• (GFD-2020-8218) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Jutaan Warga Jerman yang Demo Terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/08/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan ribuan massa yang berkumpul di sebuah wilayah di dekat pelabuhan beredar di media sosial. Dalam foto tersebut, terlihat pula deretan kapal yang tertambat di pelabuhan itu. Foto tersebut diklaim sebagai foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020 lalu.
    Di Facebook, foto itu diunggah salah satunya oleh akun Muchlis Marshal Pakpahan, yakni pada 3 Agustus 2020. Akun ini pun menulis narasi sebagai berikut:
    “1 Agustus 2020, jutaan warga Jerman turun ke jalan menolak kemerdekaannya dirampas dengan dalih virus sepele. Kenapa menolak wajib masker? Karena jika menerimanya begitu saja, maka kita akan dipertemukan dgn kewajiban baru lagi; wajib vaksin. Jika wajib vaksin berhasil maka akan disusul dgn wajib ini wajib itu hingga kita benar-benar 100% di bawah kontrol "mereka".
    Foto ini asli. Diunggah oleh seorang Dokter yg masih PUNYA OTAK @drtenpenny. Dan jika kalian anggap diksi yg saya tulis di atas hanyalah khayalan tanpa data, silakan cek unggahan2 Jendral @pongrekundharma88 dari Divisi Siber Indonesia.
    Oya, foto/video demo di Jerman TIDAK AKAN kamu temui di media2 mainstream karena MSM dikontrol oligarki global pendukung skema CV19.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facevook Muchlis Marshal Pakpahan.
    Apa benar foto tersebut adalah foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut bukanlah foto demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pada 1 Agustus 2020, melainkan foto Zurich Street Parade 2019 di Swiss.
    Foto yang identik pernah dimuat oleh laman Streetparade.com pada 16 Agustus 2019. Foto itu diberi keterangan, “Lihatlah momen terindah dari Street Parade 2019. Terima kasih banyak kepada semua artis, mitra sponsor, Love Mobile-Teams, Clubs, keluarga Elrow, Ants, Katermukke, Rakete, Daylight, dan semua penjelajah, yang telah berdansa bersama kami.”
    Streetparade.com pun menyertakan tautan yang mengarah ke unggahan sebuah video di YouTube yang juga memperlihatkan momen-momen dalam Street Parade 2019. Video yang diunggah pada tanggal yang sama ini diberi judul "Official Street Parade Aftermovie 2019".
    Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 lainnya juga dimuat oleh Streetparade.com dalam pengumumannya yang membatalkan Street Parade 2020. Acara yang rencananya digelar pada 8 Agustus 2020 ini dibatalkan karena pandemi Covid-19. Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 dicantumkan di bagian bawah pengumuman itu. Dalam daftar foto ini, terselip foto unggahan akun Facebook Muchlis Marshal Pakpahan.
    Foto-foto dokumentasi Zurich Street Parade 2019 di situs Streetparade.com.
    Artikel tentang Zurich Steet Parade 2019 juga pernah dimuat di situs resmi Platzhirsch Hotel & Bar pada 20 Juli 2019. Menurut artikel itu, Zurich Street Parade merupakan pesta musik tekno terbesar di dunia. Dalam Zurich Street Parade, ratusan ribu penggemar musik elektronik dan tekno yang hadir dapat berjoget sepuasnya di jalanan sekitar lembah danau Zurich.
    Sejak digelar pada awal 1990-an, beragam jenis musik elektronik, mulai dari house, drum’n’bass, serta dubstep, juga ditampilkan dalam Zurich Street Parade selain trance dan tekno. Setelah gelaran utama Zurich Street Parade usai, digelar pesta di berbagai klub, dan acara "Lethargy" yang legendaris dirayakan di Roten Fabrik.
    Demo terkait Covid-19 di Jerman
    Jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pun, menurut berbagai pemberitaan media, tidak mencapai jutaan, melainkan hanya ribuan. Dikutip dari BBC, jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman pada 1 Agustus 2020 mencapai sekitar 20 ribu orang.
    Para demonstran menyatakan upaya-upaya pembatasan di tengah pandemi Covid-19, termasuk pemakaian masker, melanggar hak dan kebebasan mereka. Polisi membubarkan unjuk rasa itu dengan menyatakan bahwa penyelenggara tidak menghormati aturan terkait Covid-19, seperti menjaga jarak aman sejauh 1,5 meter dan memakai masker.
    Menurut laporan BBC, sejumlah demonstran berasal dari kelompok kanan jauh dan pendukung teori konspirasi yang tidak percaya bahwa Covid-19 itu ada. Namun, beberapa demonstran lain merupakan masyarakat biasa yang hanya menolak pendekatan pemerintah Jerman terhadap pandemi Covid-19.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto jutaan warga Jerman yang berdemonstrasi terkait Covid-19 pada 1 Agustus 2020, keliru. Foto tersebut merupakan foto dokumentasi Zurich Street Parade di Swiss pada Agustus 2019. Selain itu, jumlah peserta demonstrasi terkait Covid-19 di Jerman tidak mencapai jutaan, melainkan hanya sekitar 20 ribu orang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8217) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ledakan di Beirut Lebanon Diakibatkan Serangan Bom Nuklir?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/08/2020

    Berita


    Narasi yang menyebut ledakan di Beirut, Lebanon, diakibatkan oleh serangan bom nuklir beredar di media sosial. Narasi itu dilengkapi dengan dua video yang memperlihatkan ledakan besar yang terjadi di Beirut pada 4 Agustus 2020. Hingga 6 Agustus 2020 pagi, tercatat sebanyak 135 orang tewas akibat ledakan itu.
    Di YouTube, narasi itu terdapat dalam judul video yang diunggah oleh kanal Sanggar Tari Penthul Melikan pada 5 Agustus 2020. Video yang berdurasi sekitar 2 menit serta memperlihatkan suasana saat dan setelah ledakan terjadi itu diberi judul “Ledakan bom nuklir di Lebanon #Corps bomb in Lebanon 2020”.
    Kanal lain, Jackter Official, juga mengunggah video berbeda yang diberi judul yang sama dengan video di kanal Sanggar Tari Penthul Melikan.
    Ada pula narasi yang dilengkapi dengan kata-kata "perang dunia". Kanal Kita Populer misalnya, pada 4 Agustus 2020, mengunggah video ledakan Beirut dengan judul “Perang dunia ke-3? Benarkah? Pelabuhan Beirut Lebanon hancur oleh ledakan yang sangat Besar”.
    Di Facebook, narasi serupa dibagikan oleh akun Abdul Tgh, yakni pada 5 Agustus 2020. Dia membagikan dua video ledakan Beirut dengan narasi, "Ledakan nuklir di Bairut Libanon perang dunia sepertinya akan di mulai."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Abdul Tgh.
    Namun, benarkah ledakan di Beirut, Lebanon, diakibatkan oleh serangan bom nuklir?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video-video yang diunggah oleh sejumlah kanal YouTube dan akun Facebook tersebut memang memperlihatkan ledakan yang terjadi di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020. Namun, ledakan tersebut bukan dipicu oleh bom nuklir dan tidak untuk memulai perang dunia.
    Klaim bahwa serangan bom nuklir berada di balik ledakan itu telah beredar sebelumnya di Amerika Serikat dan Israel. Klaim itu disertai dengan penjelasan tentang terbentuknya awan yang berbentuk seperti jamur saat ledakan besar terjadi.
    Dikutip dari BBC, para ahli senjata menjelaskan, jika disebabkan oleh perangkat nuklir, ledakan itu akan disertai dengan kilatan putih yang menyilaukan dan gelombang panas yang akan membakar banyak orang. Soal terbentuknya awan jamur pun tidak selalu terkait dengan bom nuklir. Menurut ahli, hal itu adalah hasil dari kompresi udara lembab yang memadatkan air dan menciptakan awan.
    Para ahli senjata nuklir yang diwawancarai oleh Business Insider juga menjelaskan bahwa ledakan itu jelas tidak dipicu oleh bom atom. "Saya mempelajari senjata nuklir, dan itu bukan karenanya," ujar Vipin Narang yang mempelajari proliferasi dan strategi nuklir di Institut Teknologi Massachusetts dalam cuitannya di Twitter.
    Martin Pfeiffer, kandidat doktoral di Universitas New Mexico yang meneliti sejarah manusia tentang senjata nuklir, menyebut ada tiga ciri ledakan atom nuklir, yakni adanya kilatan cahaya yang menyilaukan, denyut panas yang membakar, dan diikuti oleh radioaktif. Namun, semua tanda-tanda itu tidak ditemukan pada ledakan di Lebanon.
    "Itu api yang memicu bahan peledak atau bahan kimia. Ledakan nuklir ditandai dengan kilatan putih menyilaukan dan denyut panas, atau gelombang panas, yang dapat membakar seluruh wilayah dan sangat membakar kulit manusia,” kata Pfeiffer dalam unggahannya di Twitter.
    Penyebab ledakan Beirut
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, sumber ledakan berasal dari sebuah gudang pelabuhan yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat selama enam tahun tanpa memenuhi aturan keselamatan. Gudang penyimpanan amonium nitrat itu hanya berjarak beberapa langkah dari distrik perbelanjaan dan kehidupan malam Beirut.
    Al Jazeera melaporkan belum diketahui pasti tentang mengapa amonium nitrat yang biasanya digunakan untuk pupuk pertanian dan bahan peledak di pertambangan dan konstruksi itu teronggok di gudang tersebut selama bertahun-tahun. Namun, CNN melaporkan sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa amonium nitrat itu dibawa ke pelabuhan di Beirut oleh kapal Rusia MV Rhosus pada 2013. Kapal ini singgah di Beirut dengan tujuan akhir Mozambik.
    Kapal Rusia berbendera Moldova tersebut terpaksa bersandar di Beirut karena kesulitan keuangan. Awak kapal berkebangsaan Rusia dan Ukraina dikabarkan resah dengan kapal yang tak kunjung berlayar ke tujuan akhir. Menurut Direktur Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, begitu tiba di pelabuhan di Beirut, kapal Rusia itu tidak pernah meninggalkan pelabuhan meski berulang kali diperingatkan karena membawa muatan bahan kimia yang setara dengan "bom mengambang".
    Kepala bea cukai sebelum Daher, Chafic Merhi, ternyata telah menuliskan dalam suratnya yang ditujukan kepada hakim yang menangani kasus ini pada 2016 agar otoritas pelabuhan mengekspor kembali amonium nitrat yang dibawa kapal Rusia itu. Hal ini untuk menjaga keamanan pelabuhan dan mereka yang bekerja di sana karena bahaya yang dapat ditimbulkannya dalam kondisi iklim yang tidak sesuai.
    Menteri Pekerjaan Umum Michel Najjar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia baru mengetahui keberadaan bahan peledak yang disimpan di pelabuhan Beirut 11 hari sebelum ledakan, melalui laporan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Pertahanan Tertinggi negara itu. "Tidak ada menteri yang tahu apa yang ada di hangar atau kontainer, dan itu bukan tugas saya untuk tahu," katanya.
    Najjar pun menyatakan telah menindaklanjuti keberadaan amonium tersebut. Namun, pada akhir Juli, pemerintah Lebanon memberlakukan karantina wilayah karena meningkatnya jumlah kasus Covid-19. Najjar akhirnya berbicara dengan manajer umum pelabuhan, Hasan Koraytem, ??pada 3 Agustus.
    Dia meminta Koraytem untuk mengiriminya semua dokumentasi yang relevan, sehingga bisa "melihat masalah ini". Namun, permintaan itu datang terlambat. Keesokan harinya, tepat setelah pukul 18.00 (15.00 GMT), gudang tersebut meledak, memusnahkan pelabuhan, dan menghancurkan sebagian besar Beirut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa ledakan Beirut, Lebanon, disebabkan oleh serangan bom nuklir dan berkaitan dengan perang dunia, keliru. Sejumlah ahli nuklir menyebut ciri khas ledakan nuklir, seperti adanya kilatan cahaya yang menyilaukan, gelombang panas yang membakar, dan diikuti oleh radioaktif, tidak ditemukan pada ledakan Beirut. Pemerintah setempat menduga kuat bahwa sumber ledakan berasal dari gudang di pelabuhan yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat selama enam tahun tanpa standar keamanan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8216) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Situasi Kendari yang Memanas Akibat Kedatangan TKA Cina?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/08/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan unjuk rasa oleh ratusan orang yang berujung dengan pembakaran dan perusakan sejumlah bangunan beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa Kendari memanas akibat kedatangan TKA Cina pada 2 Agustus 2020.
    Di Facebook, video tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Agus Baitul Khoiri. Akun ini pun menuliskan narasi, “KENDARI MEMANAS!!! Akibat datangnya TKA dari China, kini Kendari memanas, tepat tanggal 2 agustus 2020 pukul 13:40 wita. Penolakan terhadap TKA China yg masuk ke wilayah mereka...”
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan lebih dari 45 ribu kali, dibagikan lebih dari 900 kali, dan direspons lebih dari 400 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Agus Baitul Khoiri.
    Apa benar video tersebut adalah video unjuk rasa warga Kendari yang menolak kedatangan TKA Cina pada 2 Agustus 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo memfragmentasi video itu menjadi beberapa gambar dengan tool InVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri dengan reverse image tool Yandex dan Google. Hasilnya, video itu merupakan video unjuk rasa warga Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat, pada 2011. Unjuk rasa itu pun tidak terkait dengan kedatangan TKA Cina.
    Video yang sama pernah diunggah oleh kanal YouTube Philip Jacobson pada 4 Agustus 2012 dengan judul, “Battle in Lambu, February 2011”. Dalam keterangan videonya, kanal ini menulis, “Ribuan warga Bima marah atas izin eksplorasi emas yang diberikan bupati mereka kepada perusahaan Australia, dan pada hari itu bupati tersebut tidak memenuhi janjinya untuk menemui warga secara langsung. Warga pun membakar Kantor Kecamatan Lambu hingga rata dengan tanah."
    Video itu juga pernah diunggah oleh kanal YouTube Ana Slwe pada 11 Juni 2020 dengan judul “Detik-Detik Massa bakar Kantor camat Lambu (Tragedi Lambu 8 Tahun Silam)”.
    Peristiwa pembakaran Kantor Camat Lambu itu pun pernah diberitakan oleh kantor berita Antara pada 11 Februari 2011. Dilansir dari Antara, pembakaran Kantor Camat Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, itu terjadi dalam unjuk rasa ribuan warga pada 10 Februari 2011 petang. Massa pun sempat melempari polisi dengan batu dan kayu.
    Massa berunjuk rasa untuk menolak pertambangan emas di Kecamatan Lambu yang telah didukung Izin Usaha Penambangan (IUP) yang diberikan oleh Bupati Bima Ferry Zulkarnaen kepada dua perusahaan tambang. Kedua perusahaan itu adalah PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah tambang 24.980 hektare dan PT Indo Mineral Citra Persada dengan luas wilayah tambang 14.318 hektare.
    Pengunjuk rasa yang mayoritas petani itu khawatir aktivitas penambangan tersebut menimbulkan permasalahan sosial dan perusakan lingkungan. Mereka khawatir akan terjadi persaingan memperoleh air bersih jika usaha penambangan tersebut dilanjutkan.
    Selain Antara, Liputan6.com juga memberitakan peristiwa itu. Dilansir dari Liputan6.com, sebanyak empat warga ditangkap petugas Polresta Bima. Mereka diduga terkait kerusuhan di Lambu. Keempat warga ini ditangkap di rumah mereka masing-masing di Desa Sumi dan Desa Lanta. Keempat orang itu adalah Abidin, Arifin, Ruli, dan Mashulin. Polisi menduga Mashulin merupakan warga yang terlibat duel dengan polisi di pintu gerbang Kantor Camat Lambu.
    Polisi juga masih memburu enam orang lainnya. Hingga kini, sejumlah polisi disiagakan. Seperti diketahui, kericuhan terjadi saat demonstrasi ratusan warga yang menolak penambangan emas di Lambu. Warga yang sebagian besar petani bawang itu khawatir tambang emas akan merusak sumber air di wilayahnya. Kericuhan pecah lantaran Camat Lambu Muhaimin menolak tuntutan warga yang tidak menghendaki adanya tambang emas di wilayah mereka.
    Kerusuhan itu menyebabkan lima mobil pemerintah Kabupaten Bima dan tujuh motor hangus dibakar massa. Sementara Kantor Kecamatan Lambu beserta rumah dinas dan aula kecamatan luluh lantak setelah dirusak dan dibakar massa. Akibat bentrokan, belasan polisi terluka dan seorang warga menderita luka tembak.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video unjuk rasa warga Kendari yang menolak kedatangan TKA Cina pada 2 Agustus 2020 keliru. Unjuk rasa yang berujung pembakaran bangunan dalam video tersebut terjadi di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, pada 10 Februari 2011. Unjuk rasa digelar untuk menolak pertambangan emas di Lambu.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8215) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pria di Foto Ini Ayah Jokowi dan Komandan Underbow PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/08/2020

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto ayah Presiden Joko Widodo atau Jokowi beredar di media sosial. Dalam foto itu, pria tersebut mengenakan seragam militer dengan bagde palu arit di bagian kerah. Menurut klaim yang tertulis dalam foto itu, pria tersebut merupakan komandan underbow Partai Komunis Indonesia (PKI).
    "Ini lho bapaknya Jokowi, yg namanya Widjiatno !!Dokumen Negara sudah di buka!Jokowi asli PKI Tulen!Ganyang jokowi PKI," demikian narasi yang tertulis dalam foto tersebut. Terdapat pula tulisan "Dokumen Negara Rahasia", "Komandan Underbow Pki 1965" dan "Widjiatno" dalam foto itu.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Echa Valen di grup Jurnal Politik, Ketika Oposisi Bicara pada 1 Agustus 2020. Akun ini pun menulis narasi, "Bapake asli keluar". Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah direspons lebih dari 100 kali dan dibagikan sebanyak 66 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Echa Valen.
    Apa benar pria dalam foto tersebut adalah ayah Presiden Jokowi dan merupakan komandan underbow PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, pria berseragam militer dalam foto tersebut bukanlah ayah Presiden Jokowi yang bernama Widjiatno dan komandan underbow PKI. Pria tersebut merupakan Jenderal Wang Zhen, Komandan Brigade ke-359 Cina.
    Fakta itu didapatkan lewat pencarian foto pria tersebut dengan reverse image tool Source dan Yandex Image. Melalui pencarian ini, Tempo terhubung dengan perpustakaan online Universitas Wisconsin-Mulwaukee ( UWM Libraries ) yang menyimpan foto pria itu dalam berbagai pose.
    Dalam keterangan UWM, foto pria tersebut dalam unggahan akun Echa Valen diambil pada 1944 oleh Harrison Forman dengan catatan “China at War”. Pria dengan pose senyum lebar itu menggunakan topi dan seragam yang sama. Namun, tidak terdapat badge palu arit di kerah seragamnya.
     Dalam foto asli Wang Zhen (kiri) di perpustakaan online UWM, tidak terdapat badge palu arit sebagaimana yang terlihat dalam foto unggahan akun Echa Valen (kanan).
    Karakter seragam yang sama pun terlihat dalam foto Wang Zhen dengan pose lainnya. Salah satunya adalah dua foto saat Wang Zhen tengah bersama Wu Man Yu, Pahlaman Buruh Nomor Satu Wilayah Perbatasan, di Yenan. Oleh Forman, dua foto tersebut diambil di lokasi dan tahun yang sama dengan foto di atas.
     Foto-foto saat Jenderal Wang Zhen sedang bersama Wu man-yu, seorang aktivis buruh, di Yenan pada 1944. Di kerah seragam Wang Zhen, tidak terdapat logo palu arit.
    Dikutip dari Independent, Wang Zhen adalah politikus yang lahir pada 1908 dan bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok pada 1927. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian, Wakil Perdana Menteri, hingga Wakil Presiden Cina pada 1988-1993. Wang Zhen meninggal pada 12 Maret 1993.
    Ayah kandung Jokowi
    Dikutip dari Detik.com, nama ayah kandung Jokowi adalah Wijiatno Notomiharjo. Menurut buku "Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi, Kisah Perempuan Pengajar Kesederhanaan", Notomiharjo tinggal bersama kakeknya di Kampung Klelesan, Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, semasa melajang.
    Sementara itu, menurut arsip pemberitaan Tempo, ayah Notomiharjo atau kakek kandung Jokowi bernama Lamidi Wiryo Miharjo. Dikutip dari Detik dan Tempo, Lamidi merupakan Kepala Desa Kragan, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah. Ia menjabat sejak 1950 hingga 1980-an.
    Adapun nama ibu kandung Jokowi adalah Sujiatmi. Dikutip dari laman Tirto, Sujiatmi lahir di desa tempat Notomiharjo tinggal bersama kakeknya, yakni Desa Giriroto. Menurut buku "Jokowi dari Bantaran Kalianyar ke Istana", Sujiatmi menikah dengan Notomiharjo pada 1959.
    Setelah menikah, Notomiharjo dan Sujiatmi berbisnis kayu di daerah Srambatan, Surakarta. Bisnis kayu ini awalnya dilakoni Notomiharjo bersama ayah Sujiatmi, Wirorejo, yang lebih dulu menekuni bisnis tersebut. Pada 1962, Notomiharjo dan Sujiatmi memulai bisnis kayu sendiri setelah pindah ke Kampung Cinderejo Lor, Kelurahan Gilingan, Banjarsari, Surakarta.
    Saat tragedi 1965, tetangga-tetangga Notomiharjo di kampung sebelah, Kampung Cinderejo, diciduk tentara karena terkait dengan PKI. Namun, keluarga Notomiharjo tidak ikut diciduk karena tidak ada bukti keterlibatan dengan PKI maupun organisasi sayapnya. Pada 1970-an, keluarga Notomiharjo pindah ke Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Manahan, Banjarsari, Surakarta, karena terkena penggusuran untuk pembangunan terminal truk dan perluasan Pasar Pring.
    Ketika reformasi 1998, Notomiharjo mulai tertarik ikut partai politik. Ia sempat menjadi anggota satuan tugas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Menurut Sujiatmi dalam bukunya, Notomiharjo juga pernah menggantikan ketua ranting sebuah partai nasionalis di kampungnya. Namun, hanya sekitar dua tahun, karena Notomiharjo meninggal pada 2000.
    Menurut salah satu penulis buku "Jokowi dari Bantaran Kalianyar ke Istana", Wawan Mas'udi, sejarah asal-usul Jokowi dilacaknya mulai dari kakek-nenek serta kedua orangtuanya. "Kami mendatangi kampung-kampung tempat asal usul keluarganya dan mengumpulkan beberapa sumber," ujarnya.
    Wawan pun mengatakan, fakta bahwa kakek Jokowi dari ayahnya, Lamidi Wiryo Miharjo, adalah Kepala Desa Kragan telah membantah fitnah bahwa Jokowi merupakan keturunan dari simpatisan PKI. "Orde baru tidak mungkin membiarkan orang yang tersangkut PKI jadi kepada desa," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu.
    Bahkan, Lamidi juga dipercaya oleh keluarga Presiden ke-2 RI, Suharto, untuk menjadi juru kunci sebuah makam yang berada di desa itu. "Makam RA Tisnaningsih yang merupakan leluhur dari Hartinah Suharto," tuturnya. Sementara kakek Jokowi dari ibunya, Wirorejo, merupakan seorang pedagang bambu dan kayu.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pria berseragam militer dalam foto di atas adalah ayah Presiden Jokowi dan komandan underbow PKI keliru. Pria itu adalah Jenderal Wang Zhen, politikus Tiongkok yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Cina pada 1988-1993. Dalam foto Wang Zhen yang asli pun, tidak terdapat badge palu arit di kerah seragam. Dengan demikian, foto itu juga merupakan hasil suntingan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan