“Mulai besok 15 Juli 2021 pkl 05.27 wib kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak bumi akan sangat jauh dr matahari. Kita tdk bisa melihat fenomena tsb, tp kita bs merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus 2021.”
“Kita akan mengalami cuaca yg dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yg akan berdampak meriang, flu, batuk, sesak nafas dll. Oleh Krn itu mari kita semua tingkatkan imun dgn byk2 meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Smg kita semua selalu ada dlm lindunganNya. Aamiinn.
Jarak bumi – matahari perjlnan 5 mnt cahaya atau 90.000.000 km. Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km. 66% lbh jauh. Jadi hawa lbh dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena gak terbiasa dgn suhu ini.”
Frnomena Aphelion
Fenomena alphelion
(GFD-2021-7270) [SALAH] Fenomena Aphelion Sebabkan Cuaca Dingin di Indonesia sampai Bulan Agustus
Sumber: whatsapp.comTanggal publish: 19/07/2021
Berita
Hasil Cek Fakta
Telah beredar pesan berantai melalui WhatsApp berisi informasi terkait fenomena Aphelion yang terjadi mulai tanggal 15 Juli hingga Agustus 2021. Disebutkan juga fenomena itu akan membuat cuaca lebih dingin dari sebelumnya yang menyebabkan beberapa penyakit, seperti batuk, flu, dan sesak nafas.
Berdasarkan hasil penelusuran, informasi fenomena aphelion yang menyebabkan penurunan suhu itu tidak benar. Mengutip dari Kompas, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengungkapkan bahwa suhu dingin yang terjadi di bulan Juli ini bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion.
“(Bumi di titik Aphelion) Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari. Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer,” kata Sungging, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2021).
Selain itu, melalui laman resminya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan bahwa Aphelion yang terjadi pada 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB / 06.27 WITA / 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km adalah fenomena di mana pusat bumi berada pada titik terjauh dengan matahari. Fenomena ini secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap suhu bumi.
“Secara umum, tidak ada dampak yang signifikan pada Bumi. Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi (yang diserap dari cahaya matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh awan,” tulis LAPAN dalam artikelnya.
Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.
Berdasarkan hasil penelusuran, informasi fenomena aphelion yang menyebabkan penurunan suhu itu tidak benar. Mengutip dari Kompas, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengungkapkan bahwa suhu dingin yang terjadi di bulan Juli ini bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion.
“(Bumi di titik Aphelion) Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari. Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer,” kata Sungging, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2021).
Selain itu, melalui laman resminya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan bahwa Aphelion yang terjadi pada 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB / 06.27 WITA / 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km adalah fenomena di mana pusat bumi berada pada titik terjauh dengan matahari. Fenomena ini secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap suhu bumi.
“Secara umum, tidak ada dampak yang signifikan pada Bumi. Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi (yang diserap dari cahaya matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh awan,” tulis LAPAN dalam artikelnya.
Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia)
Faktanya, suhu dingin udara yang terjadi saat ini sampai Agustus bukan disebabkan oleh fenomena aphelion, melainkan fenomena alamiah yang biasa terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni di bulan Juli-September.
Faktanya, suhu dingin udara yang terjadi saat ini sampai Agustus bukan disebabkan oleh fenomena aphelion, melainkan fenomena alamiah yang biasa terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni di bulan Juli-September.
Rujukan
(GFD-2021-7269) [SALAH] Banyaknya Varian Covid-19 Muncul Setelah Vaksinasi Dilakukan
Sumber: twitter.comTanggal publish: 19/07/2021
Berita
So let me get this straight.
COVID-19 barely mutated for a whole year but once the ‘vaccines’ were rolled out, suddenly a whole greek alphabet of new variants appeared…
BUT the unvaccinated people are to blame.
(terjemahan)
Jadi coba saya pahami
COVID-19 hampir tidak bermutasi selama setahun, tapi setelah vaksinasi dilakukan tiba-tiba seluruh alfabet Yunani pada varian baru muncul…
TAPI yang disalahkan malah orang yang tidak divaksin.
Vaksinasi menyebabkan infeksi Covid
Varian mu
Covid19 mu
COVID-19 barely mutated for a whole year but once the ‘vaccines’ were rolled out, suddenly a whole greek alphabet of new variants appeared…
BUT the unvaccinated people are to blame.
(terjemahan)
Jadi coba saya pahami
COVID-19 hampir tidak bermutasi selama setahun, tapi setelah vaksinasi dilakukan tiba-tiba seluruh alfabet Yunani pada varian baru muncul…
TAPI yang disalahkan malah orang yang tidak divaksin.
Vaksinasi menyebabkan infeksi Covid
Varian mu
Covid19 mu
Hasil Cek Fakta
Beredar postingan di Twitter oleh akun @Votehinnigan yang mengomentari postingan berita dari akun CNN (@CNN) pada 03 Juli 2021. Dilansir dari berita CNN tersebut, para ahli berpendapat bahwa orang yang tidak divaksin adalah faktor penyebab yang signifikan munculnya varian baru Covid-19. Selain itu, orang yang tidak divaksin akan lebih rentan terinfeksi Covid-19 dan juga berkontribusi dalam penularan ke manusia lain.
Akun @Votehinnigan membantah narasi tersebut dengan memberikan klaim yakni Covid-19 bermutasi dengan berbagai varian alfabet Yunani yang baru muncul setelah vaksinasi digalakkan. Postingan @Votehinnigan bermaksud untuk memberitahukan bahwa yang menyebabkan varian Covid-19 adalah vaksin itu sendiri.
Meski begitu, klaim yang disampaikan @Votehinnigan berisi informasi menyesatkan. Setelah dilakukan penelusuran fakta terkait, varian Covid-19 bahkan sudah muncul jauh sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada manusia.
Bersumber dari CMAJ (Canadian Medical Association Journal), varian Covid-19 sudah bermutasi sebelum vaksinasi pertama dilakukan pada manusia di bulan Desember 2020. Varian Beta (B.1.351) ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Mei 2020, Varian Alpha (B.1.1.7) ditemukan pertama kali di Inggris pada September 2020, kemudian varian Delta (B.1.617.2) yang 60% lebih mudah menular dibandingkan varian Alpha, ditemukan pertama kali di India pada Oktober 2020, dan varian Gamma (P.1) pertama kali ditemukan di Brazil pada November 2020.
Dilansir dari BBC News, Inggris sebagai negara yang pertama kali memberikan vaksin kepada warganya. Tepat pada 08 Desember 2020, wanita lansia asal Inggris, Margaret Keenan menerima dosis vaksin Pfizer pertamanya.
Jurnal kesehatan The BMJ mengabarkan, Russia mulai memberikan vaksin Sputnik V gratis kepada seluruh warganya pada 02 Desember 2020. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian vaksin secara masif baru dilakukan pada Desember 2020, sedangkan berbagai varian Covid-19 sudah muncul sebelum bulan Desember 2020.
Berdasarkan data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa klaim @Votehinnigan adalah HOAX dan termasuk kategori Konten yang Menyesatkan.
Akun @Votehinnigan membantah narasi tersebut dengan memberikan klaim yakni Covid-19 bermutasi dengan berbagai varian alfabet Yunani yang baru muncul setelah vaksinasi digalakkan. Postingan @Votehinnigan bermaksud untuk memberitahukan bahwa yang menyebabkan varian Covid-19 adalah vaksin itu sendiri.
Meski begitu, klaim yang disampaikan @Votehinnigan berisi informasi menyesatkan. Setelah dilakukan penelusuran fakta terkait, varian Covid-19 bahkan sudah muncul jauh sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada manusia.
Bersumber dari CMAJ (Canadian Medical Association Journal), varian Covid-19 sudah bermutasi sebelum vaksinasi pertama dilakukan pada manusia di bulan Desember 2020. Varian Beta (B.1.351) ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Mei 2020, Varian Alpha (B.1.1.7) ditemukan pertama kali di Inggris pada September 2020, kemudian varian Delta (B.1.617.2) yang 60% lebih mudah menular dibandingkan varian Alpha, ditemukan pertama kali di India pada Oktober 2020, dan varian Gamma (P.1) pertama kali ditemukan di Brazil pada November 2020.
Dilansir dari BBC News, Inggris sebagai negara yang pertama kali memberikan vaksin kepada warganya. Tepat pada 08 Desember 2020, wanita lansia asal Inggris, Margaret Keenan menerima dosis vaksin Pfizer pertamanya.
Jurnal kesehatan The BMJ mengabarkan, Russia mulai memberikan vaksin Sputnik V gratis kepada seluruh warganya pada 02 Desember 2020. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian vaksin secara masif baru dilakukan pada Desember 2020, sedangkan berbagai varian Covid-19 sudah muncul sebelum bulan Desember 2020.
Berdasarkan data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa klaim @Votehinnigan adalah HOAX dan termasuk kategori Konten yang Menyesatkan.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Ani Nur MR (Universitas Airlangga).
Informasi salah. Varian Covid-19 yakni Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sudah muncul beberapa bulan sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada bulan Desember 2020.
Informasi salah. Varian Covid-19 yakni Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sudah muncul beberapa bulan sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada bulan Desember 2020.
Rujukan
(GFD-2021-7268) [SALAH] Labu Kuning Kukus Dapat Sembuhkan Covid-19
Sumber: whatsapp.comTanggal publish: 19/07/2021
Berita
“Mohon maaf saya mau sharing berbagi pengalaman disini walau disini ada yg lebih tahu soal kesehatan,tapi ini pengalaman yg di alami kakak sy sekeluarga yg semuanya positip. Tp yg paling parah kakak sy kandung.
Mas Bagus kakak sy nomor 2 dr Keluarga Witoyo selama 18 hari telah dirumah sakit sampai ndak kuat dan kritis tapi atas seijin Allah disertai dengan doa akhirnya kakak sy sembuh dan bener2 sembuh dg sering dikirimkan obat oleh istrinya yaitu labu kuning yg kita kukus buat cemilan. Alhamdulillah menggigil dan sesak nafasnya hilang dan paru2 yg putih blentong2 bersih ,jantung,mata,otak semuanya sehat dan lolos medical , sehingga kakak sy saat ini bisa kerja kembali di Malaysia. Alhamdulilah. Aamiin
Istri Kakak Saya awalnya juga merasakan bersih2 bentar capek ngos 2an keringat dingin setelah kena covid, tapi setelah konsumsi labu kuning kemaren ikut antri vaksin dan jalan jauh tidak capek dan sehat.💪
Begitu juga Kemaren ada tetangga kakak begitu positip makan labu kuning hangat , alhamdulillah 3 hari sehat, langsung diswab hari ke 4 sudah negatif juga. makanya dari itu saya baru berani sharing info tersebut disini…”
Manfaat labu kuning
labu kuning untuk covid
labu kuning buat penderita covid-19 apakah fakta?
Mas Bagus kakak sy nomor 2 dr Keluarga Witoyo selama 18 hari telah dirumah sakit sampai ndak kuat dan kritis tapi atas seijin Allah disertai dengan doa akhirnya kakak sy sembuh dan bener2 sembuh dg sering dikirimkan obat oleh istrinya yaitu labu kuning yg kita kukus buat cemilan. Alhamdulillah menggigil dan sesak nafasnya hilang dan paru2 yg putih blentong2 bersih ,jantung,mata,otak semuanya sehat dan lolos medical , sehingga kakak sy saat ini bisa kerja kembali di Malaysia. Alhamdulilah. Aamiin
Istri Kakak Saya awalnya juga merasakan bersih2 bentar capek ngos 2an keringat dingin setelah kena covid, tapi setelah konsumsi labu kuning kemaren ikut antri vaksin dan jalan jauh tidak capek dan sehat.💪
Begitu juga Kemaren ada tetangga kakak begitu positip makan labu kuning hangat , alhamdulillah 3 hari sehat, langsung diswab hari ke 4 sudah negatif juga. makanya dari itu saya baru berani sharing info tersebut disini…”
Manfaat labu kuning
labu kuning untuk covid
labu kuning buat penderita covid-19 apakah fakta?
Hasil Cek Fakta
Beredar sebuah informasi melalui media sosial Whatsapp grup yang mengatakan bahwa memakan labu kuning kukus dapat menyembuhkan orang dari penyakit akibat Covid-19. Informasi ini juga menyertakan kisah dari orang lain yang sembuh dari Covid-19, 3-4 hari setelah mengonsumsi labu kuning kukus ini.
Namun setelah dilakukan penelusuran, informasi ini ternyata keliru. Khasiat labu untuk dapat menyembuhkan penyakit Covid-19 belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Guru Besar Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt menyatakan bahwa belum ada hasil penelitian terhadap labu kuning hangat bisa menyembuhkan penderita Covid-19.
“Belum ada hasil penelitiannya,” kata Zullies, melansir dari artikel Liputan6.com, 09 Juli 2021.
Zullies menyatakan, labu kuning memang mengandung antioksidan dan vitamin yang bermanfaat untuk kesehatan. Namun, manfaat tersebut tidak dikhususkan untuk mengobati penderita Covid-19.
Menurut penelitian labu kuning memang memiliki manfaat untuk kesehatan. Sejumlah manfaat yang bisa didapatkan seperti, menurunkan berat badan, melancarkan pencernaan, menekan risiko terkena kanker, menjaga kesehatan mata, memelihara kesehatan jantung, menjaga kesehatan dan fungsi otak, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas tidur, dan menjaga kesehatan kulit.
Zullies juga menambahkan bahwa orang yang diketahui menjadi negatif Covid-19 pada hari ke 3 atau ke 4 setelah mengonsumsi labu kuning, hal tersebut bisa jadi adalah suatu kebetulan. Belum ada hasil penelitian pasti tentang hal ini.
Jadi dapat disimpulkan, informasi yang menyatakan bahwa mengonsumsi labu kuning hangat/kukus dapat menyembuhkan Covid-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten menyesatkan.
Namun setelah dilakukan penelusuran, informasi ini ternyata keliru. Khasiat labu untuk dapat menyembuhkan penyakit Covid-19 belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Guru Besar Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt menyatakan bahwa belum ada hasil penelitian terhadap labu kuning hangat bisa menyembuhkan penderita Covid-19.
“Belum ada hasil penelitiannya,” kata Zullies, melansir dari artikel Liputan6.com, 09 Juli 2021.
Zullies menyatakan, labu kuning memang mengandung antioksidan dan vitamin yang bermanfaat untuk kesehatan. Namun, manfaat tersebut tidak dikhususkan untuk mengobati penderita Covid-19.
Menurut penelitian labu kuning memang memiliki manfaat untuk kesehatan. Sejumlah manfaat yang bisa didapatkan seperti, menurunkan berat badan, melancarkan pencernaan, menekan risiko terkena kanker, menjaga kesehatan mata, memelihara kesehatan jantung, menjaga kesehatan dan fungsi otak, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas tidur, dan menjaga kesehatan kulit.
Zullies juga menambahkan bahwa orang yang diketahui menjadi negatif Covid-19 pada hari ke 3 atau ke 4 setelah mengonsumsi labu kuning, hal tersebut bisa jadi adalah suatu kebetulan. Belum ada hasil penelitian pasti tentang hal ini.
Jadi dapat disimpulkan, informasi yang menyatakan bahwa mengonsumsi labu kuning hangat/kukus dapat menyembuhkan Covid-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten menyesatkan.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Gabriela Nauli Sinaga (Universitas Sumatera Utara)
Faktanya hal tersebut belum terbukti secara klinis. Manfaat labu kuning memang sudah diakui di dunia kesehatan, namun manfaat secara spesifik sebagai obat Covid-19 belum dapat dibuktikan.
Faktanya hal tersebut belum terbukti secara klinis. Manfaat labu kuning memang sudah diakui di dunia kesehatan, namun manfaat secara spesifik sebagai obat Covid-19 belum dapat dibuktikan.
Rujukan
(GFD-2021-7267) [SALAH] Chemtrails Penyebar Virus Penyakit Muncul di Langit Pantura
Sumber: whatsapp.comTanggal publish: 19/07/2021
Berita
“DIDUGA… Penampakan Chemtrails (chemical trail atau bahan kimia berbahaya) di sepanjang jalan Pantura tadi pagi tidak lama setelah pesawat terbang rendah. Chemtrail adalah zat senyawa kimia asam yang sengaja dilepaskan di udara, efeknya orang mudah flu, batuk, demam, persendian lemas, dan linu. Dengan demikian orang-orang akan berbondong-bondong ke RS, dites…positif, dikasih obat RS, end…”
sebar racun chemrail dari pesawat terbang
racun chemrail
chemrail
Cheimtrail
pesawat sebar chemtrail
chemtriiils
Hoax chemtrail
Chemtrail disebar diudara
sebar racun chemrail dari pesawat terbang
racun chemrail
chemrail
Cheimtrail
pesawat sebar chemtrail
chemtriiils
Hoax chemtrail
Chemtrail disebar diudara
Hasil Cek Fakta
Sebuah video garis putih di langit Pantura beredar luas di media sosial. Bukan tanpa alasan, garis putih yang ada di dalam video ini menjadi viral karena diduga merupakan chemtrail (chemical trail) yang sengaja disemprotkan untuk membuat orang-orang menjadi sakit-sakitan, flu, demam, pegal linu, sampai positif virus. Dijelaskan bahwa garis tersebut muncul selang beberapa saat setelah sebuah pesawat lewat. Lalu apakah chemtrail itu benar-benar ada?
Chemical trail atau dikenal dengan sebutan chemtrail adalah sebuah teori konspirasi berupa garis putih di langit yang mirip dengan jejak asap pesawat (contrail), yang diduga sengaja dikeluarkan untuk menguasai cuaca, sampai usaha untuk memusnahkan populasi manusia di dunia. Teori ini mulai muncul dan beredar pada tahun 1990-an, sejak publikasi majalah Angkatan Udara Amerika tentang modifikasi cuaca.
Teori konspirasi chemtrails ini kemudian semakin berkembang karena memiliki kesamaan dengan modifikasi albedo (geoengineering) , yang telah diteliti oleh para ahli untuk menambahkan bahan ke atmosfer bumi agar mencerminkan lebih banyak sinar matahari kembali ke angkasa. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi perubahan iklim akibat akumulasi gas rumah kaca di dunia.
Banyak yang kemudian berpikir bahwa penelitian modifikasi albedo ini kemudian menjadi gagasan untuk membuat chemtrails atau chemical trail.
Seiring besarnya asumsi orang-orang tentang chemtrails ini, sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah apapun yang telah menjelaskan terkait kebenaran chemtrail ini. Para ahli kemudian hanya memberikan respon berupa penjelasan dan pembuktian ilmiah terkait peristiwa-peristiwa yang diduga chemtrails.
Pada tahun 2000, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan nasional AS, bekerja sama dengan Environmental Protection Agency (EPA), National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), membuat laporan rinci yang ditujukan untuk menghilangkan rumor chemtrails.
Pada tahun 2015, EPA mengeluarkan kembali terkait laporan tersebut yang berbunyi,
“Jika kelembaban tinggi (lebih besar dari yang dibutuhkan untuk kondensasi es terjadi), jejak asap (contrail) akan terjadi terus-menerus. Partikel es baru terbentuk dan akan terus muncul dalam ukuran tertentu, dengan mengambil air dari atmosfer sekitarnya. Selanjutnya proses ini akan menghasilkan garis berbentuk garis contrail hingga meluas untuk jarak luas di belakang pesawat terbang. Contrails persisten dapat bertahan selama berjam-jam saat muncul, dan melebar dari 200 meter hingga 400 meter. Contrails menyebar karena turbulensi udara yang diciptakan oleh pergerakan pesawat, perbedaan kecepatan angin sepanjang jalur penerbangan, dan kemungkinan melalui efek pemanasan matahari.”
Ada lagi bantahan dari David E. Thomas, Committee for Skeptical Inquiry. David membantah klaim konspirasi dari Jim Marss, mantan wartawan harian Forth Worth Star-Telegram, yang menyebutkan bahwa terdapat 6.8 part per million (ppm) barium dari kabut asap yang dihasilkan sebuah pesawat pada tahun 2007. Dimana angka itu telah melewati ambang batas aman yang diperkenankan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA).
Dalam bantahannya, David menyatakan bahwa reporter televisi dan Jim salah membaca angka hasil uji laboratorium. Kenyataannya, David menulis di Sketical Inquirer, kadar barium pada kabut asap itu masih jauh di bawah ambang batas dari EPA.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori tentang chemtrails masih belum dapat dikonfirmasi. Penampakan kabut pesawat yang ‘diduga’ chemtrails pun telah terlihat beberapa kali di Indonesia. Penampakan ini pun sering dikaitkan dengan peristiwa wabah kesehatan yang terjadi kala itu, seperti wabah flu burung. Namun lagi-lagi, teori ini belum bisa dibuktikan. Maka, narasi dan video yang menyatakan garis asap putih yang ada di langit Pantura adalah chemtrails yang dibuat untuk membuat orang-orang sakit hingga positif virua Covid-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
Chemical trail atau dikenal dengan sebutan chemtrail adalah sebuah teori konspirasi berupa garis putih di langit yang mirip dengan jejak asap pesawat (contrail), yang diduga sengaja dikeluarkan untuk menguasai cuaca, sampai usaha untuk memusnahkan populasi manusia di dunia. Teori ini mulai muncul dan beredar pada tahun 1990-an, sejak publikasi majalah Angkatan Udara Amerika tentang modifikasi cuaca.
Teori konspirasi chemtrails ini kemudian semakin berkembang karena memiliki kesamaan dengan modifikasi albedo (geoengineering) , yang telah diteliti oleh para ahli untuk menambahkan bahan ke atmosfer bumi agar mencerminkan lebih banyak sinar matahari kembali ke angkasa. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi perubahan iklim akibat akumulasi gas rumah kaca di dunia.
Banyak yang kemudian berpikir bahwa penelitian modifikasi albedo ini kemudian menjadi gagasan untuk membuat chemtrails atau chemical trail.
Seiring besarnya asumsi orang-orang tentang chemtrails ini, sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah apapun yang telah menjelaskan terkait kebenaran chemtrail ini. Para ahli kemudian hanya memberikan respon berupa penjelasan dan pembuktian ilmiah terkait peristiwa-peristiwa yang diduga chemtrails.
Pada tahun 2000, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan nasional AS, bekerja sama dengan Environmental Protection Agency (EPA), National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), membuat laporan rinci yang ditujukan untuk menghilangkan rumor chemtrails.
Pada tahun 2015, EPA mengeluarkan kembali terkait laporan tersebut yang berbunyi,
“Jika kelembaban tinggi (lebih besar dari yang dibutuhkan untuk kondensasi es terjadi), jejak asap (contrail) akan terjadi terus-menerus. Partikel es baru terbentuk dan akan terus muncul dalam ukuran tertentu, dengan mengambil air dari atmosfer sekitarnya. Selanjutnya proses ini akan menghasilkan garis berbentuk garis contrail hingga meluas untuk jarak luas di belakang pesawat terbang. Contrails persisten dapat bertahan selama berjam-jam saat muncul, dan melebar dari 200 meter hingga 400 meter. Contrails menyebar karena turbulensi udara yang diciptakan oleh pergerakan pesawat, perbedaan kecepatan angin sepanjang jalur penerbangan, dan kemungkinan melalui efek pemanasan matahari.”
Ada lagi bantahan dari David E. Thomas, Committee for Skeptical Inquiry. David membantah klaim konspirasi dari Jim Marss, mantan wartawan harian Forth Worth Star-Telegram, yang menyebutkan bahwa terdapat 6.8 part per million (ppm) barium dari kabut asap yang dihasilkan sebuah pesawat pada tahun 2007. Dimana angka itu telah melewati ambang batas aman yang diperkenankan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA).
Dalam bantahannya, David menyatakan bahwa reporter televisi dan Jim salah membaca angka hasil uji laboratorium. Kenyataannya, David menulis di Sketical Inquirer, kadar barium pada kabut asap itu masih jauh di bawah ambang batas dari EPA.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori tentang chemtrails masih belum dapat dikonfirmasi. Penampakan kabut pesawat yang ‘diduga’ chemtrails pun telah terlihat beberapa kali di Indonesia. Penampakan ini pun sering dikaitkan dengan peristiwa wabah kesehatan yang terjadi kala itu, seperti wabah flu burung. Namun lagi-lagi, teori ini belum bisa dibuktikan. Maka, narasi dan video yang menyatakan garis asap putih yang ada di langit Pantura adalah chemtrails yang dibuat untuk membuat orang-orang sakit hingga positif virua Covid-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.
Kesimpulan
Hasil Periksa Fakta Gabriela Nauli Sinaga (Universitas Sumatera Utara)
Klaim tersebut keliru. Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat membuktikan bahwa chemtrails itu benar-benar ada dan maksud dari chemtrails tersebut. Hal ini masih merupakan teori konspirasi yang berkembang sejak tahun 90an.
Klaim tersebut keliru. Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat membuktikan bahwa chemtrails itu benar-benar ada dan maksud dari chemtrails tersebut. Hal ini masih merupakan teori konspirasi yang berkembang sejak tahun 90an.
Rujukan
Halaman: 4800/6037