(GFD-2020-8073) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Amerika Tanamkan Chip 666 ke Tubuh Warganya di Tengah Pandemi Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 05/05/2020
Berita
Narasi bahwa Menteri Kesehatan Amerika Serikat sudah menandatangani persetujuan untuk menanamkan Chip 666 ke tubuh warganya di tengah pandemi Covid-19, beredar di Facebook. Akun yang menuliskan narasi itu adalah akun Rino Klau Muti, yakni pada 31 Maret 2020.
Menurut akun ini, Senat Amerika telah mengesahkan Undang-Undang Kesehatan yang digagas sejak era Presiden Barack Obama. Akun ini menyebut UU tersebut mengharuskan penanaman chip Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengakses perawatan medis. Chip tersebut bakal ditanamkan di dahi atau lengan warga.
Akun ini juga mengklaim bahwa penanaman chip ini adalah bagian dari upaya kelompok Illuminati atau anti-Kristen untuk mengiring umat manusia ke satu sistem pemerintahan dan satu sistem keuangan. Pandemi Covid-19 pun dituding sebagai upaya percepatan menuju dunia yang terkoneksi dan terkontrol dalam satu sistem baru tersebut.
"Semua orang wajib di-scan dahi, suhu tubuh, agar terbiasa dengan kehidupan digital scan. Semua orang masuk mall, gereja, rumah sakit, gedung pemerintahan, pabrik, wajib scan dahi, tubuh. Ketika kasus Covid-19 sudah selesai, masyarakat sudah teredukasi dan siap menerima sistem baru. Semua orang terdata, terkontrol. You cannot run."
Narasi ini dilengkapi dengan sejumlah foto penanaman benda semacam chip yang berukuran kecil ke tubuh manusia. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Rino Klau Muti tersebut telah dikomentari lebih dari 100 kali dan dibagikan lebih dari 400 kali.
Gambar tangkapan layar sebagian narasi yang diunggah oleh akun Facebook Rino Klau Muti (kiri) dan gambar yang menyertai narasi tersebut (kanan).
Apa benar Amerika menanamkan Chip 666 ke tubuh warganya di tengah pandemi Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Tak ada penggunaan Chip 666 dalam Obamacare
Rumor tentang adanya kewajiban implan chip RFID dalam Affordable Care Act (UU Perlindungan Pasien dan Perawatan Terjangkau) yang diluncurkan di era Presiden Barack Obama, yang kerap disebut Obamacare, telah beredar sejak 2014. Isu ini sempat beredar kembali pada 2017, lalu 2020 saat terjadinya pandemi Covid-19.
Situs Obamacarefacts.com menjelaskan, dalam Obamacare atau HR3590, tidak terdapat kata-kata terkait kewajiban implan chip RFID maupun pengumpulan data dari chip RFID. Rumor implan chip RFID ini kemungkinan muncul dari kesalahan dalam menafsirkan Affordable Care Act versi lawas yang tidak disahkan, Affordable Health Choices Act atau HR3200.
HR3200 memang menyinggung pengumpulan data terkait obat-obatan dan sejumlah perangkat, termasuk perangkat kelas II seperti chip RFID yang dapat diimplan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membantu melacak perangkat implan yang rusak. Meskipun begitu, tidak terdapat kewajiban implan chip dalam naskah ketentuan tersebut.
Affordable Health Choices Act adalah RUU yang gagal disahkan di Kongres Amerika pada 14 Juli 2009. Ketentuan soal pengumpulan data dari perangkat kelas II, yang merupakan hasil amandemen Pasal 519 UU Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Amerika, tercantum di halaman 1001 HR3200. Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Amerika (FDA) mengklasifikasikan chip FRID sebagai perangkat kelas II.
Salinan HR3590 atau Obamacare bisa diunduh di tautan ini.
Organisasi cek fakta Snopes juga menyatakan hal serupa. Menurut laporan mereka, tidak ada ketentuan wajib implan chip bagi warga Amerika dalam Obamacare. Klaim yang beredar mengutip halaman serta narasi dalam HR3200. Namun, HR3200 merupakan versi awal undang-undang reformasi perawatan kesehatan yang tidak pernah disahkan oleh Kongres Amerika.
Menurut Snopes, rumor serupa pernah dimuat dalam sebuah artikel pada 28 Juli 2013. Artikel itu menyinggung tentang penanaman microchip yang diuji coba terhadap warga Hanna, Wyoming. Oleh banyak pembaca, artikel ini dianggap sebagai kisah asli. Padahal, artikel itu hanyalah tipuan yang dibuat oleh situs satire National Report.
RFID bukan teknologi baru
Sejatinya, menurut Charles Smith dalam makalahnya di Journal of Technology Management and Innovation yang berjudul "Human Microchip Implantation", teknologi RFID bukanlah teknologi baru. Menurut Smith, teknologi RFID muncul sejak Perang Dunia II dalam bentuk sistem "Early Identification Friend or Foe (IFF)". Sistem ini memungkinkan tentara sekutu dan sistem anti-pesawat mengidentifikasi pengebom mereka sendiri yang dikirim balik dengan pesawat musuh.
Kemudian, pada 1960, teknologi RFID digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau bahan berbahaya serta tenaga nuklir. Aplikasi komersial RFID pertama adalah Electronic Article Surveillance yang dibuat untuk tujuan anti-pencurian. Pada 1970-an dan 1980-an, para peneliti, universitas, dan juga lembaga pemerintah mulai menggunakan teknologi RFID untuk membuat chip berukuran kecil.
Salah satu penggunaan pertama chip RFID adalah pada industri pertanian. Chip ditanamkan ke ternak dengan tujuan untuk melacak dan membedakan hewan mereka dari ternak orang lain. Adapun dalam bidang medis, chip RFID dapat digunakan untuk melacak peralatan di dalam rumah sakit. Selain itu, chip RFID bisa dipakai oleh produsen obat untuk mengelola rantai pasokan.
Dilansir dari BBC, dalam satu dekade terakhir, chip RFID mulai tren ditanam di bawah permukaan kulit manusia. Chip ini berfungsi layaknya kartu pintar yang berjalan tanpa perlu kontak langsung. Menanamkan chip seperti ini memberikan kenyamanan, karena seseorang bisa membawanya ke mana pun tanpa perlu khawatir hilang atau lupa.
Pada 2016, salah satu produsen chip, Dangerous Things, berhasil menjual lebih dari 10 ribu unit bersama dengan kit yang diperlukan untuk memasangnya di bawah kulit. Namun, mereka bukan satu-satunya perusahaan yang melakukannya. Perusahaan pengawasan video CityWatcher menyematkan gadget di bawah kulit dua karyawannya pada 2006.
Kevin Warwick, profesor cybernetics dan deputi wakil rektor di Universitas Coventry, menjelaskan teknologi RFID sudah lebih dulu dipakai pada kargo, bagasi pesawat, produk toko, bahkan hewan peliharaan. Banyak pula dari kita yang membawanya setiap hari mengingat sebagian besar ponsel modern telah dilengkapi dengan teknologi RFID.
Dengan demikian, chip RFID tidak berkaitan dengan klaim yang mengaitkannya dengan kelompok Illuminati atau anti-Kristen.
Isu chip RFID di tengah pandemi Covid-19
Isu chip RFID yang ditanam ke tubuh manusia di tengah pandemi Covid-19 beredar bersama narasi bahwa Bill Gates membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Dilansir dari Reuters, rumor itu bermula dari munculnya artikel di situs Biohackinfo yang berjudul "Bill Gates will use microchip implants to fight coronavirus".
Artikel tersebut mengutip penjelasan Gates soal dampak Covid-19 terhadap bisnis dan "sertifikat digital" dalam wawancara di Reddit. Menurut artikel itu, sertifikat digital yang dimaksud adalah yang ditanamkan ke tubuh manusia, yakni quantum doy dye. Padahal, dalam wawancara itu, Gates tidak menyinggung soal implan microchip.
Salah satu penulis utama makalah penelitian mengenai quantum dot dye, Kevin McHugh, mengatakan kepada Reuters, "Teknologi quantum dot dye bukan berbentuk microchip atau kapsul yang bisa diimplan ke manusia, dan setahu saya tidak ada rencana menggunakan teknologi ini untuk memerangi pandemi Covid-19."
Dikutip dari organisasi cek fakta FactCheck, studi mengenai quantum dot dye memang didanai oleh Gates Foundation. Quantum dot dye merupakan tinta invisible yang bisa bertahan selama lima tahun dan dapat dibaca dengan ponsel pintar. Tinta ini dibuat untuk menyediakan catatan vaksinasi. "Namun, teknologi ini tidak memiliki kemampuan untuk melacak pergerakan siapa pun," ujar McHugh.
Profesor bioengineering di Rice University ini menambahkan, "Teknologi ini hanya mampu menyediakan data yang sangat terbatas. Teknologi ini juga membutuhkan pencitraan secara langsung dalam jarak kurang dari satu kaki. Pelacakan jarak jauh atau terus-menerus tidak mungkin dilakukan karena berbagai alasan teknis."
Sementara terkait sertifikat digital, hal ini masih merupakan gagasan Gates. Menurut dia, seperti dilansir dari Snopes yang mengutip tayangan wawancara TED pada Maret 2020, sertifikat tersebut dibutuhkan dalam konteks ekonomi global pasca pandemi Covid-19. Berikut pernyataan Gates:
"Akhirnya, yang harus kita miliki adalah sertifikat tentang siapa orang yang sudah sembuh dan siapa orang yang sudah divaksin. Tentunya, Anda tidak ingin orang-orang bergerak ke seluruh dunia di mana ada negara-negara yang tidak mampu mengendalikannya. Jadi, akhirnya, bakal ada semacam bukti kekebalan digital yang akan membantu memfasilitasi bergeraknya kembali ekonomi global."
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Amerika menanamkan Chip 666 di tengah pandemi Covid-19 adalah klaim yang keliru. Dalam Affordable Care Act (UU Perlindungan Pasien dan Perawatan Terjangkau) yang diluncurkan di era Presiden Barack Obama, yang kerap disebut Obamacare, tidak terdapat kewajiban implan chip bagi warga Amerika. Teknologi chip RFID pun tidak terkait dengan gerakan Illuminati atau anti-Kristen karena sejak lama telah digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari militer, pertanian, medis, hingga komunikasi dan informasi. Selain itu, mengaitkan teknologi chip RFID dengan pandemi Covid-19 sebagai cara untuk mengontrol manusia tidak tepat.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/Lz0V0
- https://obamacarefacts.com/obamacare-microchip-implant/
- https://www.govinfo.gov/content/pkg/PLAW-111publ148/pdf/PLAW-111publ148.pdf
- https://www.snopes.com/fact-check/us-residents-to-be-implanted-with-microchips/
- https://scielo.conicyt.cl/pdf/jotmi/v3n3/art15.pdf
- https://www.bbc.com/worklife/article/20170731-the-surprising-truths-and-myths-about-microchip-implants
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/746/fakta-atau-hoaks-benarkah-bill-gates-bikin-vaksin-corona-yang-dipasang-microchip
- https://www.factcheck.org/2020/04/conspiracy-theory-misinterprets-goals-of-gates-foundation/
- https://www.snopes.com/fact-check/bill-gates-id2020/
(GFD-2020-8072) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ratusan Pekerja Pabrik Rokok Sampoerna Positif Corona?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 05/05/2020
Berita
Narasi bahwa ratusan pekerja pabrik rokok Sampoerna positif terinfeksi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Narasi itu terdapat dalam tautan artikel dari situs Gelora Tangsel yang berjudul "Ratusan Pekerja Rokok Sampoerna Positif Corona, Perokok Aktif Bisa Jadi Carrier Covid-19".
Di Facebook, tautan artikel tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Taufik Nasiki, yakni pada 30 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun ini telah direspons lebih dari 600 kali, dikomentari lebih dari 150 kali, dan dibagikan lebih dari 450 kali.
Adapun dalam artikel di situs Gelora Tangsel yang dimuat pada 30 April 2020 itu, disebutkan bahwa ratusan pekerja yang positif Covid-19 ditemukan di pabrik rokok Sampoerna yang berlokasi di Kecamatan Rungkut, Surabaya. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Gugus Kuratif Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi.
Menurut artikel itu, terdapat dua pasien positif Corona yang meninggal pada pertengahan April 2020. Kemudian, dilakukanlah pelacakan. "Ternyata didapatkan ada 165 Orang Tanpa Gejala (OTG), yang sudah dites swab PCR. Namun, hasilnya belum keluar," demikian narasi dalam artikel tersebut.
Artikel ini juga menyebut terdapat sembilan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan 323 orang yang tengah menjalani rapid test. "Hasilnya mengejutkan, ada 100 orang diketahui positif. Setelah hasil keseluruhan yang sudah dirapid test, dari yang 323 itu terdapat tambahan lagi 63 positif, hingga kira-kira menjadi 100 orang yang positif."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Taufik Nasiki.
Apa benar terdapat ratusan pekerja pabrik rokok Sampoerna yang positif Corona?
Hasil Cek Fakta
Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo membandingkan isi artikel tersebut dengan pemberitaan di media-media arus utama. Dilansir dari Detik.com, Ketua Satuan Tugas Rumpun Kuratif Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyudi, menjelaskan bahwa terdapat 488 karyawan pabrik rokok Sampoerna yang berlokasi di Rungkut, Surabaya.
Dari jumlah tersebut, seperti dikutip dari Republika.co.id, 163 karyawan di antaranya telah dites swab polymerase chain reaction (PCR) secara mandiri oleh perusahaan pada 14 April 2020. Tes ini dilakukan setelah adanya dua karyawan pabrik rokok Sampoerna yang meninggal usai dinyatakan positif terinfeksi virus Corona Covid-19.
Namun, hingga kini, hasil tes tersebut belum keluar. Karena merasa penanganan Covid-19 di pabriknya belum selesai, manajemen Sampoerna mendatangi Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 28 April 2020. Satgas Penanganan Covid-19 Jatim pun melakukan rapid test, bukan tes swab PCR, terhadap karyawan yang belum dites secara mandiri oleh perusahaan.
Karyawan pabrik rokok Sampoerna yang belum dites berjumlah 323 orang. Lewat rapid test ini, diketahui bahwa terdapat 91 karyawan yang hasilnya reaktif. Mereka pun dites swab PCR. Dalam gelombang pertama, terdapat 34 karyawan yang positif Corona. Sementara dalam gelombang kedua, seperti dikutip dari Kompas.com, terdapat 29 karyawan yang positif Covid-19. Ditambah dua karyawan yang meninggal tadi, total karyawan pabrik rokok Sampoerna di Rungkut, Surabaya, yang positif Corona mencapai 65 orang.
Perlu diketahui bahwa rapid test hanya screening, bukan pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi virus Corona. Dilansir dari Liputan6.com, rapid test adalah cara untuk mendeteksi antibodi yang diproduksi tubuh untuk melawan virus Corona. Pembentukan antibodi memerlukan waktu, bisa sampai beberapa minggu. Artinya, antibodi ini baru terbentuk ketika tubuh sudah terpapar virus Corona selama beberapa saat.
Hasil rapid test yang positif menandakan bahwa orang yang diperiksa tersebut pernah terinfeksi virus Corona. Meskipun begitu, orang yang sudah terinfeksi virus Corona dan memiliki virus ini dalam tubuhnya bisa saja mendapatkan hasil rapid test yang negatif, karena tubuhnya belum membentuk antibodi terhadap virus Corona.
Selain itu, antibodi yang terdeteksi pada rapid test bisa saja merupakan antibodi terhadap virus Corona jenis lain, bukan virus Corona Covid-19. Karena alasan ini, seseorang dengan hasil rapid test positif perlu dites swab PCR yang dapat mendeteksi secara langsung keberadaan virus Corona Covid-19.
Keamanan produk rokok
Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo pada 2 Mei 2020, setelah munculnya kasus Covid-19 di pabriknya yang berada di Rungkut, Surabaya, PT HM Sampoerna Tbk memutuskan untuk mengkarantina produk rokoknya selama lima hari sebelum didistribusikan ke konsumen. Masa karantina ini dua hari lebih lama dari batas atas stabilitas lingkungan Covid-19 yang disarankan CDC Eropa dan WHO.
Kedua organisasi kesehatan ini sebelumnya menyatakan bahwa Covid-19 dapat bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari empat jam pada tembaga, dan kurang dari 24 jam pada kardus. Selain mengkarantina produk rokoknya, perusahaan juga menghentikan sementara kegiatan produksi di pabrik Rungkut sejak 27 April 2020 hingga waktu yang akan ditentukan kemudian.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Direktur PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita menyatakan, sejak awal tahun dan selama pandemi Covid-19, perusahaannya telah meningkatkan penerapan protokol kesehatan dan sanitasi di seluruh fasilitas pabrik, gudang, serta rantai pasokan. Adapun setelah kegiatan produksi di pabrik Rungkut dihentikan, Sampoerna melakukan pembersihan secara menyeluruh di area pabrik.
Dilansir dari Jawapos.com, pada 3 Mei 2020, Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Heru Tjahjono, mengatakan bahwa kebijakan penarikan produk rookok Sampoerna masih dalam tahap pembahasan. Kebijakan tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim, terutama soal ke mana saja produk itu beredar serta jumlahnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi dalam artikel di situs Gelora Tangsel di atas, bahwa terdapat ratusan pekerja pabrik rokok Sampoerna yang positif Corona, keliru. Berdasarkan hasil tes swab PCR hingga 3 Mei 2020, karyawan pabrik rokok Sampoerna di Rungkut, Surabaya, yang terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 65 orang, termasuk dua karyawan yang meninggal.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/dbHnO
- https://www.geloratangsel.com/ratusan-pekerja-rokok-sampoerna-positif-corona-perokok-aktif-bisa-jadi-carrier-covid19/?fbclid=IwAR3MDZiMaynHKqwSc9nvEbtgOqLyMDGEpVrKwmpm3lOwA8TztXoVnJADeDg
- https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5000326/36-karyawan-positif-ini-kronologi-klaster-sampoerna-versi-pemprov-jatim
- https://republika.co.id/berita/q9n7q8409/klaster-rungkut-dan-isu-rokok-sampoerna-terpapar-covid19
- https://surabaya.kompas.com/read/2020/05/03/16163371/hasil-tes-pcr-gelombang-ii-pegawai-pabrik-rokok-sampoerna-29-positif-covid
- https://www.liputan6.com/bola/read/4219146/langkah-yang-harus-diambil-jika-hasil-tes-corona-covid-19-anda-positif
- https://bisnis.tempo.co/read/1337849/karyawan-terpapar-covid-19-rokok-sampoerna-dikarantina-5-hari/full&view=ok
- https://www.cnbcindonesia.com/market/20200502184542-17-155850/viral-produk-rokok-sampoerna-dimusnahkan-apa-kata-hmsp
- https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/05/03/192179/penarikan-rokok-sampoerna-sekdaprov-koordinasi-dengan-disperindag
(GFD-2020-8071) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jokowi Sebut Kepala Daerah yang Mainkan Bantuan Covid-19 Bakal Dihukum Seumur Hidup?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 04/05/2020
Berita
Narasi bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut kepala daerah yang memainkan bantuan Covid-19 bakal dihukum seumur hidup beredar di media sosial. Narasi itu terdapat dalam artikel di situs Jayantara News yang berjudul "Presiden: Hukuman Seumur Hidup Bagi Kepala Daerah Mainkan Bantuan Covid-19".
Salah satu akun di Facebook yang membagikan gambar tangkapan layar serta tautan artikel itu adalah akun Audy Ratulangi, yakni pada 26 April 2020. Ia pun menyertakan narasi, "President so bilang hukuman seumur hidup bagi kepala daerah mainkan bantuan Covid-19. untuk warga yg blum dapat bansos Segra melapor ke polres."
Situs Jayantara News mempublikasikan artikel itu pada 18 April 2020. Artikel tersebut berisi pernyataan Presiden Jokowi yang merespons kabar mengenai adanya penyalahgunaan terhadap bantuan Covid-19 yang disalurkan kepada warga. Kutipan dalam artikel itu yang kemudian dipakai sebagai judul berita adalah:
"Ingat! mau itu RT, RW, Lurah/Kades, Bupati, Wali Kota, Gubernur, kalau ada penyalahgunakan sembako dari pemerintah pusat maupun dana desa untuk seluruh rakyat yang tidak mampu, dan bantuan-bantuan tidak disalurkan tepat sasaran, saya tegaskan sekali lagi: akan saya Hukum Seumur Hidup. Sesuai hukuman para Koruptor dan para Korupsi!"
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Audy Ratulangi.
Apa benar Presiden Jokowi menyatakan bahwa kepala daerah yang memainkan bantuan Covid-19 bakal dihukum seumur hidup?
Hasil Cek Fakta
Tim CekFakta Tempo terlebih dahulu memeriksa isi artikel di situs Jayantara News tersebut. Hasilnya, tidak ditemukan keterangan kapan dan di mana Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan itu. Tempo pun membandingkan isi artikel tersebut dengan pemberitaan di media arus utama. Dengan memasukkan kata kunci "penyelewengan bantuan Covid-19 dipenjara seumur hidup" ke mesin pencarian Google, tidak ditemukan media arus utama yang memberitakan hal itu.
Tempo kemudian menyisir cuitan di akun Twitter resmi Presiden Jokowi, @jokowi, yang menyinggung bantuan bagi warga yang terdampak Covid-19 sepanjang Maret hingga 18 April 2020. Tanggal 18 April ini diambil karena situs Jayantara News memuat artikel itu pada tanggal tersebut. Namun, lewat cara ini, juga tidak ditemukan cuitan terkait hukuman seumur hidup bagi kepala daerah yang menyelewengkan bantuan Covid-19.
Berikut ini beberapa cuitan Presiden Jokowi yang berkaitan dengan bantuan Covid-19:
1 April 2020
"Pandemi Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat tetapi juga implikasi ekonomi yang sangat luas. Karena itulah, saya menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan."
14 April 2020
"Saya telah menginstruksikan jajaran pemerintah daerah untuk melakukan refocusing serta realokasi anggaran dan kegiatan sehingga pemerintah pusat dan daerah memiliki satu visi dan prioritas yang sama untuk mengatasi penyebaran Covid-19. Pangkas belanja-belanja yang tidak prioritas, potong rencana belanja yang tidak mendesak seperti perjalanan dinas, rapat-rapat, dan belanja-belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat."
18 April 2020
Presiden Jokowi membagikan dua video yang durasi totalnya sekitar 4,5 menit dan berisi ajakan untuk bergotong-royong melewati pandemi Covid-19. Berikut ini narasi dalam video tersebut:
"Saya juga melihat kepedulian warga yang tumbuh di tengah kesulitan ini, tidak saja peduli dengan bagaimana mengatasi pandemi Corona ini, namun juga kepedulian agar roda ekonomi masyarakat tetap bergerak dan berputar, serta adanya berbagai uluran tangan untuk bantuan kemanusiaan. Cerita seorang warga yang bergejala Covid di dalam suatu lingkungan dan tetangganya saling membantu dan tidak mengucilkannya adalah contoh yang harus ditiru. Oleh karenanya, kegotongroyongan harus terus kita gaungkan. Kepedulian warga juga terjadi di bidang ekonomi. Banyak yang membantu tetangganya dengan membeli produk yang dijualnya.
Gerakan-gerakan saling bantu tersebut harus sering diangkat, dimunculkan ke permukaan, bukan untuk disombongkan tapi untuk menjaga harapan. Dijadikan sebagai inspirasi dan akan bermanfaat jika dapat ditiru ulang oleh yang lain secara masif. Aksi-aksi solidaritas ini adalah penegas sifat dan kebesaran bangsa Indonesia, yakni bangsa gotong-royong, bangsa pejuang, yang selalu menemukan kekuatan dan solusi lokal di tengah berbagai krisis. Kita tunjukkan bahwa dalam kondisi di rumah saja kita tidak menjadi semakin individualis, tapi justru kita semakin peduli satu sama lain.
Juga perlu saya sampaikan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pengujian sampel tes secara masif dan melakukan pelacakan yang agresif serta diikuti isolasi yang ketat. Segera dan terus siagakan satuan gugus tugas di tingkat kecamatan, kelurahan, RW, dan RT sesuai dengan kewenangannya. Jika ada warganya yang bergejala terinfeksi virus Corona dan juga bila ada yang membutuhkan uluran tangan, harus segera dibantu. Ini semua bertujuan agar penanganannya terpadu dan terkoordinasi dan tidak ada yang terabaikan.
Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, tidak bisa. Peran serta seluruh lapisan masyarakat sangatlah penting. Semua ini bukanlah hal yang mudah untuk kita semua. Tapi saya amat percaya, jika kita mampu melalui kesulitan ini bersama, kita justru akan menjadi bangsa yang semakin kuat dan siap menyongsong masa depan yang lebih sejahtera."
Tempo pun menggunakan metode lain, yakni dengan memasukkan kutipan yang ada dalam artikel Jayantara News itu ke mesin pencarian Google. Pencarian ini bertujuan untuk melacak sumber asli dari kutipan tersebut.
Dengan memasukkan kutipan "saya banyak mendengar dan melihat tentang orang-orang yang tidak mendapatkan bantuan dari kepala daerah dengan alasan tidak ada data lengkap mengenai penduduk", Tempo tidak menemukan bahwa kutipan tersebut terdapat dalam berita-berita di media arus utama maupun rilis di situs-situs resmi pemerintah.
Tempo justru terhubung kembali dengan artikel di situs Jayantara News dengan judul "Presiden RI: Data Penerima Bansos Harus Transparan, Jika Ada Penyelewengan LAPORKAN!!!" yang dimuat pada 4 Mei 2020. Setelah dicek, isi artikel ini sama persis dengan artikel berjudul "Presiden: Hukuman Seumur Hidup Bagi Kepala Daerah Mainkan Bantuan Covid-19" di atas.
Kejanggalan lain yang ditemukan adalah, saat Tempo memasukkan kutipan "yang lebih memprihatinkan, saya kecewa kepada orang-orang yang sudah memanfaatkan situasi Covid-19" ke mesin pencarian Google, kutipan tersebut juga tidak terdapat dalam pemberitaan di media arus utama maupun laporan di situs-situs kementerian.
Artikel dengan isi yang sama justru dimuat oleh situs Cakrawala Info dengan judul "Presiden Menegaskan Bagi Masyarakat Tidak Mendapatkan Bantuan Harap Melaporkan". Dalam berita ini, tertulis bahwa pernyataan Presiden Jokowi itu disampaikan pada 30 April 2020. Padahal, di situs Jayantara News, pernyataan tersebut dimuat pada 18 April 2020.
Pengawasan BLT Desa
Tempo menemukan pernyataan yang mirip dengan isi artikel di situs Jayantara News itu justru diucapkan oleh Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi. Pernyataan tersebut dimuat dalam berita di Detik.com yang berjudul "Pencairan BLT Desa Diawasi Ketat, Jangan Main-main!". Berita ini dimuat pada 18 April 2020, sama dengan tanggal terbitnya artikel di situs Jayantara News di atas.
Dalam berita di Detik.com tersebut, Budi menjelaskan bahwa pemerintah mengucurkan bantuan langsung tunai (BLT) untuk warga desa mulai April hingga Juni 2020. "Tujuannya supaya program yang didorong oleh Presiden Jokowi ini tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan oleh penumpang gelap," kata Budi dalam keterangan tertulisnya.
Budi meminta pemerintah daerah, perangkat desa, dan masyarakat aktif mengawasi pelaksanaan program BLT ini. "Laporkan segera jika ada kejanggalan-kejanggalan di lapangan," ujar Budi. Ia menambahkan, "Jangan ada pihak yang memanfaatkan wabah Covid-19 untuk kepentingan pribadi, termasuk mempermainkan dana BLT. Kami berharap tidak ada temuan-temuan dan kasus hukum untuk program ini."
Ancaman Penyelewengan Bantuan Covid-19
Pernyataan tentang ancaman hukuman bagi mereka yang menyelewengkan bantuan Covid-19 tidak disampaikan oleh Presiden Jokowi, melainkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikutip dari Liputan6.com, KPK mengingatkan bahwa menyelewengkan anggaran pengadaan barang dan jasa penanganan Covid-19 dapat diancam dengan hukuman mati.
"Kami sudah mengingatkan bahwa penyelewengan anggaran yang diperuntuKkan pada situasi bencana seperti saat ini ancaman hukumannya adalah pidana mati," kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri pada 1 April 2020. KPK pun telah berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi anggaran
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut kepala daerah yang memainkan bantuan Covid-19 bakal dihukum seumur hidup keliru. Dalam pemberitaan di media arus utama maupun laporan di situs-situs resmi pemerintah, tidak ditemukan pernyataan dari Presiden Jokowi mengenai hal tersebut.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/LLL1q
- https://twitter.com/jokowi/status/1245220293150273539
- https://twitter.com/jokowi/status/1249993839252668417
- https://twitter.com/jokowi/status/1251516698915569669
- https://www.jayantaranews.com/2020/05/56168/
- https://cakrawalainfo.id/presiden-menegaskan-bagi-masyarakat-tidak-mendapatkan-bantuan-harap-melaporkan/
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4981914/pencairan-blt-desa-diawasi-ketat-jangan-main-main
- https://www.liputan6.com/news/read/4217078/kpk-selewengkan-dana-penanganan-corona-terancam-hukuman-mati
- https://www.merdeka.com/peristiwa/menkopolhukam-bila-ada-penyelewengan-bansos-covid-19-silakan-lapor-saber-pungli.html
(GFD-2020-8070) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pesan Berantai Soal Coretan di Dinding yang Dipakai Perampok Sebagai Kode?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 01/05/2020
Berita
Pesan berantai yang berisi peringatan tentang coretan di dinding, tiang, atau lainnya beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Menurut pesan berantai itu, coretan tersebut adalah kode yang dipakai oleh para pelaku perampokan dalam beraksi.
Berikut narasi lengkap pesan berantai itu:
"Sekedar informasi, PENTING!Kalau Anda menemukan tulisan atau coretan di dinding, tembok, tiang telpon, dan sejenis tiang-tiang lainnya, langsung saja dihapus atau memblok tulisan atau coretan tersebut. Karena ada indikasi maling-maling atau rampok yang mengincar rumah Anda.
*cross merah: ada penjaga.*cross putih: tidak ada penjaga.*PA: posisi aman.*24: indikasi jam-jam aman melakukan aksi (02.00-04.00 pagi).*strong: lokasi aman untuk melakukan aksi.
#Mohon di share kepada RT/RW dan lingkungan Anda.Ditambah lagi jaman sekarang ada modus "manusia gerobak" dengan kedok tukang sampah atau pemulung yang sering lewat perumahan dan ternyata mengintai rumah kata. Semoga bermanfaat, salam kuper."
Dalam pesan berantai ini, terdapat pula foto yang memperlihatkan sebuah tiang yang diberi coretan dengan cat putih.
Gambar tangkapan layar pesan berantai mengenai kode perampok yang beredar di WhatsApp.
Apa benar coretan tersebut adalah kode yang dipakai pelaku perampokan?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan dari media-media kredibel mengenai coretan tersebut. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa pesan berantai dengan narasi serupa pernah beredar pada 2016.
Dikutip dari Detik.com, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, menyatakan bahwa pesan berantai soal kode pelaku kejahatan itu tidak benar. "Tidak ada hal tersebut dan itu hanya bertujuan untuk menimbulkan keresahan dalam masyarakat," ujarnya pada 1 Mei 2016.
Meskipun demikian, Boy mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan melapor ke polisi apabila ada hal-hal yang mencurigakan. "Prinsip waspada harus ada dalam masyarakat, demikian pula dengan penerapan siskamling," ujar Boy.
Pada 2015, pesan berantai yang sama pun pernah beredar. Ketika itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mohammad Iqbal, memastikan bahwa pesan berantai mengenai kode para pencuri itu hoaks. "Enggak ada itu," kata Iqbal pada 15 Oktober 2015 seperti dikutip dari Kompas.com.
Kendati demikian, masyarakat tetap diminta waspada sehingga tidak terjadi tindak pidana berupa pencurian atau pun perampokan di rumah mereka. "Upaya pencegahan setiap saat ada. Jangan membuka kesempatan terhadap pelaku," kata Iqbal.
Adapun kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Eliasta Meliala, saat dihubungi Tim CekFakta Tempo pada 1 Mei 2020, mengatakan bahwa pesan berantai itu mengada-ada. Menurut dia, daripada membuat kode lewat coretan, pelaku bakal lebih mudah berkomunikasi melalui WhatsApp atau media sosial lain yang sifatnya jauh lebih rahasia.
"Bawa-bawa cat kan mencurigakan. Sementara banyak media lain yang jauh lebih efektif. Singkatnya, mengada-ada," kata Adrianus. Dia juga menambahkan, "Mungkin saja hal itu pernah dipraktekkan. Namun, sekarang, tentu sudah tidak ada yang melakukannya."
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim dalam pesan berantai di atas soal coretan di dinding atau tiang yang dipakai perampok sebagai kode keliru. Pesan berantai itu pernah beredar pada 2015 dan 2016. Menurut polisi, pesan berantai tersebut hoaks. Kriminolog pun mengatakan pesan berantai itu mengada-ada.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
Halaman: 4664/6099