tahanan.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, foto itu merupakan hasil manipulasi.

    Foto Jokowi mengantarkan Roy Suryo ke Lapas Nusakambangan dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, dan ini, pada Rabu (11/6/2025).

    Dalam foto itu, tampak Jokowi berdiri di depan bus bersama Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar. Roy Suryo dan rekannya mengenakan pakaian berwarna oranye.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    SELAMAT BUAT ROY SURYO CS .!!

    Pak jokowi mo antark4n roy suryo cs ke nusakambangan.

    Screenshot Hoaks, foto Jokowi antar Roy Suryo ke Nusakambangan

    Hasil Cek Fakta

    Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Roy Suryo dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan  oleh Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi) Bersatu pada April 2025.

    Pakar telematika itu dinilai menyebarkan informasi tidak benar melalui media sosial dan menggiring keributan di masyarakat karena menuding ijazah Jokowi palsu.

    Namun, kasus tersebut saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Belum ada keputusan hukum apa pun terhadap Roy Suryo, seperti misalnya vonis penjara di Nusakambangan.

    Sementara itu, foto Jokowi mengantarkan Roy Suryo ke Nusakambangan tersebut terdeteksi dihasilkan oleh perangkat artificial intelligence (AI).

    Hasil pemeriksaan Hive Moderation, pendeteksi konten buatan AI, menunjukkan bahwa foto tersebut memiliki probabilitas 99,9 persen dihasilkan perangkat AI generatif.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, foto Jokowi mengantarkan Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar ke Lapas Nusakambangan adalah hoaks.

    Foto itu merupakan hasil manipulasi AI. Selain itu, belum ada keputusan hukum terhadap Roy Suryo terkait kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.

    Rujukan