• (GFD-2019-1071) [SALAH] Tugu KB Ditutup Terpal Karena 2 Jari

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 20/01/2019

    Berita

    Sebuah Tugu Keluarga Berencana ( KB) dengan lambang dua jari menjadi pembicaraan warganet. Tugu yang terletak di Jalan Raya Bantul, Km 5, Dusun Glondong, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta sempat ditutup terpal. Warganet beranggapan jika hal itu berkaitan dengan kontestasi politik dewasa ini. Akan tetapi, ternyata tugu ditutup karena takut rusak sebab baru saja dibangun. Foto tugu yang ditutup itu diunggah ke media sosial oleh pemilik akun Ji’ih.

    Dalam unggahan tiga foto ke media sosial tersebut, pemilik akun menambahkan tulisan, “Simbol KB 2JARI di daerah Bantul projotamansari dipaksa tutup terpal. Setdaah…udeh kronis amat ame 2JARI, tuh patung kaga salah ape2 lo blongsongi pake terpal kaya buah nangka. Paraah coyy…”. Unggahan itu juga diikuti emoticon tertawa.

    Hasil Cek Fakta

    Dari penelusuran, Tugu KB berada di pintu masuk dusun. Salah satu warga yang berada di belakang tugu, Hascaryo mengatakan, apa yang diunggah oleh warganet ke media sosial sama sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada.
    Warga yang rumahnya berada di sisi barat Tugu Keluarga Berencana ini pun menceritakan awal mula pembangunan Tugu Keluarga Berencana yang kemudian viral di media sosial.
    “Yang menutup pak dukuh, awalnya karena masih baru dibangun dan kondisi cuaca waktu itu hujan ditutup menggunakan terpal, tetapi yang membuka saya tidak mengetahui,”katanya Selasa (15/1/2019)
    “Penutupan Tugu KB itu tidak ada hubungannya dengan masalah politik, hanya untuk keamanan Tugu KB agar cepat kering. Beberapa hari lalu, KPU juga datang ke sini menanyakan hal sama. Saya jawab begitu, akhirnya mereka paham,” ucapnya.

    Kepada Dusun Glondong Yanto Eko Cahyono belum bisa dikonfirmasi. Ketika dicari di kediamannya, Yanto tak berada di rumah. Namun, istri Yanto Eko Cahyono, Tutik, menceritakan hal yang tak jauh berbeda.
    Awalnya, Tugu Keluarga Berencana berada di sisi selatan atau jalan alternatif masuk Kampung Glondong. Namun, dibatalkan dan dipindahkan ke jalan utama masuk dusun. Di lokasi itu juga ada gapura selamat datang ke Dusun Glondong.
    “Tidak ada kaitannya dengan politik, karena waktu itu sudah malam juga selesainya,” katanya.

    Rujukan

  • (GFD-2019-1070) Kades di Jatim Dipenjara karena Menyatakan Dukungan pada Prabowo?

    Sumber: Debat Pilpres Live 17 Januari 2019
    Tanggal publish: 17/01/2019

    Berita

    Dalam salah satu sesi Debat Pilpres 2019, Kamis (17/1) malam, Capres Prabowo Subianto mengeluhkan soal aparat hukum yang dinilainya berat sebelah. Prabowo pun mengungkapkan contoh soal seorang kepada desa di Jawa Timur yang harus menjalani hukuman pidana.

    "Sebagai contoh kalau ada kepala daerah, gubernur-gubernur yang mendukung paslon 01 itu, menyatakan dukungan tidak apa-apa. Tapi ada kepala desa Jawa Timur menyatakan dukungan kepada kami, sekarang ditahan Pak, ditangkep. Jadi saya kira, ini juga suatu perlakuan tidak adil ya, juga menurut saya pelanggaran HAM karena menyatakan pendapat itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar Pak," kata Prabowo dalam sesi debat tersebut.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan penelusuran, Kades Sampangagung, Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jatim, bernama Suhartono, akhirnya dijebloskan ke Lapas Klas IIB. Suhartono memang benar pendukung pasangan Prabowo – Sandiaga.

    Namun, Suhartono dijebloskan ke penjara bukan karena pernyataan dukungannya kepada Prabowo - Sandiaga.

    Ia dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim PN Mojokerto, karena terbukti melakukan tindak pidana Pemilu dengan terlibat aktif melakukan kampanye berupa acara penyambutan Cawapres Sandiaga Uno ke daerahnya.

    Acara penyambutan Sandiaga ini, sebagaimana diberitakan sejumlah media, termasuk di antaranya Detik.com, diawali dengan rapat di rumah Suhartono, Jumat (19/10). Rapat ini melibatkan terdakwa, istrinya, Ketua Karang Taruna Desa Sampangagung Sunardi dan sejumlah warga lainnya.

    Esoknya setelah pertemuan, Sunardi memesan spanduk dan banner bertuliskan ucapan selamat datang dan dukungan untuk Sandiaga, juga memesan musik patrol untuk meramaikan. Suhartono sendiri mendikte istrinya untuk mengirim pesan di grup WhatsApp PKK Desa Sampangagung, berisi ajakan untuk hadir di acara penyambutan Sandiaga, sekaligus menjanjikan uang saku Rp 20 ribu bagi setiap ibu-ibu yang hadir.

    Minggu (21/10) sekitar pukul 16.00 WIB, sekitar 200 orang yang digalang Suhartono menghadang rombongan Sandiaga di Jalan Raya Pacet, Desa Sampangagung. Saat itu Cawapres nomor urut 02 tersebut datang dalam rangka berkampanye di wisata air panas Padusan, Pacet, Mojokerto.

    Suhartono sendiri juga aktif di acara penyambutan Sandiaga itu. Memakai kemeja putih bertuliskan Sapa Prabowo, dia lantas sempat mendekati Sandiaga untuk berfoto sembari mengacungkan dua jari.

    Belakangan, Suhartono juga mengakui menghabiskan Rp 20 juta untuk menggelar acara penyambutan Sandiaga. Uang itu antara lain dibagikan kepada ibu-ibu yang datang sesuai undangan, dengan nilai Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, hingga Rp 100 ribu per orang.

    Dari konteks peraturan perundangan, dalam Pasal 1 angka 3 huruf B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan: kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.

    Pelanggaran terhadap hal ini bisa berujung pada sanksi administratif. Namun, ada juga sanksi pidana yang bisa diberlakukan, khususnya jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi:

    "Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)."

    Adapun vonis (amar putusan) dari hakim PN Mojokerto pada 13 Desember 2018, antara lain berbunyi:

    1. Menyatakan Terdakwa Suhartono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "dengan sengaja melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye";

    2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Suhartono, dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan denda sebesar Rp 6.000.000 (enam juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana Kurungan selama 1 (satu) bulan.

    Suhartono sendiri melalui kuasa hukumnya langsung menyatakan banding seusai pembacaan vonis tersebut. Namun selang beberapa hari kemudian, Suhartono justru mencabut permohonan banding tersebut dan akhirnya memutuskan menjalani hukuman yang dijatuhkan.

    Kesimpulan

    Prabowo benar bahwa ada kepala desa pendukungnya di Jatim yang diproses hukum dan dipenjara. Namun, Prabowo salah bahwa kades itu dipenjara karena pernyataan dukungannya, melainkan karena menyelewengkan wewenang sebagai aparat desa, atau sebagaimana amar putusan hakim "dengan sengaja melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye". Oleh karenanya, klaim Prabowo dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai misinformasi.

    Rujukan

  • (GFD-2019-1068) Jokowi Sebut Enam Caleg Eks Koruptor dari Gerindra

    Sumber: Debat Capres
    Tanggal publish: 17/01/2019

    Berita

    Dalam debat Pilpres 2019, Paslon No 01 duet Jokowi-Ma’ruf Amin dalam sesi pertanyaan ke Paslon 02, duet Prabowo-Sandi, mempertanyakan soal jumlah caleg eks koruptor dari Partai Gerindra.

    Jokowi mengutip daftar caleg eks koruptor yang dikumpulkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Versi ICW, ada 40 caleg mantan napi korupsi yang berlaga di kontestasi Pemilu 2019. Enam di antarannya dari Gerindra.

    Hasil Cek Fakta

    ICW mengungkapkan ada enam caleg dari Gerindra yang pernah menjadi napi kasus tipikor. Yakni, Mohamad Taufik (dapil DKI 3), Herry Jones Kere (dapil Sulut), Husen Kausaha (dapil Malut), Al Hajar Syahyan (dapil Tanggamus), Ferizal (dapil Belitung Timur), dan Mirhammuddin (dapil Belitung Timur).

    Data yang disebar lewat Twitter dicuitkan pada 5 Januari 2019 lalu. "40 caleg MANTAN NAPI KORUPSI yang sedang berlaga mendapatkan bangku wakil rakyat. Catat ya tweeps! #koruptorkoknyaleg," cuit akun resmi ICW (@antikorupsi)

    Kesimpulan

    Data yang disampaikan ICW diungkapkan ke publik lewat akun @antikorupsi. Data ICW inilah yang dikutip oleh Jokowi untuk menanyakan perihal pemberantasan kasus korupsi kepada Prabowo Subianto yang juga Ketum Partai Gerindra. (*)

    Rujukan

  • (GFD-2019-1067) Malaysia Lebih Luas dari Jawa Tengah

    Sumber: Debat Capres
    Tanggal publish: 17/01/2019

    Berita

    Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto menyebut wilayah Jawa Tengah lebih luas dari Malaysia saat sesi debat Pilpres perdana di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, tadi.

    Awalnya, Prabowo berbicara soal kesejahteraan gubernur di Indonesia yang tidak sebanding dengan luas wilayah yang dipimpinnya.

    "Sebagai contoh, bagaimana bisa seorang gubernur gajinya hanya Rp 8 juta? Kemudian dia mengelola provinsi umpamanya Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia dengan APBD yang begitu besar," kata Prabowo, Kamis (17/1/2019).

    Hasil Cek Fakta

    Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, bahwa luas wilayah Jawa Tengah seluas 32.544,12 kilometer persegi, dengan wilayah paling luas adalah Cilacap sebesar 2.138,51 kilometer persegi dan terkecil Magelang seluas 18,12 kilometer persegi.

    Sementara, dilansir dari Britanica, Malaysia terdiri dari dua wilayah, yaitu Semenanjung Malaysia atau Malaysia Barat dan Malaysia Timur, yang berada di Pulau Kalimantan. Luas Malaysia seluruhnya adalah 330.323 km persegi.

    Adapun data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, tercatat luas wilayah Malaysia, yaitu 329.847 kilometer persegi yang terdiri dari luas daratan 328.657 kilometer persegi dan lautan 1.190 kilometer persegi.

    Kesimpulan

    Berdasarkan data di atas, maka pernyataan Prabowo Subianto soal wilayah Jawa Tengah lebih luas dari Malaysia pada saat sesi debat Pilpres 2019, yang mengusung tema hukum, HAM, korupsi dan terorisme TIDAK BENAR. (*)

    Rujukan