Beredar artikel berjudul “Takut Dibunuh, Ahli Virus China Kabur ke AS: Saya Bersaksi Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat”, salah satunya dimuat di situs beritaviral-lagi[dot]blogspot.com pada 17 Juli 2020.
Berikut kutipan artikel tersebut;
“Li-Meng Yan, dokter China yang berspesialisasi dalam virologi dan imunologi di Hong Kong School of Public Health, melarikan diri ke Amerika Serikat (AS) sejak 28 April lalu. Ahli virus ini menuduh pemerintah negaranya menutup-nutupi virus corona baru penyebab Covid-19. Beberapa jam sebelum dia naik pesawat Cathay Pacific 28 April ke Amerika Serikat, dokter terkemuka ini telah merencanakan pelariannya, mengemas tasnya dan menyelinap melewati sensor dan kamera video di kampusnya di Hong Kong.
Dia saat itu sudah membawa paspor dan dompetnya dan akan meninggalkan semua orang yang dicintainya. Jika dia tertangkap, dia tahu dia bisa dijebloskan ke penjara, atau, lebih buruk lagi, menjadikan dirinya salah satu dari “orang yang hilang”.
Yan mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif bahwa dia percaya pemerintah China tahu tentang virus corona jauh sebelum mengklaim itu. Dia mengatakan atasannya, yang terkenal sebagai beberapa ahli top di lapangan, juga mengabaikan penelitian yang dia lakukan pada awal pandemi yang dia percaya bisa menyelamatkan nyawa manusia.
Hingga saat ini virus corona masih menjadi misteri, pasalnya kabar apakah virus itu dibentuk dari alam atau buatan manusia hingga kini belum terjawab. Namun banyak sebagian ahli berpendapat bahwa virus ini buatan manusia.“
(GFD-2020-4395) [SALAH] “Takut Dibunuh, Ahli Virus China Kabur ke AS: Saya Bersaksi Covid-19 Hasil Persekongkolan Jahat”
Sumber: ArtikelTanggal publish: 21/07/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasar hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo dan Liputan6, klaim bahwa ahli virus Cina Li Meng Yan menyebut bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat adalah klaim yang keliru.
Li Meng Yan hanya menyebut bahwa Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19 sebelum akhirnya diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim tersebut. HKU menyatakan isi wawancara Li dengan Fox News tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang ada.
Artikel di situs beritaviral-lagi[dot]blogspot.com tersebut bersumber dari wawancara eksklusif Fox News dengan Li Meng Yan yang terbit pada 10 Juli 2020. Wawancara tersebut dimuat dalam artikel Fox News yang berjudul “Exclusive: Chinese virologist accuses Beijing of coronavirus cover-up, flees Hong Kong: ‘I know how they treat whistleblowers’“.
Namun, setelah artikel itu diperiksa secara menyeluruh, ditemukan bahwa Li tidak menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat. Bahkan, dalam artikel yang dimuat oleh situs di atas, juga tidak tercantum pernyataan Li seperti yang dikutip dalam judul artikel tersebut, bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat.
Li hanya mengatakan kepada Fox News bahwa dia percaya Cina tahu tentang virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, jauh sebelum mengakui munculnya virus tersebut. Li juga mengatakan bahwa atasannya mengabaikan penelitian yang ia lakukan yang ia yakini bisa menyelamatkan nyawa.
Fox News pun memuat video wawancaranya dengan Li itu dengan judul “Coronavirus Whistleblower: Exclusive Fox News Interview”. Video berdurasi 13 menit 42 detik tersebut diberi keterangan bahwa Li, ahli virologi dari Hong Kong, mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif tentang penelitian awal yang dilakukan terkait Covid-19.
Pernyataan Li di Fox News yang menyebut Cina telah mengetahui Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi itu pun ramai dikutip oleh sejumlah media di Indonesia.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Li menuturkan bahwa Cina sudah lama tahu akan adanya virus Corona Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Li sendiri merupakan ilmuwan Cina asal Hong Kong yang kini disebut Fox News ‘melarikan diri’ ke Amerika Serikat.
Dalam wawancara tersebut, Li menyebut Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19, bahkan mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi, yang ia percayai bisa menyelamatkan nyawa. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk memberi tahu dunia mengingat statusnya sebagai laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khusus untuk virus influenza dan pandemi.
“Pemerintah China menolak membiarkan para ahli di luar negeri, termasuk yang di Hong Kong, melakukan penelitian di Cina,” kata Li dalam wawancara Fox News. “Jadi, aku menghubungi teman-temanku (peneliti Cina lain) untuk menggali informasi.”
Dilansir dari Kompas.com, pada 31 Desember 2019, teman Li memberitahu dirinya mengenai kemungkinan transmisi antar manusia, jauh sebelum WHO dan Beijing mengakuinya. Li pun segera memberitahukannya kepada atasannya. Tapi, menurut Li, dia “hanya menggangguk” dan memintanya untuk terus bekerja.
Pada 9 Januari 2020, WHO merilis pernyataan, berdasarkan laporan otoritas Cina, virus ini menyebabkan gejala yang sangat parah pada sejumlah pasien. Namun, badan kesehatan di bawah PBB itu menyatakan virusnya belum menular antar manusia. “Sedikit sekali informasi yang diterima untuk menentukan risiko klaster,” ujar WHO.
Mendengar pernyataan itu, Li mengungkapkan bahwa temannya yang biasanya terbuka soal penyakit itu mendadak diam. Meski sumbernya menerangkan transmisi antar manusia terus meningkat, pengawas Li hanya memintanya untuk “diam dan berhati-hati”. “Dia memperingatkan saya, ‘Jangan injak garis merah. Kita bisa terlibat masalah dan hilang nantinya’,” katanya mengingat ucapan atasannya.
Namun, dilansir dari Liputan6.com, Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim Li tersebut. HKU mengkonfirmasi bahwa Li adalah mahasiswa pascadoktoralnya yang telah meninggalkan kampus. “Kami mencatat bahwa isi laporan berita tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci seperti yang kita pahami,” demikian penjelasan HKU.
HKU juga mengklarifikasi bahwa Li belum melakukan penelitian tentang topik tersebut di kampus dari Desember 2019 hingga Januari 2020. “Kami selanjutnya mengamati bahwa apa yang mungkin ditekankannya dalam wawancara yang dilaporkan tidak memiliki dasar ilmiah tapi menyerupai desas-desus.”
HKU pun membantah klaim Li bahwa ia menemukan adanya potensi penularan dari manusia ke manusia, namun tidak digubris oleh pejabat setempat. Menurut pernyataan HKU, salah satu profesornya, Yuen Kwok Yung, justru memberi tahu Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan Siu Chee tentang wabah di Wuhan dan mencatat potensi pandemi serta kemiripannya dengan SARS, yang mana menular antar manusia.
Sumber Covid-19
Dilansir dari organisasi cek fakta AS, Fact Check, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.
Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. “Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami,” ujarnya.
Li Meng Yan hanya menyebut bahwa Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19 sebelum akhirnya diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim tersebut. HKU menyatakan isi wawancara Li dengan Fox News tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang ada.
Artikel di situs beritaviral-lagi[dot]blogspot.com tersebut bersumber dari wawancara eksklusif Fox News dengan Li Meng Yan yang terbit pada 10 Juli 2020. Wawancara tersebut dimuat dalam artikel Fox News yang berjudul “Exclusive: Chinese virologist accuses Beijing of coronavirus cover-up, flees Hong Kong: ‘I know how they treat whistleblowers’“.
Namun, setelah artikel itu diperiksa secara menyeluruh, ditemukan bahwa Li tidak menyebut Covid-19 sebagai hasil persekongkolan jahat. Bahkan, dalam artikel yang dimuat oleh situs di atas, juga tidak tercantum pernyataan Li seperti yang dikutip dalam judul artikel tersebut, bahwa Covid-19 merupakan hasil persekongkolan jahat.
Li hanya mengatakan kepada Fox News bahwa dia percaya Cina tahu tentang virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, jauh sebelum mengakui munculnya virus tersebut. Li juga mengatakan bahwa atasannya mengabaikan penelitian yang ia lakukan yang ia yakini bisa menyelamatkan nyawa.
Fox News pun memuat video wawancaranya dengan Li itu dengan judul “Coronavirus Whistleblower: Exclusive Fox News Interview”. Video berdurasi 13 menit 42 detik tersebut diberi keterangan bahwa Li, ahli virologi dari Hong Kong, mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif tentang penelitian awal yang dilakukan terkait Covid-19.
Pernyataan Li di Fox News yang menyebut Cina telah mengetahui Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi itu pun ramai dikutip oleh sejumlah media di Indonesia.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Li menuturkan bahwa Cina sudah lama tahu akan adanya virus Corona Covid-19 sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Li sendiri merupakan ilmuwan Cina asal Hong Kong yang kini disebut Fox News ‘melarikan diri’ ke Amerika Serikat.
Dalam wawancara tersebut, Li menyebut Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19, bahkan mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi, yang ia percayai bisa menyelamatkan nyawa. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk memberi tahu dunia mengingat statusnya sebagai laboratorium rujukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khusus untuk virus influenza dan pandemi.
“Pemerintah China menolak membiarkan para ahli di luar negeri, termasuk yang di Hong Kong, melakukan penelitian di Cina,” kata Li dalam wawancara Fox News. “Jadi, aku menghubungi teman-temanku (peneliti Cina lain) untuk menggali informasi.”
Dilansir dari Kompas.com, pada 31 Desember 2019, teman Li memberitahu dirinya mengenai kemungkinan transmisi antar manusia, jauh sebelum WHO dan Beijing mengakuinya. Li pun segera memberitahukannya kepada atasannya. Tapi, menurut Li, dia “hanya menggangguk” dan memintanya untuk terus bekerja.
Pada 9 Januari 2020, WHO merilis pernyataan, berdasarkan laporan otoritas Cina, virus ini menyebabkan gejala yang sangat parah pada sejumlah pasien. Namun, badan kesehatan di bawah PBB itu menyatakan virusnya belum menular antar manusia. “Sedikit sekali informasi yang diterima untuk menentukan risiko klaster,” ujar WHO.
Mendengar pernyataan itu, Li mengungkapkan bahwa temannya yang biasanya terbuka soal penyakit itu mendadak diam. Meski sumbernya menerangkan transmisi antar manusia terus meningkat, pengawas Li hanya memintanya untuk “diam dan berhati-hati”. “Dia memperingatkan saya, ‘Jangan injak garis merah. Kita bisa terlibat masalah dan hilang nantinya’,” katanya mengingat ucapan atasannya.
Namun, dilansir dari Liputan6.com, Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim Li tersebut. HKU mengkonfirmasi bahwa Li adalah mahasiswa pascadoktoralnya yang telah meninggalkan kampus. “Kami mencatat bahwa isi laporan berita tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci seperti yang kita pahami,” demikian penjelasan HKU.
HKU juga mengklarifikasi bahwa Li belum melakukan penelitian tentang topik tersebut di kampus dari Desember 2019 hingga Januari 2020. “Kami selanjutnya mengamati bahwa apa yang mungkin ditekankannya dalam wawancara yang dilaporkan tidak memiliki dasar ilmiah tapi menyerupai desas-desus.”
HKU pun membantah klaim Li bahwa ia menemukan adanya potensi penularan dari manusia ke manusia, namun tidak digubris oleh pejabat setempat. Menurut pernyataan HKU, salah satu profesornya, Yuen Kwok Yung, justru memberi tahu Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan Siu Chee tentang wabah di Wuhan dan mencatat potensi pandemi serta kemiripannya dengan SARS, yang mana menular antar manusia.
Sumber Covid-19
Dilansir dari organisasi cek fakta AS, Fact Check, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.
Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. “Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami,” ujarnya.
Kesimpulan
Li Meng Yan hanya menyebut bahwa Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19 sebelum akhirnya diumumkan secara resmi oleh pemerintah. Universitas Hong Kong (HKU) membantah klaim tersebut. HKU menyatakan isi wawancara Li dengan Fox News tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang ada.
Rujukan
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/897/fakta-atau-hoaks-benarkah-ahli-virus-cina-klaim-covid-19-hasil-persekongkolan-jahat
- https://www.foxnews.com/world/chinese-virologist-coronavirus-cover-up-flee-hong-kong-whistleblower
- https://video.foxnews.com/v/6170706702001#sp=show-clips
- https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200713131727-37-172222/china-sudah-lama-tahu-soal-infeksi-virus-corona-covid-19
- https://www.kompas.com/global/read/2020/07/13/112028270/pakar-virologi-ini-tuding-china-sengaja-menutupi-wabah-virus-corona?page=all
- https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4306046/cek-fakta-ahli-virus-china-sebut-covid-19-hasil-persekongkolan-jahat-benarkah
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/751/fakta-atau-hoaks-benarkah-peneliti-cina-ini-sebut-virus-corona-hanya-satu-dari-1-500-virus-yang-tersimpan-di-lab-wuhan
(GFD-2020-4394) [SALAH] Foto Anies Baswedan Berfoto bersama Tokoh ISIS Syekh Yusuf Al-Qaradhawi
Sumber: twitter.comTanggal publish: 20/07/2020
Berita
Akun Twitter @maiaindry20 mengomentari sebuah cuitan dengan mengunggah foto yang disertai tagar #DukungKetegasanPolri pada 19 Juli 2020. Unggahan tersebut telah mendapat respon sebanyak 13 suka, 13 retweet, dan 1 balasan.
Berikut kutipan narasinya:
“#DukungKetegasanPolri
Jejak digital gak perna berdusta..
Betapa mesranya mereka dg idiolog ISIS..apakah DKI mau dijadikan propinsi ISIS pertama di Indonesia.???
Bersama Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi di kediamannya di Doha, 15 Feb 2009.”
Berikut kutipan narasinya:
“#DukungKetegasanPolri
Jejak digital gak perna berdusta..
Betapa mesranya mereka dg idiolog ISIS..apakah DKI mau dijadikan propinsi ISIS pertama di Indonesia.???
Bersama Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi di kediamannya di Doha, 15 Feb 2009.”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan penelusuran yang pernah dilakukan Tim CekFakta Tempo, foto Anies Baswedan bersama Hidayat Nur Wahid dan Yusuf al-Qaradawi di atas telah beredar sejak 2017. Dengan menggunakan reverse image tools Yandex, dapat ditemukan jejak digital bahwa foto tersebut ramai dibagikan di Twitter dan forum Kaskus pada Februari-Maret 2017.
Namun, sejauh ini, belum ada bukti yang mendukung pernyataan bahwa Yusuf al-Qaradawi berafiliasi dengan ISIS. Dikutip dari laman Kumparan, Qaradawi adalah ahli ijtihad (tafsir) yang lahir di Kairo, Mesir, pada September 1926.
Dikutip dari portal media Inggris, Telegraph, Yusuf al-Qaradawi pernah mengecam deklarasi khilafah yang digaungkan pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, pada 2014. Saat itu, Baghdadi menyebut dirinya khalifah yang bernama Ibrahim.
Menurut Qaradawi, deklasari itu melanggar hukum syariah dan memiliki konsekuensi yang berbahaya bagi
kaum Sunni di Irak dan pemberontakan di Suriah. “Khalifah pun hanya dapat diberikan oleh seluruh kaum muslim, bukan oleh satu kelompok,” kata Qaradawi.
Dikutip dari Turnbackhoax.id yang pernah memeriksa fakta foto yang sama pada 2017, Yusuf al-Qaradawi bukan pentolan atau pendiri ISIS. Bahkan, beberapa pernyataannya mengkritisi sepak terjang ISIS. Qaradawi merupakan aktivis Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Dalam beberapa kesempatan, Yusuf Al-Qaradawi pernah berkunjung ke Indonesia, yakni pada Januari 2007 dan Januari 2009. Kunjungan tersebut mempertemukannya dengan beberapa tokoh penting Indonesia, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta pimpinan MPR, Hidayat Nur Wahid dan Aksa Mahmud.
Namun, sejauh ini, belum ada bukti yang mendukung pernyataan bahwa Yusuf al-Qaradawi berafiliasi dengan ISIS. Dikutip dari laman Kumparan, Qaradawi adalah ahli ijtihad (tafsir) yang lahir di Kairo, Mesir, pada September 1926.
Dikutip dari portal media Inggris, Telegraph, Yusuf al-Qaradawi pernah mengecam deklarasi khilafah yang digaungkan pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, pada 2014. Saat itu, Baghdadi menyebut dirinya khalifah yang bernama Ibrahim.
Menurut Qaradawi, deklasari itu melanggar hukum syariah dan memiliki konsekuensi yang berbahaya bagi
kaum Sunni di Irak dan pemberontakan di Suriah. “Khalifah pun hanya dapat diberikan oleh seluruh kaum muslim, bukan oleh satu kelompok,” kata Qaradawi.
Dikutip dari Turnbackhoax.id yang pernah memeriksa fakta foto yang sama pada 2017, Yusuf al-Qaradawi bukan pentolan atau pendiri ISIS. Bahkan, beberapa pernyataannya mengkritisi sepak terjang ISIS. Qaradawi merupakan aktivis Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Dalam beberapa kesempatan, Yusuf Al-Qaradawi pernah berkunjung ke Indonesia, yakni pada Januari 2007 dan Januari 2009. Kunjungan tersebut mempertemukannya dengan beberapa tokoh penting Indonesia, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta pimpinan MPR, Hidayat Nur Wahid dan Aksa Mahmud.
Kesimpulan
Dengan demikian, foto yang diunggah oleh akun Twitter @maiaindry20 dapat masuk ke dalam kategori Konten yang Menyesatkan. Hal ini dikarenakan Yusuf al-Qaradawi, yang berfoto bersama Anies Baswedan dan Hidayat Nur Wahid bukan pimpinan ISIS, melainkan tokoh Ikhwanul Muslimin.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2020/07/20/salah-foto-anies-baswedan-berfoto-bersama-tokoh-isis-syekh-yusuf-al-qaradhawi/
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/513/fakta-atau-hoaks-benarkah-anies-baswedan-pernah-berfoto-dengan-pimpinan-isis
- https://turnbackhoax.id/2019/12/10/salah-ini-bukti-anis-bas-edan-anggota-isis-bersama-syekh-yusuf-al-qaradhawi-pimpinan-isis/
- https://turnbackhoax.id/2017/02/19/disinformasi-foto-bareng-anies-baswedan-dengan-ulama-petinggi-isis-yusuf-al-qaradhawi/
- https://kumparan.com/kumparannews/siapa-yusuf-al-qaradawi-yang-disebut-saudi-pendukung-teroris
- https://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/iraq/10948480/Islamic-State-leader-Abu-Bakr-al-Baghdadi-addresses-Muslims-in-Mosul.html
- https://www.liputan6.com/news/read/135553/syekh-yusuf-qardhawi-bertemu-sby
- https://tekno.kompas.com/read/2009/01/05/18541266/~Nasional
(GFD-2020-4393) [SALAH] Foto Ang Tjoen Min Anak Lim Seng Komandan Pasukan Pao An Thui
Sumber: facebook.comTanggal publish: 20/07/2020
Berita
Akun Facebook Raja Frank mengunggah sebuah foto dengan narasi mengenai identitas Ang Tjoen Ming yang diunggah pada 15 Juli 2020. Unggahan tersebut telah mendapat respon sebanyak 15 reaksi, 15 komentar, dan telah dibagikan sebanyak 8 kali.
Pada unggahan tersebut, disebutkan bahwa Ang Tjoen Ming merupakan anak dari Lim Seng, seorang dari komandan Pasukan Pao Ang Thui 1945 yang akun Facebook tersebut anggap sebagai pengkhianat NKRI dan juga merupakan ipar dari James Ryadi. Keduanya adalah pendiri, pembina, dan pemilik saham dari Brimob.
Berikut kutipan narasinya:
“Mantaap.
Bpk Ang Tjoeng Ming anak dari Lim Seng komandan Pasukan Pao Ang Thui 1945, pengkhianat NKRI pada penjajahan Belanda.
Sekaligus saudara ipar James Ryadi naga 9 Taipan. Mereka berdua pendiri, pembina, pemilik saham terbesar Club Demit 88 Polri ( Brimob ) reinkarmasi Pasukan Cakra 1965.”
Pada unggahan tersebut, disebutkan bahwa Ang Tjoen Ming merupakan anak dari Lim Seng, seorang dari komandan Pasukan Pao Ang Thui 1945 yang akun Facebook tersebut anggap sebagai pengkhianat NKRI dan juga merupakan ipar dari James Ryadi. Keduanya adalah pendiri, pembina, dan pemilik saham dari Brimob.
Berikut kutipan narasinya:
“Mantaap.
Bpk Ang Tjoeng Ming anak dari Lim Seng komandan Pasukan Pao Ang Thui 1945, pengkhianat NKRI pada penjajahan Belanda.
Sekaligus saudara ipar James Ryadi naga 9 Taipan. Mereka berdua pendiri, pembina, pemilik saham terbesar Club Demit 88 Polri ( Brimob ) reinkarmasi Pasukan Cakra 1965.”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, narasi yang disebutkan pada unggahan tersebut adalah salah. Ang Tjoen Min (Thahir) adalah anak dari Ang Boen Ing, seorang pembuat dan penyewa becak. Sedangkan James Riady adalah ipar dari Tahir yang merupakan mantan CEO Lippo Group.
Ang Boen Ing dan James Riady bukan merupakan pendiri dari Brimob (Brigade Mobil) seperti yang diklaim pada unggahan tersebut. Pendiri dari Brimob yang sebenarnya adalah Moehammad Jasin (Muhammad Yasin).
Sebagai tambahan, foto yang digunakan pada unggahan Facebook tersebut adalah foto Thahir saat dianugerahi gelar Warga Kehormatan Brimob oleh Korps Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI pada 12 November 2018. Tahir dianggap layak untuk menerima gelar tersebut karena kontribusi yang telah diberikannya kepada Brimob.
Isu mengenai Thahir sudah pernah diperiksa faktanya dengan isu Thahir menjadi pembina Brimob, seperti pada tahun Mei 2019 dengan judul [SALAH] Bos Mayapada Jadi Pembina Brimob dan TNI serta pada Juni 2020 dengan judul [SALAH] Thahir Pembina Brimob.
Ang Boen Ing dan James Riady bukan merupakan pendiri dari Brimob (Brigade Mobil) seperti yang diklaim pada unggahan tersebut. Pendiri dari Brimob yang sebenarnya adalah Moehammad Jasin (Muhammad Yasin).
Sebagai tambahan, foto yang digunakan pada unggahan Facebook tersebut adalah foto Thahir saat dianugerahi gelar Warga Kehormatan Brimob oleh Korps Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI pada 12 November 2018. Tahir dianggap layak untuk menerima gelar tersebut karena kontribusi yang telah diberikannya kepada Brimob.
Isu mengenai Thahir sudah pernah diperiksa faktanya dengan isu Thahir menjadi pembina Brimob, seperti pada tahun Mei 2019 dengan judul [SALAH] Bos Mayapada Jadi Pembina Brimob dan TNI serta pada Juni 2020 dengan judul [SALAH] Thahir Pembina Brimob.
Kesimpulan
Dengan demikian, foto dengan narasi yang diunggah oleh akun Facebook Raja Frank dapat masuk ke dalam Konten yang Salah atau False Context. Hal ini dikarenakan foto Thahir yang ditampilkan pada unggahan tersebut adalah foto asli dipadankan dengan narasi yang salah.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2020/07/20/salah-foto-ang-tjoen-min-anak-lim-seng-komandan-pasukan-pao-an-thui/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Tahir
- https://kumparan.com/profil-orang-sukses/profil-orang-sukses-putra-penyewa-becak-yang-kini-masuk-daftar-orang-terkaya-1t0KZCoI0J2/full
- https://id.wikipedia.org/wiki/James_Riady
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/271/fakta-atau-hoaks-benarkah-anggota-brimob-memanggul-9-orang-taipan-china-di-depan-mabes-polri
- https://tirto.id/moehammad-jasin-bapak-brimob-spesialis-menumpas-separatisme-cJQo
- https://turnbackhoax.id/2019/05/29/salah-bos-mayapada-jadi-pembina-brimob-dan-tni/
- https://turnbackhoax.id/2020/06/29/salah-thahir-pembina-brimob/
(GFD-2020-4392) [SALAH] “DAHSYATNYA FITNAH CORONA, ketakutan para elit global akan kebangkitan umat Islam”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 20/07/2020
Berita
Beredar narasi yang intinya mengklaim bahwa Covid-19 hanyalah fitnah yang digunakan untuk menghambat kebangkitan umat Islam. Salah satunya diunggah oleh akun Bee (fb.com/100032825676164). Narasi itu berjudul “Dahsyatnya Fitnah Corona”.
Tulisan tersebut berisi 12 poin. Dalam salah satu poin, disebutkan bahwa virus Corona jenis baru itu merupakan bentuk ketakutan para elite global akan kebangkitan umat Islam yang sudah di depan mata. Akun tersebut juga menulis klaim bahwa, dalam menangani Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikendalikan oleh Amerika Serikat dan Yahudi.
Tulisan tersebut berisi 12 poin. Dalam salah satu poin, disebutkan bahwa virus Corona jenis baru itu merupakan bentuk ketakutan para elite global akan kebangkitan umat Islam yang sudah di depan mata. Akun tersebut juga menulis klaim bahwa, dalam menangani Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikendalikan oleh Amerika Serikat dan Yahudi.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, klaim bahwa Covid-19 hanyalah fitnah yang digunakan untuk menghambat kebangkitan umat Islam adalah klaim yang keliru.
Data menunjukkan bahwa 10 negara dengan kasus Covid-19 tertinggi saat ini adalah negara-negara yang populasi muslimnya minoritas. Selain itu, saat ini Amerika Serikat sedang berkonflik dengan WHO, di mana mereka telah menghentikan pendanaan sejak April 2020 dan mengumumkan akan keluar dari keanggotaan WHO.
Berikut penjelasan lengkapnya, seperti yang dilansir dari situs cekfakta.tempo.co;
Klaim 1: Covid-19 sifatnya self limited desease. Artinya, manusia bisa sembuh sendiri dengan antibodi yang dimilikinya. Bagi yang punya penyakit berat memang rentan, namun tidak selamanya membawa kematian.
Fakta:
Virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV2, hingga 16 Juli 2020, telah menginfeksi lebih dari 13 juta orang di seluruh dunia, dengan sekitar 586 ribu di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia, kasus positif Covid-19 telah mencapai 80.094 kasus dengan 3.797 kematian. Covid-19 menginfeksi semua umur, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.
Dalam kasus Covid-19, tidak semua pasien bisa memulihkan dirinya sendiri dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Tingkat rawat inap pasien Covid-19 di AS pada Maret 2020 misalnya, mencapai 4,6 per 100 ribu populasi serta 89,3 persen pasien yang dirawat memiliki penyakit penyerta. Di Indonesia, tingkat hunian hunian rumah sakit yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19 mencapai 60 persen.
Selain itu, bukan hanya mereka yang punya penyakit berat (penyakit penyerta) yang rentan terhadap Covid-19, melainkan juga anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, per 18 Mei 2020, setidaknya 3.324 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan 129 anak berstatus PDP meninggal dunia, sementara jumlah anak yang positif Covid-19 mencapai 584 anak.
Dengan demikian, klaim pertama di atas tidak sepenuhnya benar.
=================
Klaim 2: Banyak tenaga medis yang meninggal karena kecapekan. Bukankah ini (kelelahan) juga yang disinyalir menjadi penyebab kematian 600 petugas KPPS saat Pilpres 2019?
Fakta:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat, hingga Juli 2020, sebanyak 61 dokter meninggal dunia karena Covid-19. Di Jawa Timur, angka kematian dokter dan tenaga medis akibat Covid-19 berada di atas 10 persen. IDI menjelaskan setidaknya ada delapan faktor yang menyebabkan tingginya kasus kematian pada tenaga medis, yakni minimnya alat pelindung diri (APD) di fasilitas kesehatan; lemahnya skrining pasien, termasuk skrining untuk petugas; belum dibuatnya alur layanan yang berbeda untuk pasien Covid-19 dan non-Covid-19; lemahnya deteksi/isolasi/terapi kasus; adanya faktor risiko dan kerentanan seperti usia, penyakit, dan komorbid lainnya; adanya riwayat kontak dengan pasien Covid-19 maupun pasien umum yang tanpa gejala; terlambatnya tes dan lamanya hasil tes; serta terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan dan rumah sakit rujukan Covid-19.
=================
Klaim 3: WHO adalah badan kesehatan di bawah PBB yang dikendalikan oleh AS dan dikuasai Yahudi Israel.
Fakta:
WHO didirikan pada 7 April 1948 dan menjadi organisasi independen di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). WHO berkantor pusat di Jenewa, Swiss, dan kini memiliki 150 negara anggota. AS merupakan salah satu anggota dan pendonor tetap WHO, tapi bukan satu-satunya. Pendonor WHO berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari negara anggota, organisasi internasional, sektor swasta, dan sumber lainnya. Pendonor utama WHO selain AS adalah PBB, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, Bill Gates Foundation, GAVI Alliance, National Philanthropic Trust Inggris, Bloomberg dan, Komisi Uni Eropa.
Namun, di tengah pandemi Covid-19, Presiden AS Donald Trump berkonflik dengan WHO yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan dengan Cina terkait pandemi Covid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, Cina, pada akhir 2019. Trump telah menghentikan pendanaan AS terhadap WHO sejak April 2020. Trump pun menyatakan bahwa AS akan keluar dari WHO pada 2021, mengakhiri keanggotaannya selama 70 tahun. Namun, AS harus melalui masa tenggang satu tahun sebelum resmi keluar dari WHO dan membayar seluruh iuran yang telah disepakati dalam resolusi bersama Kongres AS pada 1948. Saat ini, AS berutang lebih dari 200 juta dolar AS kepada WHO.
Dengan demikian, klaim bahwa keputusan WHO terkait pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh AS tidak benar.
=================
Klaim 4: Covid-19 adalah bentuk ketakutan elite global akan kebangkitan umat Islam.
Fakta:
Tidak ada bukti bahwa virus Corona penyebab Covid-19 sengaja diciptakan, termasuk dengan tujuan untuk menghambat bangkitnya umat Islam. Menurut artikel Nature pada 17 Maret 2020, penelitian terhadap struktur genetik SARS-CoV-2 menunjukkan bahwa virus itu bukanlah manipulasi laboratorium. Para ilmuwan memiliki dua penjelasan tentang asal usul virus tersebut, yakni seleksi alam pada inang hewan atau seleksi alam pada manusia setelah virus melompat dari hewan.
Faktanya lainnya, sepuluh negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia adalah negara-negara yang populasi umat Islamnya lebih kecil ketimbang umat agama lain.
Selain itu, Covid-19 bukan satu-satunya pandemi mematikan. Jurnal Science mencatat setidaknya ada 20 epidemi dan pandemi mematikan dalam sejarah manusia sejak abad prasejarah hingga masa sekarang, seperti Zika (2015), Ebola (2014), dan flu burung (2009).
Dengan demikian, klaim bahwa virus penyebab Covid-19 sengaja diciptakan dengan tujuan menghambat bangkitnya umat Islam keliru.
=================
Klaim 5: Parlemen Italia telah membongkar data ribuan orang yang meninggal karena Covid-19 adalah fiktif.
Fakta:
Tidak ada pemberitaan yang menyebutkan informasi tersebut. Pada 24 April 2020, memang beredar klaim di media sosial yang mengutip pernyataan politikus Italia bahwa terdapat sekitar 25 ribu orang yang tidak meninggal karena Covid-19, dan 96,3 persen dari mereka yang meninggal disebabkan oleh penyakit lain. Menurut klaim itu, data tersebut berasal dari Higher Institute of Health.
Berdasarkan pemeriksaan fakta Full Fact, klaim tersebut keliru. Laporan sebenarnya yang dirilis oleh Higher Institute of Health pada 20 April 2020 tidak menampilkan proporsi kematian akibat Covid-19. Laporan tersebut menyebut bahwa 96,3% persen pasien positif Covid-19 yang meninggal memiliki penyakit penyerta (komorbid) dan 3,7 persen tanpa komorbiditas. Artinya, Covid-19 menyebabkan kematian pada mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta dan mempercepat kematian pada pasien dengan komorbid.
Hingga 16 Juli 2020, Italia mencatatkan kasus kematian akibat Covid-19 sebanyak 34.997 orang. Kematian ini menimpa mereka yang sudah didiagnosa positif Covid-19.
=================
Klaim 6: TBC lebih berbahaya dibanding Covid-19 karena menyebabkan kematian terhadap 300 orang setiap harinya.
Fakta:
WHO memang pernah mengumumkan bahwa jumlah pasien TBC yang meninggal di Indonesia mencapai 300 orang setiap harinya. Namun, WHO menegaskan tingkat kematian akibat Covid-19 tidak bisa diketahui secara pasti karena berbagai faktor. Beberapa laporan memperkirakan tingkat kematian Covid-19 berkisar antara 1,5-20 persen, di mana 20 persen merupakan perkiraan tertinggi yang terjadi di pusat wabah, yakni di Wuhan. Adapun tingkat kematian TBC yang tidak diobati lebih tinggi, yakni 45 persen.
Sedangkan dari sisi penularan penyakit yang ditunjukkan dengan nomor reproduksi kasus, (R0) nilai, infeksi SARS-CoV-2 bernilai (R0) 2,2. Ini berarti setiap orang dengan Covid-19 dapat menularkan infeksi ke 2,2 individu lainnya. Sedangkan nilai R0 untuk TBC di negara dengan jumlah kasus yang rendah berada di bawah 1. Selama ini, tidak pernah pula terjadi wabah TBC. Namun, di negara-negara tertentu yang pernah mencatatkan kasus TBC yang tinggi, nilai R0 untuk TB telah mencapai 4,3 (Cina, 2012) dan 3,55 (India Selatan, 2004-2006).
Akan tetapi, bedanya, TBC bisa dicegah dan dapat diobati dengan rata-rata keberhasilan di tingkat global mencapai 85 persen pada 2018. Pencegahan TBC salah satunya melalui pemberian vaksin BCG pada anak-anak. Sed
Data menunjukkan bahwa 10 negara dengan kasus Covid-19 tertinggi saat ini adalah negara-negara yang populasi muslimnya minoritas. Selain itu, saat ini Amerika Serikat sedang berkonflik dengan WHO, di mana mereka telah menghentikan pendanaan sejak April 2020 dan mengumumkan akan keluar dari keanggotaan WHO.
Berikut penjelasan lengkapnya, seperti yang dilansir dari situs cekfakta.tempo.co;
Klaim 1: Covid-19 sifatnya self limited desease. Artinya, manusia bisa sembuh sendiri dengan antibodi yang dimilikinya. Bagi yang punya penyakit berat memang rentan, namun tidak selamanya membawa kematian.
Fakta:
Virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV2, hingga 16 Juli 2020, telah menginfeksi lebih dari 13 juta orang di seluruh dunia, dengan sekitar 586 ribu di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia, kasus positif Covid-19 telah mencapai 80.094 kasus dengan 3.797 kematian. Covid-19 menginfeksi semua umur, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.
Dalam kasus Covid-19, tidak semua pasien bisa memulihkan dirinya sendiri dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Tingkat rawat inap pasien Covid-19 di AS pada Maret 2020 misalnya, mencapai 4,6 per 100 ribu populasi serta 89,3 persen pasien yang dirawat memiliki penyakit penyerta. Di Indonesia, tingkat hunian hunian rumah sakit yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19 mencapai 60 persen.
Selain itu, bukan hanya mereka yang punya penyakit berat (penyakit penyerta) yang rentan terhadap Covid-19, melainkan juga anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, per 18 Mei 2020, setidaknya 3.324 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan 129 anak berstatus PDP meninggal dunia, sementara jumlah anak yang positif Covid-19 mencapai 584 anak.
Dengan demikian, klaim pertama di atas tidak sepenuhnya benar.
=================
Klaim 2: Banyak tenaga medis yang meninggal karena kecapekan. Bukankah ini (kelelahan) juga yang disinyalir menjadi penyebab kematian 600 petugas KPPS saat Pilpres 2019?
Fakta:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat, hingga Juli 2020, sebanyak 61 dokter meninggal dunia karena Covid-19. Di Jawa Timur, angka kematian dokter dan tenaga medis akibat Covid-19 berada di atas 10 persen. IDI menjelaskan setidaknya ada delapan faktor yang menyebabkan tingginya kasus kematian pada tenaga medis, yakni minimnya alat pelindung diri (APD) di fasilitas kesehatan; lemahnya skrining pasien, termasuk skrining untuk petugas; belum dibuatnya alur layanan yang berbeda untuk pasien Covid-19 dan non-Covid-19; lemahnya deteksi/isolasi/terapi kasus; adanya faktor risiko dan kerentanan seperti usia, penyakit, dan komorbid lainnya; adanya riwayat kontak dengan pasien Covid-19 maupun pasien umum yang tanpa gejala; terlambatnya tes dan lamanya hasil tes; serta terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan dan rumah sakit rujukan Covid-19.
=================
Klaim 3: WHO adalah badan kesehatan di bawah PBB yang dikendalikan oleh AS dan dikuasai Yahudi Israel.
Fakta:
WHO didirikan pada 7 April 1948 dan menjadi organisasi independen di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). WHO berkantor pusat di Jenewa, Swiss, dan kini memiliki 150 negara anggota. AS merupakan salah satu anggota dan pendonor tetap WHO, tapi bukan satu-satunya. Pendonor WHO berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari negara anggota, organisasi internasional, sektor swasta, dan sumber lainnya. Pendonor utama WHO selain AS adalah PBB, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, Bill Gates Foundation, GAVI Alliance, National Philanthropic Trust Inggris, Bloomberg dan, Komisi Uni Eropa.
Namun, di tengah pandemi Covid-19, Presiden AS Donald Trump berkonflik dengan WHO yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan dengan Cina terkait pandemi Covid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, Cina, pada akhir 2019. Trump telah menghentikan pendanaan AS terhadap WHO sejak April 2020. Trump pun menyatakan bahwa AS akan keluar dari WHO pada 2021, mengakhiri keanggotaannya selama 70 tahun. Namun, AS harus melalui masa tenggang satu tahun sebelum resmi keluar dari WHO dan membayar seluruh iuran yang telah disepakati dalam resolusi bersama Kongres AS pada 1948. Saat ini, AS berutang lebih dari 200 juta dolar AS kepada WHO.
Dengan demikian, klaim bahwa keputusan WHO terkait pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh AS tidak benar.
=================
Klaim 4: Covid-19 adalah bentuk ketakutan elite global akan kebangkitan umat Islam.
Fakta:
Tidak ada bukti bahwa virus Corona penyebab Covid-19 sengaja diciptakan, termasuk dengan tujuan untuk menghambat bangkitnya umat Islam. Menurut artikel Nature pada 17 Maret 2020, penelitian terhadap struktur genetik SARS-CoV-2 menunjukkan bahwa virus itu bukanlah manipulasi laboratorium. Para ilmuwan memiliki dua penjelasan tentang asal usul virus tersebut, yakni seleksi alam pada inang hewan atau seleksi alam pada manusia setelah virus melompat dari hewan.
Faktanya lainnya, sepuluh negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia adalah negara-negara yang populasi umat Islamnya lebih kecil ketimbang umat agama lain.
Selain itu, Covid-19 bukan satu-satunya pandemi mematikan. Jurnal Science mencatat setidaknya ada 20 epidemi dan pandemi mematikan dalam sejarah manusia sejak abad prasejarah hingga masa sekarang, seperti Zika (2015), Ebola (2014), dan flu burung (2009).
Dengan demikian, klaim bahwa virus penyebab Covid-19 sengaja diciptakan dengan tujuan menghambat bangkitnya umat Islam keliru.
=================
Klaim 5: Parlemen Italia telah membongkar data ribuan orang yang meninggal karena Covid-19 adalah fiktif.
Fakta:
Tidak ada pemberitaan yang menyebutkan informasi tersebut. Pada 24 April 2020, memang beredar klaim di media sosial yang mengutip pernyataan politikus Italia bahwa terdapat sekitar 25 ribu orang yang tidak meninggal karena Covid-19, dan 96,3 persen dari mereka yang meninggal disebabkan oleh penyakit lain. Menurut klaim itu, data tersebut berasal dari Higher Institute of Health.
Berdasarkan pemeriksaan fakta Full Fact, klaim tersebut keliru. Laporan sebenarnya yang dirilis oleh Higher Institute of Health pada 20 April 2020 tidak menampilkan proporsi kematian akibat Covid-19. Laporan tersebut menyebut bahwa 96,3% persen pasien positif Covid-19 yang meninggal memiliki penyakit penyerta (komorbid) dan 3,7 persen tanpa komorbiditas. Artinya, Covid-19 menyebabkan kematian pada mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta dan mempercepat kematian pada pasien dengan komorbid.
Hingga 16 Juli 2020, Italia mencatatkan kasus kematian akibat Covid-19 sebanyak 34.997 orang. Kematian ini menimpa mereka yang sudah didiagnosa positif Covid-19.
=================
Klaim 6: TBC lebih berbahaya dibanding Covid-19 karena menyebabkan kematian terhadap 300 orang setiap harinya.
Fakta:
WHO memang pernah mengumumkan bahwa jumlah pasien TBC yang meninggal di Indonesia mencapai 300 orang setiap harinya. Namun, WHO menegaskan tingkat kematian akibat Covid-19 tidak bisa diketahui secara pasti karena berbagai faktor. Beberapa laporan memperkirakan tingkat kematian Covid-19 berkisar antara 1,5-20 persen, di mana 20 persen merupakan perkiraan tertinggi yang terjadi di pusat wabah, yakni di Wuhan. Adapun tingkat kematian TBC yang tidak diobati lebih tinggi, yakni 45 persen.
Sedangkan dari sisi penularan penyakit yang ditunjukkan dengan nomor reproduksi kasus, (R0) nilai, infeksi SARS-CoV-2 bernilai (R0) 2,2. Ini berarti setiap orang dengan Covid-19 dapat menularkan infeksi ke 2,2 individu lainnya. Sedangkan nilai R0 untuk TBC di negara dengan jumlah kasus yang rendah berada di bawah 1. Selama ini, tidak pernah pula terjadi wabah TBC. Namun, di negara-negara tertentu yang pernah mencatatkan kasus TBC yang tinggi, nilai R0 untuk TB telah mencapai 4,3 (Cina, 2012) dan 3,55 (India Selatan, 2004-2006).
Akan tetapi, bedanya, TBC bisa dicegah dan dapat diobati dengan rata-rata keberhasilan di tingkat global mencapai 85 persen pada 2018. Pencegahan TBC salah satunya melalui pemberian vaksin BCG pada anak-anak. Sed
Kesimpulan
Data menunjukkan bahwa 10 negara dengan kasus Covid-19 tertinggi saat ini adalah negara-negara yang populasi muslimnya minoritas. Selain itu, saat ini Amerika Serikat sedang berkonflik dengan WHO, di mana mereka telah menghentikan pendanaan sejak April 2020 dan mengumumkan akan keluar dari keanggotaan WHO.
Rujukan
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/888/fakta-atau-hoaks-benarkah-covid-19-diciptakan-untuk-hambat-kebangkitan-umat-islam
- https://www.medcom.id/telusur/cek-fakta/4bamd1Zb-cek-fakta-covid-19-diciptakan-untuk-hambat-kebangkitan-umat-islam-cek-fa
- https://www.worldometers.info/coronavirus/
- https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/69/wr/mm6915e3.htm
- https://nasional.kompas.com/read/2020/07/01/06103131/update-56385-kasus-covid-19-di-indonesia-tingkat-hunian-rs-60-persen?page=all
- https://www.tempo.co/abc/5652/mengapa-angka-kematian-anak-akibat-virus-corona-di-indonesia-tinggi
- https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/13/172000765/14-dokter-meninggal-dalam-sepekan-kenapa-banyak-nakes-terinfeksi-covid-19-?page=all
- https://regional.kontan.co.id/news/kenapa-banyak-dokter-perawat-corona-di-jawa-timur-meninggal-dunia-ini-analisa-idi
- https://www.who.int/westernpacific/about/partnerships/donors
- https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5f0528d990e6c/pbb-umumkan-amerika-serikat-resmi-keluar-dari-who-6-juli-2021
- https://www.livescience.com/worst-epidemics-and-pandemics-in-history.html
- https://fullfact.org/health/sgarbi-coronavirus/
- https://www.euronews.com/2020/07/17/covid-19-coronavirus-breakdown-of-deaths-and-infections-worldwide
- https://www.who.int/news-room/q-a-detail/tuberculosis-and-the-covid-19-pandemic
- https://gaya.tempo.co/read/1342866/hoaks-masker-sebabkan-kekurangan-oksigen-cek-faktanya
Halaman: 4992/5544