• (GFD-2020-8248) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Bendera Tauhid yang Berkibar di Surabaya pada 1935?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 28/08/2020

    Berita


    Foto hitam-putih yang memperlihatkan puluhan pria sedang berjejer di depan sebuah gedung sembari membawa bendera dengan tulisan Arab beredar di media sosial. Bendera itu disebut sebagai bendera tauhid. Foto itu pun diklaim sebagai foto pada 1935 yang diambil di Surabaya, Jawa Timur.
    Dalam foto itu, terdapat tulisan yang berbunyi "Bendera tauhid telah berkibar di Indonesia sejak 1935". Di bawah foto tersebut, ada pula sebuah paragraf yang isinya sebagai berikut:
    "Jika ada yang berkata bahwa bendera Tauhid itu bendera HTI, sebaiknya belajar sejarah lagi. Ini adalah foto lama tahun 1935 di depan Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Silakan diperhatikan, bendera Tauhid dibentangkan di foto ini. Al-Irsyad Surabaya sendiri didirikan tahun 1919, jadi sudah lebih dulu ada sebelum NU, Banser apalagi HTI yang baru berdiri di Indonesia sekitar tahun 1980-an."
    Di Facebook, foto beserta klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Hamzah Johan Albatahany, yakni pada 23 Agustus 2020. Akun ini pun menulis, "Kita harus faham dan dapat membedakan mana bendera tauid dan bendera HTI agar kita tidak membenci bendera tauhid." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 150 kali.
    Foto dengan klaim itu pun pernah dibagikan oleh akun Twitter @JackMar39_PaSid pada 27 Juli 2019. Unggahan itu mendapatkan lebih dari 300 retweet dan 500 likes.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hamzah Johan Albatahany.
    Apa benar foto tersebut adalah foto bendera tauhid yang berkibar di Surabaya pada 1935?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto itu memang diambil di Madrasah Al-Irsyad Surabaya pada 1935. Namun, bendera dalam foto itu bukanlah bendera tauhid, melainkan bendera Kerajaan Arab Saudi. Bendera itu sengaja dibentangkan ketika berpose untuk foto tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap berdirinya pemerintahan Kerajaan Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Abdul Aziz Al Saud pada 1932.
    Untuk memverifikasi klaim dalam unggahan akun Hamzah Johan Albatahany, Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu pernah dimuat oleh situs Perpusataan Online Al-Irsyad, situs yang dibuat oleh Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor, pada 30 Maret 2015.
    Foto itu terdapat dalam artikel yang berjudul "Al-Irsyad Surabaya Berdiri 1919". Dalam keterangan foto tersebut, disebutkan bahwa foto itu diambil di Madrasah Al-Irsyad Surabaya pada 1935. Tidak terdapat penjelasan bahwa bendera dalam foto itu adalah bendera tauhid.
    Penjelasan yang lebih rinci diberikan oleh Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor, Abdullah Abubakar Batarfie, di situs pribadinya pada 25 Oktober 2018. Ketika itu, telah ramai isu bahwa bendera dalam foto itu merupakan bendera tauhid yang sudah berkibar di Madrasah Al-Irsyad Surabaya sejak 1935.
    Abdullah menegaskan bahwa bendera yang disebut-sebut sebagai panji tauhid itu adalah bendera Kerajaan Arab Saudi. "Bendera Kerajaan Arab Saudi yang sengaja dibentangkan dalam pose foto bersama para pemuka dan Pemuda Al-Irsyad Surabaya sebagai bentuk dukungannya terhadap berdirinya pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia di bawah kepemimpinan King Abdul Aziz Al Saud," ujar Abdullah.
    Penjelasan terkait foto itu juga pernah ditulis oleh Ketua Lazis Yamas Surabaya, Washil Bahalwan, di blog pribadinya. Washil merupakan saudara dari Abdurrahman Bahalwan dan Ahmad Bahalwan, pionir pengajar di Madrasah Al-Irsyad Surabaya.
    Washil menuturkan bahwa foto tersebut diambil di sekolah Al-Irsyad Surabaya pada 1935. Dalam foto itu, terlihat para pengurus yayasan, dewan guru, dan pandu bersama tamu-tamu dari Arab Saudi. "Nampak Ketua Yayasan Al-Irsyad Surabaya, Rubaya Bin Thalib (berserban dan berjenggot putih), empat baris dari kanan)," kata Washil.
    Dilansir dari artikel di BBC Indonesia pada 8 November 2018, pengamat politik Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Rumadi Ahmad, menuturkan bahwa bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid tidak sekadar bermakna kalimat tauhid, tapi merupakan simbol yang mewakili ideologi tertentu.
    "Bahkan, bendera Saudi sendiri kan tulisannya sama, warnanya saja yang beda. Tapi kenapa Saudi mempersoalkan bendera model HTI seperti itu? Karena Saudi tahu bahwa, di balik bendera itu, meskipun tulisannya sama-sama laa ilaaha illallah, tapi di balik simbol itu ada ideologi yang berbeda dan bahkan menjadi musuh pemerintah Saudi," ujar Rumadi.
    Kalimat "Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah" memang dipakai dalam beberapa bendera. Selain Arab Saudi, Afghanistan pun memasukkan kalimat ini dalam benderanya. ISIS juga memakai bendera hitam dengan tulisan "laa ilaaha illallah", dengan bentuk tulisan yang berbeda dengan bendera Hizbut Tahrir maupun bendera Arab Saudi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto bendera tauhid yang berkibar di Surabaya pada 1935, keliru. Bendera itu merupakan bendera Arab Saudi yang dibentangkan di Madrasah Al-Irsyad Surabaya pada 1935 saat berfoto bersama para tamu dari Arab Saudi. Bendera itu sengaja dibentangkan sebagai bentuk dukungan terhadap berdirinya pemerintahan Kerajaan Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Abdul Aziz Al Saud pada 1932.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8247) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Eksodus Rakyat Suriah Ketika Terjadi Perang Saudara di Negaranya?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 27/08/2020

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto eksodus rakyat Suriah ketika terjadi perang saudara di negaranya beredar di Facebook. Dalam foto itu, terlihat ribuan orang yang memenuhi sebuah gang yang diapit gedung-gedung yang telah hancur. Para wanita dalam foto tersebut tampak mengenakan jilbab.
    Akun yang membagikan foto dengan narasi itu adalah akun KataKita, yakni pada 26 Agustus 2020. Akun ini pun menulis, "MEREKA HANCUR KARENA TAK ADA CINTA TANAH AIR. sejenak kita merenung... Ini bukannlah gambar cuplikan sebuah Film garapan Sutradara Hollywood,, Tetapi ini adalah eksodus besar besaran rakyat Suriah ketika perang saudara berkecamuk dinegara itu."
    Menurut narasi yang ditulis akun tersebut, perang saudara itu terjadi akibat krisis ideologi dan pemaksakan suatu paham yang bertentangan dengan paham yang telah ada sebelumnya. Padahal, mereka adalah bangsa multi agama. "Jangan sampai hal yang sama terjadi pada bangsa kita yang multi kultural, dengan ras, budaya dan agama yang beragam ini.."
    Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah disukai lebih dari 5 ribu kali, dikomentari lebih dari 500 kali, dan dibagikan sebanyak 592 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook KataKita.
    Namun, apa benar foto tersebut merupakan foto eksodus rakyat Suriah ketika terjadi perang saudara di negaranya?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto di atas dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut bukanlah foto eksodus warga Suriah, melainkan foto pengungsi Palestina di kamp Yarmouk, Damaskus, Suriah.
    Foto itu adalah foto dokumentasi United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) di kamp Yarmouk pada Januari 2014. Kamp Yarmouk kerap disebut sebagai rumah bagi komunitas pengungsi Palestina terbesar di Suriah.
    Situs resmi UNRWA memuat foto itu pada 26 Februari dalam artikel pendek yang berjudul "Pagi di Yarmouk". Selain foto itu, dalam artikel tersebut, ada pula 12 foto lainnya yang juga diambil dari lokasi yang sama. Foto itu sendiri diberi keterangan "Warga Yarmouk berkumpul menunggu pembagian makanan dari UNRWA pada Januari 2014".
    Gambar tangkapan layar artikel pendek di situs resmi UNRWA.
    Foto tersebut juga pernah dimuat oleh situs media The Washington Post pada 27 Februari 2014 dalam artikelnya yang berjudul "Foto dari Suriah ini mengerikan, tapi apakah melihatnya mengubah sesuatu?". Dalam keterangan fotonya, disebutkan bahwa foto tersebut diambil pada 31 Januari 2014.
    Foto itu memperlihatkan penduduk kamp Palestina di Yarmouk, Damaskus, yang sedang mengantri untuk menerima persediaan makanan. Seorang pejabat PBB menyerukan bahwa para pihak yang bertikai di Suriah mesti mengizinkan petugas untuk tetap mendistribusikan makanan dan obat-obatan di kamp tersebut. Seruan itu muncul setelah Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon mendesak pemerintah Suriah untuk mengizinkan lebih banyak pekerja kemanusiaan bertugas di negaranya, yang hancur akibat konflik yang berlangsung bertahun-tahun.
    Situs media The Guardian pun pernah memuat foto itu dalam artikelnya yang berjudul "Antrean makanan di kamp Yarmouk Suriah menunjukkan keputusasaan para pengungsi" pada 26 Februari 2014. Menurut laporan The Guardian, kerumunan warga Palestina yang terlihat dalam foto itu tengah menunggu bantuan di kamp Yarmouk, Damaskus, yang telah diblokade selama berbulan-bulan.
    Ketika itu, kamp pengungsi Palestina tersebut hancur akibat perang di Damaskus. Foto tersebut menunjukkan pemandangan ketika ribuan orang Palestina yang putus asa dan terperangkap di dalam kamp di tepi ibu kota Suriah itu mengepung petugas yang sedang mendistribusikan paket makanan.
    Lebih dari 18 ribu penghuni kamp Yarmouk berada di bawah blokade. Mereka kekurangan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Sebagian besar area kamp telah hancur akibat penembakan, dan upaya untuk mengirimkan bantuan kepada penghuni kamp terhambat oleh pertempuran yang berkelanjutan dalam perang saudara Suriah yang telah berlangsung bertahun-tahun.
    Para petugas PBB pun mengirimkan sekitar 7 ribu paket makanan selama beberapa pekan terakhir, menyusul negosiasi antara pemerintah Suriah, pasukan pemberontak, dan faksi Palestina di kamp Yarmouk. Pengiriman terakhir, sebanyak 450 paket, dilakukan pada 26 Februari 2014. PBB menyatakan bahwa bantuan itu ibarat "setetes air di lautan".

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto eksodus rakyat Suriah ketika terjadi perang saudara di negaranya, keliru. Foto tersebut diambil pada 31 Januari 2014 saat pengungsi Palestina di kamp Yarmouk, Damaskus, Suriah, sedang mengantri untuk menerima bantuan makanan yang sebelumnya terhambat oleh pertempuran yang berkelanjutan di Suriah.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8246) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Hanya Imam Besar FPI yang Punya Penangkal Virus Corona Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 27/08/2020

    Berita


    Gambar yang mirip dengan tangkapan layar sebuah berita dengan klaim "hanya Imam Besar FPI yang punya penangkal virus Corona" beredar di media sosial. Saat ini, Imam Besar Front Pembela Islam atau FPI adalah Muhammad Rizieq Shihab.
    Menurut narasi dalam gambar tersebut, klaim itu berasal dari korlap FPI. "Di Tanya soal virus Corona Korlap FPI: Hanya Imam Besar kami yg punya penangkal virus Corona, karna Imam besar kami cucu Nabi," demikian narasi dalam gambar itu.
    Narasi tersebut dilengkapi dengan foto seorang pria berkopiah putih dan berjaket hitam yang sedang duduk. Di depan pria itu, terdapat papan kayu bertuliskan "Korlap FPI". Ada pula sebuah mikrofon yang mengarah ke wajah pria tersebut.
    Di Facebook, gambar itu dibagikan salah satunya oleh akun Raden Kemulan Sarung pada 24 Agustus 2020. Akun ini pun menulis, "Tebak..... Kira2 apa isi otak orang ini ? Cuma kawatir , jangan2 gk punya otak." Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Raden Kemulan Sarung.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua hal, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, tangkapan layar itu merupakan hasil suntingan dari sebuah berita yang disertai foto Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat memimpin rapat persiapan Asian Games 2018. Selain itu, hingga saat ini, belum ada penangkal virus Corona Covid-19 karena uji klinis berbagai vaksin Covid-19 masih berlangsung.
    Untuk memverifikasi klaim dalam unggahan akun Raden Kemulan Sarung, Tempo mula-mula memasukkan kata kunci "Di Tanya soal virus Corona Korlap FPI: Hanya Imam Besar kami yg punya penangkal virus Corona, karna Imam besar kami cucu Nabi" ke mesin pencarian Google. Namun, tidak ditemukan bahwa berita dengan judul tersebut pernah dimuat di media massa.
    Tempo kemudian menelusuri foto pria berkopiah putih dan berjaket hitam dalam gambar yang dibagikan oleh akun Raden Kemulan Sarung dengan reverse image tool Source. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut identik dengan foto Jokowi saat memimpin rapat terbatas persiapan Asian Games 2018 di Kantor Presiden di Jakarta pada 4 Mei 2018.
    Foto Jokowi itu adalah foto dokumentasi Sekretariat Kabinet yang pernah dimuat oleh situs Teropong Senayan pada tanggal yang sama dalam beritanya yang berjudul "Pimpin Ratas, Jokowi Kembali Pakai Jaket Asian Games". Tempo menemukan enam kesamaan antara foto Jokowi yang sedang memimpin rapat terbatas itu dengan foto pria yang diklaim sebagai korlap FPI.
    Foto dalam unggahan akun Facebook Raden Kemulan Sarung (atas) dan foto dokumentasi Sekretariat Kabinet saat Presiden Jokowi memimpin rapat persiapan Asian Games 2018 (bawah). 
    Benarkah hanya Imam besar FPI yang punya penangkal virus Corona Covid-19?
    Untuk menangkal penularan Covid-19, hanya bisa dilakukan apabila sudah tersedia vaksin. Namun, hingga artikel ini dimuat, vaksin Covid-19 belum tersedia karena masih dalam penelitian dan pengujian. Pencegahan penyakit dengan vaksin telah dilakukan pada penyakit-penyakit seperti hepatitis A, flu, polio, dan rabies.
    Menurut Covid-19 Vaccine Tracker ciptaan Regulatory Affairs Professionals Society ( RAPS ), terdapat 42 kandidat vaksin Covid-19 yang tengah dibuat oleh institusi dan perusahaan dari berbagai negara. Ada yang masih dalam tahap praklinis, ada pula yang sudah dalam tahap uji klinis fase III. Dari daftar institusi dan perusahaan tersebut, tidak satu pun yang dinamai Imam Besar FPI.
    Dilansir dari CNN Indonesia, ada tiga vaksin Covid-19 asal Cina yang akan bisa diakses di Indonesia. Saat ini, ketiga perusahaan itu telah memasuki tahap uji klinis fase III. Ketika memasuki uji klinis fase III, vaksin akan diuji ke ribuan relawan untuk menentukan keampuhan vaksin melawan virus.
    Perusahaan pertama adalah Sinovac Biotech Ltd yang uji klinis fase III-nya dilakukan di Indonesia. Perusahaan kedua adalah China National Biotec Group (CNBG) Sinopharm yang menggelar uji klinis fase III di Uni Emirat Arab (UEA), Peru, Maroko, dan Argentina.
    Adapun perusahaan ketiga adalah CanSino, perusahaan pertama penerima paten teknologi pembuatan vaksin Covid-19. Sama seperti Sinopharm, CanSino telah melakukan uji klinis III pada Agustus 2020. CanSino saat ini tengah bernegosiasi dengan negara lain untuk uji coba lebih lanjut, termasuk di Indonesia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa hanya Imam Besar FPI yang punya penangkal virus Corona Covid-19 keliru. Pertama, tangkapan layar mirip berita yang memuat klaim itu adalah hasil suntingan dari sebuah berita yang disertai foto Jokowi saat memimpin rapat terbatas persiapan Asian Games 2018. Kedua, untuk menangkal penularan Covid-19, hanya bisa dilakukan dengan vaksin. Hingga artikel ini dimuat, vaksin Covid-19 belum tersedia. Dari 42 kandidat vaksin Covid-19 yang tengah dibuat oleh institusi dan perusahaan dari berbagai negara pun, tidak satu pun yang bernama Imam Besar FPI.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8245) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ketua PBNU Said Aqil Jual Tanah Masjid di Malang ke Gereja?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 26/08/2020

    Berita


    Klaim bahwa Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU,  Said Aqil Siradj, menjual tanah untuk masjid ke gereja beredar di media sosial. Menurut klaim itu, tanah tersebut merupakan tanah milik Haji Qosim yang berlokadi di Karangbesuki, Malang, Jawa Timur.
    Klaim itu juga menyebut, awalnya, tanah milik Qosim ini ditawar oleh para misionaris dengan harga Rp 9 miliar. Di atas tanah itu, akan didirikan sebuah gereja. Namun, Qosim yang seorang muslim menolak tawaran itu. Beberapa saat kemudian, menurut klaim tersebut, Said Aqil yang ketika itu masih menjadi pengurus PBNU mendatangi Qosim dan menawar tanah tersebut.
    Lewat percakapan telepon yang disaksikan oleh menantu Qosim, menurut klaim itu, Said Aqil meminta agar tanah tersebut dijual kepadanya seharga Rp 1,7 miliar untuk didirikanIslamic center. Qosim pun menyetujui tawaran itu. "Tak dinyana, setelah sepakat dengan SAS atas penjualan tanah tersebut, dan dibayarkan sebesar Rp 700 juta, tanah itu dijual kepada para misionaris. Sehingga, saat ini, telah berdiri di atas tanah tersebut gedung seminari milik misionaris Kristen."
    Di Facebook, klaim tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Rahmad Rivai, yakni pada 24 Agustus 2020. Klaim ini disertai dengan tautan artikel di situs Bangsa Online pada 26 Desember 2016 yang berjudul “Keluarga Korban Penjualan Tanah ke Gereja Bicara, KH Lutfi Abdul Hadi: Said Aqil Kejam”.
    Terdapat pula gambar tangkapan layar sebuah artikel yang tidak diketahui sumbernya yang dipublikasikan pada 28 Desember 2016. Artikel ini memuat foto headline koran Harian Bangsa dengan judul “KH Lutfi Abdul Hadi: Said Aqil Kejam, Sadis, Ayo Sumpah Li’an Kalau Berani”. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Rahmad Rivai telah dibagikan lebih dari 300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rahmad Rivai.
    Apa benar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menjual tanah untuk masjid di Malang ke gereja?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel yang dimuat oleh situs Bangsa Online yang tautannya terdapat dalam unggahan akun Rahmad Rivai. Lewat cara ini, ditemukan bahwa artikel tersebut telah dilaporkan ke Dewan Pers dan memperoleh hak jawab dari Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.
    Di antara foto dan paragraf pertama artikel itu, terdapat keterangan yang berbunyi: "Berita ini telah diklarifikasi berdasarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi Nomor 05/PPRDP/II/2017 yang diterbitkan Dewan Pers pada 28 Februari 2017. Berikut hak jawab dari KH Said Aqil Siradj."
    Dalam hak jawabnya pada 21 Maret 2017, Said Aqil menyatakan bahwa dua artikel yang dimuat oleh Bangsa Online dan Harian Bangsa tentang keterlibatannya dalam penjualan tanah untuk gedung seminari di Malang tidak benar. "Pemberitaan Bangsaonline.com dan Harian Bangsa tentang jual-beli tanah di Malang yang dikaitkan dengan diri saya dapat dikualifikasi sebagai berita bohong dan fitnah," ujar Said Aqil dalam hak jawabnya.
    Dua artikel yang dimaksud oleh Said Aqil adalah, pertama, dimuat pada 1 Agustus 2015 dengan judul "Merasa Tertipu Kiai Said Aqil, Janji Bangun Islamic Center, Ternyata Bangun Seminari", dan kedua, dipublikasikan pada 26-27 Desember 2016 dengan judul "Keluarga Korban Penjualan Tanah ke Gereja Bicara, KH Lutfi Abdul Hadi: Said Aqil Kejam".
    Artikel pertama didasarkan pada wawancara dengan narasumber yang bernama Subaryo, yang merupakan Ketua Forum Independen Masyarakat Malang (FIMM). Namun, pada 23 Juli 2016, Subaryo telah membantah pernah membuat pernyataan tentang keterlibatan Said Aqil dalam penjualan tanah untuk gedung seminari di Malang. Dalam surat bantahannya, Subaryo juga menuturkan bahwa ia tidak pernah diwawancara oleh situs Bangsa Online maupun Harian Bangsa.
    Pada 29 Desember 2016, terdapat pula klarifikasi oleh Denny Syaifullah selaku pembeli tanah milik Haji Qosim. Dalam surat pernyataannya pada 29 Desember 2016, dia menyatakan bahwa Said Aqil tidak ada kaitannya dengan proses jual-beli tanah di Malang tersebut.
    Kemudian, pada 13 Januari 2017, Lutfi Abdul Hadi yang merupakan narasumber dalam artikel kedua di situs Bangsa Online pun membuat pernyataan tertulis bahwa apa yang disampaikannya mengenai Said Aqil berdasarkan testimoni yang tidak benar. Pernyataan ini pernah dimuat dalam artikel di situs resmi NU yang berjudul "Luthfi Abdul Hadi Akui Bersalah Kaitkan Kiai Said dengan Penjualan Tanah di Malang".
    Menyusul pernyataan dan permohonan maaf dari Luthfi tersebut, pada 14 Januari 2017, situs Bangsa Online memuat berita dengan judul “Pencabutan Berita KH Lutfi Abdul Hadi dan Permohonan Maaf kepada KH Said Aqil Siraj”. "Meski berita itu dihasilkan lewat wawancara, tapi karena yang bersangkutan mencabut, maka Bangsaonline.com dan Harian Bangsa juga mencabut dan menganggap berita itu tak pernah ada."
    Di bawah hak jawab Said Aqil Siradj pada 21 Maret 2017, situs Bangsa Online kembali memuat permohonan maafnya kepada Said Aqil karena dua artikelnya tersebut melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik. "Bersama ini, Bangsaonline.com mohon maaf sebesar-besarnya pada Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA. dan keluarga, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, masyarakat, pembaca, serta semua pihak yang dirugikan dengan pemberitaan tersebut."
    Dilansir dari Okezone, pelaporan atas pemberitaan situs Bangsa Online dan Harian Bangsa ke Dewan Pers tersebut dilakukan pada 16 Januari 2017. Setelah digelar berbagai pemeriksaan, termasuk mediasi, pada akhir Februari 2017, Dewan Pers menyatakan bahwa situs Bangsa Online dan Harian Bangsa bersalah. Mereka pun diharuskan menayangkan hak jawab serta permintaan maaf kepada Said Aqil Siradj dan pembaca.
    Sebagaimana tertuang dalam Surat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi Nomor 05/PPRDP/II/2017 tertanggal 28 Februari 2017, situs Bangsa Online dan Harian Bangsa dinyatakan melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik perihal pemberitaan yang tidak uji informasi, tidak berimbang, dan memuat opini menghakimi.
    “Ya betul. Dewan Pers sudah menjatuhkan keputusan. Itu setelah proses mediasi dan pemeriksaan perkara. Saya dan Pak Andi Najmi hadir mewakili KH Said Aqil,” kata Ketua PBNU Bidang Hukum Robikin Emhas pada 2 Maret 2017.
    Robikin menjelaskan, kesimpulan Dewan Pers antara lain memuat tiga rekomendasi. Rekomendasi tersebut berupa kewajiban melayani hak jawab dari pengadu, melakukan permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat, serta memuat hak jawab dari pengadu di media tersebut. Robikin menambahkan, khusus untuk situs Bangsa Online, wajib memuat berita permintaan maaf kepada Said Aqil dan masyarakat selama tujuh hari berturut-turut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama  Said Aqil Siradj menjual tanah untuk masjid di Malang ke gereja, keliru. Narasumber dalam artikel yang memuat klaim itu telah membantah pernah membuat pernyataan tentang keterlibatan Said Aqil dalam penjualan tanah tersebut. Narasumber lainnya juga telah menyatakan bahwa apa yang disampaikannya mengenai Said Aqil berdasarkan testimoni yang tidak benar. Selain itu, oleh Dewan Pers, situs Bangsa Online dan Harian Bangsa yang memuat artikel tersebut telah dinyatakan melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik perihal pemberitaan yang tidak uji informasi, tidak berimbang, dan memuat opini menghakimi.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.

    Rujukan