• (GFD-2021-8672) Keliru, Pesan Berantai yang Sebut Kanada Tolak Hilangkan Babi dari Menu Makanan Sekolah

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/06/2021

    Berita


    Pesan berantai yang berjudul "Babi di Kanada" beredar di Facebook dalam beberapa hari terakhir. Pesan ini berisi penjelasan tentang mengapa Kanada menolak menghilangkan babi dari menu makanan sekolah, meskipun banyak muslim di sana yang meminta babi tidak dihidangkan di kantin-kantin dan restoran-restoran di Montreal, salah satu kota di Quebec, Kanada.
    Dalam pesan berantai sepanjang lima paragraf ini, terdapat kutipan yang diklaim berasal dari Gubernur Montreal. Berikut sebagian kutipannya:
    "Akhirnya, mereka ( muslim yang di Kanada) harus mengerti bahwa di Kanada (Quebec) dengan akar Yudeo-Kristen, pohon natal, gereja dan festival keagamaannya, agama harus tetap berada dalam wilayah pribadi. Kotamadya Dorval benar menolak konsesi apapun terhadap Islam dan Syariah."
    Salah satu akun yang membagikan pesan berantai itu adalah akun ini, tepatnya pada 15 Juni 2021. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 700 reaksi dan 500 komentar serta dibagikan sebanyak 94 kali.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi isi dari pesan berantai tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula melakukan pencarian di Facebook dengan kata kunci "Canadian mayor tells muslim to pound pork". Hasilnya, ditemukan pesan berantai dengan narasi serupa dalam bahasa Inggris yang beredar pada 2014 dan 2017. Narasi ini pun dipublikasikan oleh sejumlah situs berbahasa Inggris dan dibagikan ulang oleh para warganet di Facebook.Meskipun begitu, Pemerintah Kotamadya Dorval telah memberikan bantahan terhadap klaim tersebut pada 27 Januari 2015 silam. Berikut penjelasan mereka seperti dikutip dari laman resmi Pemerintah Kotamadya Dorval :
    "Selama beberapa minggu terakhir, berita palsu beredar di jejaring sosial, serta melalui serangkaian email, bahwa Walikota Dorval diduga menolak menindaklanjuti permintaan dari orang tua muslim untuk menghapus menu babi dari kantin sekolah. Cerita ini juga mengutip komentar spekulatif dari Wali Kota tentang umat Islam.
    Kota Dorval ingin mencela artikel palsu ini dan membenci perampasan identitas ini. Pengguna internet di seluruh dunia telah mempublikasikan berita palsu ini, dan Wali Kota ingin meluruskan dengan mengatakan bahwa, tidak ada alasan bagi dia atau perwakilan kota mana pun untuk membuat komentar seperti itu.
    Meskipun sulit untuk melacak asal-usul tipuan ini, penyelidikan kami menduga bahwa artikel palsu ini menyebar dari Amerika Serikat. Kebohongan serupa tentang seorang Wali Kota di Belgia pernah menyebar di internet pada 2013."
    Narasi serupa, namun menyasar Wali Kota Ath di Belgia, memang pernah menyebar pada 2013. Organisasi pemeriksa fakta AS, Snopes, telah memverifikasi klaim tersebut pada 29 September 2014.
    Menurut Snopes, sesuai pengumuman yang diunggah ke situs resmi Pemerintah Kota Ath, Wali Kota Duvivier tidak hanya membantah telah membuat pernyataan yang dikaitkan dengannya itu. Ia juga menyatakan bahwa tidak pernah ada permintaan kepadanya untuk mengeluarkan menu babi dari kantin sekolah.
    Dalam siaran persnya, Duvivier menjelaskan bahwa “tidak ada orang dari kebangsaan atau kelompok etnis apa pun yang mengajukan permintaan seperti itu kepada layanan kota, dengan Tuan Bruno Boel, Sekretaris Kota, atau saya sendiri. Ini bohong,” katanya. Ia menambahkan, selama ini, kehadiran menu babi di kantin sekolah tidak pernah menjadi masalah.
    Menurut Snopes, pada 2016, narasi palsu ini kembali menyebar, dengan menarget Wali Kota Maryborough di Victoria, Australia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berjudul "Babi di Kanada", yang berisi klaim bahwa Kanada menolak menghilangkan babi dari menu makanan sekolah itu, keliru. Pesan berantai tersebut merupakan hasil daur ulang dari pesan berantai yang telah menyebar sejak 2013. Pemerintah Kanada telah membantah klaim dalam pesan berantai itu pada 2015.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8671) Keliru, Klaim Produk Hand Sanitizer di Foto Ini Mengandung Virus Baru

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/06/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan sebotol hand sanitizer dengan merek "Farah" yang disandingkan dengan foto telapak tangan yang melepuh beredar di Facebook. Menurut klaim yang menyertainya, hand sanitizer dalam foto tersebut tidak berisi zat pembersih, melainkan virus baru.
    "Jangan gunakan sanitizer perusahaan ini. Ini bukan sanitizer. Ini adalah virus baru dengan penyakit awal. Bagikan dengan semua orang," demikian teks yang tertulis di bagian atas kedua foto tersebut. Foto-foto dan klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun ini pada 11 Juni 2021.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait produk hand sanitizer yang terlihat dalam foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri berbagai informasi dan pemberitaan terkait produk hand sanitizer Farah dalam unggahan di atas. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa hand sanitizer Farah merupakan produk yang diproduksi oleh National Detergent Company (NDC), perusahaan manufaktur asal Oman.
    NDC memproduksi dan mendistribusikan berbagai produk, seperti deterjen bubuk, deterjen cair, sabun, sampo, alat bantu binatu, dan pembersih rumah tangga. NDC disebut sebagai perusahaan sabun dan deterjen bersertifikat ISO pertama di Oman dengan lima pabrik yang berlokasi di kawasan Industri Sohar, Ghala, dan Rusayl.
    Dilansir dari laman resmi NDC, produk hand sanitizer Farah dibuat sesuai standar tertinggi, dengan memastikan kadar etil alkohol atau etanol di atas 70 persen v/v (persyaratan standar adalah 60 persen v/v etil alkohol). Produk itu pun diklaim menggunakan etil alkohol kualitas unggul yang hanya mengandung tingkat metanol yang dapat dilacak.
    Dikutip dari Times of Oman, Anish Kumar, Head of Marketing NDC, mengatakan produk hand sanitizer tersebut telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan Oman. Pembersih tangan ini telah mematuhi standar kesehatan lokal dan global. Hand sanitizer tersebut dibuat sesuai standar kualitas tertinggi dan memastikan kandungan etil alkohol jauh di atas 70 persen.
    Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat pun tidak memasukkan produk buatan NDC tersebut dalam daftar produk pembersih tangan berbasis alkohol yang diawasi. FDA hanya mengawasi dengan ketat produk pembersih tangan berbasis alkohol yang berasal dari Meksiko dan melarang sementara impor produk pembersih tangan dari negara tersebut, serta memperingatkan konsumen dan penyedia layanan kesehatan untuk melakukan pengawasan ketat pada produk pembersih tangan yang diberi label mengandung metanol.
    Metanol adalah zat yang dapat menjadi racun bila diserap melalui kulit atau tertelan. Jika tertelan, hal itu dapat mengancam jiwa. Metanol bukanlah bahan yang dapat diterima untuk pembersih tangan dan tidak boleh digunakan karena efek toksiknya. FDA mengingatkan konsumen untuk sering mencuci tangan dengan sabun dan air. Jika sabun dan air tidak tersedia, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan konsumen menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol yang mengandung setidaknya 60 persen etanol.
    Dilansir dari CNN, selama pandemi Covid-19 berlangsung, FDA telah meningkatkan pengawasan produk hand sanitizer. Badan itu juga mengeluarkan daftar 100 pembersih tangan berbahaya yang mengandung metanol. Sepanjang April-Desember 2020, FDA menemukan bahwa 84 persen sampel yang dianalisis tidak sesuai dengan ketentuan dan lebih dari setengah sampel ditemukan mengandung bahan beracun, termasuk metanol dan/atau 1-propanol, dalam tingkat yang berbahaya.
    Daftar pembersih tangan berbahaya menurut FDA bisa diakses di tautan ini.
    Terkait foto tangan melepuh yang disandingkan dengan foto hand sanitizer Farah, foto tersebut pernah beredar di India pada Juli 2020 lalu. Ketika itu, foto ini disebut memperlihatkan tangan seorang pria yang melepuh akibat hand sanitizer. Namun, sejumlah organisasi pemeriksa fakta telah membantahnya, salah satunya Digiteye.
    Menurut dokter kulit yang diwawancarai oleh Digiteye, sangat tidak mungkin hand sanitizer bisa menyebabkan efek seperti yang terlihat dalam foto tersebut. Bisa jadi itu adalah eksim dishidrotik, kondisi kulit di mana lepuh kecil berisi cairan muncul di telapak tangan dan jari. Setelah ditelusuri, Digiteye menemukan bahwa kondisi kulit dalam foto itu memang identik dengan kondisi kulit penderita eksim dishidrotik.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa hand sanitizer dalam foto di atas, yang bermerek Farah, mengandung virus baru, keliru. Produk hand sanitizer Farah, buatan perusahaan manufaktur Oman, National Detergent Company (NDC), telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan Oman serta dinilai telah mematuhi standar kesehatan lokal dan global. FDA pun tidak memasukkan produk tersebut dalam daftar produk hand sanitizer berbasis alkohol yang diawasi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8670) Sesat, Klaim Pemkot Pekanbaru Tarik Semua Vaksin Covid-19 dari RS karena Tidak Manjur

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/06/2021

    Berita


    Sebuah foto surat berkop "Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Pekanbaru" terkait perintah pengembalian vaksin Covid-19 beredar di Facebook. Menurut surat yang ditujukan kepada direktur-direktur rumah sakit di seluruh Pekanbaru itu, perintah tersebut dikeluarkan terkait dengan adanya evaluasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 oleh Pemkot Pekanbaru, Riau.
    Surat ini pun dibubuhi dengan teks tambahan berwarna merah yang berbunyi: "Barangnya udah di suntikkan kok baru di evaluasi, bagi yang gak tahu ya jadi kelinci percobaan. yang kebal tidak seberapa berpengaruh bagi tubuhnya, yang gak kebal ya tahu sendirilah efeknya... ada yang ini ada yang itu, bahkan ada yang meninggal..."
    Akun ini membagikan foto surat tersebut pada 11 Juni 2021. Akun itu menulis, “VAKSIN OH.... VAKSIN. Keampuhan vaksin masih tarik ulur, tapi rakyat dipaksa untuk vaksin. Negara sendiri sulit sebenarnya untuk menjamin ke saktian vaksin ini dalam menghadapi virus corona. Tapi rakyat dipaksa, bagi yang tidak mau di vaksin, jika rakyat berurusan dengan negara tidak dilayani.”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim menyesatkan terkait kebijakan penarikan vaksin Covid-19 oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, Riau.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri pemberitaan terkait melalui sejumlah media kredibel. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa Pemkot Pekanbaru memang sempat menarik vaksin Covid-19 dari seluruh rumah sakit di wilayahnya. Namun, alasan penarikan vaksin Covid-19 tersebut bukan karena tidak ampuh, melainkan untuk mencocokkan data vaksin di rumah sakit dengan jumlah persediaan vaksin.
    Dilansir dari Kompas.com, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pekanbaru Arnaldo Eka Putra mengatakan pihaknya menarik vaksin Covid-19 di semua rumah sakit pada 8 Juni 2021. "Sudah kita tarik semua vaksin di 28 rumah sakit. Totalnya ada 916 vial vaksin Covid-19," ujar Arnaldo pada 10 Juni 2021. Artinya, terdapat 6.190 dosis vaksin yang ditarik sementara.
    Menurut Arnaldo, vaksin yang terdapat di rumah-rumah sakit di Pekanbaru ditarik karena adanya evaluasi pelaksanaan vaksinasi. "Penarikan dosis vaksin karena terdapat data yang tidak cocok. Kita menemukan data vaksin di rumah sakit yang tidak sesuai dengan jumlah persediaan dosis vaksin," ujarnya.
    Data jumlah vaksin, kata dia, seharusnya terdapat dalam Sistem Monitoring Imunisasi Logistik secara Elektronik (SMILE). "Yang jadi persoalan, vaksin disuntikan, tapi tidak cocok dengan data P-care," ujarnya. Arnaldo mengatakan pihak rumah sakit mestinya memasukkan data warga yang sudah suntik vaksin dalam data P-Care. Data ini kemudian masuk dalam sistem komputer.
    Penjelasan Arnaldo terkait penarikan vaksin Covid-19 itu juga diberitakan oleh Hallo Riau. Menurut dia, kebijakan tersebut diambil setelah adanya evaluasi pelaksanaan vaksin Covid-19 oleh Pemkot Pekanbaru. Rumah-rumah sakit sebagai pelaksana vaksinasi Covid-19 dinilai tidak melakukan proses pendataan dengan baik.
    "Masyarakat di Pekanbaru yang sudah mendapat vaksin Covid-19 mencapai 260 ribu orang. Banyak dari masyarakat baru mendapat vaksin dosis pertama. Mereka yang mendapat suntikan vaksin pertama berkisar 180 ribu orang. Lalu yang mendapat vaksin kedua berkisar 80 ribu orang. Kan jumlahnya banyak, tapi datanya tidak tercatat dengan baik di rumah sakit," ujar Arnaldo.
    Menurut Arnaldo, ada ketidaksesuaian antara data pasokan vaksin di rumah sakit dan jumlah penerima vaksin. Dirinya pun kerap mendapat teguran dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Mereka mempertanyakan data vaksin yang berserakan. "Maka, kita ambil sikap tegas ke rumah sakit. Kita tarik dulu dosis vaksin di rumah sakit," tuturnya.
    Dilansir dari Detik.com, Dinas Kesehatan Pekanbaru kembali mendistribusikan vaksin Covid-19 yang sempat ditarik dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan pada 10 Juni 2021. "Kemarin vaksin ditarik karena dievaluasi agar data distribusi ada, khususnya dari dinas kesehatan ke rumah sakit," kata juru bicara Satgas Covid-19 Pekanbaru, Ingot Hutasuhut.
    Ingot mengatakan ada banyak masalah yang terjadi saat pendistribusian vaksin sebelumnya. Dia menyebut ada vaksin yang sudah disuntikkan, tapi tidak dilaporkan ke Dinas Kesehatan Pekanbaru. "Itu kemarin ada bermacam masalah dan menyebabkan keterlambatan laporannya. Ada sudah divaksin, karena jaringan tidak ter-input. Itu yang kita evaluasi semuanya," kata Ingot.
    Evaluasi soal distribusi vaksin ini dilakukan selama dua hari. Setelah evaluasi tuntas, Dinas Kesehatan Pekanbaru kembali mendistribusikan vaksin ke fasilitas kesehatan untuk disuntikkan ke masyarakat. "Hari ini, semua sudah dipersilakan untuk mengambil kembali. Intinya kemarin itu untuk evaluasi saja, kita data ulang untuk laporan karena ini berkaitan dengan pusat, pemerintah pusat minta laporan," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta tempo, klaim bahwa Pemkot Pekanbaru menarik semua vaksin Covid-19 dari rumah sakit karena tidak manjur, menyesatkan. Pada 8 Juni 2021, Pemkot Pekanbaru memang sempat menarik seluruh vaksin Covid-19 dari rumah-rumah sakit di wilayahnya. Namun, kebijakan itu diambil karena adanya ketidaksesuaian antara data vaksin di rumah sakit dan jumlah persediaan vaksin.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8669) Sesat, Klaim Arab Saudi Lagi-lagi Tak Masukkan Indonesia di Daftar Haji 2021

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/06/2021

    Berita


    Klaim bahwa Kerajaan Arab Saudi lagi-lagi tidak memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara yang boleh mengikuti ibadah Haji 2021 beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam artikel yang berjudul "Arab Saudi buka Ibadah haji 2021, lagi-lagi Indonesia tidak masuk daftar".
    Artikel tersebut dipublikasikan oleh situs Ayahbunda.my.id pada 12 Juni 2021. Artikel itu dibuka dengan kalimat: “Pemerintah Arab Saudi akhirnya membuka kembali ibadah haji 2021 untuk umat muslim. Lagi-lagi meski ibadah haji telah dibuka, namun Indonesia tidak masuk dalam daftar negara yang mendapatkan kuota haji tahun ini.”
    Di Facebook, artikel itu dibagikan oleh akun ini pada tanggal yang sama. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 1.100 reaksi dan 250 komentar serta dibagikan sebanyak 97 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi artikel dengan judul yang menyesatkan terkait penyelenggaraan ibadah Haji 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan pemeriksaan Tim CekFakta Tempo terhadap konten artikel tersebut, terdapat ketidaksesuaian antara judul, kalimat pembuka, dan keseluruhan isi artikel. Penjelasan mengapa Indonesia tidak masuk dalam daftar negara yang mendapatkan kuota Haji 2021 diuraikan dalam paragraf keenam yang berbunyi:
    "Pemerintah Arab Saudi baru saja memutuskan membuka jamaah haji tahun 2021 atau 1442 H. Dalam peraturan tersebut jamaah yang diperbolehkan melakukan ibadah haji sebanyak 60 ribu orang.
    Pemerintah Saudi menyatakan, calon jemaah yang bisa mengikuti ibadah haji tahun ini hanyalah warga lokal serta WNA yang sudah menetap di Saudi.
    'Melihat perkembangan pandemi COVID-19 yang terus merebak dan munculnya mutasi baru, pendaftaran haji 1442 H akan dibatasi hanya untuk mukimin (ekspatriat) dan warga Arab Saudi dari dalam negeri,' tulis Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi dalam pengumumannya di Twitter, Sabtu (12/6)."
    Rilis oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi tersebut memang ditemukan di akun Twitter resminya yang diunggah pada 12 Juni 2021. Dalam rilis itu, tertulis:
    “Kementerian Haji dan Umrah mengumumkan mekanisme dan kontrol Haji 1442 H. Melihat perkembangan pandemi #viruscorona (Covid-19) yang terus berlanjut dan munculnya mutasi baru di dalamnya, maka pendaftaran Haji 1442 H akan dibatasi hanya untuk warga yang berada di dalam Kerajaan Arab Saudi.”
    Tim CekFakta Tempo pun membandingkan artikel tersebut dengan arsip berita Tempo terkait pelaksanaan ibadah Haji 2021. Menurut arsip berita Tempo pada 12 Juni 2021, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengkonfirmasi bahwa tidak ada jamaah haji dari luar Arab Saudi dalam pelaksanaan haji tahun ini. Pasalnya, pelaksanaan ibadah Haji  2021 hanya terbatas bagi penduduk di sana, baik itu warga negara Arab Saudi maupun para ekspatriat yang telah berada di negara tersebut.
    Sebelumnya, pada 2020, Kerajaan Arab Saudi juga membatasi jumlah jamaah haji gara-gara dampak wabah Covid-19. Jamaah yang boleh menunaikan haji hanya yang memenuhi kriteria.
    Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu pun menjelaskan mengenai dana haji yang sudah disetor oleh jamaah yang mencapai sekitar Rp 150 triliun per Mei 2021. Ia memastikan keseluruhan dana tersebut tetap aman, baik yang terdapat dalam instrumen investasi maupun yang ditempatkan di perbankan.
    Di perbankan, dana jemaah haji ini ditempatkan di bank syariah dan mendapat jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Jadi, terlindung dari gagal bayar," kata Anggito. Kepala LPS Purbaya Yudhi Sadewa pun memastikan soal keamanan dana jemaah haji ini. "Benar, dana haji di Bank Syariah dijamin LPS, dan aman," katanya pada 9 Juni 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, artikel berjudul "Arab Saudi buka Ibadah haji 2021, lagi-lagi Indonesia tidak masuk daftar" itu menyesatkan. Judul dan kalimat pembuka artikel ini mengarahkan ke tafsir yang keliru, karena pemerintah Arab Saudi sebenarnya menutup ibadah Haji 2021 untuk jamaah dari seluruh negara, tidak hanya Indonesia. Kebijakan ini diambil seiring dengan masih tingginya angka kasus Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan