Akun August Gardo Hutasoit (fb.com/august.hutasoit) mengunggah sebuah foto dengan narasi sebagai berikut:
“MUI haram atau halal??? Perlu juga nih di sertifikasi. he…he…he…”
Foto yang ia unggah menampilkan poster yang berisi ciri-ciri kuas bulu babi yang diklaim difatwakan haram oleh MUI. Ciri-ciri itu antara lain terdapat tulisan eterna, bristle, warnanya tidak homogen (putih, krem, berselang hitam), serta bila dibakar berbau seperti daging panggang. Serta terdapat narasi “AWAS!! Kuas Bulu Babi, Fatwa MUI: Haram”
Bulu babi kuas
(GFD-2020-5062) [SALAH] “AWAS!! Kuas Bulu Babi, Fatwa MUI: Haram”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 23/09/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran anggota grup Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), klaim adanya poster berisi fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap kuas bulu babi adalah klaim yang salah.
Faktanya, pada tahun 2019, MUI sudah membantah isi foto berisi fatwa haram terkait kuas bulu babi yang viral belakangan ini. MUI hanya mengeluarkan fatwa HALAL pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu). MUI tidak menetapkan fatwa haram.
Lebih lanjut lagi, Wakil Sekjen MUI Bidang Fatwa, Sholahudin Al Ayub menjelaskan bahwa MUI hanya mengeluarkan fatwa halal pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu).
“Perlu diketahui bahwa MUI tidak melakukan sertifikasi terhadap bahan gunaan seperti pada kuas tersebut. Perlu diketahui juga bahwa MUI tidak menetapkan fatwa haram, tapi fatwa halal,” kata Ayub saat dihubungi Tempo, Rabu 4 September 2019.
Informasi palsu tersebut disebarkan atas nama Direktorat Kuliner dan Produk Halal Bersertifikat MUI dengan mencantumkan alamat situs makananhalal[dot]com. Saat ditelusuri lebih jauh lagi oleh Tempo, alamat website makananhalal[dot]com ternyata palsu.
Ayub langsung menyanggah informasi salah tersebut. “Tidak. Itu bukan website MUI,” kata dia.
Dilansir dari Liputan6, Sekretaris Dewan Halal Nasional MUI, Amirsyah Tambunan mengatakan, penting bagi suatu produk mengantongi label halal. Hal ini guna mencegah terjadinya keraguan masyarakat apabila menggunakan produk tertentu.
“Untuk menghindari keragu-raguan. Barang gunaan lainnya yang tidak ada logo halalnya, berarti itu diragukan. Artinya harus dihindarkan,” ucap Amirsyah kepada Liputan6.com, Senin, 21 September 2020.
Secara umum, lanjut Amirsyah, sertifikasi halal sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tentang 2014 tentang jaminan produk halal. Selain makanan, ada barang kegunaan lainnya yang harus memiliki label halal. Terkait dengan adanya poster berisi narasi fatwa haram terhadap produk kuas, Amirsyah memberikan penjelasannya. Menurutnya, suatu produk sudah bersertifikasi halal harus mengikuti beberapa tahapan, termasuk diaudit oleh auditor profesional.
“Menelusuri kuas ini terbuat dari apa. Dan yang melakukan telusur ini adalah seorang auditor yang profesional, biasanya dia punya tools untuk melakukan telusur ini. Jadi tidak bisa kita langsung mengklaim sesuatu itu. Tapi harus ada audit,” terang Amirsyah.
Faktanya, pada tahun 2019, MUI sudah membantah isi foto berisi fatwa haram terkait kuas bulu babi yang viral belakangan ini. MUI hanya mengeluarkan fatwa HALAL pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu). MUI tidak menetapkan fatwa haram.
Lebih lanjut lagi, Wakil Sekjen MUI Bidang Fatwa, Sholahudin Al Ayub menjelaskan bahwa MUI hanya mengeluarkan fatwa halal pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu).
“Perlu diketahui bahwa MUI tidak melakukan sertifikasi terhadap bahan gunaan seperti pada kuas tersebut. Perlu diketahui juga bahwa MUI tidak menetapkan fatwa haram, tapi fatwa halal,” kata Ayub saat dihubungi Tempo, Rabu 4 September 2019.
Informasi palsu tersebut disebarkan atas nama Direktorat Kuliner dan Produk Halal Bersertifikat MUI dengan mencantumkan alamat situs makananhalal[dot]com. Saat ditelusuri lebih jauh lagi oleh Tempo, alamat website makananhalal[dot]com ternyata palsu.
Ayub langsung menyanggah informasi salah tersebut. “Tidak. Itu bukan website MUI,” kata dia.
Dilansir dari Liputan6, Sekretaris Dewan Halal Nasional MUI, Amirsyah Tambunan mengatakan, penting bagi suatu produk mengantongi label halal. Hal ini guna mencegah terjadinya keraguan masyarakat apabila menggunakan produk tertentu.
“Untuk menghindari keragu-raguan. Barang gunaan lainnya yang tidak ada logo halalnya, berarti itu diragukan. Artinya harus dihindarkan,” ucap Amirsyah kepada Liputan6.com, Senin, 21 September 2020.
Secara umum, lanjut Amirsyah, sertifikasi halal sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tentang 2014 tentang jaminan produk halal. Selain makanan, ada barang kegunaan lainnya yang harus memiliki label halal. Terkait dengan adanya poster berisi narasi fatwa haram terhadap produk kuas, Amirsyah memberikan penjelasannya. Menurutnya, suatu produk sudah bersertifikasi halal harus mengikuti beberapa tahapan, termasuk diaudit oleh auditor profesional.
“Menelusuri kuas ini terbuat dari apa. Dan yang melakukan telusur ini adalah seorang auditor yang profesional, biasanya dia punya tools untuk melakukan telusur ini. Jadi tidak bisa kita langsung mengklaim sesuatu itu. Tapi harus ada audit,” terang Amirsyah.
Kesimpulan
Pada tahun 2019, MUI sudah membantah isi foto berisi fatwa haram terkait kuas bulu babi yang viral belakangan ini. MUI hanya mengeluarkan fatwa HALAL pada produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, serta barang gunaan (tertentu). MUI tidak menetapkan fatwa haram.
Rujukan
(GFD-2020-5061) [SALAH] “Di Pesan Khusus Peti Mati dari Kardus Untuk Ketua KPU”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 22/09/2020
Berita
“Sudah di Pesan”
Narasi pada gambar:
“UDAH DIPESAN KHUSUS DARI KARDUS UNTUK KETUA KPU”
Narasi pada gambar:
“UDAH DIPESAN KHUSUS DARI KARDUS UNTUK KETUA KPU”
Hasil Cek Fakta
Akun Facebook Bustinaria mengunggah gambar (21/9/2020) yang memperlihatkan ada dua orang tengah menempatkan peti kardus ke dalam peti kayu dan pada gambar tersebut terdapat keterangan yang mengklaim peti kardus itu dipesan khusus untuk ketua KPU.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim peti mati dari kardus untuk ketua KPU adalah salah. Gambar identik ditemukan pada artikel reuters.com yang berjudul “Venezuela’s Steep Price, Scarcities Open the Way for Cardboard Coffins” tayang pada 26 Agustus 2016. Diketahui gambar tersebut merupakan peti mati karya Elio Angulo dan Alejandro Blanchard pengusaha di Venezuela yang menciptakan produk peti mati dari kardus yang dapat dibawa dan dirakit dengan mudah. Peti mati itu terbuat dari daur ulang papan serat bergelombang yang ringan dan dapat menampung hingga 230 kilogram (500 pon) dan dapat disatukan dalam waktu kurang dari 10 menit.
Dengan demikian, klaim peti mati dari kardus untuk ketua KPU termasuk konten yang salah, yakni ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim peti mati dari kardus untuk ketua KPU adalah salah. Gambar identik ditemukan pada artikel reuters.com yang berjudul “Venezuela’s Steep Price, Scarcities Open the Way for Cardboard Coffins” tayang pada 26 Agustus 2016. Diketahui gambar tersebut merupakan peti mati karya Elio Angulo dan Alejandro Blanchard pengusaha di Venezuela yang menciptakan produk peti mati dari kardus yang dapat dibawa dan dirakit dengan mudah. Peti mati itu terbuat dari daur ulang papan serat bergelombang yang ringan dan dapat menampung hingga 230 kilogram (500 pon) dan dapat disatukan dalam waktu kurang dari 10 menit.
Dengan demikian, klaim peti mati dari kardus untuk ketua KPU termasuk konten yang salah, yakni ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Konaah (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta).
Klaim tersebut adalah salah. Gambar identik ditemukan pada artikel reuters.com yang berjudul “Venezuela’s Steep Price, Scarcities Open the Way for Cardboard Coffins” tayang pada 26 Agustus 2016.
Klaim tersebut adalah salah. Gambar identik ditemukan pada artikel reuters.com yang berjudul “Venezuela’s Steep Price, Scarcities Open the Way for Cardboard Coffins” tayang pada 26 Agustus 2016.
Rujukan
(GFD-2020-5060) [SALAH] “Terancam Batal , Hampir 15 Juta Pekerja Terancam Batal Terima Subsidi Gaji Rp 600 Ribu”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 22/09/2020
Berita
Akun Raja Resep (fb.com/RajaRecep) mengunggah sebuah tautan artikel berjudul “Terancam Batal , Hampir 15 Juta Pekerja Terancam Batal Terima Subsidi Gaji Rp 600 Ribu” yang dimuat di situs bacaberita[dot]online pada 18 September 2020.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa hampir 15 juta pekerja terancam batal terima subsidi gaji Rp 600 ribu adalah klaim yang keliru.
Faktanya, Artikel dengan judul yang berisi klaim tersebut tidak memuat informasi bahwa hampir 15 juta pekerja terancam batal menerima bantuan subsidi upah Rp 600 ribu.
Dalam artikel tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan jumlah penerima subsidi gaji yang dicoret karena tidak sesuai dengan kriteria penerima subsidi upah Rp 600 ribu yang telah ditetapkan sejauh ini hanya sebanyak 1,7 juta orang.
Tempo pun menelusuri pemberitaan di situs-situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci “pekerja batal terima subsidi gaji” di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang memuat pernyataan dari Direktur Utama BPJS Ketenagarkerjaan Agus Susanto terkait hal tersebut.
Dikutip dari situs media Kompas.com, Direktur Utama BPJS Ketenagarkerjaan Agus Susanto mengatakan, dari 14,7 juta data calon penerima subsidi gaji bantuan subsidi upah (BSU) Rp 600 ribu yang sudah diterima, sejauh ini terdapat 1,2 juta data yang harus dikembalikan untuk diperbaiki perusahaan. Hasil itu didapat setelah BPJS Ketenagakerjaan melakukan validasi tiga lapis terhadap data-data yang masuk sebelum diserahkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Nantinya, Kemenaker akan memeriksa kembali kelengkapannya sebelum dicairkan kepada calon penerima subsidi gaji dengan total Rp 2,4 juta itu.
“Ada 1,7 juta yang tidak bisa diteruskan karena tidak sesuai kriteria, kemudian ada 1,2 juta yang masih kita proses ulang, kita kembalikan ke perusahaan untuk diperbaiki dan kami sedang menunggu proses perbaikan ini,” ujar Agus pada 18 September 2020.
Sebanyak 1,7 juta data yang tidak bisa diteruskan itu dianggap tidak valid karena tidak sesuai dengan kriteria penerima subsidi upah Rp 600 ribu yang telah ditetapkan. Syarat penerima BSU adalah warga negara Indonesia, terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2020, memiliki upah di bawah Rp 5 juta, dan memiliki rekening aktif per Juni 2020.
Dilansir dari situs media CNBC Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan harus mencoret 1,7 juta penerima subsidi gaji atau bantuan subsidi upah Rp 600 ribu. Alasannya, mereka tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2020.
Dengan demikian, jumlah penerima subsidi gaji yang rencananya sebanyak 15,7 juta pekerja itu akan berkurang menjadi 14 juta pekerja. “Setelah kita lakukan validasi, 1,7 juta ini tidak bisa dilanjutkan atau kita drop kita serahkan kepada Kemenaker,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto pada 17 September 2020.
Menurut Agus, validasi masih terus dilakukan sampai saat ini. Hingga 16 September 2020, sebanyak 12,8 juta rekening sudah tervalidasi. Sekitar 11,8 juta rekening di antaranya sudah diberikan kepada Kemenaker untuk verifikasi lebih lanjut.
Penyerahan data ini dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama, pada 24 Agustus 2020, terdapat 2,5 juta data yang diserahkan. Tahap kedua, pada 1 September 2020, terdapat 3 juta data. Adapun tahap ketiga, pada 8 September 2020, dan tahap keempat, pada 16 September 2020, terdapat 3,5 juta data dan 2,8 juta yang diberikan kepada Kemenaker. “Total data yang sudah diselesaikan sebanyak 11,8 juta rekening,” kata Agus.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengonfirmasi hal tersebut. Ia mengatakan, saat ini, pihaknya telah menerima data baru untuk program bantuan subsidi upah (BSU) dari BPJS Ketenagakerjaan. “Kemarin kita menerima data baru dari BPJS Ketenagakerjaan untuk 2,8 juta calon penerima. Mudah-mudahan kita akan proses batch 4 ini sesuai juklaknya,” kata Ida pada 17 September 2020.
Faktanya, Artikel dengan judul yang berisi klaim tersebut tidak memuat informasi bahwa hampir 15 juta pekerja terancam batal menerima bantuan subsidi upah Rp 600 ribu.
Dalam artikel tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan jumlah penerima subsidi gaji yang dicoret karena tidak sesuai dengan kriteria penerima subsidi upah Rp 600 ribu yang telah ditetapkan sejauh ini hanya sebanyak 1,7 juta orang.
Tempo pun menelusuri pemberitaan di situs-situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci “pekerja batal terima subsidi gaji” di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang memuat pernyataan dari Direktur Utama BPJS Ketenagarkerjaan Agus Susanto terkait hal tersebut.
Dikutip dari situs media Kompas.com, Direktur Utama BPJS Ketenagarkerjaan Agus Susanto mengatakan, dari 14,7 juta data calon penerima subsidi gaji bantuan subsidi upah (BSU) Rp 600 ribu yang sudah diterima, sejauh ini terdapat 1,2 juta data yang harus dikembalikan untuk diperbaiki perusahaan. Hasil itu didapat setelah BPJS Ketenagakerjaan melakukan validasi tiga lapis terhadap data-data yang masuk sebelum diserahkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Nantinya, Kemenaker akan memeriksa kembali kelengkapannya sebelum dicairkan kepada calon penerima subsidi gaji dengan total Rp 2,4 juta itu.
“Ada 1,7 juta yang tidak bisa diteruskan karena tidak sesuai kriteria, kemudian ada 1,2 juta yang masih kita proses ulang, kita kembalikan ke perusahaan untuk diperbaiki dan kami sedang menunggu proses perbaikan ini,” ujar Agus pada 18 September 2020.
Sebanyak 1,7 juta data yang tidak bisa diteruskan itu dianggap tidak valid karena tidak sesuai dengan kriteria penerima subsidi upah Rp 600 ribu yang telah ditetapkan. Syarat penerima BSU adalah warga negara Indonesia, terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2020, memiliki upah di bawah Rp 5 juta, dan memiliki rekening aktif per Juni 2020.
Dilansir dari situs media CNBC Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan harus mencoret 1,7 juta penerima subsidi gaji atau bantuan subsidi upah Rp 600 ribu. Alasannya, mereka tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 14 Tahun 2020.
Dengan demikian, jumlah penerima subsidi gaji yang rencananya sebanyak 15,7 juta pekerja itu akan berkurang menjadi 14 juta pekerja. “Setelah kita lakukan validasi, 1,7 juta ini tidak bisa dilanjutkan atau kita drop kita serahkan kepada Kemenaker,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto pada 17 September 2020.
Menurut Agus, validasi masih terus dilakukan sampai saat ini. Hingga 16 September 2020, sebanyak 12,8 juta rekening sudah tervalidasi. Sekitar 11,8 juta rekening di antaranya sudah diberikan kepada Kemenaker untuk verifikasi lebih lanjut.
Penyerahan data ini dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama, pada 24 Agustus 2020, terdapat 2,5 juta data yang diserahkan. Tahap kedua, pada 1 September 2020, terdapat 3 juta data. Adapun tahap ketiga, pada 8 September 2020, dan tahap keempat, pada 16 September 2020, terdapat 3,5 juta data dan 2,8 juta yang diberikan kepada Kemenaker. “Total data yang sudah diselesaikan sebanyak 11,8 juta rekening,” kata Agus.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengonfirmasi hal tersebut. Ia mengatakan, saat ini, pihaknya telah menerima data baru untuk program bantuan subsidi upah (BSU) dari BPJS Ketenagakerjaan. “Kemarin kita menerima data baru dari BPJS Ketenagakerjaan untuk 2,8 juta calon penerima. Mudah-mudahan kita akan proses batch 4 ini sesuai juklaknya,” kata Ida pada 17 September 2020.
Kesimpulan
Artikel dengan judul yang berisi klaim tersebut tidak memuat informasi bahwa hampir 15 juta pekerja terancam batal menerima bantuan subsidi upah Rp 600 ribu. Dalam artikel tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan jumlah penerima subsidi gaji yang dicoret karena tidak sesuai dengan kriteria penerima subsidi upah Rp 600 ribu yang telah ditetapkan sejauh ini hanya sebanyak 1,7 juta orang.
Rujukan
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/1020/fakta-atau-hoaks-benarkah-hampir-15-juta-pekerja-terancam-batal-terima-subsidi-gaji-rp-600-ribu
- https://money.kompas.com/read/2020/09/18/073200626/jutaan-pekerja-batal-terima-subsidi-gaji-rp-600000-ini-penyebabnya?page=all
- https://www.cnbcindonesia.com/news/20200917185011-4-187622/maaf-17-juta-pekerja-batal-terima-subsidi-gaji-rp600-ribu
(GFD-2020-5059) [SALAH] Foto Trump dan Anak yang Dikurung sebagai Sampul Majalah TIME
Sumber: facebook.comTanggal publish: 22/09/2020
Berita
“Close the Camps”
NARASI DALAM GAMBAR:
“Welcome to America”
NARASI DALAM GAMBAR:
“Welcome to America”
Hasil Cek Fakta
Akun Facebook Close the Camps mengunggah foto sampul majalah TIME (21/9) yang menunjukkan Trump, mengenakan jaket bertuliskan “I Really Don’t Care Either”, atau dapat diartikan sebagai “Aku Juga Sangat Tidak Peduli”, memandang ke arah seorang anak perempuan yang tengah menangis di dalam kurungan.
Berdasar hasil penelusuran, time.com diketahui tidak pernah membuat foto sampul seperti unggahan akun Close the Camps. Foto sampul asli merupakan karya John Moore, seorang fotografer yang bekerja bersama majalah TIME untuk mendokumentasikan proses masuknya imigran di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko pada tahun 2018 lalu. Foto sampul asli ditemukan dalam artikel time.com berjudul “The Story Behind TIME’s Trump ‘Welcome to America’ Cover” yang dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2018. Dalam foto sampul asli, terlihat bahwa Trump mengenakan pakaian formal berupa jas dan dasi, serta anak perempuan yang menangis tidak berada di dalam kurungan. Informasi dengan topik yang sama sebelumnya juga pernah dibahas oleh Politifact dengan judul “A Time Magazine Cover Shows Donald Trump Looking at A Child in A Cage” dan mengkategorikannya sebagai false.
Dengan demikian, foto sampul yang disebarluaskan oleh pengguna Facebook Close the Camps tersebut dapat dikategorikan sebagai Konten yang Dimanipulasi atau Manipulated Content, sebab foto sampul yang disebarluaskan merupakan hasil manipulasi dari foto sampul yang sebenarnya.
Berdasar hasil penelusuran, time.com diketahui tidak pernah membuat foto sampul seperti unggahan akun Close the Camps. Foto sampul asli merupakan karya John Moore, seorang fotografer yang bekerja bersama majalah TIME untuk mendokumentasikan proses masuknya imigran di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko pada tahun 2018 lalu. Foto sampul asli ditemukan dalam artikel time.com berjudul “The Story Behind TIME’s Trump ‘Welcome to America’ Cover” yang dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2018. Dalam foto sampul asli, terlihat bahwa Trump mengenakan pakaian formal berupa jas dan dasi, serta anak perempuan yang menangis tidak berada di dalam kurungan. Informasi dengan topik yang sama sebelumnya juga pernah dibahas oleh Politifact dengan judul “A Time Magazine Cover Shows Donald Trump Looking at A Child in A Cage” dan mengkategorikannya sebagai false.
Dengan demikian, foto sampul yang disebarluaskan oleh pengguna Facebook Close the Camps tersebut dapat dikategorikan sebagai Konten yang Dimanipulasi atau Manipulated Content, sebab foto sampul yang disebarluaskan merupakan hasil manipulasi dari foto sampul yang sebenarnya.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Khairunnisa Andini (Universitas Diponegoro).
Informasi yang salah. Foto sampul asli ditemukan dalam artikel time.com berjudul “The Story Behind TIME’s Trump ‘Welcome to America’ Cover” yang dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2018.
Informasi yang salah. Foto sampul asli ditemukan dalam artikel time.com berjudul “The Story Behind TIME’s Trump ‘Welcome to America’ Cover” yang dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2018.
Rujukan
Halaman: 5435/6139