• (GFD-2019-1836) Terjadi Pembacokan dan Penembakan di TPS Sampang

    Sumber: Kabarmadura.com
    Tanggal publish: 17/04/2019

    Berita

    Beredar info yang menyebut telah terjadi pembacokan dan penembakan di tps sampang. Diduga berebut mandat saksi, bentrok dua massa asal Kecamatan Ketapang dan Banyuates terjadi. Kabar ini ditulis di akun komunitas kabar madura dan satu akun bernama Wahyu Bejo Nasrullah yang menshare tulisan bersumber dari inilahkoran.com pada Rabu (17/4/2019)


    Keyword : "Keributan sampang Punya beritanya maksudbya/kronologisnya"

    Hasil Cek Fakta

    Kasus ini ditulis setidaknya oleh tiga media: inilahkoran.com, beritajatim.com, dan koranmadura.com. Secara garis besar, ketiganya menyebutkan ada bentrok dua massa asal Kecamatan Ketapang dan Banyuates. Bentrok massa melibatkan senjata tajam dan penembakan yang dilakukan sipil.

    “Karena saya tidak di lokasi, belum bisa berkomentar tentang kronologisnya, ini saya menuju lokasi, tapi saya kirim nomor Petugas Pengawas Lapangan (PPL),” terang, Sidik, Panwascam Kecamatan Banyuates, Sampang, seperti dilansir dari Beritajatim.com, Rabu (17/4/2019).

    Humas Polres Sampang, Ipda Puji Eko Waluyo, juga baru bisa melalui sambungan telepon. Dia menjelaskan perlu melakukan kroscek ke lapangan untuk detail kejadian. “Saya masih di Torjun dan saya akan krocek,” tandasnya.

    Koranmadura.com, dalam artikelnya menjelaskan lebih detail berdasarkan wawancara dari Petugas Pengawas Lapangan Desa Tapaan, Abdus Safik. Dijelaskan insiden itu terjadi diduga karena ada perebutan mandat saksi. Sementara insiden penembakan dilakukan warga sipil.

    Kesimpulan

    Baik Beritajatim.comm atau koranmadura.com adalah dua situs berita yang terpercaya. Kabar bentrok massa dan berujung pada pembacokan dan penembakan benar adanya. Diduga karena perebutan mandat saksi.

    Rujukan

  • (GFD-2019-1835) Surat Suara Tertukar Di Kembangarum, Semarang Barat

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 17/04/2019

    Berita

    Pada hari pencoblosan di Semarang, sekitar pukul 10.00 beredar kabar adanya surat suara yang tertukar. Informasi tersebut beredar lewat layanan aplikasi obrolan Whatsapp.

    Di dalamnya disebutkan adanya masalah distribusi surat suara di beberapa TPS di Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat. Di mana seharusnya di sana didistribusikan surat suara untuk Caleg DPRD Kota Semarang Dapil 6, namun surat suara yang didistribusikan adalah untuk Dapil 5.

    Berikut kutipan narasinya:

    Info dari warga: beberapa TPS di Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat ada masalah distribusi surat suara. Yang seharusnya di sana caleg DPRD Kota untuk Dapil, tapi kertas suaranya Dapil 5.

    Cp: Yuli 081226925**

    Hasil Cek Fakta

    Berdasar hasil cek fakta yang dilakukan metrojateng.com, benar terjadi kesalahan distribusi surat suara tersebut. Sekitar pukul 11.00 diketahui, kesalahan distribusi surat suara terjadi pada 18 Temat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Kembangarum.

    Belasan TPS tersebut adalah TPS 13, TPS 20, TPS 22, TPS 28, TPS 30, TPS 32, TPS 35, TPS 36, TPS 37, TPS 38, TPS 39, TPS 40, TPS 42, TPS 43, TPS 44, TPS 47, TPS 48, TPS 52. Pada saat diketahui ada kesalahan penggunaan surat suara pada 18 TPS tersebut, proses pencoblosan belum dihentikan.

    “Saya menyesalkan pihak KPPS Kembangarum masih melanjutkan pemungutan suara. Ini antrean masih banyak. Sayang sekali kalau hak rakyat diambil seperti ini,” kata Yuli Kritando salah satu warga di Kembangarum kepada metrojateng.com.

    Tertukarnya suarat suara itu membuat para Calon Legislatif (Caleg) daerah pemilihan tersebut mendatangi Kantor Kelurahan Kembangarum. Pantauan metrojateng.com, para Caleg yang tiba di Kelurahan Kembangarum, Semarang Barat lantas meminta pertanggungjawaban dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang. Mereka merasa dirugikan karena keteledoran pihak KPU.

    Saat metrojateng.com berada di Kelurahan Kembangarum Kecamatan Semarang Barat, petugas dari KPU Kota Semarang terlihat bergegas memasukkan surat suara ke dalam mobil. Tidak lama kemudian Ketua KPU Kota Semarang, Henry Casandra Gultom menyusul mobil yang membawa surat suara tersebut.

    Dimintai konfirmasi mengenai hal tersebut, Nanda, sapaan akrab Ketua KPU Kota Semarang meminta waktu kepada pewarta sebelum berkomentar banyak mengenai kejadian tersebut. “Kami minta waktu agar dibereskan terlebih dahulu,” katanya singkat, Rabu (17/4/2019).

    Dia juga belum bisa memastikan berapa TPS yang surat suaranya tertukar karena masih dikoordinasikan. Namun Nanda menjamin, hak pilih masyarakat tetap aman karena menurut regulasi, pendaftaran pencoblosan bisa dilakukan sebelum pukul 13.00.

    Hingga berita ini dibuat, pihak KPU Kota Semarang masih meminta waktu untuk mendistribusikan kembali surat suara yang tertukar ke TPS yang tepat.

    Rujukan

  • (GFD-2019-1834) Beredar Foto Kotak Suara Kayu di Pemilu 1955

    Sumber:
    Tanggal publish: 17/04/2019

    Berita

    Beredar sebuah foto hitam putih yang memperlihatkan proses kegiatan pemungutan surat suara di indonesia pada masa lampau.

    Hasil Cek Fakta

    Foto-foto tentang situasi pemungutan suara pada Pemilu 1955 beredar di media sosial. Dalam foto itu tampak terlihat pemilih yang tengah memasukan kertas suara ke dalam kotak suara.

    Antrean pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) juga terlihat dalam foto tersebut. Foto situasi pemungutan suara ini diunggah oleh akun twitter @MegaSimarmata pada 15 April 2019 lalu.

    "Ini foto Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955. Kotak suaranya kayu.

    Lalu 74 tahun kemudian....

    Pemilu 2019, kotak suara kita dari kardus "kedap air" abal abal

    #17AprilTusukPrabowoSandi," tulis @MegaSimarmata.

    Benarkah gambar yang diunggah @MegaSimarmata merupakan foto situasi Pemilu 1955?

    [Penelusuran Fakta]

    Dari penelusuran, foto yang diunggah akun @MegaSimarmata merupakan situasi pemilu 1955. Jika ditelusuri melalui situs google images, hasilnya mengarah ke Pemilu 1955.

    Foto serupa ternyata juga pernah dipublikasikan situs historia.id dalam sebuah artikel 'Aparat Keamanan dalam Pemilihan Umum'.

    PENGAMANAN pemilihan presiden 9 Juli 2014 sangat ketat. Sekira 1,2 juta personel TNI/Polri bersenjata lengkap, ditambah panser, telah siaga di seluruh Indonesia. Unjuk kekuatan ini dianggap terlalu berlebihan. Namun aparat keamanan tak ingin kecolongan.

    Pada pemilu pertama tahun 1955, aparat keamanan juga disiagakan karena saat itu keamanan negara tidak kondusif. Beberapa daerah, seperti Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, dirundung kekacauan oleh gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. (Baca: SM Kartosuwiryo Akhir Hidup Sang Imam)

    Menurut Andi Tjatjo, kepala kantor pemilihan daerah XII Sulawesi Selatan, dengan koordinasi aparat dan penyelenggara pemilu, “Sulawesi Selatan siap menyelenggarakan pemilu,” tulis Harian Rakjat, 3 September 1955.

    Demikian pula di Jawa Tengah. Tentara bersenjata lengkap disiagakan di setiap tempat pemungutan suara (TPS). “Di setiap TPS akan dijaga beberapa tentara bersenjata lengkap, ditambah aparat keamanan dari kalangan sipil yang telah ditetapkan dengan besluit (keputusan) dari residen,” ujar Soemarsono, residen yang diperbantukan pada gubernur Jawa Tengah. Jumlah pemilih di Jawa Tengah berjumlah 10.120.963 orang, tersebar di 16.897 TPS.

    Guna memaksimalkan pengamanan, wilayah Jawa Tengah dibagai beberapa bagian. Menurut Yoga Sugama, asisten I bidang intelejen di Tentara Teritorium IV Diponegoro, Jawa Tengah, “Soeharto yang menjabat komandan resort militer di Solo diserahi tanggung jawab pengamanan pemilu di Jawa Tengah bagian timur meliputi daerah Demak ke selatan sampai Solo,” ujarnya dalam Memoar Jenderal Yoga karya B. Wiwoho dan Banjar Chaerudin.

    Bukan hanya gangguan keamanan secara fisik, Harian Rakjat, 16 September 1955, menurunkan berita mengenai upaya beberapa perwira Angkatan Darat (AD) yang menginginkan pemilu diundur. Suara-suara dari perwira AD ini muncul tak lama setelah Kabinet Burhanuddin Harahap dilantik. Mereka diperkirakan tidak berjumlah banyak, dan diindikasikan sebagai orang-orang politik yang berseragam militer. (Baca: Kabinet Burhanuddin Harahap)

    Pihak AD pun buru-buru menangkal berita itu. Juru bicara AD mengeluarkan pernyataan resmi bahwa tugas AD adalah menghadapi gerombolan keamanan dan menjamin terselenggaranya pemilu pada 29 September 1955.

    Panglima TT-IV Diponegoro Kolonel Bachrum juga mengeluarkan enam maklumat yang ditujukan kepada anggotanya agar bersikap sopan santun; tidak menyalahgunakan kekuasaaan untuk kepentingan pribadi; jangan merugikan orang lain melalui ucapan dan tindakan; bersikap netral dan adil; jujur dan bijaksana; serta menggunakan hak pilih tidak lebih dengan warga negara lainnya –saat itu, tentara dan kepolisian memiliki hak suara.

    Sekira seminggu sebelum pemungutan suara, Dewan Keamanan Nasional yang bersidang pada 21 September 1955 mengeluarkan peraturan batas kampanye untuk menghindari gangguan dari DI/TII. Di Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Cilacap tidak boleh ada kampanye terbuka pada 22-29 September 1955; wilayah Jawa Barat dan ibukota Jakarta pada 25-29 September 1955; dan seluruh wilayah Indonesia pada 28 September 1955.

    Pemungutan suara dimulai pada 29 September 1955. Meski pasukan keamanan sudah disiagakan jauh-jauh hari, mereka masih kecolongan. Empat tentara dan seorang anggota panitia pemungutan suara di Enrekang, Sulawesi Selatan, meregang nyawa ditembak gerombolan DI/TII saat akan mengambil kotak suara di daerah Kalosi.

    Selain itu, kotak suara untuk pemilu 1955 ternyata berbahan kayu. Fakta ini sebagaimana dikutip dari situs detik.com dengan judul artikel 'Kotak Suara Pemilu 1955 Ditemukan di Kabupaten Semarang'.

    Semarang - Sebuah kotak untuk pemungutan suara saat Pemilu tahun 1955 atau pemilu pertama di Indonesia ditemukan di Kabupaten Semarang. Kotak suara itu sekarang tersimpan di Rumah Pintar Pemilu, di KPU Kabupaten Semarang.

    Ketua KPU Kabupaten Semarang Guntur Suhawan mengatakan pihaknya mendapatkan kotak suara pemilu 1955 dari seorang kepala desa di Kabupaten Semarang. Ketika dilangsungkan pemilu 1955, yang bersangkutan menjadi kepala desa. Kotak yang terbuat dari itu tersimpan dengan baik di rumah kepala desa selama lebih kurang 60 tahun.

    "Ini kami menemukan kotak pemilu 1955, digunakan untuk pemilihan konstituante. Jadi 1955 itu, ada pemilihan parlemen dan konstituante. Lha ini, kami menemukan dari orang lama, pada saat pemilu 1955 dia menjadi kepala desa yang lama. Dan bisa dibuktikan ini memang terbukti kotak pemilu 1955," kata Guntur.

    Selain kotak suara untuk pemilu tahun 1955 juga ada kotak suara pada pemilu zaman Orde Baru. Untuk kotak suara pada pemilu 1955 ini terbuat dari kayu yang sedikit tebal, kemudian dibuat ada rongga-rongga serta di samping kiri dan kanan dipasang besi untuk memudahkan membawanya. Sedangkan di atas terdapat lubang untuk memasukan surat suara, kemudian di salah satu sampingnya ada kuncinya.

    Kotak suara pemilu pada masa Orde Baru juga tersimpan di Rumah Pintar Pemilu yang digunakan sekitar tahun 1982-1992. Untuk kotak suara ini lebih pendek, kemudian ada catnya yakni cat warna kuning untuk memasukkan suara DPR, cat warna putih untuk DPRD I dan cat warna biru untuk DPRD II.

    Saat meresmikan Rumah Pintar Pemilu di Jl A. Yani, Ungaran, Jumat malam, Ketua KPU RI, Arief Budiman maupun Bupati Semarang Mundjirin.

    "Nah, mungkin di sini yang saya tidak temukan di tempat lain, kotak suara 1955 dan kotak suara Pemilu Orde Baru. Di tempat lain yang ditemukan kotak pemilu zaman now, tapi yang zaman old tidak ketemu. Ini yang baru, saya temukan di sini," kata dia.

    Ia mengatakan kotak suara yang digunakan pada Pemilu 1955 di Kabupaten Semarangmenjadi salah satu koleksi menarik yang ada di Rumah Pintar Pemilu, KPU Kabupaten Semarang. Rumah pintar ini menampilkan informasi tentang pemilu, hasil-hasil maupun dokumen serta data-data tentang pemilu.

    "Namun ada yang berbeda di rumah pintar pemilu di KPU Kabupaten Semarang yakni kotak suara tahun 1955. Saya salut KPU Provinsi Jawa Tengah, bisa menghasilkan, menghadirkan data pemilu sejak pemilu 1955. Di tempat lain, belum tentu ada dokumen yang selengkap itu dalam memberikan informasi tentang sejarah pemilu di daerah," katanya.

    Menurutnya rumah pintar pemilu merupakan program nasional. Jadi targetnya 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota harus punya rumah pintar pemilu. Sampai hari ini kita sudah mencapai 369 kabupaten/kota. Sisanya masih akan dilanjutkan pada tahun 2018.

    "Adanya rumah pintar ini masyarakat, anak-anak sekolah, partai politik, LSM, siapapun bisa datang untuk belajar, lihat pemilu, sejarah pemilu ditampilkan. Kedua, KPU-nya harus keluar dari ruangan ini untuk datang ke tokoh-tokoh masyarakat, ke sekolah-sekolah, kampus-kampus," katanya.

    Sementara dikutip dari wikipedia, Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif. Beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo.

    Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke te

    Kesimpulan

    Foto tentang situasi Pemilu 1955 yang beredar di media sosial ternyata benar. Kotak suara yang digunakan juga benar berbahan dasar kayu.

    Rujukan

  • (GFD-2019-1833) Benarkah pernyataan politikus PKS Hidayat Nur Wahid yang menuding kader PSI korupsi Rp 812 juta, kader PDIP korupsi Rp 5,7 triliun dan kader Golkar korupsi Rp 8 miliar?

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 17/04/2019

    Berita

    Cuitan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid di akun @hnurwahid pada Rabu 17 April 2019 pukul 5:50 pagi menjadi viral karena sudah diretweets sebanyak 1.006 kali dan disukai 2.301 akun lain.

    Isinya adalah pernyataan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu sebagai berikut:

    "Silahkan hukum ditegakkan secara adil. PKS tak tolerir itu. Tapi kalau anda kaget unt yg senilai rp 25.000,atau 200.000, tidakkah anda kaget dg 400.000 amplop senilai rp 8M unt serangan fajar caleg Golkar,dan rp 812 jt yg dikorupsi caleg PSI,dan rp 5,7T korupsi bupati kader PDIP?"

    Hasil Cek Fakta

    Banyak pihak mempertanyakan kesahihan pernyataan Hidayat Nur Wahid terkait korupsi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

    Dari hasil penelusuran di Google search pada pemberitaan sejumlah media online mainstream, ditemukan bahwa cuitan Hidayat merujuk pada sejumlah berita sebagai berikut:

    https://www.merdeka.com/politik/pdip-pecat-bupati-kotawaringin-timur-yang-korupsi-rp-58-triliun.html

    Berita itu menjelaskan soal kasus korupsi yang dilakukan Bupati Kota Waringin Timur Supian Hadi yang terlibat dugaan korupsi izin usaha pertambangan. Dia memang kader PDIP.

    Sebelumnya KPK menghitung kerugian negara dari korupsi Supian mencapai Rp 5,8 triliun. Jumlah kerugian itu dihitung berdasarkan analisa KPK terkait dampak korupsi. Sekurangnya negara menderita kerugian Rp 5,8 triliun dan US$ 711.000. Kerugian berdasarkan hitungan eksplorasi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan oleh PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining.

    Sementara berita di bawah ini:

    https://regional.kompas.com/read/2019/04/04/08580441/caleg-psi-ditangkap-polisi-diduga-gelapkan-uang-koperasi

    terkait dengan dugaan korupsi kader PSI bernama Sudarmo, calon anggota DPRD Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Dia ditangkap polisi atas dugaan menggelapkan uang koperasi senilai Rp 812 juta. Sudarmo merupakan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Gagas Batuah di Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

    Lewat jabatannya, dia disinyalir menikmati hasil penjualan Tandan Buah Sawit (TBS) milik anggota pada periode bulan Juni, Juli dan Agustus 2018.

    Berita terakhir:
    https://nasional.kompas.com/read/2019/04/02/20363741/kpk-mulai-buka-kardus-berisi-400000-amplop-uang-serangan-fajar-bowo-sidik

    terkait dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menemukan 82 kardus dan 2 kotak wadah plastik yang berisikan 400.000 amplop uang dengan pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 yang dimiliki anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.

    Diduga, uang itu merupakan bagian dari operasi serangan fajar yang dilakukan kader Golkar itu.

    Rujukan