• (GFD-2020-8404) Tidak Terbukti, Stanley Meyer yang Disebut Temukan Mobil Berbahan Bakar Air Meninggal karena Dibunuh Pebisnis Minyak

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Sebuah tulisan panjang yang menceritakan penyebab kematian Stanley Meyer, seorang ahli mesin asal Amerika Serikat, beredar di Facebook. Menurut tulisan itu, pria yang diklaim sebagai penemu mobil dengan mesin berbahan bakar air tersebut meninggal karena dibunuh oleh sekelompok pebisnis minyak yang tidak suka dengan temuan cemerlangnya.
    Tulisan itu dibagikan salah satunya oleh akun Facebook Zamharir Akmal, tepatnya pada 5 Desember 2020, di grup Facebook Dimensi Pengetahuan. Selain tulisan tersebut, akun ini membagikan foto Stanley di atas mobil yang mesinnya berbahan bakar air dan foto halaman sebuah majalah yang memuat berita kematian Stanley.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Zamharir Akmal.

    Hasil Cek Fakta


    Hingga kini, kematian Stanley Meyer yang masih misterius banyak diulas oleh berbagai media di Indonesia dan beberapa situs luar negeri. Dikutip dari Detik.com, Stanley tewas pada 21 Maret 1998 saat berada di restoran ketika bertemu dengan dua orang investor asal Belgia.
    "Stanley meneguk jus cranberry. Lalu, ia memegang lehernya, berlari keluar, berlutut, dan muntah-muntah," kata saudara kembar Stanley yang bernama Stephen Meyer. "Saya pun berlari keluar dan bertanya kepadanya, apa yang terjadi," ujar Stephen.
    "Dia berkata, 'mereka meracuniku'. Itu menjadi kalimat yang kudengar di tengah kondisinya yang sekarat," katanya. Namun, hasil otopsi oleh dokter yang bernama William R. Adrion menyimpulkan bahwa Meyer meninggal akibat cerebral aneurysma karena darah tinggi.
    Situs Dispatch.com pernah menulis bahwa kematian Stanley diselediki selama tiga bulan oleh kepolisian Grove City. "Kematian Meyer dicampuradukkan dengan segala macam cerita konspirasi, cerita jubah dan belati," kata letnan polisi Grove City, Steve Robinette, detektif utama dalam kasus ini.
    Mereka memutuskan bahwa Stanley yang memiliki tekanan darah tinggi meninggal karena aneurisma otak. Polisi tidak menemukan bukti-bukti lain dari kematian Stanley. Satu-satunya obat yang terdeteksi yang ia konsumsi adalah pereda nyeri lidokain dan fenitoin, yang digunakan untuk mengobati kejang.
    Hingga artikel Tempo ini dimuat pada 7 Desember 2020, belum ada berita terbaru mengenai penyebab kematian Stanley selain aneurisma otak, termasuk bukti bahwa ia dibunuh oleh sekelompok pebisnis minyak.
    Terkait temuan Meyer, yakni mobil dengan mesin berbahan bakar air, juga masih menjadi pro dan kontra. Meyer mengklaim bahwa sel bahan bakar yang ia kembangkan bekerja dengan cara memecah atom air menjadi bentuk paling dasar, yakni dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, sehingga dinamai H2O.
    Hidrogen kemudian dibakar untuk menghasilkan energi yang akan dikirim ke roda mobil. Oksigen bersama sisa air akan dibuang melalui knalpot, yang tidak mengeluarkan emisi berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan dibandingkan dengan mobil berbahan bakar bensin.
    Namun, menurut editor jurnal Nature, Philip Ball, dalam kolomnya, menilai bahwa berbagai klaim soal temuan bahan bakar air, seperti yang ditemukan Stanley, termasuk dalam pseudosains. Philip mengatakan hidrogen memang bahan bakar yang menjanjikan dalam ekonomi energi bersih yang baru.
    Tapi membuat hidrogen dari air membutuhkan lebih banyak energi daripada yang bisa didapatkan dari membakarnya. Menurut Philip, mengekstrak energi bersih dari siklus total ini tidak memungkinkan, sebagaimana hukum pertama dan kedua termodinamika.
    Situs Carthrottle juga menulis, beberapa bulan setelah mengembangkan sel bahan bakar hidrogen tersebut, Stanley menghadapi tuntutan hukum dari para investor yang menilai bahwa mobil berbahan bakar hidrogen buatannya itu palsu dan tidak sah.
    Pengadilan pun menghadirkan tiga saksi ahli yang menyimpulkan bahwa tidak ada yang revolusioner dari temuan Stanley karena hanya menggunakan elektrolisis konvensional. Pengadilan kemudian memerintahkan Stanley untuk membayar kembali semua investor yang menggugatnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Stanley Meyer, pria yang diklaim sebagai penemu mobil dengan mesin berbahan bakar air, meninggal karena dibunuh oleh sekelompok pebisnis minyak, tidak bisa dibuktikan. Hasil otopsi dan penyelidikan polisi menyatakan Meyer meninggal karena aneurisma otak, pembesaran atau penonjolan pembuluh darah otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Hingga kini, belum ditemukan bukti-bukti baru yang mengarah pada adanya pembunuhan dalam kematian Stanley.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8403) Sesat, Video yang Diklaim Tunjukkan Gunung Semeru Meletus pada 1 Desember 2020

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Video yang memperlihatkan momen ketika sebuah gunung meletus dan menyemburkan awan panas serta lava pijar beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video Gunung Semeru di Jawa Timur yang meletus pada 1 Desember 2020 dini hari. Dalam video itu, terlihat pula suasana kepanikan warga.
    “Erupsi Guguran lava pijar di puncak Gunung Semeru, Jawa Timur, terjadi sebanyak 13 kali g jarak luncur 300-1500 meter Warga Situparang Mengungsi di titik aman (1 Desember 2020),” demikian narasi yang tercantum di bagian kiri bawah video tersebut.
    Di YouTube, video itu diunggah salah satunya oleh kanal Putra Gama Official, yakni pada 1 Desember 2020. Video berdurasi 1 menit 48 detik tersebut diunggah dengan judul “Gunung Semeru Meletus”. Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 600 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Putra Gama Official.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar tersebut ditelusuri dengan reverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video yang diunggah oleh kanal Putra Gama Official merupakan gabungan dua rekaman dari peristiwa yang berbeda.
    Rekaman pertama memperlihatkan erupsi Gunung Sakurajima, Jepang, pada November 2019. Video ini identik dengan foto yang pernah dimuat oleh situs Unofficial Networks dalam artikelnya pada 1 April 2020. Menurut situs ini, foto itu adalah foto letusan Gunung Sakurajima, Jepang, pada 12 November 2019.
    Dalam artikel tersebut, terdapat pula video yang berasal dari kanal YouTube TN yang diunggah pada 12 November 2019. Video itu sama dengan video yang diunggah oleh kanal Putra Gama Official, namun memiliki kualitas yang lebih baik. Video ini berjudul "Letusan dahsyat Sakurajima pada 12 November 2019".
    Menurut keterangan video tersebut, erupsi itu terjadi pada malam bulan purnama, pukul 23.07 waktu setempat. Ketika gunung tersebut meletus, terjadi gesekan pada partikel-partikel abu, sehingga menghasilkan pelepasan listrik dan muncul petir di kolom asap.
    Adapun rekaman kedua dalam video unggahan kanal Putra Gama Official memang memperlihatkan kepanikan warga di desa yang berada di kaki Gunung Semeru, Desa Supiturang. Lokasi dalam rekaman ini identik dengan lokasi dalam video yang pernah diunggah oleh kanal YouTube Bang iOne pada 30 November 2020 dengan judul "Warga Lereng Semeru Terus Mengungsi". Kanal ini menulis bahwa lokasi diambilnya video itu adalah di Desa Supiturang.
    Kesamaan terlihat pada bentuk dan warna gapura desa, parabola yang terpasang di sebelah kanan gapura, dan bentuk bangunan-bangunan di sebelah kanan-kiri gapura tersebut. Namun, terkait waktu diambilnya rekaman dalam video unggahan kanal Putra Gama Official tersebut, belum terkonfirmasi.
    Erupsi Gunung Semeru pada 1 Desember 2020 dini hari
    Berdasarkan arsip berita Tempo, aktivitas Gunung Semeru dilaporkan mulai meningkat pada 27 November 2020. Saat itu, gunung yang berada di Jawa Timur tersebut mengeluarkan guguran lava pijar yang mengarah ke wilayah Curah Kobokan sebanyak 13 kali, dengan jarak luncur dari puncak sekitar 500-1.000 meter.
    Pada 1 Desember 2020 dini hari, guguran lava pijar kembali terjadi, dan meluncur sejauh 3.000 meter dari puncak gunung. Akibatnya, ratusan warga yang tinggal di lereng Gunung Semeru yang berada di Kabupaten Lumajang harus mengungsi. Namun, pada 2 Desember 2020, warga yang sempat mengungsi telah kembali ke rumah masing-masing.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan video Gunung Semeru yang meletus pada 1 Desember 2020, menyesatkan. Video tersebut adalah gabungan dua rekaman dari peristiwa yang berbeda. Rekaman kedua memang menunjukkan kepanikan warga di desa yang berada di kaki Gunung Semeru, Desa Supiturang. Namun, belum terkonfirmasi kapan diambilnya rekaman ini. Rekaman pertama pun memperlihatkan letusan Gunung Sakurajima di Jepang pada 12 November 2019, bukan letusan Gunung Semeru pada 1 Desember 2020.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8402) Sesat, Foto yang Disebut Vaksinasi Covid-19 di Peru yang Dikawal Tentara

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Tiga foto yang diklaim sebagai foto vaksinasi di Peru yang dikawal oleh tentara beredar di Facebook. Foto ini beredar di tengah semakin banyaknya vaksin Covid-19 yang menjalani fase uji klinis. Dalam tiga foto itu, terlihat sejumlah petugas kesehatan dengan alat pelindung diri (APD) yang mendatangi rumah-rumah dan menyuntik warga. Dalam salah satu foto, tampak tentara bersenjata yang mengawal vaksinasi itu.
    Salah satu akun yang membagikan foto-foto itu adalah akun Lena Sitorus, tepatnya pada 7 November 2020. “Kabarnya vaksin sudah diedarkan di Peru door to door pintu ke pintu ,,kalau pakai senjata berarti seperti pemaksaan ya ...semakin berdoa kita dan berjaga jaga saudaraqu ..," demikian narasi yang ditulis oleh akun tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lena Sitorus.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto-foto tersebut denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa tiga foto itu bukan foto vaksinasi Covid-19 di Peru, melainkan vaksinasi difteri bagi warga Peru yang belum mendapatkan vaksin tersebut.
    Ketiga foto itu pernah diunggah oleh akun Facebook resmi Kementerian Kesehatan Peru (Ministerio de Salud del Perú) pada 28 Oktober 2020. Dalam keterangannya, Kemenkes Peru menyebut bahwa peristiwa dalam ketiga foto tersebut adalah asesmen dan vaksinasi dari rumah ke rumah oleh 50 Brigade Minsa di kawasan Manzanilla, La Victoria, pasca ditemukannya kasus difteri di sana.
    Para ahli dalam tim tersebut diterjunkan untuk mengidentifikasi warga yang belum mendapatkan vaksin difteri dan mencatat warga yang diduga mengalami penyakit tersebut.
    Penjelasan di akun Kemenkes Peru itu sama dengan penjelasan dalam berita yang dimuat oleh situs media Peru  El Comercio pada 28 Oktober 2020. Sebanyak 50 brigade diterjunkan oleh Kemenkes Peru di sebanyak 130 blok di distrik La Victora.
    Mereka diterjunkan setelah Wakil Menteri Kesehatan Peru Luis Suarez Ognio mengkonfirmasi adanya kasus difteri yang ditemukan pada anak perempuan berusia 5 tahun. Brigade ini terdiri dari para dokter dan perawat, serta didukung oleh agen-agen Kepolisian Nasional, Angkatan Darat, dan petugas La Victoria.
    Menurut Direktur Diris Lima Centro, Alfredo Centurion, dalam wawancara di program televisi America Noticias, brigade-brigade tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran difteri. Mereka melakukan vaksinasi terhadap anak-anak, remaja, dan ibu hamil yang belum mendapatkan vaksin difteri.
    Video saat brigade kesehatan itu melakukan persiapan hingga melakukan vaksinasi terhadap warga pernah dimuat oleh America Noticias pada 29 Oktober 2020. Pada menit 2:23, terlihat momen ketika 50 Brigade Minsa bersama polisi dan tentara bersiap-siap sebelum terjun ke distrik La Victoria.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto-foto di atas adalah foto vaksinasi Covid-19 di Peru dengan mengerahkan tentara bersenjata, menyesatkan. Vaksinasi dalam foto tersebut memang digelar di Peru. Namun, vaksinasinya adalah untuk difteri, bukan Covid-19. Vaksinasi ini dilakukan setelah ditemukan seorang bocah perempuan berusia 5 tahun di Peru yang terkena difteri.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8401) Keliru, Foto dan Narasi bahwa Dua Pelaku Teror Sigi dari Kelompok MIT Telah Ditembak Mati

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Dua foto yang diklaim sebagai foto dua pelaku teror di Sigi, Sulawesi Tengah, yang telah ditembak mati beredar di Facebook. Foto ini beredar beberapa hari setelah terjadinya pembunuhan terhadap empat orang dalam satu keluarga di Desa Lembantongoa, Sigi, pada 27 November 2020 oleh orang tak dikenal. Para pelaku juga membakar enam rumah warga dan satu rumah tempat pelayanan umat. Polisi menduga pelaku merupakan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso.
    Salah satu akun yang membagikan dua foto beserta klaim tersebut adalah akun Effendy Rahmat, yakni pada 1 Desember 2020. Akun ini menulis, “Dua Buron Teroris Anggota Mujahidin Indonesia Timur di Poso Ditembak Mati. Akhirnya terbunuh juga, pembunuh 4 nyawa satu keluarga yg tak berdosa di Sigi, Palu." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 500 reaksi dan 94 komentar serta dibagikan lebih dari 500 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Effendy Rahmat.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital kedua foto di atas denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa salah satu foto, yakni foto pria yang memegang senapan, tidak terkait dengan aksi teror di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, pada 27 November 2020.
    Foto tersebut pernah dimuat oleh Kumparan.com pada 8 November 2020 dalam artikelnya yang berjudul “Bojes, DPO MIT Poso Pernah Muncul di Palu pada 2019”. Kumparan.com memberikan keterangan bahwa pria itu adalah Wahid alias Aan alias Bojes, salah satu anggota kelompok Muhajidin Indonesia Timur (MIT) Poso, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
    Dilansir dari Detik.com, pada 17 November 2020, dua anggota kelompok MIT yang masuk dalam DPO ditembak mati oleh tim Satuan Tugas (Satgas) Tinombala di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Didik Supranoto, dua DPO itu adalah Wahid alias Aan alias Bojes dan Aziz Arifin alias Aziz yang sempat terendus berkeliaran di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
    Adapun foto lainnya, yang menunjukkan seorang pria yang tewas, belum terkonfirmasi. Meskipun demikian, wajah pria dalam foto ini identik dengan wajah Wahid alias Aan alias Bojes.
    Pasca aksi teror di Desa Lembantongoa, Sigi, yang menewaskan empat orang dalam satu keluarga itu, Polri telah menurunkan Satgas Tinombala ke wilayah tersebut pada akhir November lalu. Namun, hingga 3 Desember 2020, berdasarkan pemberitaan media, belum ada pelaku aksi teror tersebut yang ditangkap oleh Polri. Tidak ada pula peristiwa ditembak matinya dua anggota MIT yang terkait dengan teror tersebut. Saat ini, satgas masih memburu Ali Kalora, pentolan MIT yang disebut sebagai dalang pembantaian di Sigi.
    Satgas Tinombala pun justru dikritik. Dilansir dari arsip berita Tempo, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pemerintah perlu mengevaluasi kinerja Satgas Tinombala. Pasalnya, ribuan personil TNI-Polri sudah diterjunkan bertahun-tahun untuk memburu kelompok MIT yang jumlahnya tidak sampai 20 orang. Namun, tugas itu tak kunjung selesai.
    Menurut Khairul, kemunculan kelompok MIT yang ditengarai sebagai dalang pembunuhan satu keluarga di Desa Lembantongoa, Sigi, menandakan bahwa Satgas Tinombala gagal menghentikan konsolidasi dan eksistensi MIT. Ia pun mengaku sempat khawatir ketika Satgas Tinombala hibernasi dan akhirnya mengakibatkan organisasi MIT bisa berkonsolidasi dan kembali eksis.
    Direktur Imparsial Al-Araf mengatakan hal serupa. Ia meminta pemerintah mengevaluasi kinerja Satgas Tinombala yang sudah berjalan sejak 2016 di Poso, Sulawesi Tengah. Masa tugas Satgas ini akan rampung pada akhir Desember 2020. "Operasi keamanan yang dilakukan harus lebih terencana dan terukur sehingga menghasilkan kerja yang efektif untuk mengatasi itu," kata Al Araf saat dihubungi Tempo.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto dan klaim bahwa dua pelaku teror di Desa Lembantongoa, Sigi, Sulawesi Tengah, yang diduga merupakan anggota MIT telah ditembak mati, keliru. Satu dari dua foto di atas merupakan foto Wahid alias Aan alias Bojes, salah satu anggota kelompok MIT Poso yang masuk dalam DPO yang ditembak mati oleh Densus 88 pada pertengahan November 2020. Hingga 3 Desember 2020, Satgas Tinombala yang diterjunkan Polri ke Sigi pun belum menangkap pelaku aksi teror di Sigi yang diduga dilakukan oleh anggota MIT.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan