• (GFD-2019-3305) [SALAH] “Di Rusia Juga Ada Yang Bersholawat”

    Sumber: www.facebook.com
    Tanggal publish: 18/11/2019

    Berita

    Sebuah video beredar melalui media sosial Facebook mengenai seorang wanita yang tengah melantunkan sholawat badar, yang diklaim terjadi di Rusia. Namun setelah ditelusuri, melalui beberapa akun Youtube, tidak benar bahwa lokasi dalam video tersebut terjadi di Rusia.


    NARASI:

    Di Rusia jg ada yg bersholawat,,

    Hasil Cek Fakta

    PENJELASAN: Sebuah akun Facebook bernama @MuhammadNur membagikan sebuah video berdurasi 30 detik pada 11 November 2019. Yang terlihat dalam video tersebut adalah seorang wanita tengah melantunkan sholawat badar yang juga diikuti oleh para penonton. Dalam klaimnya, @MuhammadNur menyebut bahwa lokasi dalam video tersebut adalah di Rusia.

    Namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, belakangan diketahui bahwa video tersebut terjadi bukan di Rusia melainkan di Bosnia Herzegovina. Hal tersebut terungkap melalui tayangan video di situs web berbagi video Youtube. Video yang diunggah melalui Youtube dan diberi judul “Kehebatan Shafirah Khasif” diunggah pada 26 Maret 2018.

    Bisa disimpulkan bahwa klaim seperti halnya yang disebut oleh @MuhammadNur mengenai tempat kejadian tersebut adalah di Rusia tidak benar adanya. Hal tersebut mengacu kepada ketidaksesuaian narasi dengan video yakni dari segi lokasi.

    Rujukan

  • (GFD-2019-3304) [SALAH] Video Produksi Beras Plastik

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 18/11/2019

    Berita

    Mesin yang terlihat dalam video adalah granulator plastik yang menghasilkan pelet plastik daur ulang, bukan beras plastik.
    Merupakan bahan baku setengah jadi untuk membuat kembali produk plastik. Alasan mengapa dibuat menjadi butiran adalah untuk memudahkan penyimpanan dan transportasi.

    [NARASI]

    *) Sereem iiiiih beras dari kantong plastik….penjahat bnget nieeh orng..

    *) Ya allah beras plastik…
    Jauhkanlah kita dari beras ini

    Hasil Cek Fakta

    [PENJELASAN]

    Baru-baru ini beredar kembali video yang diklaim sedang memproduksi beras plastik.
    Sebelumnya video tersebut telah diposting oleh akun facebook Ida Idha [https://www.facebook.com/ida.idha.92] https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=373854746282794&id=100009748153079 pada 13 November 2016 pukul 10:27. Dalam postingannya Ida menambah narasi “Sereem iiiiih beras dari kantong plastik….penjahat bnget nieeh orng..”. Postingan ini sudah dibagikan 97.209 kali.

    Pada 1 Oktober 2019 akun Facebook Rini Cono [https://www.facebook.com/rini.cono] juga memposting video yang sama (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=418061165754514&id=100026519024354) kali ini Rini menambahkan narasi “Ya allah beras plastik…
    Jauhkanlah kita dari beras ini” selanjutnya postingan ini sudah dibagikan sebanyak 96.193 kali.

    Dikutip dari cek fakta yang dilakukan liputan6.com, situs berbahasa Mandarin sohu.com pada 8 Mei 2017 memberikan penjelasan terkait video yang viral, yang mirip dengan apa yang diunggah akun Facebook Ida Idha dan Rini Cono.

    Dalam artilkel tersebut dijelaskan bahwa apa yang terpampang dalam video bukan menunjukkan proses produksi beras plastik.

    Mesin yang terlihat dalam video adalah granulator plastik yang menghasilkan pelet plastik daur ulang.

    “Butiran tersebut adalah bahan baku setengah jadi untuk membuat kembali produk plastik. Alasan mengapa dibuat menjadi butiran adalah untuk memudahkan penyimpanan dan transportasi,” demikian dimuat sohu.com.

    Juga disebutkan dalam artikel bahwa harga pelet plastik itu lebih mahal dari beras.

    KESIMPULAN:

    Tidak benar dalam video yang diunggah tersebut merupakan pembuatan beras plastik. Melainkan proses pembuatan pelet plastik atau biji plastik untuk selanjutnya dijadikan bahan baku pembuatan produk plastik.

    Rujukan

  • (GFD-2019-3303) [SALAH] Spanduk “Warga Nahdliyin Rindu Khilafah” Milik NU

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 18/11/2019

    Berita

    Spanduk itu bukan milik NU. Menurut Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, spanduk tersebut mencatut nama warga NU. Spanduk itu muncul bukan pada 2003 seperti yang tertulis di klaim, melainkan pada 2007 saat Konferensi Khilafah Internasional di Stadion Gelora Bung Karno. Tidak ada perwakilan PBNU yang menghadiri Konferensi Khilafah Internasional pada 2007.

    Akun Volt (fb.com/profile.php?id=100008426552066) menunggah sebuah gambar dengan narasi “Sebelum ada penunggang gelap yg bernama SEKULER.”

    Foto dalam gambar menampilkan suasana di salah satu sudut sebuah stadion yang dipenuhi orang berpakaian putih. Terdapat juga dua bendera yang diikatkan di pagar. Pada bagian kiri atas foto, terdapat tulisan “sektor 11”.

    Di gambar tersebut, terdapat narasi sebagai berikut :

    “NU sebelum di jangkiti penyakit sekuler”

    Spanduk yang bertuliskan “WARGA NAHDLIYIN RINDU KHILAFAH” dan logo NU.

    “Nemu foto thn 2003 sebelum SAS jadi ketua PBNU. Ayoo podho melek NU sing manut mbah Hasyim kwi iki do matla’ah ben ngerti !!”

    Hasil Cek Fakta

    PENJELASAN

    1. Waktu Pengambilan Foto
    Tim CekFakta Tempo melakukan pencarian gambar di Google dengan kata kunci “Warga NU Rindu Khilafah”. Hasilnya, muncul sebuah foto yang identik dengan foto di atas, namun diambil dari sudut pandang yang berbeda. Foto itu digunakan dalam artikel opini dengan judul “NU, NKRI dan Khilafah” di situs Visimuslim.org yang dimuat pada 25 April 2013.

    Dalam foto ini, tidak tampak tribun stadion dengan tulisan “sektor 11”. Namun, terdapat spanduk yang bertuliskan “Warga Nahdliyin Rindu Khilafah” serta dua bendera yang diikatkan ke pagar. Selain itu, terdapat backdrop di kanan atas foto yang bertuliskan “Konferensi Khilafah Internasional 2007”.

    Tempo pun menelusuri pemberitaan mengenai Konferensi Khilafah Internasional 2007. Konferensi itu diberitakan oleh BBC Indonesia pada 12 Agustus 2007. Menurut berita tersebut, konferensi yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno itu diselenggarakan oleh Hizbut Tahir Indonesia (HTI).

    Dalam berita tersebut, disebutkan pula bahwa konferensi itu bertujuan untuk menegakkan kembali khilafah. Juru bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto, mengatakan khilafah dan syariah Islam adalah cara terbaik untuk menyelesaikan berbagai masalah dunia Islam.

    Menjelang konferensi, panitia menyebut nama pejabat dan tokoh dari berbagai organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yang bakal hadir. Namun, menurut BBC Indonesia, yang benar-benar hadir hanya Ketua Umum Pengurus Pusat Muhamadiyah, Dien Syamsuddin, serta ulama Abdullah Gimnastiar alias AA Gim.

    Dalam arsip pemberitaan Tempo edisi 12 Agustus 2007, niat HTI untuk mengundang sejumlah tokoh dalam Konferensi Khilafah Internasional 2017 tidak terlalu sukses. Dari begitu banyak tokoh yang diundang, hanya hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsuddin; Abdullah Gymnastiar; dan Fuad Bawazier. Nama lain seperti Amien Rais, Kyai Haji Zainuddin MZ, dan Adyaksa Dault abstain tanpa alasan yang jelas.

    2. Nama NU Dicatut
    Tempo pun menghubungi Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU, Helmy Faishal Zaini, untuk mengkonfirmasi spanduk yang bertuliskan “Warga Nahdliyin Rindu Khilafah” itu. Dia menegaskan bahwa spanduk dalam foto yang diunggah akun Volt tersebut mencatut nama warga NU.

    Menurut Helmy, sejak 1984, yakni dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Situbondo, Jawa Timur, NU telah menyatakan bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final Indonesia. “Atas dorongan dari Kyai Haji Ahmad Shidiq dan Gus Dur (Kyai Haji Abdurrahman Wahid),” kata Helmy pada Rabu, 13 November 2019.

    Bukan kali itu saja nama NU dicatut. Dikutip dari situs resmi PBNU, nama salah satu badan otonom NU, Pagar Nusa, dicatut dalam spanduk yang dipasang di Muktamar Khilafah 2013 yang diselenggarakan HTI pada 2 Juni 2013. Dalam spanduk itu, tercantum tulisan “Pagar Nusa Wilayah Tanjungsari-Sumedang Siap Mengawal Tegaknya Syariah dan Khilafah”.

    Menurut Sekretaris Pengurus Cabang NU Kabupaten Sumedang, Aceng Muhyi, Pagar Nusa di Sumedang hanya ada di tingkat pimpinan cabang atau kabupaten, belum ada di tingkat kecamatan. Tanjungsari merupakan salah satu kecamatan di Sumedang. Aceng pun menegaskan bahwa spanduk-spanduk itu palsu dan tidak terkait dengan Pengurus Cabang NU Kabupaten Sumedang.

    3. NU dan Paham Khilafah
    Mustasyar PBNU, Kyai Haji Muchith Muzadi, menegaskan bahwa NU menolak gagasan dan sistem Khilafah Islamiyah (Pemerintahan Islam). “NU memiliki khittah (landasan) sendiri. NU tidak memaksakan syariat Islam dalam sebuah negara, apalagi dengan cara kekerasan. Berbeda dengan kelompok liberal yang menolak syariat agama dalam bentuk apapun,” katanya pada 21 Agustus 2007.

    Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, pun pernah menyatakan harapannya agar khilafah tidak benar-benar berdiri di Indonesia. Hal itu diungkapkannya setelah PBNU bertemu dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah pada 31 Oktober 2018.

    “Saya baca, kalau enggak salah, 2024 harus sudah ada khilafah di ASEAN ini, termasuk di Indonesia. Mudah-mudahan mimpi ini tidak terjadi, tidak akan terlaksana, berkat NU dan Muhammadiyah sebagai ormas menjaga civil society, menjaga konstitusi empat pilar bahasa politiknya, dulu, sekarang, dan seterusnya,” katanya.

    Said Aqil tak segan menyebut bahwa pihak yang bermimpi mendirikan khilafah adalah HTI. Dia pun menegaskan bakal melawan siapa pun yang merongrong Indonesia.

    Rujukan

  • (GFD-2019-3302) [SALAH] Tahun 2015 sebelum jadi wapres, BPJS : HARAM

    Sumber: Sosial Media
    Tanggal publish: 18/11/2019

    Berita

    MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa haram terhadap BPJS Kesehatan. Saat itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang pada 2015 menjabat sebagai Ketua Bidang Fatwa MUI menyatakan bahwa konteks investasi atas dana masyarakat yang terkumpul di BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan prinsip syariah. Pada 2018, setelah dilakukan berbagai penyesuaian, BPJS Kesehatan mulai menjalankan operasionalnya sesuai prinsip syariah.


    Akun Hafid Ali U (fb.com/aceng.oding.16) mengunggah sebuah gambar yang merupakan gabungan dua gambar tangkapan layar tayangan berita dengan narasi sebagai berikut :

    “Lebih bingung lagi gue bacanya
    Tahun 2015 sblm jadi wapres
    BPJS : HARAM
    Tahun 2019 sudah jadi wapres
    BPJS : di anjurkan (SUNAH)
    PENING KEPALA ANE MIKIRIN ORANG YANG 1 INI..”

    Di dalam gambar terdapat tangkapan layar dari video yang menampilkan wajah Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan narasi: “video dokumen tahun 2015 BPJS HARAM” dan “video dokumen tahun 2019 DIANJURKAN”

    Tampak ada logo KOMPAS dan Inews serta tulisan “POLEMIK KENAIKAN IURAN BPJS” pada gambar itu.

    Hasil Cek Fakta

    PENJELASAN

    Tim CekFakta Tempo memeriksa gambar tangkapan layar tayangan berita di KompasTV yang menampilkan Ma’ruf Amin dalam unggahan akun Hafid Ali U. Berdasarkan penelusuran dengan reverse image tools Google, gambar tangkapan layar itu memang berasal dari video berita di kanal YouTube KompasTV.

    Video yang diunggah pada 30 Juli 2015 itu berjudul “MUI: BPJS Haram Karena Tidak Sesuai Syariah”. Dalam video tersebut, Ma’ruf Amin yang ketika itu masih menjabat sebagai Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa BPJS Kesehatan, dilihat dari sisi prosedural maupun sisi substansial, tidak sesuai syariah.

    Ma’ruf Amin sempat menyebut kata “haram” dalam video itu. Namun, dalam konteks investasi atas dana masyarakat yang terkumpul di BPJS Kesehatan. Berikut pernyataan lengkap Ma’ruf Amin: “Menyangkut investasi, dana masyarakat itu diinvestasikan di mana? Kalau diinvestasikan di bank-bank non syariah, di bank-bank konvensional, maka dinyatakan bahwa investasinya haram dan tidak sesuai syariah.”

    Tempo pun menelusuri pemberitaan pada 2015 terkait fatwa MUI soal BPJS Kesehatan. Di tanggal yang sama dengan diunggahnya video KompasTV di atas, situs Detik.com memuat berita yang berjudul “Ijtima Ulama MUI: BPJS Bukan Haram, Tapi Tidak Sesuai Syariah”.

    Dalam berita itu, anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Jaih Mubarok, menyatakan bahwa tidak ada fatwa haram yang dikeluarkan oleh lembaganya terhadap BPJS Kesehatan. “Bukan fatwa haram, teksnya bukan haram. Ini Ijtima Komisi Fatwa MUI, keputusannya bukan BPJS haram, tapi BPJS yang sekarang berjalan tidak sesuai syariah,” ujar Jaih dikutip dari Detik.com.

    Alasannya, menurut Jaih, BPJS Kesehatan masih mengandung unsur riba dan gharar atau tidak jelas akadnya. “Dan ini juga bersifat maisir, untung-untungan,” kata Jaih.

    Untuk mencapai titik terang soal BPJS Kesehatan yang disebut MUI tidak sesuai syariah, pada 4 Agustus 2015, BPJS Kesehatan, MUI, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menggelar pertemuan.

    Dalam pertemuan itu, seperti dikutip dari laman CNN Indonesia, diperoleh tiga kesepakatan. Pertama, perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut terkait keputusan dan rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan dengan membentuk tim bersama yang terdiri dari BPJS Kesehatan, MUI, DJSN, pemerintah, dan OJK.

    Kedua, dalam keputusan dan rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan, tidak ada kosa kata “haram”.

    Ketiga, masyarakat diminta tetap mendaftar dan melanjutkan kepesertaannya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dan selanjutnya perlu ada penyempurnaan terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan nilai-nilai syariah untuk memfasilitasi masyarakat yang memilih program sesuai dengan syariah.

    Akhirnya, pada Mei 2018, Ma’ruf Amin yang ketika itu menjabat sebagai Ketua MUI menyatakan bahwa BPJS Kesehatan telah siap menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana keputusan dan rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia pada 2015.

    “Alhamdulillah was-syukru lillah kerja panjang tersebut pada akhirnya membuahkan hasil,” kata Ma’ruf Amin dalam pembukaan Ijtima Ulama 2018 yang digelar di Pondok Pesantren Al-Falah, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 7 Mei 2018.

    Setelah melalui berbagai dinamika, Ma’ruf Amin mengatakan bahwa semua akad yang melibatkan para pihak telah disesuaikan dengan fatwa. Telah disiapkan pula formulir, perjanjian kerja sama, dan hal lain yang disesuaikan dengan prinsip syariah. Instrumen investasi pun, secara bertahap, disesuaikan dengan prinsip syariah.

    “Akhirnya, dua hari yang lalu, saya langsung memimpin rapat penetapan kesimpulan kerja tim yang intinya BPJS Kesehatan siap menjalankan operasionalnya sesuai prinsip syariah,” tutur Ma’ruf Amin.

    Gambar kedua merupakan gambar tangkapan layar tayangan berita di iNews. Berdasarkan penelusuran Tempo di YouTube, gambar tangkapan layar itu memang berasal dari video di kanal Official iNews, yakni video berjudul “Ma’ruf Amin Sebut Kenaikan Iuran BPJS sebagai Tolong Menolong – iNews Malam 01/11” yang diunggah pada 1 November 2019.

    Dalam video itu, Ma’ruf mengomentari kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen.

    Berikut pernyataan lengkap Ma’ruf Amin dalam video tersebut: “Iuran BPJS itu kan untuk dirinya sendiri. Yang tidak miskin itu, untuk dirinya sendiri. Andai kata dirinya itu tidak memerlukan, kebetulan sehat terus, untuk menolong orang lain. Artinya, BPJS itu suatu bentuk pelayanan sosial, baik dari pemerintah maupun masyarakat, dalam rangka melakukan tolong-menolong dan saling membantu. Bahasa agamanya taawun, ber-taawun. Itu oleh agama dianjurkan.”

    Rujukan