(GFD-2020-8125) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Flu Babi Lebih Ganas Ketimbang Virus Corona Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/06/2020
Berita
Akun Instagram @crazyrichsurabayans mengunggah sebuah tabel dari Business Insider yang berjudul "Wuhan coronavirus compared to other major viruses". Tabel ini berisi perbandingan wabah dan pandemi yang pernah terjadi, termasuk pandemi Covid-19. Akun itu pun memberikan narasi bahwa virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.
“Virus corona ternyata tidak seganas yang anda pikirkan kalau dibandingin sama virus h1n1/ yang kita kenal influenza lebih kejam jauh,” demikian narasi yang ditulis oleh akun @crazyrichsurabayans pada 3 Maret 2020 yang hingga kini masih viral dan telah disukai lebih dari seribu kali.
Adapun dalam tabel itu, tertulis bahwa wabah virus H1N1 yang muncul pada 2009 menginfeksi lebih dari 700 juta orang. Jumlah kematian yang disebabkan oleh virus tersebut mencapai 284.500 orang dengan tingkat kematian 0,02 persen. Wabah ini pun menyebar ke 214 negara.
Sedangkan untuk virus Corona baru (2019-nCov yang kemudian diganti namanya menjadi SARS-CoV-2), hanya menginfeksi 11.871 orang dan menewaskan 259 orang. Adapun tingkat kematian kasus ini mencapai 2,2 persen dan menyebar ke 24 negara. Angka itu adalah angka per 31 Januari 2020.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @crazyrichsurabayans.
Apa benar virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2?
Hasil Cek Fakta
Dilansir dari LiveScience, pandemi flu pada 2009 adalah pandemi virus H1N1 kedua yang terjadi di dunia setelah flu Spanyol pada 1918. Pandemi flu yang disebut flu babi ini disebabkan oleh strain baru dari H1N1 yang berasal dari Meksiko pada musim semi 2009 sebelum akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Pada Juni 2009, dengan banyaknya kasus yang terjadi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan flu babi sebagai pandemi.
CDC memperkirakan, antara April 2009-April 2010, terdapat 60,8 juta (kisaran: 43,3-89,3 juta) kasus flu babi yang terjadi di Amerika Serikat, dengan 274.304 (kisaran: 195.086-402.719) pasien rawat inap dan 12.469 (kisaran:8.868-18-306) kematian.
Akan tetapi, menurut laporan LiveScience, virus H1N1 2009 tidak lebih menular ketimbang virus Corona baru, SARS-CoV-2. Angka reproduksi dasar atau R0 virus H1N1 2009 adalah 1,46. Ini berarti setiap individu yang terinfeksi dapat menularkan virus tersebut kepada 1-2 orang.
Sementara itu, untuk SARS-CoV-2, R0-nya adalah 2,5. Artinya, seseorang yang terinfeksi bisa menularkan virus itu kepada 2-3 orang. Hal ini disebabkan oleh masa inkubasi SARS-CoV-2 yang berkisar antara 4-14 hari, sehingga seseorang dapat membawa dan menyebarkan virus yang sudah masuk ke tubuhnya hingga dua minggu sebelum mengalami gejala.
Tingkat kematian flu babi pun hanya sekitar 0,02 persen. Sekitar 80 persen kematian terjadi pada orang berusia di bawah 65 tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang tua yang memiliki kekebalan, menunjukkan bahwa H1N1 atau sesuatu yang serupa kemungkinan telah menginfeksi sejumlah besar orang beberapa dekade sebelumnya.
Menurut CDC, meskipun pandemi H1H1 2009 utamanya menyerang anak-anak, dewasa muda, dan setengah baya, dampak dari virus ini terhadap populasi global selama setahun pertama tidak separah pandemi sebelumnya. Diperkirakan, 0,001-0,007 persen populasi dunia meninggal akibat komplikasi pernapasan yang terkait dengan virus H1N1 selama 12 bulan pertama virus tersebut beredar.
Adapun angka kematian Covid-19 secara global, menurut WHO per 3 Maret 2020, adalah sekitar 3,4 persen. "Sebagai perbandingan, flu musiman umumnya membunuh jauh lebih sedikit dari 1 persen dari mereka yang terinfeksi," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dilansir dari MedicalNewsToday, tingginya angka infeksi dan kematian Covid-19 tersebut menimpa semua kelompok umur, terutama orang dewasa yang lebih tua yang memiliki penyakit penyerta. Dikutip dari World0Meters, per 9 Juni 2020, Covid-19 telah menginfeksi 7.198.634 orang di 215 negara. Jumlah kematian pun telah mencapai 408.734 orang dalam waktu 6 bulan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa virus H1N1 penyebab flu babi lebih ganas ketimbang virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, keliru. Menurut tabel yang menyertai klaim itu, sudah tercantum bahwa fatality rate atau tingkat kematian SARS-CoV-2 adalah 2,2 persen, lebih tinggi dibandingkan tingkat kematian virus H1N1 2009 yang hanya 0,02 persen. Selain itu, data dalam tabel tersebut adalah data per 31 Januari 2020 yang belum bisa menggambarkan sebaran penyakit Covid-19 saat ini. Hingga Juni 2020, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 7,1 juta orang di 215 negara dengan jumlah kematian 408.734 orang.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/feRzD
- https://www.livescience.com/covid-19-pandemic-vs-swine-flu.html
- https://www.cdc.gov/flu/pandemic-resources/2009-h1n1-pandemic.html
- https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---3-march-2020
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/comparing-covid-19-with-previous-pandemics#20092010:-H1N1-swine-flu
- https://www.worldometers.info/coronavirus/#countries
(GFD-2020-8124) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vodka Bisa Kurangi Risiko Terinfeksi Virus Corona Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/06/2020
Berita
Narasi bahwa vodka bisa mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Narasi ini terdapat dalam sebuah surat yang diterbitkan pada 7 Maret 2020 di Kansas, Missouri, Amerika Serikat. Di Instagram, foto surat tersebut salah satunya dibagikan oleh akun @donkey_yurino, yakni pada 12 Maret 2020.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa menurut penelitian yang dilakukan oleh pembuat surat itu konsumsi minuman beralkohol bisa membantu mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19. "Vodka is the most recommended for drinking, cleaning and sanitizing," demikian narasi dalam surat berbahasa Inggris tersebut.
Adapun dalam keterangannya, akun @donkey_yurino menuliskan narasi, "stay safe guys... perbanyak minum alkohol agar tidak terkena corona." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 29 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @donkey_yurino.
Apa benar vodka dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri foto surat tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan sebuah foto serupa, namun dengan kop surat yang memuat logo Saint Luke's Hospital of Kansas City. Berdasarkan petunjuk ini, Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "Saint Luke's Hospital vodka coronavirus".
Dilansir dari AFP Fact Check, juru bicara Saint Luke's Hospital, Lindsey Stitch, menyatakan bahwa surat yang beredar itu adalah surat palsu. "Vodka tidak memiliki pengaruh terhadap virus Corona," kata Stitch kepada AFP melalui email pada 12 Maret 2020.
Melalui akun Facebook resminya, Saint Luke’s Health System, Saint Luke's Hospital juga telah mengklarifikasi informasi tersebut pada 12 Maret 2020. Mereka menyatakan bahwa laporan yang menyebut konsumsi minuman beralkohol dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 tidak benar.
"Saint Luke mengikuti panduan CDC, yakni mempraktekkan kebersihan tangan yang baik; mencuci tangan minimal 20 detik, terutama setelah menggunakan kamar kecil, sebelum makan, dan setelah bersin atau batuk; jika sabun dan air tidak tersedia, gunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen; hindari kontak dekat dengan orang yang sakit dan tinggal di rumah saat Anda sakit; hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut; tutup batuk dan bersin dengan tisu, lalu buang tisu ke tempat sampah; bersihkan dan disinfeksi benda dan permukaan yang sering disentuh dengan semprotan pembersih rumah tangga biasa," demikian narasi yang ditulis oleh Saint Luke's Hospital.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 7 Maret 2020, salah satu produsen vodka Tito's asal Austin, Texas, Amerika, pun melarang masyarakat menggunakan vodka sebagaihand sanitizer. "Menurut CDC, pembersih tangan harus mengandung alkohol minimal 60 persen. VodkahomemadeTito mengandung alkohol 40 persen, dan karena itu tidak memenuhi rekomendasi CDC saat ini."
Sebelumnya, pernah beredar klaim bahwa minum alkohol bisa membunuh virus Corona Covid-19. Klaim itu disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah video berita yang berjudul "Alcohol kills coronavirus". Dalam gambar itu, terdapat pula logo stasiun televisi asing, CNN, dan salah satunews anchorsenior, Wolf Blitzer.
Tim CekFakta Tempo telah memverifikasi klaim tersebut dan menyatakannya sebagai klaim yang keliru. Pasalnya, gambar tangkapan layar itu palsu. Gambar tersebut berasal dari situs pembuattemplatememe.Templateitu sengaja diproduksi untuk dipakai sebagai parodi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyatakan bahwa tidak benar minum alkohol bisa membunuh virus Corona Covid-19. Ketika virus telah memasuki tubuh seseorang, menyemprotkan alkohol atau bahkan meminumnya tidak akan bisa membunuh virus tersebut.
WHO menegaskan bahwa alkohol dan klorin bisa dipakai untuk mendesinfeksi permukaan sebuah benda. Namun, keduanya tetap harus digunakan di bawah rekomendasi yang tepat. "Jadi, salah jika Anda mengatakan bahwa mengkonsumsi produk alkohol atau bir dapat membantu mencegah Covid-19," ujar WHO.
Para dokter pun memperingatkan bahwa alkohol tidak berpengaruh terhadap penularan virus Corona Covid-19. Menurut mereka, cara untuk menghindari penyebaran virus Corona adalah dengan mematuhi imbauan kesehatan serta tidak melakukan kontak dengan pasien yang terinfeksi.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vodka dapat mengurangi risiko terinfeksi virus Corona Covid-19 adalah klaim yang keliru. Surat yang menyertai klaim tersebut adalah surat palsu. Minuman beralkohol, termasuk vodka, pun tidak memiliki pengaruh terhadap virus Corona Covid-19. Ketika virus telah memasuki tubuh seseorang, menyemprotkan alkohol atau bahkan meminumnya tidak akan bisa membunuh virus tersebut.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://www.instagram.com/p/B9oULfPF11C/?utm_source=ig_embed
- https://factcheck.afp.com/fake-us-hospital-letter-says-alcohol-reduces-covid-19-risks
- https://web.facebook.com/saintlukeskc/posts/2888755154540009
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/672/fakta-atau-hoaks-benarkah-minum-alkohol-bisa-membunuh-virus-corona-covid-19
(GFD-2020-8123) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pesan Berantai Soal Petugas Rapid Test Covid-19 yang Tak Ganti Sarung Tangan?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/06/2020
Berita
Pesan berantai yang berjudul "Rapid Tes Mendadak" beredar di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp dalam beberapa hari terakhir. Pesan berantai ini menyinggung tentang petugas rapid test virus Corona Covid-19 yang tidak mengganti sarung tangan setelah menangani pasien.
Di Facebook, pesan berantai ini dibagikan salah satunya oleh akun Elfrida Dalimunthe, yakni pada 5 Juni 2020. Berikut narasi lengkapnya:
*RAPID TES MENDADAK*_*Mohon menjadi PERHATIAN bagi diri Anda maupun keluarga*_
Bila Anda tiba-tiba terjebak dalam operasi *RAPID TES* dadakan.Tiba2 datang Petugas yang meng *HARUS* kan Anda mengikuti Rapid Tes, maka yang perlu diperhatikan adalah *SARUNG TANGAN* Petugas.
Kalau sarung tangan yang dipakai hanya itu-itu saja (satu) *tanpa ganti*, dimana setelah Petugas itu pegang orang/pasien yang di Rapid Tes, kemudian tanpa ganti sarung tangan, Petugas lalu memegang Anda, maka disinilah letak rawannya *PENULARAN VIRUS*, karena kita tidak tahu dan Petugas pun tidak tahu, apakah orang yang dipegang sebelum kita tadi *REAKTIF, POSITIF* atau *NEGATIF*
Jadi *PENULARAN* bukan karena kita berada ditempat umum saja, akan tetapi saat Rapid Tes dilakukan massal atau perkelompok, Petugasnya *TIDAK GANTI2 SARUNG TANGAN* _(bisa terjadi)_
Untuk itu agar aman, silahkan anda minta *GANTI sarung tangan Petugas* (Anda berhak), dan jika Petugas tidak berkenan, Anda boleh *MENOLAK di Rapid Tes* (berhak) demi keselamatan dan kesehatan Anda.
*salam sehat*_semoga bermanfaat_#copas
Hingga artikel ini dimuat, pesan berantai yang diunggah oleh akun tersebut telah dibagikan lebih dari 900 kali dan disukai lebih dari 400 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Elfrida Dalimunthe.
Bagaimana kebenaran dari pesan berantai soal petugas rapid test Covid-19 yang tak ganti sarung tangan tersebut?
Hasil Cek Fakta
Dilansir dari Timesindonesia.co.id, pesan berantai tersebut sempat beredar di grup-grup WhatsApp warga Semarang, Jawa Tengah. Merespons pesan berantai itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang, Abdul Hakam, menegaskan bahwa setiap petugas DKK Semarang, dalam melakukan tes swab ataupun rapid test kepada pasien, dipastikan mematuhi prosedur operasional standar terkait penggunaan alat pelindung diri (APD).
"Petugas rapid atau swab test DKK Semarang selalu mengganti sarung tangan setiap kali ganti pasien. Jadi, masyarakat tidak perlu resah atau khawatir dengan isu penularan Covid-19 melalui sarung tangan petugas seperti yang diberitakan dalam pesan kaleng tersebut," ujar Abdul pada 1 Juni 2020.
Abdul juga memastikan bahwa setiap pasien yang diperiksa oleh tim penjaringan lapangan yang melakukan tes massal sudah memenuhi protokol kesehatan, seperti cuci tangan baik sebelum maupun sesudah tes. "Demikian juga halnya pasien diharuskan cuci tangan dengan sabun atau memakai hand sanitizer setelah mendapatkan pelayanan, sehingga tidak terjadi penularan virus," tuturnya.
Dilansir dari Suara.com, Wiwin Sulistyawati, petugas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, bercerita soal perlindungan berlapis yang dikenakannya ketika melakukan tes swab terhadap pasien. Saat melakukan tes swab, ia harus memakai tiga setel baju, yakni satu setel pakaian operasi, satu setel APD lengkap, dan satu setel jubah.
Tak hanya itu, perlengkapan berlapis dikenakan untuk melindungi tangan hingga mata, mulai dari sarung tangan yang menutup sampai lengan hingga mengenakan kacamata khusus yang dilapisi face shield atau pelindung wajah. "Kurang lebih butuh waktu setengah jam hanya untuk melakukan semua persiapan pengambilan swab itu," ujar Wiwin pada 5 Mei 2020.
Biasanya, estimasi waktu yang dibutuhkan Wiwin untuk mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan berkisar antara 5-10 menit, tergantung kondisi pasien. Wiwin mengaku pernah mengambil swab sebanyak empat pasien dalam sehari. Dari pasien satu ke pasien lainnya, setiap mengambil swab, Wiwin harus mengganti sarung tangan lapisan ketiga.
Dilansir dari Kompas.com, Tonang Dwi Ardyanto, Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian sekaligus Juru Bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret atau UNS, Solo, Jawa Tengah, menjelaskan penggunaan sarung tangan oleh petugas medis. Ia mengatakan bahwa penggantian sarung tangan selalu dilakukan.
Namun, ketika petugas medis harus menangani pasien atau orang dalam jumlah banyak, tidak efisien jika langsung mengganti sarung tangan. "Kalau satu pasien dengan pasien lain jedanya cukup panjang, kami istirahat dulu, kami lepas sarung tangan dan cuci tangan," ujar Tonang pada 5 Juni 2020.
"Tapi, begitu ada pasien baru ya ganti sarung tangan. Tapi, kalau harus ambil pasien yang berurutan banyak, tidak efisien kalau mengganti sarung tangan," tuturnya. Meski demikian, ia memastikan bahwa petugas medis melakukan standar kebersihan sesuai ketentuan.
Dalam melakukan rapid test pun, menurut Tonang, petugas medis memiliki standar sterilisasi. "Di rumah sakit, ada standar kebersihan. Ada lima momen, salah satunya, saat menangani pasien dan akan menyentuh pasien berikutnya, harus cuci tangan," ujarnya.
Tonang menjelaskan, dengan rutin mencuci tangan sebelum dan setelah mengurus pasien, rantai penularan dari satu pasien ke pasien lain dapat diputus. "Prinsip dasarnya itu cuci tangan, dan sudah bukan hal baru lagi. Kalau sudah menjadi kebiasaan, jadi tidak akan lupa," katanya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, isi pesan berantai soal petugas rapid test virus Corona Covid-19 yang tak ganti sarung tangan di atas keliru. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam, mengatakan bahwa petugas rapid atau swab test selalu mengganti sarung tangan setiap kali berganti pasien. Wiwin Sulistyawati, petugas tes swab RSUD Wates, juga bercerita soal sarung tangan yang dikenakannya. Dari pasien satu ke pasien lainnya, setiap mengambil swab, Wiwin harus mengganti sarung tangan lapisan ketiga. Adapun Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto, menjelaskan bahwa petugas rumah sakit harus cuci tangan saat menangani pasien dan akan menyentuh pasien berikutnya. Dengan rutin mencuci tangan sebelum dan setelah mengurus pasien, rantai penularan dari satu pasien ke pasien lain dapat diputus.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/JdU5j
- https://www.timesindonesia.co.id/read/news/274880/dinkes-kota-semarang-sanggah-berita-hoaks-penularan-covid19-saat-tes-massal
- https://jogja.suara.com/read/2020/05/05/191649/cerita-petugas-pengambil-swab-rsud-wates-dibuat-tak-bisa-tidur-semalaman
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/05/165942065/klarifikasi-benarkah-petugas-rapid-test-jarang-ganti-sarung-tangan-dan?page=2
(GFD-2020-8122) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Disinfektan Dapat Picu Kebakaran Jika Disemprotkan pada Motor yang Menyala?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/06/2020
Berita
Narasi bahwa cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala beredar di Facebook dan grup-grup WhatsApp. Narasi ini dilengkapi dengan sebuah video yang memperlihatkan motor yang terbakar ketika disemprot dengan cairan disinfektan.
Di Facebook, salah satu akun yang membagikan narasi dan video tersebut adalah akun Renner Inti Internasional's, yakni pada 2 Juni 2020. Akun ini menuliskan narasi, "Menyemprotkan Disenfektan pada kendaraan yg Panas dan Menyala,pemicu Kebakaran,Waspadalah2. tetap berhati2 yah."
Adapun dalam video berdurasi 48 detik itu, terlihat seorang pengendara motor yang sedang berhenti di pinggir jalan untuk mendapatkan semprotan disinfektan dari dua petugas. Namun, begitu semprotan disinfektan mengenai bagian mesin, timbul kobaran api.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Renner Inti Internasional's.
Apa benar cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mengambil gambar tangkapan layar video tersebut, yakni saat motor tebakar, dan menelusurinya dengan reverse image tool Google. Hasilnya, video tersebut pernah dimuat di situs stok video Newsflare pada 30 Mei 2020.
Menurut laporan Newsflare, peristiwa terbakarnya motor dalam video itu terjadi di India barat. Motor tersebut terbakar setelah petugas keamanan menyemprotkan sanitizer untuk mendisinfeksinya. Hal ini dilakukan dalam rangka memerangi penyebaran virus Corona Covid-19.
Newsflare menjelaskan bahwa video itu merupakan video CCTV dari Arvind Textile Mill di Ahmedabad, Gujarat, India Barat. Pria dalam video tersebut merupakan seorang karyawan yang akan melapor untuk bekerja. Begitu dia masuk, dua petugas keamanan menyemprotkan sanitizer pada motornya dari kedua sisi.
Karena cairan disinfektan tersebut mudah terbakar, motor itu pun terbakar. Tak lama kemudian, seorang pria menyiramkan air dari sebuah ember ke kobaran api tersebut. Sumber internal perusahaan itu mengatakan pengendara tersebut lolos dengan luka bakar ringan, tapi motornya rusak parah.
Kebakaran motor setelah disemprot cairan disinfektan yang terjadi di India ini juga diberitakan oleh sejumlah media dalam negeri. Detik.com misalnya, memberitakan peristiwa itu pada 2 Juni 2020 dengan judul "Bahaya Betul, Motor Ini Terbakar Setelah Disemprot Disinfektan".
Dalam beritanya, Detik.com memuat gambar tangkapan layar dari video kebakaran motor tersebut. Begitu pula dengan Kompas.com, yang memuat gambar tangkapan layar video kebakaran motor itu dalam beritanya pada 4 Juni 2020. Berita tersebut berjudul "Ini Bahayanya Semprot Motor Pakai Cairan Disinfektan".
Dikutip dari JPNN.com, Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, membenarkan bahwa cairan disinfektan bisa menimbulkan kebakaran pada kendaraan. "Betul. Rata-rata cairan disinfektan mengandung campuran alkohol. Ketika disemprotkan ke benda yang permukaannya panas, besar kemungkinan menimbulkan kobaran api,” kata Sony pada 3 Juni 2020.
Sony menyarankan, untuk mensterilkan kendaraan, cukup menggunakan cairan yang tidak mengandung alkohol seperti air sabun. “Kalau tujuan ingin sterilisasi kendaraan cukup dengan campuran pelarut seperti detergen dan sabun. Dengan itu, menurut saya, sudah cukup membuhun bakteri,” ungkapnya.
Dilansir dari Kompas.com, ahli kimia Universitas Gadjah Mada, Chairil Anwar, menjelaskan bahwa terdapat sejumlah hal yang bisa menyebabkan motor dalam video tersebut terbakar. "Disinfektan terbakar karena ada pelarut alkohol dan pelarut lain yang mudah terbakar," katanya pada 3 Juni 2020.
Menurut Chairil, penyemprotan disinfektan pada motor tidak tepat. Sebabnya, terkadang muncul percikan api dari motor yang mesinnya dalam kondisi panas. "Kemungkinan itu dari busi," ujarnya. Selain motor, mobil juga tidak perlu disemprot disinfektan.
"Kalau mobil, cukup dengan mengelap pegangan pintu dengan kain yang diberi disinfektan. Sementara pada motor, yang dilap setangnya," kata Chairil. Dokter Rumah Sakit Al-Huda Banyuwangi, Febrina Sugianto, pun mengatakan penyemprotan disinfektan pada kendaraan diperlukan, tapi hanya pada bagian yang sering dipegang, seperti gagang pintu atau setir.
Menurut Kepala Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) Bintang Motor Cinere, Ribut Wahyudi, cairan yang disemprotkan pada motor dalam video tersebut cukup banyak. Mesin motor itu pun cukup panas. "Namun, saya belum bisa menyimpulkan kandungan alkohol berapa banyak yang bisa terbakar dan panas berapa derajat yang bisa membakar cairan disinfektan," katanya seperti dilansir dari Kompas.com.
Endro Sutarno, Technical Service Division PT Astra Honda Motor (AHM), menambahkan bahwa perlu dilihat kembali komposisi dari cairan disinfektan tersebut. "Selain itu, kondisi motor perlu dicek, apabila ditemukan kebocoran pada bagian busi atau knalpot, karena hal tersebut juga dapat memicu kebakaran," kata Endro.
Riecky Patrayudha, Head of Service PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), mengatakan bahwa sumber api biasanya adalah bagian penghasil panas mesin, seperti knalpot, atau percikan bunga api. "Percikan bunga api bisa dari kabel busi yang bocor atau saklar elektronik yang sedang mengalirkan arus listrik," ujarnya. Menurut Riecky, cairan disinfektan yang mengandung alkohol tidak boleh disemprotkan pada benda yang panas, sumber api, atau percikan listrik.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa cairan disinfektan dapat memicu kebakaran jika disemprotkan pada motor yang mesinnya dalam posisi menyala benar adanya. Video yang menyertai klaim itu memang merupakan video motor yang terbakar ketika disemprot dengan sanitizer dengan tujuan mendisinfeksi. Video itu diambil di India. Adapun menurut sejumlah ahli, cairan disinfektan yang mengandung alkohol bisa menimbulkan kebakaran jika disemprotkan pada mesin yang panas atau bagian motor yang menimbulkan percikan bunga api.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/renner.inti.7/videos/916673608848826/
- https://www.newsflare.com/video/359400/bike-goes-up-in-flames-after-security-guards-spray-sanitiser-in-india
- https://oto.detik.com/berita/d-5037848/bahaya-betul-motor-ini-terbakar-setelah-disemprot-disinfektan
- https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/04/182200415/ini-bahayanya-semprot-motor-pakai-cairan-disinfektan
- https://www.jpnn.com/news/awas-jangan-semprotkan-cairan-disinfektan-di-motor?page=2
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/03/200200465/viral-video-motor-terbakar-karena-disemprot-disinfektan-bagaimana-bisa?page=all#page3
- https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/04/182200415/ini-bahayanya-semprot-motor-pakai-cairan-disinfektan
Halaman: 5156/6604