Penyebab utama kematian pasien COVID-19 adalah karena kegagalan pernafasan, BUKAN karena Trombosis.
======
NARASI
“DI ITALIA Obat untuk CORONAVIRUS AKHIRNYA DITEMUKAN
Dokter Italia, tidak mematuhi hukum kesehatan dunia WHO, untuk tidak melakukan otopsi pada kematian Coronavirus dan mereka menemukan bahwa BUKANLAH VIRUS, tetapi BAKTERIlah yang menyebabkan kematian. Ini menyebabkan gumpalan darah terbentuk dan menyebabkan kematian pasien.
Italia mengalahkan apa yang disebut Covid-19, yang tidak lain adalah “Koagulasi intravaskular diseminata” (Trombosis)
Dan cara untuk memeranginya, yaitu, penyembuhannya, adalah dengan “antibiotik, anti-inflamasi, dan antikoagulan”.
Berita sensasional ini untuk dunia telah diproduksi oleh dokter Italia dengan melakukan otopsi pada mayat yang meninggal karena Covid-19.
Menurut ahli patologi Italia. “Ventilator dan unit perawatan intensif tidak pernah dibutuhkan.”
Oleh karena itu perubahan protokol pandemi global di Italia, terungkap, penyembuhan ini, sudah diketahui oleh orang Cina dan tidak melaporkan hanya UNTUK MELAKUKAN BISNIS.
Sumber: Kementerian Kesehatan Italia.
Bagikan ini ke seluruh keluarga, lingkungan, kenalan, teman, kolega, rekan kerja … dll. dll … dan lingkungannya secara umum …:
Jika mereka terkena Covid-19 … yang bukan Virus seperti yang mereka yakini, tetapi bakteri … diperkuat dengan radiasi elektromagnetik 5G yang juga menghasilkan peradangan dan hipoksia.
Mereka akan melakukan hal berikut:
Mereka akan minum Aspirin 100mg dan Apronax atau Paracetamol
Mengapa? … karena telah ditunjukkan bahwa apa yang dilakukan Covid-19 adalah menggumpalkan darah, menyebabkan orang tersebut mengembangkan trombosis dan darah tidak mengalir dan tidak mengoksigenasi jantung dan paru-paru dan orang tersebut mati dengan cepat karena tidak bisa bernafas.
Di Italia mereka mengacaukan protokol WHO dan melakukan otopsi pada mayat yang meninggal karena Covid-19 … mereka memotong tubuh, membuka lengan, kaki dan bagian tubuh lainnya dan menyadari bahwa pembuluh darahnya melebar dan membeku, semua pembuluh darah dan arteri dipenuhi dengan trombosis, mencegah darah mengalir secara normal dan membawa oksigen ke semua organ, terutama otak, jantung dan paru-paru, dan pasien akhirnya sekarat,
Setelah mengetahui diagnosis ini, Kementerian Kesehatan Italia segera mengubah protokol pengobatan Covid-19 … dan mulai memberikan kepada pasien positif mereka Aspirin 100mg dan Apronax atau Paracetamol
hasilnya : pasien mulai pulih dan hadir perbaikan dan Departemen Kesehatan merilis dan mengirim pulang lebih dari 14.000 pasien dalam satu hari.
URGENT: mengirimkan informasi ini dan menjadikannya viral, di sini di negara kami, mereka telah berbohong kepada kami, dengan pandemi ini, satu-satunya hal yang dikatakan oleh presiden kami setiap hari adalah data dan statistik tetapi tidak memberikan informasi ini untuk menyelamatkan warga negara, adalah bahwa Ini juga akan terancam oleh para elit? …
kita tidak tahu, tiba-tiba semua pemerintah dunia, tetapi Italia melanggar norma … karena mereka sudah kewalahan dan dalam kekacauan serius karena kematian sehari-hari …, sekarang WHO. ..akan digugat di seluruh dunia, karena menutupi begitu banyak kematian dan jatuhnya ekonomi banyak negara di dunia … sekarang dipahami mengapa perintah untuk MEMBEBASKAN atau segera mengubur mayat-mayat tanpa otopsi … dan menamakannya sebagai sangat berpolusi. ..
Di tangan kita untuk membawa kebenaran dan harapan menyelamatkan banyak nyawa ….
Itulah sebabnya gel antibakteri bekerja dan klorindioksida … Seluruh PANDEMI adalah karena mereka ingin vaksinasi dan chip untuk membunuh massa untuk mengendalikan mereka dan mengurangi Populasi Dunia.
TUHAN MENYELAMATKAN KAMI”.
(GFD-2020-4009) [SALAH] “Italia mengalahkan COVID-19 “Koagulasi intravaskular diseminata” (Trombosis)”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 29/05/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN
(1) First Draft News: “Konten yang Menyesatkan
Penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu”.
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* SUMBER menyebutkan beberapa klaim SALAH berkaitan dengan penanganan pasien COVID-19.
(2) Beberapa artikel yang berkaitan,
* Berkaitan dengan klaim “yang tidak lain adalah “Koagulasi intravaskular diseminata” (Trombosis)”:
INDIATODAY.IN: “Namun, tidak ada bukti ilmiah yang mengatakan trombosis adalah penyebab utama kematian untuk pasien Covid-19 atau obat antikoagulan adalah satu-satunya obat untuk merawat pasien coronavirus.
Sebaliknya, menurut artikel Lancet , kegagalan pernafasan telah ditemukan sebagai penyebab utama kematian bagi pasien coronavirus.”
Google Translate, selengkapnya di “Pemeriksaan Fakta: Darah menggumpal alasan utama kematian Covid-19, klaim teori konspirasi” https://bit.ly/2ywM0sP / https://bit.ly/3d471KA (arsip cadangan).
–
* Berkaitan dengan klaim “penyembuhannya, adalah dengan “antibiotik”:
Full Fact: “Antibiotik, di sisi lain, tidak direkomendasikan pada pasien dengan Covid-19 karena penyakit ini disebabkan oleh virus dan antibiotik digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi bakteri.”
Google Translate, selengkapnya di “Posting ini tentang Covid-19 dan kondisi pembekuan darah mengandung ketidakakuratan” https://bit.ly/3dfi9Eg / https://bit.ly/2AaRMke (arsip cadangan).
–
* TheJournal.ie: “Namun, akan salah untuk menyarankan bahwa perawatan untuk trombosis saja dapat membantu menyembuhkan Covid-19 . Banyak yang masih belum diketahui tentang virus dan sejauh ini tidak ada pengobatan atau antivirus yang telah dikenal luas sebagai efektif terhadap Covid-19. “
Google Translate, selengkapnya di “Debunked: Tidak, dunia tidak salah memperlakukan Covid-19 sebagai pneumonia” https://bit.ly/2XrUXw0 / https://bit.ly/3ekHKfc (arsip cadangan).
======
(1) First Draft News: “Konten yang Menyesatkan
Penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu”.
Selengkapnya di http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S.
* SUMBER menyebutkan beberapa klaim SALAH berkaitan dengan penanganan pasien COVID-19.
(2) Beberapa artikel yang berkaitan,
* Berkaitan dengan klaim “yang tidak lain adalah “Koagulasi intravaskular diseminata” (Trombosis)”:
INDIATODAY.IN: “Namun, tidak ada bukti ilmiah yang mengatakan trombosis adalah penyebab utama kematian untuk pasien Covid-19 atau obat antikoagulan adalah satu-satunya obat untuk merawat pasien coronavirus.
Sebaliknya, menurut artikel Lancet , kegagalan pernafasan telah ditemukan sebagai penyebab utama kematian bagi pasien coronavirus.”
Google Translate, selengkapnya di “Pemeriksaan Fakta: Darah menggumpal alasan utama kematian Covid-19, klaim teori konspirasi” https://bit.ly/2ywM0sP / https://bit.ly/3d471KA (arsip cadangan).
–
* Berkaitan dengan klaim “penyembuhannya, adalah dengan “antibiotik”:
Full Fact: “Antibiotik, di sisi lain, tidak direkomendasikan pada pasien dengan Covid-19 karena penyakit ini disebabkan oleh virus dan antibiotik digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi bakteri.”
Google Translate, selengkapnya di “Posting ini tentang Covid-19 dan kondisi pembekuan darah mengandung ketidakakuratan” https://bit.ly/3dfi9Eg / https://bit.ly/2AaRMke (arsip cadangan).
–
* TheJournal.ie: “Namun, akan salah untuk menyarankan bahwa perawatan untuk trombosis saja dapat membantu menyembuhkan Covid-19 . Banyak yang masih belum diketahui tentang virus dan sejauh ini tidak ada pengobatan atau antivirus yang telah dikenal luas sebagai efektif terhadap Covid-19. “
Google Translate, selengkapnya di “Debunked: Tidak, dunia tidak salah memperlakukan Covid-19 sebagai pneumonia” https://bit.ly/2XrUXw0 / https://bit.ly/3ekHKfc (arsip cadangan).
======
Rujukan
(GFD-2020-4008) [SALAH] Buntut Penerapan PSBB di Palembang, Batas Operasional Akses Hingga Pukul 14.00
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 29/05/2020
Berita
Penerapan PSBB di Palembang sudah berlaku sejak 20 Mei lalu. Namun tidak benar jika akan diberlakukan batas operasional hingga pukul 14.00 seperti dalam pesan yang beredar. Faktanya, Dinas Perhubungan Kota Palembang hanya memberlakukan sanksi bagi para pelanggar aturan PSBB mulai 26 Mei 2020.
NARASI:
“Besok Selasa 26 Mei 2020 Palembang PSBB batas operasional di jalan adalah jam 14.00 WIB, lewat dari jam tersebut semua jalan ditutup.
Semua aktivitas, baik berjalan kaki, berkendaraan, berkantor, berjualan, dan lain-lain HARUS DIHENTIKAN. Pelanggaran terhadap hal di atas akan dikenakan sanksi.Beritahu sanak saudara dan teman2 kita”.
NARASI:
“Besok Selasa 26 Mei 2020 Palembang PSBB batas operasional di jalan adalah jam 14.00 WIB, lewat dari jam tersebut semua jalan ditutup.
Semua aktivitas, baik berjalan kaki, berkendaraan, berkantor, berjualan, dan lain-lain HARUS DIHENTIKAN. Pelanggaran terhadap hal di atas akan dikenakan sanksi.Beritahu sanak saudara dan teman2 kita”.
Hasil Cek Fakta
PENJELASAN: Melalui media sosial Facebook, ramai beredar unggahan perihal akan diberlakukannya pembatasan operasional hingga pukul 14.00 selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di Palembang. Menurut narasi yang beredar, pemberlakukan batas operasional tersebut akan dimulai tepat pada tanggal 26 Mei 2020.
Menanggapi informasi tersebut, Pemerintah Daerah Kota Palembang pun angkat bicara. Melansir dari antaranews.com, Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa menegaskan bahwa tidak benar jika akan diberlakukan pembatasan operasional atau penutupan akses jalan selama penerapan PSBB.
“Hoaks, tetap normal,” tegasnya.
Lanjut Dewa menjelaskan bahwa yang diberlakukan selama PSBB adalah penerapan protokol Covid-19 bagi pengendara kendaraan bermotor. Maka saat melintasi pos pemeriksaan yang disiagakan selama 24 jam, pengemudi dan penumpangnya wajib menggunakan masker, mematuhi ketentuan pembatasan penumpang kendaraan angkutan umum dan pribadi sesuai dengan Peraturan Wali Kota Palembang Nomor 122/KPTS/Dinkes/2020, di antaranya pengguna sepeda motor tidak berboncengan dengan orang berbeda alamat dan pengemudi mobil mematuhi ketentuan muatan penumpang maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan.
“Sanksi akan efektif berlaku mulai besok (26 Mei), mulai dari membersihkan area Kambang Iwak hingga pemberian denda,” jelasnya.
===
Menanggapi informasi tersebut, Pemerintah Daerah Kota Palembang pun angkat bicara. Melansir dari antaranews.com, Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa menegaskan bahwa tidak benar jika akan diberlakukan pembatasan operasional atau penutupan akses jalan selama penerapan PSBB.
“Hoaks, tetap normal,” tegasnya.
Lanjut Dewa menjelaskan bahwa yang diberlakukan selama PSBB adalah penerapan protokol Covid-19 bagi pengendara kendaraan bermotor. Maka saat melintasi pos pemeriksaan yang disiagakan selama 24 jam, pengemudi dan penumpangnya wajib menggunakan masker, mematuhi ketentuan pembatasan penumpang kendaraan angkutan umum dan pribadi sesuai dengan Peraturan Wali Kota Palembang Nomor 122/KPTS/Dinkes/2020, di antaranya pengguna sepeda motor tidak berboncengan dengan orang berbeda alamat dan pengemudi mobil mematuhi ketentuan muatan penumpang maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan.
“Sanksi akan efektif berlaku mulai besok (26 Mei), mulai dari membersihkan area Kambang Iwak hingga pemberian denda,” jelasnya.
===
Rujukan
(GFD-2020-4007) [SALAH] “kadus dihakimi warga sampai babak belur akibat pembagian sembako corona tidak tepat sasaran”
Sumber: Sosial MediaTanggal publish: 29/05/2020
Berita
Foto tahun 2019 dan bukan kepala dusun. Pria di foto itu adalah guru korban penganiayaan di Kalimantan Tengah.
Akun Merry Keyla (fb.com/merry.ana.545402) mengunggah gambar tangkapan layar dengan narasi sebagai berikut:
“Sadis nian wargaNet #copas Seorang KADUS dihakimi warga sampai babak belur ragara tidak adil dalam pembagian bantuan”
Terdapat foto seorang pria yang wajahnya babak belur serta narasi “Kepala dusun bagi sembako dihajar massa karena dia pili kasi,” dan “Seorang KADUS (kepala dusun) di hakimi warga sampai babak belur…akibat pembagian sembako corona tidak tepat sasaran…”
Akun Merry Keyla (fb.com/merry.ana.545402) mengunggah gambar tangkapan layar dengan narasi sebagai berikut:
“Sadis nian wargaNet #copas Seorang KADUS dihakimi warga sampai babak belur ragara tidak adil dalam pembagian bantuan”
Terdapat foto seorang pria yang wajahnya babak belur serta narasi “Kepala dusun bagi sembako dihajar massa karena dia pili kasi,” dan “Seorang KADUS (kepala dusun) di hakimi warga sampai babak belur…akibat pembagian sembako corona tidak tepat sasaran…”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran JawaPos, klaim bahwa pria di foto yang diunggah oleh sumber klaim adalah Kadus (kepala dusun) yang dihakimi warga sampai babak belur akibat pembagian sembako corona tidak tepat sasaran adalah klaim yang salah.
Memanfaatkan situs padanan gambar, foto yang sama pernah diunggah tabloidmilitan.com pada Februari 2019.
Disebutkan bahwa pria babak belur dalam foto itu merupakan seorang guru di Kalimantan Tengah yang menjadi korban penganiayaan. Sama sekali tidak ada keterangan yang mengaitkan peristiwa itu dengan bantuan sembako untuk warga terdampak pandemi Covid-19.
Portal tabloidmilitan.com itu juga mengunggah beberapa foto surat polisi dari Polda Kalimantan Tengah Resor Katingan. Isinya pemberitahuan tentang perkembangan hasil penyidikan kasus tindak pidana penganiayaan terhadap Dikaton alias Katon bin Yuna Tahan.
Dikaton adalah seorang guru yang tinggal di Desa Buntut Bali, Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Isi surat itu menyebutkan bahwa perkara penganiayaan dengan tersangka Miming bin Adihung telah ditindaklanjuti. Bahkan, berkas perkaranya telah masuk ke Kejaksaan Negeri Kantingan. Penyidikan kasus itu di kepolisian telah selesai.
Surat tersebut ditandatangani Kasatreskrim AKP Edia Sutaata tertanggal 4 Februari 2019. Artinya, kasus penganiayaan terhadap pria dalam foto itu terjadi jauh sebelum masa pandemi dan pembagian bantuan sosial untuk warga terdampak Covid-19.
Memanfaatkan situs padanan gambar, foto yang sama pernah diunggah tabloidmilitan.com pada Februari 2019.
Disebutkan bahwa pria babak belur dalam foto itu merupakan seorang guru di Kalimantan Tengah yang menjadi korban penganiayaan. Sama sekali tidak ada keterangan yang mengaitkan peristiwa itu dengan bantuan sembako untuk warga terdampak pandemi Covid-19.
Portal tabloidmilitan.com itu juga mengunggah beberapa foto surat polisi dari Polda Kalimantan Tengah Resor Katingan. Isinya pemberitahuan tentang perkembangan hasil penyidikan kasus tindak pidana penganiayaan terhadap Dikaton alias Katon bin Yuna Tahan.
Dikaton adalah seorang guru yang tinggal di Desa Buntut Bali, Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Isi surat itu menyebutkan bahwa perkara penganiayaan dengan tersangka Miming bin Adihung telah ditindaklanjuti. Bahkan, berkas perkaranya telah masuk ke Kejaksaan Negeri Kantingan. Penyidikan kasus itu di kepolisian telah selesai.
Surat tersebut ditandatangani Kasatreskrim AKP Edia Sutaata tertanggal 4 Februari 2019. Artinya, kasus penganiayaan terhadap pria dalam foto itu terjadi jauh sebelum masa pandemi dan pembagian bantuan sosial untuk warga terdampak Covid-19.
Rujukan
(GFD-2020-4006) [SALAH] Surat “Seruan Siaga 1” Majelis Ulama Indonesia
Sumber: www.whatsapp.comTanggal publish: 29/05/2020
Berita
Surat PALSU. BUKAN rilis dari MUI, Wasekjen Bidang Informasi dan Komunikasi MUI: “Itu berita hoaks yang sangat tidak masuk akal”.
SUMBER
Pesan berantai WhatsApp.
======
NARASI
“MAJELIS ULAMA INDONESIA
Jalan Proklamasi No.51, Menteng,
Jakarta Pusat
Hal : Seruan Siaga 1
PEMBERITAHUAN
Assalamu a’laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Kami selaku Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Dengan ini menyerukan kepada seluruh MUI Propinsi, Kabupaten, dan Kota Agar berhati-hati dan Waspada dengan di adakannya Rapid Test Covid – 19 terhadap para Ulama, Kyai, dan Ustadz di seluruh Indonesia.
Kami serukan bahwa rencana Test Corona ini adalah modus operandi dari Pki atas perintah Negara Komunis China untuk menghabisi para tokoh agama Islam baik di Indonesia maupun di Negara muslim lain. Oleh karena itu kita akan tolak niat mereka yang kelihatan baik. Tapi di dalamnya ada misi yang sangat jahat dan licik!
Kita banyak belajar dari pengalaman
Kita banyak belajar dari pengalaman sejarah para Ulama dan para Kyai kita di tahun 1948 dan 1965, di mana para tokoh agama kita sering di tipu oleh muslihat Pki.
Kalau kita melakukan Rapid Test Covid 19, kita akan dinyatakn Positive, lalu kita akan di Karantina, kita akan di Suntik dengan dalih pengobatan, padahal kita di suntik racun, meninggal dan langsung di kuburkan.
Kita sudah terbiasa hidup sehat. Dan para Santri pun dari dulu sudah terbiasa hidup Lockdown.
Satu hal juga kepada semua orang tua, jika pemerintah melakukan suntik imunisasi untuk anak-anak sampal umur 18 tahun dengan dalih untuk imunisasi Corona, agar di tolak, baik itu di lingkungan sekitar rumah, sekolah, dan tempat-tempat lain.
Cermat, Waspada, dan berhati-hati. Karena umat muslim sedang di dzolimi oleh pihak-pihak Komunis yang berlindung dalam wadah kekuasaan pernerintahan.
Sekian dan terima kasih
Wassalamu a’laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Jakarta 03 April 2020
Sekertariat MUI Pusat.”
Berhati-hati dengan rapid test corona terhadap ulama dan ustadz
======
SUMBER
Pesan berantai WhatsApp.
======
NARASI
“MAJELIS ULAMA INDONESIA
Jalan Proklamasi No.51, Menteng,
Jakarta Pusat
Hal : Seruan Siaga 1
PEMBERITAHUAN
Assalamu a’laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Kami selaku Sekertaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Dengan ini menyerukan kepada seluruh MUI Propinsi, Kabupaten, dan Kota Agar berhati-hati dan Waspada dengan di adakannya Rapid Test Covid – 19 terhadap para Ulama, Kyai, dan Ustadz di seluruh Indonesia.
Kami serukan bahwa rencana Test Corona ini adalah modus operandi dari Pki atas perintah Negara Komunis China untuk menghabisi para tokoh agama Islam baik di Indonesia maupun di Negara muslim lain. Oleh karena itu kita akan tolak niat mereka yang kelihatan baik. Tapi di dalamnya ada misi yang sangat jahat dan licik!
Kita banyak belajar dari pengalaman
Kita banyak belajar dari pengalaman sejarah para Ulama dan para Kyai kita di tahun 1948 dan 1965, di mana para tokoh agama kita sering di tipu oleh muslihat Pki.
Kalau kita melakukan Rapid Test Covid 19, kita akan dinyatakn Positive, lalu kita akan di Karantina, kita akan di Suntik dengan dalih pengobatan, padahal kita di suntik racun, meninggal dan langsung di kuburkan.
Kita sudah terbiasa hidup sehat. Dan para Santri pun dari dulu sudah terbiasa hidup Lockdown.
Satu hal juga kepada semua orang tua, jika pemerintah melakukan suntik imunisasi untuk anak-anak sampal umur 18 tahun dengan dalih untuk imunisasi Corona, agar di tolak, baik itu di lingkungan sekitar rumah, sekolah, dan tempat-tempat lain.
Cermat, Waspada, dan berhati-hati. Karena umat muslim sedang di dzolimi oleh pihak-pihak Komunis yang berlindung dalam wadah kekuasaan pernerintahan.
Sekian dan terima kasih
Wassalamu a’laikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Jakarta 03 April 2020
Sekertariat MUI Pusat.”
Berhati-hati dengan rapid test corona terhadap ulama dan ustadz
======
Hasil Cek Fakta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tak pernah mengeluarkan seruan yang meminta ulama, kiai, dan ustaz di Indonesia untuk menolak rapid test. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Informasi dan Komunikasi, Amirsyah Tambunan mengatakan seruan itu adalah hoaks. “Itu berita hoaks yang sangat tidak masuk akal,” kata Amirsyah kepada Tempo, Ahad malam, 24 Mei 2020.”
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid menegaskan seruan tersebut ialah hoaks atau berita bohong. Dia menjelaskan pihaknya tidak pernah mengeluarkan pengumuman tersebut.
“Itu pasti hoaks, karena MUI tdk pernah mengeluarkan pemberitahuan seperti itu,” kata Zainut saat dihubungi merdekacom, Minggu (24/5).
Dia juga menjelaskan surat tersebut tidak sesuai dengan kop standar MUI. Serta tutur bahasanya pun tidak sesuai standar MUI.
“Dari kop surat dan isi pemberitahuannya tidak sesuai standar MUI,” tegas Zainut.”
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid menegaskan seruan tersebut ialah hoaks atau berita bohong. Dia menjelaskan pihaknya tidak pernah mengeluarkan pengumuman tersebut.
“Itu pasti hoaks, karena MUI tdk pernah mengeluarkan pemberitahuan seperti itu,” kata Zainut saat dihubungi merdekacom, Minggu (24/5).
Dia juga menjelaskan surat tersebut tidak sesuai dengan kop standar MUI. Serta tutur bahasanya pun tidak sesuai standar MUI.
“Dari kop surat dan isi pemberitahuannya tidak sesuai standar MUI,” tegas Zainut.”
Rujukan
Halaman: 5137/5612