• (GFD-2020-8150) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Kemendikbud Akan Hilangkan Mata Pelajaran Agama?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 25/06/2020

    Berita


    Klaim bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menghilangkan mata pelajaran Agama beredar di media sosial. Klaim ini disertai foto yang memuat gambar tangkapan layar dua artikel tentang peleburan mata pelajaran Agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
    Artikel pertama berjudul "Wacana Gabungkan Pelajaran Agama Islam dengan PKn Tidak Mencerminkan Budaya Bangsa". Adapun artikel kedua berjudul "PKS: Jangan Coba-coba Menghilangkan Pendidikan Agama!". Di bawah gambar tangkapan layar dua artikel itu, terdapat pula narasi yang berbunyi sebagai berikut:
    "Jika mata pelajaran Agama dihilangkan, itu sama saja menghilangkan guru-guru agama dari negeri ini. Lagi-lagi mengarah ke komunisme. Komunis PKI bermain dalam hal ini lagi!!! #IndonesiaDaruratPKI!!"
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan klaim serta gambar tangkapan layar tersebut adalah akun Aulia Nissa, yakni pada 22 Juni 2020. Akun ini menulis narasi, "Trik licik komunisme, menghilangkan mata pelajaran Agama. Komunisme tidak percaya Tuhan, maka dia akan menjauhkan sendi agama dari semua bidang."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Aulia Nissa.
    Apa benar pemerintah akan hilangkan mata pelajaran Agama?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, isu yang belakangan ini muncul adalah isu peleburan mata pelajaran Agama dengan PPKn, bukan menghilangkan mata pelajaran Agama. Dilansir dari Liputan6.com, isu ini berawal dari beredarnya salinan rancangan penyederhanaan kurikulum yang disertai dengan penyusunan berbagai modul pendukungnya.
    Meskipun begitu, Mendikbud Nadiem Makarim menuturkan bahwa tidak ada keputusan mengenai peleburan mata pelajaran Agama dengan mata pelajaran lain. "Salah satu dari 10 bagian peta jalan pendidikan adalah memperbaiki kurikulum nasional, pedagogi, dan penilaian. Saya ingin menegaskan bahwa tidak ada keputusan peleburan mata pelajaran Agama dengan (mata pelajaran) lainnya," ujar Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR secara virtual pada 22 Juni 2020.
    Menurut Nadiem, Kemendikbud memang tengah menyusun beragam skenario dan perencanaan mengenai perampingan atau penyederhanaan kurikulum sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. "Tapi kami tegaskan lagi, tidak ada rencana atau keputusan untuk mata pelajaran Agama," katanya. Hingga saat ini, mata pelajaran Agama masih menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Karena itu, Nadiem meminta masyarakat untuk tidak lagi bingung.
    Dilansir dari Medcom.id, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno juga menyatakan bahwa tidak ada rencana peleburan mata pelajaran Agama dengan PPKn seperti informasi yang beredar di masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan Totok untuk menjawab beredarnya sebuah dokumen bertuliskan "Dokumen Rahasia" di media sosial terkait rencana penyederhanaan kurikulum.
    Dalam dokumen itu, terdapat tabel yang menyebut mata pelajaran Agama bakal digabung dengan PPKn. Peleburan tersebut diusulkan untuk kelas 1 hingga kelas 3 Sekolah Dasar (lower grade). "Yang diramaikan itu adalah bahan diskusi awal internal di antara tim kerja kurikulum. Diskusi masih terus berlangsung dan saat ini belum ada keputusan apapun dari kementerian," tutur Totok.
    Menurut Totok, Kemendikbud memang sedang melakukan kajian terkait penyederhanaan Kurikulum 2013 yang berjalan saat ini. Namun, berdasarkan diskusi terakhir, tidak ada penggabungan mata pelajaran Agama dengan PPKn. "Bahan diskusi terakhir yang disampaikan ke saya adalah susunan kelompok mata pelajaran tidak ada digabung seperti itu. Tetap berdiri sendiri seperti yang berlaku saat ini," kata Totok pada 18 Juni 2020.
    Pernah beredar sebelumnya
    Isu tentang penghapusan pelajaran Agama di sekolah pernah beredar sebelumnya, yakni pada Maret 2019. Ketika itu, viral sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan sedang berkampanyedoor to doordi Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam video itu, perempuan yang mengenakan hijab tersebut menjelaskan alasannya memilih calon presiden Prabowo Subianto. Selanjutnya, ia bicara tentang nasib mata pelajaran Agama yang bakal dihapus jika Jokowi terpilih kembali.
    Kepada CNN Indonesia, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa tidak mungkin pemerintah menghapus pendidikan Agama dari kurikulum sekolah. "Di negara sekuler seperti Inggris dan sejumlah negara Eropa Barat, pelajaran Agama wajib di sekolah, baik di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (public schools) maupun di sekolah yang diselenggarakan oleh gereja (faith based schools)," katanya pada 5 Maret 2019.
    "Apalagi di Indonesia, bangsa yang dikenal sangat religius, mustahil pelajaran Agama dianggap tidak penting, dan akan dihilangkan," tuturnya. Menurut Kamaruddin, kementeriannya justru sedang berupaya untuk terus meningkatkan akses dan mutu pendidikan agama, misalnya dengan mengembangkan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) di berbagai provinsi. "Saya justru optimis, pendidikan agama ke depan di Indonesia akan semakin kuat dan berkualitas," katanya.
    Dilansir dari Detik.com, Mendikbud ketika itu, Muhadjir Effendy, juga menegaskan bahwa tidak ada rencana penghapusan pelajaran Agama di sekolah. "Berkenaan dengan adanya berita bahwa Kemendikbud akan menghapus pelajaran Agama di sekolah, pada kesempatan ini saya tegaskan bahwa sama sekali tidak ada rencana penghapusan pelajaran Agama di sekolah," kata Muhadjir pada 6 Maret 2019.
    Muhadjir menyebut beredarnya hoaks mengenai penghapusan pelajaran Agama di sekolah sudah beredar sejak 2017. Menurut dia, isu tersebut berawal dari rapat bersama Komisi X DPR. Saat itu, ia memaparkan program terkait penguatan pendidikan karakter atau TPPK yang tercantum dalam Peraturan Mendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
    "Dalam pelaksanaannya sekolah-sekolah dibolehkan atau dianjurkan menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan di luar sekolah, terutama dalam rangka penguatan karakter religius siswa. Jadi kerja sama itu tidak dimaksudkan untuk menghapus pelajaran agama di sekolah, justru untuk memperkuat keberadaan pelajaran agama di sekolah," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempop, klaim bahwa pemerintah akan hilangkan mata pelajaran Agama adalah klaim yang keliru. Isu yang belakangan ini muncul adalah isu peleburan mata pelajaran Agama dengan PPKn, bukan menghilangkan mata pelajaran Agama. Namun, Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan tidak ada keputusan mengenai peleburan mata pelajaran Agama dengan mata pelajaran lain, termasuk PPKn. Kemendikbud memang tengah menyusun penyederhanaan kurikulum. Tapi mata pelajaran Agama masih menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8149) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Mencium Cuka Bisa Deteksi Covid-19 Tanpa Perlu Rapid Test?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/06/2020

    Berita


    Klaim bahwa mencium cuka bisa mendeteksi infeksi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Klaim itu terdapat dalam sebuah tautan artikel dari blog Media Viral Indonesia yang berjudul "Tak Perlu Ikutan Rapid Tes, Mencium Cuka Bisa Deteksi Apakah Kita Terkena Virus Atau Tidak, Begini Caranya".
    Artikel yang dipublikasikan pada 19 Juni 2020 itu mengutip unggahan akun Facebook US Army Garrison Daegu. Sejak 3 April, Tentara Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) di pangkalan militer Daegu, Korea Selatan, menerapkan tes mencium cuka bagi para pendatang untuk mendeteksi apakah mereka terpapar Covid-19. Hal ini dilakukan karena adanya penelitian bahwa beberapa pasien Covid-19 kehilangan indra penciumannya.
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan tautan artikel tersebut adalah akun Penyejuk Hati, yakni pada 19 Juni 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 2.300 kali, dikomentari lebih dari 250 kali, dan direspons lebih dari 4.700 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Penyejuk Hati.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan fakta terhadap dua hal, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Klaim pertama
    Untuk memeriksa klaim pertama, Tim CekFakta Tempo menelusuri sumber yang digunakan oleh blog Berita Viral Indonesia itu, yakni unggahan akun Facebook US Army Garrison Daegu. Hasilnya, memang benar bahwa Tentara Angkatan Darat AS di Garnisun Daegu, Korea Selatan, menerapkan tes mencium cuka. Hal ini diumumkan pada 3 April 2020.
    Menurut unggahan akun US Army Garrison Daegu, mereka melakukan tes penciuman di gerbang masuk Kamp Walker, Carroll, dan Henry untuk membantu mendeteksi personil atau tamu yang mungkin terinfeksi Covid-19. Unggahan tersebut juga menyertakan sebuah foto saat seorang pengemudi dites penciuman di Gerbang 2 Kamp Henry.
    Situs media Newsweek pun pernah memuat informasi itu, yakni pada 5 April 2020. Tujuan tes penciuamn ini adalah untuk mengidentifikasi pendatang yang mungkin terpapar Covid-19 dengan gejala hilangnya indra penciuman. Menurut juru bicara US Forces Korea (USFK), tes penciuman itu merupakan tambahan dalam prosedur pemantauan Covid-19 yang meliputi pemeriksaan suhu tubuh dan pengisian kuesioner penilaian tentang kondisi kesehatan. 
    Dengan demikian, informasi bahwa Tentara Angkatan Darat AS di Garnisun Daegu, Korea Selatan, memberlakukan tes mencium cuka untuk mendeteksi Covid-19 benar adanya.
    Klaim kedua
    Meskipun tes mencium cuka diterapkan oleh Tentara Angkatan Darat AS di Korea Selatan, apa benar mencium cuka bisa mendeteksi Covid-19? Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, sejauh ini, tidak ada penelitian yang bisa membuktikan apakah metode tersebut efektif dalam mendeteksi infeksi virus Corona Covid-19. Menurut laporan Newsweek, tes mencium cuka itu adalah inisiatif Garnisun Daegu dan tidak diketahui apakah garnisun lain mengadopsi kebijakan serupa.
    British Association of Otorhinolaryngology (ENT UK) memang pernah menyebut hilangnya kemampuan indra penciuman atau anosmia sebagai salah satu gejala pasien Covid-19. Sekitar 30 persen orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Korea Selatan mengalami anosmia, terutama pada mereka yang mengalami gejala ringan.
    Soal hilangnya kemampuan indra penciuman pada pasien Covid-19 ini juga pernah disinggung dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh jurnal Nature Madicine pada 11 Mei 2020. Studi itu menyebut, dari 18.401 responden yang menjalani tes Covid-19, proporsi responden yang melaporkan hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa lebih tinggi mereka yang hasil tesnya positif (4.668 dari 7.178 responden atau 65,03 persen) ketimbang mereka yang hasil tesnya negatif (2.436 dari 11.223 responden atau 21,71 persen).
    Meskipun begitu, tidak semua kasus hilangnya kemampuan indra penciuman ini berkorelasi dengan Covid-19. Dilansir dari National Geographic, Direktur Pusat Bau dan Rasa Universitas Florida di Gainesville, Steven Munger, menjelaskan bahwa hingga 40 persen orang dengan infeksi virus lain, seperti influenza atau flu biasa, juga kehilangan kemampuan indra penciuman untuk sementara waktu. Kondisi ini juga umum terjadi pada penderita alergi.
    Gangguan penciuman yang berkepanjangan, yang mempengaruhi 3-20 persen dari populasi umum, lebih banyak diderita oleh orang tua. Namun, hilangnya penciuman juga bisa disebabkan oleh trauma kepala yang parah, penyakit neurodegeneratif, atau polip hidung yang menghalangi aliran udara dan harus diangkat melalui pembedahan. "Mengapa bau mendapat begitu banyak perhatian?" tanya Munger. “Orang-orang takut, dan kami berusaha memahami penyakit ini. Kami berusaha meraih berbagai hal untuk membantu kami mengenali Covid-19 sedini mungkin. "
    Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS ( CDC ) memang telah memasukkan hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa dalam daftar gejala yang bisa muncul pada penderita Covid-19, di antara gejala lain seperti demam, batuk, sulit bernapas, kelelahan, sakit otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung berair, mual atau muntah, dan diare. Namun, menurut CDC, gejala-gejala ini tidak selalu dimiliki oleh semua penderita Covid-19.
    Pengujian Covid-19 yang akurat
    Untuk benar-benar memastikan apakah seseorang yang memiliki gejala-gejala di atas, termasuk kehilangan penciuman, terinfeksi Covid-19, mereka harus menjalani tes polymerase chain reaction (PCR) yang telah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama pandemi Covid-19. 
    Dilansir dari Livescience.com, tes PCR bekerja dengan mendeteksi bahan genetik spesifik dalam virus tersebut. Tergantung pada jenis PCR yang dipakai, petugas kesehatan mengambil sampel air liur dari bagian belakang tenggorokan, sampel cairan dari saluran pernapasan bawah, atau sampel tinja.
    Saat sampel tiba di laboratorium, peneliti akan mengekstrak asam nukleat yang menyimpan genom virus. Kemudian, peneliti dapat memperkuat bagian genom tertentu dengan teknik yang dikenal sebagai transkripsi terbalik PCR. Hal ini akan memberikan peneliti sebuah sampel yang lebih besar yang dapat mereka cocokkan dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
    Terkait rapid test atau uji cepat, belum direkomendasikan karena akurasinya rendah. Menurut Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Berry Juliandi, kepada Tim CekFakta Tempo pada 26 Mei 2020, akurasi rapid test rendah karena sangat bergantung pada jumlah antibodi yang dikeluarkan tubuh saat terjadinya infeksi SARS-CoV-2. Apabila antibodi yang dikeluarkan sedikit, yang dipengaruhi oleh genetika seseorang, hasil rapid test bisa menjadi negatif.
    Faktor kedua, rendahnya antibodi sangat bergantung pada durasi waktu sejak seseorang pertama kali terinfeksi. Seseorang yang baru terinfeksi, antibodinya masih rendah. “Sehingga, saat rapid test, hasilnya negatif. Padahal, sebenarnya, dia sudah positif Covid-19,” kata Berry.
    Karena itu, waktu terbaik untuk melakukan rapid test minimal pada hari ke-7 setelah terinfeksi dan seterusnya, saat jumlah antibodi cukup banyak. Namun, kendalanya, tidak diketahui kapan seseorang mulai terinfeksi SARS-CoV-2. Sehingga, menurut Berry, rapid test lebih tepat digunakan hanya sebagai penapisan atau skrining orang-orang yang pernah terinfeksi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, judul artikel di blog Media Viral Indonesia, yakni "Tak Perlu Ikutan Rapid Tes, Mencium Cuka Bisa Deteksi Apakah Kita Terkena Virus Atau Tidak, Begini Caranya", menyesatkan. Tidak mampunya seseorang mencium cuka bukan berarti orang tersebut terinfeksi Covid-19. Ada sejumlah faktor lain yang bisa menyebabkan seseorang kehilangan indra penciuman. Untuk memastikan positif atau tidaknya seseorang menderita Covid-19, harus dilakukan tes PCR.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8148) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Banjir di Singapura pada 23 Juni 2020?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/06/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan jalanan di sebuah kota yang terendam banjir beredar di media sosial. Dalam foto itu, terlihat pula deretan mobil yang terparkir di jalanan yang hampir seluruh bodinya tertutup air. Foto tersebut pun diklaim sebagai foto banjir di Singapura.
    Foto ini beredar pasca banjir bandang yang melanda beberapa wilayah Singapura pada 23 Juni 2020. Sebelumnya, memang terjadi hujan lebat di beberapa daerah di Singapura, seperti Changi, Bedok, Jurong, dan Bukit Timah.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun M. Leha Solekhah. Akun ini juga menulis narasi, "Cukup heran klu singapore bisa bnjir kyk gini,,, Bedok." Hingga kini, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 1.000 kali.
    Adapun di Twitter, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun @ivansiregar18. Akun ini menuliskan narasi, "Singapore Banjir." Hingga artikel ini dimuat, cuitan itu telah di-retweet lebih dari 700 kali dan disukai lebih dari 1.700 kali. 
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook M. Leha Solekhah (kiri) dan akun Twitter @ivansiregar18 (kanan).
    Apa benar foto tersebut adalah foto banjir di Singapura pada 23 Juni 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri asal-usul foto tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa foto-foto itu telah beredar sejak 22 Mei 2020, sebelum terjadinya banjir di Singapura pada 23 Juni 2020. Foto itu merupakan foto banjir yang terjadi di Guangzhou, Guangdong, Cina.
    Salah satu akun di Twitter, @redwallpusher, pernah mengunggah foto tersebut pada 22 Mei 2020. Akun ini juga membagikan tiga foto lain yang memperlihatkan banjir di Guangzhou saat itu. Akun itu pun memberikan keterangan, "Guangzhou today."
    Sebuah akun di Weibo, situs microblogging Cina yang serupa dengan Twitter, juga pernah membagikan foto tersebut pada 23 Mei 2020. Akun yang bernama Alur Garis Emas itu pun mengunggah dua foto lain yang memperlihatkan kondisi Guangzhou. Akun ini menuliskan narasi, "Semua jenis ikan ada di jalan."
    Dilansir dari situs Qq.com, pada 22 Mei pagi, hujan badai terjadi di Guangzhou, Dongguan, dan sejumlah wilayah lain. Hujan badai yang menyebabkan banjir ini menelan empat korban jiwa. Tanah longsor juga terjadi di Distrik Huangpu yang membuat empat rumah rusak. Banyak kendaraan yang terperangkap di Terowongan Kaiyuan Avenue.
    Dikutip dari situs Sionins.com, pada 21 Mei malam, Guangzhou Meteorolocigal Observatory telah mengeluarkan peringatan bahwa akan terjadi hujan badai di daerah perkotaan pada 22 Mei pagi. Curah hujan yang terjadi pada pukul 20.20 hingga 07.25 itu mencapai 92,3 milimeter.
    Akibat hujan lebat itu, jalan dan terowongan di Distrik Zengcheng dan Distrik Huangpu di Guangzhou terendam banjir. PICC P&C Guangzhou pun telah menerima lebih dari 3 ribu laporan asuransi mobil terkait dengan hujan badai tersebut. Sementara Ping An Property & Casualty Guangdong telah menerima sebanyak 81.199 laporan mobil yang tergenang.
    Banjir di Singapura pada 23 Juni 2020
    Dilansir dari Straitstimes.com, pada 23 Juni 2020 pagi, terjadi banjir bandang di Singapura. Beberapa lokasi yang terkena banjir tersebut adalah Jurong Town Hall Road, Opera Estate, persimpangan Bedok North Avenue 4-Upper Changi Road, dan New Upper Changi Road. Sebatang pohon juga dilaporkan tumbang di Bukit Timah Expressway yang menuju ke Pan-Island Expressway dekat pintu keluar Dairy Farm Road.
    Curah hujan tertinggi, yakni sekitar 108,8 milimeter, tercatat di Bedok Selatan antara pukul 07.10 dan 0.05. Curah hujan ini melebihi setengah curah hujan bulanan rata-rata Singapura pada Juni. Antara pukul 07.15 dan 08.35, volume hujan disebut setara dengan sekitar 880 kolam ukuran Olimpiade yang jatuh. Banjir bandang pertama dilaporkan terjadi pada pukul 08.30 pagi dan surut dalam 10-20 menit.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) sekitar pukul 06.30 pagi telah memperingatkan bahwa hujan sedang hingga deras akan terjadi di sejumlah besar wilayah Singapura. "PUB (Dewan Utilitas Publik) mengatakan banjir bandang dapat terjadi jika hujan deras," tulis NEA di Twitter.
    Pada pukul 11.00, NEA menyatakan bahwa hujan diperkirakan akan terus berlanjut di berbagai wilayah Singapura hingga siang hari. Dikutip dari Channel News Asia, terlihat kendaraan serta warga yang melewati banjir setinggi lutut. Di Upper Changi Road, dekat stasiun pemadam kebakaran Changi, sebuah ambulans dan truk terlihat melaju melewati banjir.
    Pasukan Pertahanan Sipil Singapura (SCDF) mengatakan bahwa petugas stasiun pemadam kebakaran Changi mendapati sejumlah kendaraan berhenti di depan stasiun mereka karena banjir. "Lima belas petugas pemadam kebakaran segera memberikan bantuan kepada pengemudi, penumpang, dan pejalan kaki yang terdampar," kata SCDF. Petugas pemadam juga memindahkan dua kendaraan dari daerah yang terdampak.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto banjir di Singapura pada 23 Juni 2020 keliru. Foto itu merupakan foto banjir di Guangzhou, Guangdong, Cina, pada 22 Mei 2020. Meskipun begitu, di Singapura, memang terjadi banjir bandang pada 23 Juni 2020.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8147) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Motor di Video Ini Terbakar Karena Hand Sanitizer?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 23/06/2020

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan sebuah motor di tepi jalan yang terbakar beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertai video tersebut, motor itu terbakar karena di bagasi motor tersebut tersimpan hand sanitizer. Hand sanitizer itu disebut sebagai pemicu kebakaran.
    Di Facebook, salah satu akun yang mengunggah video tersebut adalah akun Resep Masakan Bunda, yakni pada 19 Juni 2020. Akun ini menuliskan narasi, "Hati-hati yang bepergian hand sanitizer memang sekarang menjadi kebutuhan sehari-hari tetap waspada hand sanitizer mengandung alkohol yang tinggi dan mudah terbakar. Motor tersebut terbakar karena ada hand sanitizer di dalam bagasi motor. Beruntung pemillik kendaraan bisa menyelamatkan diri."
    Hingga artikel ini dimuat, video unggahan akun Resep Masakan Bunda itu telah ditonton lebih dari 2.500 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Resep Masakan Bunda.
    Apa benar motor dalam video di atas terbakar karena hand sanitizer?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo memasukkan kata kunci "motor terbakar karena hand sanitizer" ke mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah media yang memberitakan peristiwa terbakarnya motor itu.
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Bidang Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Komisaris Besar Yulianto, membenarkan peristiwa terbakarnya motor itu terjadi di wilayahnya, tepatnya pada 18 Juni 2020. "Sekitar jam 3 sore," ujar Yulianto.
    Namun, motor itu terbakar bukan karena hand sanitizer, melainkan karena korsleting. Menurut Yulianto, sehari sebelumnya, oli mesin dan air radiator motor tersebut baru saja diganti. Keesokan harinya, motor itu dipakai berkendara oleh pemiliknya ke daerah Timoho, Yogyakarta.
    Tak lama kemudian, si pemilik kembali ke rumahnya. Ketika melewati Jalan Gajah Mada, Pakualaman, motor tersebut tersendat-sendat dan hampir mogok. Namun, oleh pemiliknya, motor itu dipaksa untuk terus berjalan. Akhirnya, motor tersebut mogok, kemudian diparkir di tepi jalan.
    Si pemilik pun mengecek motornya itu. "Namun, asap tebal justru menyembur dari bagian mesin. Karena asap semakin tebal, pemilik motor kemudian mencari air dan berusaha untuk menyiramkannya ke mesin motor," ujar Yulianto.
    Belum sempat air disiramkan ke mesin motor, tiba-tiba muncul kobaran api yang semakin besar hingga melalap seluruh badan motor. "Api dapat dipadamkan setelah muncul seseorang yang membawa alat pemadan kebakaran (powder)," tutur Yulianto.
    Dikutip dari Tribun Jogja, motor berjenis matik yang terbakar itu dimiliki oleh Fauzi Fathurrahman, 25 tahun, warga Dipowinatan, Mergangsan. Menurut Kepala Polsek Pakualaman, Komisaris Aslori, setelah api padam, motor tersebut dibawa pulang ke rumah dengan mobil pick up.
    "Penyebab kebakaran motor diduga murni karena kecelakaan atau korsleting kelistrikan, bukan karena sebab lain atau kejahatan. Kerugian ditaksir kurang lebih Rp 6 juta," ujar Aslori.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa motor dalam video di atas terbakar karena hand sanitizer adalah klaim yang keliru. Motor tersebut terbakar karena korsleting, bukan karena hand sanitizer.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan