• (GFD-2020-8290) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Syekh Ali Jaber Pulang ke Madinah Usai Jadi Korban Penusukan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/09/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan ulama Syekh Ali Jaber tengah berada di sebuah bandara beredar di media sosial. Foto ini diklaim sebagai foto pulangnya Syekh Ali Jaber ke Madinah, Arab Saudi, kampung halamannya. Foto itu beredar tak lama setelah terjadinya peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber ketika mengisi kajian di Masjid Afaludin Tamin Sukajawa, Lampung, pada 13 September 2020.
    Dalam foto tersebut, Syekh Ali Jaber mengenakan baju gamis dan peci berwarna putih. Ia juga mengenakan masker berwarna hijau. Lengan kanannya disangga dengan kain berwarna hitam. Terlihat bahwa, di bandara itu, Syekh Ali Jaber didampingi oleh tiga pria.
    Di Facebook, foto tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Fitri Abd Mutalib, yakni pada 17 September 2020. Akun ini pun memberikan narasi sebagai berikut: "Akhirnya Syekh Ali Jabber terbang pulang ke Madinah. Betapa malunya bangsa ini karena seorang Ulama dari luar tidak bisa terjaga saat berda'wah.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fitri Abd Mutalib.
    Apa benar Syekh Ali Jaber pulang ke Madinah usai menjadi korban penusukan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto Syekh Ali Jaber ketika berada di bandara itu dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut diabadikan saat Syekh Ali Jaber berada di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, sesaat setelah tiba dari Lampung.
    Lewat kanal YouTube-nya, Syekh Ali Jaber telah membantah informasi yang menyebut dirinya pulang ke Madinah, Arab Saudi. Bantahan itu disampikan Syekh Ali Jaber dalam video yang diunggah pada 19 September 2020 yang berjudul “Hoax: Syekh Ali Pulang ke Madinah”.
    “Saya beraktivitas kembali melanjutkan dakwah, walaupun mulai beredar berita hoaks Ali Jaber sudah pulang ke Madinah. Pertama, enggak ada flight (penerbangan), masih tutup. Kedua, gambar yang sudah beredar kemana-mana itu sebenarnya di saat saya tiba dari Lampung ke Jakarta,” kata Syekh Ali Jaber dalam video berdurasi 3 menit 8 detik tersebut.
    Dilansir dari Antara, Syekh Ali Jaber kembali ke Jakarta pada 14 November 2020, atau sehari setelah ia ditusuk ketika sedang mengisi kajian di Lampung. "Insyaallah, siang nanti saya akan pulang ke Jakarta dan mendapat perhatian dari aparat keamanan, bahkan Kapolda Lampung sudah menemui saya," kata Syekh Ali Jaber saat melakukan konferensi pers di Bandar Lampung pada 14 September 2020.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, beberapa jam setelah penusukan pun, Syekh Ali Jaber telah kembali mengajar di depan para jemaah di Lampung pada 13 September 2020. "Gak ngaruh apa-apa ke Syekh Ali. Alhamdulillaah. Ini malam langsung ngisi lagi. Langsung ngajar lagi. Syukur alhamdulillah," demikian narasi yang ditulis oleh pendakwah Yusuf Mansur dalam unggahannya di Instagram pada 13 September 2020.
    Pada 15 September 2020, sekembalinya ke Jakarta, Syekh Ali Jaber memenuhi undangan untuk mengisi acara podcast Deddy Corbuzier. Video rekaman podcast tersebut diunggah ke kanal YouTube Deddy Corbuzier pada 16 September 2020 dengan judul “Syekh Ali Jaber, Saya Pasrah. Deddy Corbuzier Podcast”.
    Kemudian, pada 16 September 2020, Syekh Ali Jaber berangkat ke Jember, Jawa Timur. Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU), foto-foto ketika Barisan Ansor Serbaguna atau Banser NU mengawal Syekh Ali Jaber ramai beredar di media sosial. Foto-foto itu dikonfirmasi oleh Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kencong-Jember Agus Nur Yasin.
    “Sebenarnya acara itu di Kecamatan Ajung, bukan di wilayah Kencong. Tapi karena saya dapat kabar dari Gus Hamid yang dihubungi Gus Miftah soal Syekh Ali Jaber yang lebih nyaman dikawal Banser, saya sampaikan ke sahabat Banser Kencong untuk siap mengawal,” kata Agus pada 16 September 2020.
    Pada 17 September 2020 pun, Syekh Ali Jaber masih melanjutkan dakwahnya di Indonesia, tepatnya di Malang, Jawa Timur. Dilansir dari Kompas.com, di sela-sela kunjungannya di Malang, Syekh Ali Jaber meminta kasus penusukan yang dialaminya tidak dikaitkan dengan isu lain. Syekh Ali Jaber menganggap insiden penusukan itu sebagai ujian dari Allah.
    "Saya harap ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada saya kemarin mohon jangan dikaitkan dengan isu mana pun. Itu adalah ujian dari Allah, bagian dari qadar Allah dan saya tidak punya musuh di mana pun," kata Syekh Ali Jaber pada 17 September 2020. Dia pun meminta masyarakat tidak terpecah dan tetap bersatu membangun Indonesia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Syekh Ali Jaber pulang ke Madinah usai menjadi korban penusukan" keliru. Foto yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu merupakan foto ketika Syekh Ali Jaber tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada 14 September 2020 dari mengisi kajian di Lampung. Selama 14-17 September 2020 pun, Syekh Ali Jaber masih beraktivitas di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Jember, dan Malang. Syekh Ali Jaber juga telah memastikan bahwa dirinya tidak pulang ke kampung halamannya di Madinah, Arab Saudi.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8289) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Jokowi Berkata Penusukan Syekh Ali Jaber Tak Perlu Dibesar-besarkan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan penusukan Syekh Ali Jaber tidak perlu dibesar-besarkan beredar di media sosial. Menurut klaim itu, Jokowi menyebut bahwa penusukan ulama kelahiran Madinah, Arab Saudi, ini hanya kasus kriminal biasa.
    Klaim tersebut terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah cuitan di Twitter milik situs media Republika, @republikaonline. "Jokowi: Tidak Perlu Dibesar besar kan, Penusukan Ustad Ali Djaber Itu Kriminal Biasa. Ustad Juga Nda Sampai Mati," demikian narasi dalam cuitan itu.
    Di bawah cuitan ini, terdapat foto Jokowi yang tengah mengenakan masker dan baju berwarna abu-abu. Dalam gambar tangkapan layar itu, terdapat pula narasi yang berbunyi, "Seperti tidak ada Empaty sedikitpun, kalimat bodoh dan tidak peduli..."
    Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Ruslan Cullank, yakni pada 16 September 2020. Akun ini pun memberikan narasi, "Syekh Ali Djaber saja ingin mengusut siapa dalang di balik penganiayanya tapi kata Pak presiden sama dengan kata menagnya yaitu bukan radikalisme hanya kriminal biasa."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ruslan Cullank.
    Apa benar Jokowi berkata penusukan Syekh Ali Jaber tak perlu dibesar-besarkan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri cuitan dengan narasi "Jokowi: Tidak Perlu Dibesar besar kan, Penusukan Ustad Ali Djaber Itu Kriminal Biasa. Ustad Juga Nda Sampai Mati" di akun @republikaonline dengan Twitter Advanced Search. Namun, akun @republikaonline tidak pernah mencuit dengan narasi itu.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan, termasuk di Republika, dengan kata kunci "Jokowi penusukan Syekh Ali Jaber tidak perlu dibesar-besarkan" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Republika yang menyatakan bahwa gambar tangkapan layar yang memuat cuitan dengan narasi tersebut hoaks.
    Klarifikasi itu dimuat dalam berita yang berjudul "Meme Hoaks Soal Syekh Ali Jaber Catut Republika.co.id" pada 16 September 2020. Menurut Kepala Republika Online Elba Damhuri, berita asli dengan foto Jokowi bermasker dan berbaju abu-abu itu berisi informasi soal tempat isolasi pasien Covid-19, bukan tentang penusukan Syekh Ali Jaber.
    Berita aslinya, kata Elba, berjudul "Jokowi Instruksikan Tempat Isolasi Pasien Covid-19 Ditambah". Adapun cuitan aslinya berbunyi, "Jumlah tempat isolasi kini semakin berkurang imbas dari jumlah kasus yang meningkat." Sementara dalam meme hoaks yang mencatut Republika, menurut dia, bernada provokatif, mengadu domba, dan tidak sesuai kaidah jurnalistik.
    Elba menuturkan bahwa meme hoaks itu jelas ingin merusak reputasi Republika dan menciptakan suasana tidak kondusif. Elba menegaskan Republika mengedepankan prinsip jurnalistik secara ketat. "Etika, moral, dan verifikasi menjadi pijakan utama Republika dalam kebijakan pemberitaannya," kata Elba.
    Dilansir dari situs media Detik.com, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menepis isu liar bahwa kasus penusukan Syekh Ali Jaber tidak akan dibawa ke pengadilan. "Itu tidak benar, pemerintah transparan dan akan meneruskan kasus ini ke pengadilan," kata Mahfud.
    Mahfud mengatakan, nantinya, pengadilan yang akan bersikap terhadap pernyataan pihak keluarga bahwa tersangka pelaku penusukan Syekh Ali Jaber mengalami gangguan jiwa. Dia memastikan pihak kepolisian tidak akan menghentikan kasus penusukan tersebut.
    "Pemerintah melalui Polri sudah bersikap bahwa pelaku akan terus dibawa ke pengadilan dengan actus reus atau tindakan yang sudah nyata. Soal sakit jiwa atau tidak, itu biar hakim yang menentukan. Hakim mungkin nanti akan meminta dokter untuk memeriksa. Polisi tidak akan menghentikan karena alasan sakit jiwa. Soal itu biar nanti di pengadilan saja, advokat yang mendampingi membela apakah ia sakit jiwa atau tidak," ujar Mahfud.
    Dia juga menuturkan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, serta Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengusut kasus penyerangan ulama terdahulu. Jokowi ingin kasus-kasus tersebut diusut tuntas agar tidak ada spekulasi liar yang berkembang di masyarakat.
    "Presiden tadi pagi juga memerintahkan kepada saya agar BNPT, Polri, dan BIN menyelidiki semua kasus penyerangan kepada ulama yang dulu-dulu, apakah ada pola yang sama. Ini agar diusut tuntas agar tidak ada spekulasi di masyarakat," kata Mahfud.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Jokowi berkata penusukan Syekh Ali Jaber tak perlu dibesar-besarkan" keliru. Gambar tangkapan layar cuitan akun Twitter @republikaonline yang berisi klaim itu merupakan hasil suntingan. Kepala Republika Online Elba Damhuri telah menyatakan gambar tersebut hoaks.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8288) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Vaksin Covid-19 Tanamkan Microchip yang Diprogram untuk Bantai 7,5 Miliar Nyawa?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram secara remote untuk membantai 7,5 miliar nyawa beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar yang berisi foto microchip serta foto scan tangan manusia.
    "Ketika di vaksin, microchip yg sangat kecil dipasang tanpa terasa dg diam2. Tujuannya lain selain utk corona juga utk membunuh yg diprogram secara remote orang yg tdk disukai oleh Dajjal baru. New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia," demikian narasi dalam gambar itu.
    Salah satu akun yang membagikan gambar tersebut adalah akun Novi Hardian, yakni pada 16 September 2020. Akun ini pun menulis, “Waspadalah bagi umat Islam semua dengan adanya vaksin yang mau di programkan pemerintah. Pada awal tahun 2021 umat Islam harus berani tegas menolaknya kalau tidak mau dibuat target pembantaian 7,5 miliar nyawa.”
    Unggahan dengan narasi serupa juga ditemukan di Twitter. Unggahan itu dibagikan oleh akun @DarajatKrisna pada 2 September 2020. Disertai sebuah video pendek, akun ini mencuit bahwa penanaman microchip dalam tubuh melalui vaksin Covid-19 bertujuan untuk perbudakan global.
    “Bantu sadarkan masyarakat dulur. Penanaman microchip dalam tubuh lewat embel-embel vaksin Covid-19 untuk tujuan perbudakan global segera dimulai. Ini bisa membatalkan sholat bila chip berhasil ditanam dalam tubuh. Lupakan WHO, mari kembali kepada fitrah Tuhan. Jgn mau diperbudak.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Novi Hardian.
    Apa benar vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk "membantai 7,5 miliar nyawa" maupun "melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan tidak menanamkan microchip apapun. Ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik.
    Beberapa vaksin Covid-19 yang sedang menjalani uji klinis fase III diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, yang kini sedang dalam tahap uji klinis di Kota Bandung, Jawa Barat, diuji coba kepada relawan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh lewat jarum suntik.
    Cara pemberian vaksin lainnya adalah dengan disemprotkan melalui hidung. Saat ini, otoritas kesehatan di Cina telah menyetujui kandidat vaksin Covid-19 yang disemprotkan lewat hidung untuk diuji kepada manusia (uji klinis fase I) pada 9 September 2020. Vaksin ini dikembangkan oleh peneliti Xiamen University dan Hong Kong University bersama pabrik vaksin di Beijing, Wantai Biological Pharmacy Enterprise Co.
    Dikutip dari Science20, kebanyakan microchip RFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin. Mungkin saja membuat chip dengan ukuran yang lebih kecil, tapi tidak berguna apabila tidak memiliki antena sebagai penerima sinyal.
    Sebuah chip harus memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengambil daya dari gelombang mikro, yang kemudian mengirim kembali sinyal yang cukup kuat sehingga bisa diterima oleh penerima. Chip RFID terkecil yang tersedia secara komersial, lengkap dengan antenanya, hanya dapat terbaca dari jarak milimeter. Sementara chip RFID terkecil yang tidak tersedia secara komersial hanya dapat terbaca dari jarak mikron.
    Sejak April 2020, isu tentang microchip yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melalui vaksin beredar seiring dengan rumor bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Rumor tersebut telah dibantah oleh Tempo melalui dua artikel berikut:
    Vaksin memiliki efek samping, tapi tidak mematikan
    Vaksin, seperti obat-obatan lainnya, dapat menyebabkan efek samping. Yang paling umum terjadi adalah efek samping ringan. Vaksin telah banyak digunakan untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya yang bisa berujung serius atau bahkan kematian. Vaksinasi adalah cara terbaik untuk mencegah seseorang terinfeksi penyakit tertentu.
    Dilansir dari BBC, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat vaksin mampu menurunkan kematian akibat campak hingga 80 persen sepanjang 2000-2007. Demikian pula dengan polio yang hampir tidak bisa dijumpai lagi di tengah masyarakat dibandingkan beberapa dekade lalu di mana jutaan orang menjadi korban polio.
    Riset WHO lainnya mengestimasi efek ekonomi dari vaksinasi periode 2001-2020, yang menyebut vaksinasi 10 jenis penyakit menular dapat mencegah 20 juta kematian di 73 negara, termasuk Indonesia. Vaksinasi juga dapat menyelamatkan kerugian yang ditimbulkan sebesar 350 miliar dolar Amerika Serikat (hampir Rp 5 ribu triliun) untuk biaya perawatan kesehatan. Adapun nilai ekonomi dan sosial yang lebih luas dari vaksinasi diperkirakan mencapai 820 miliar dolar AS (sekitar Rp 11.700 triliun) di 73 negara tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik. Vaksin pun merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tertentu yang berbahaya atau mematikan, sebagaimana yang telah terjadi pada vaksin campak dan polio.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8287) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber Mengaku Dibiayai Megawati dan PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa pelaku penusukan ulama Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Partai Komunis Indonesia (PKI) beredar di Facebook. Klaim tersebut diunggah oleh akun Aru Saja pada 15 September 2020.
    "Atas dasar pengakuan si pelaku penusukan syeh ali jaber itu tlh di biyayai oleh megawati dan sekutu nya PKI di blakang nya terbongkar sudah semua nya ... bahwa megawati berencana untuk menghabisi para alim ulama kiyai ustad penda'i di indonesia ini ... kita harus bela ulama untuk memerangi mereka komunis PKI megawati," demikian narasi yang diunggah oleh akun Aru Saja.
    Narasi itu disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah video di YouTube yang berjudul "[TERKUAK] Ini Tokoh Yang Membiayai Alfin Untuk Menikam Syekh Ali Jaber". Video yang diunggah oleh kanal Dakwah Islam itu telah ditonton lebih dari 600 ribu kali. Dalamthumbnailvideo ini, terdapat foto pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian, serta teks yang berbunyi "Tokoh yang Membiayai Alfin untuk Menikam Syekh Ali Jaber".
    Selain itu, terdapat gambar tangkapan layar video lain di mana dalamthumbnail-nya tercantum foto Syekh Ali Jaber, Alfin, Megawati, dan Menteri Agama Fachrul Razi. Dalam thumbnail itu, terdapat pula tulisan "Akhirnya Komun!s Menyesal!!! Syekh Ali Jaber Murka Tak Terbendung".
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Aru Saja.
    Apa benar pelaku penusukan Syeh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk menelusuri klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri video-video yang gambar tangkapan layarnya diunggah oleh akun Aru Saja. Video pertama, yang merupakan video milik kanal Dakwah Islam, diunggah pada 14 September 2020 dengan judul “[TERKUAK] Ini Tokoh Yang Membiayai Alfin Untuk Menikam Syeh Ali Jaber”.
    Video berdurasi 11 menit 5 detik itu terdiri dari dua segmen. Segmen pertama, dari detik ke-8 hingga menit 2:39, berisi komentar dari seorang pria berbaju dan berserban putih mengenai penusukan Syekh Ali Jaber. Pria itu heran mengapa Syekh Ali Jaber, seorang ulama yang lembut dan kalem, bisa menjadi target pembunuhan. Pria ini pun menyinggung soal PKI."Upaya pembunuhan terhadap Syekh Ali Jaber di bulan September ini mengingatkan saya pada peristiwa berdarah pembantaian PKI yang juga terjadi di bulan September. Maka, saran saya, mari kita umat Islam, para pemuda, laskar-laskar, di mana pun antum berada, jaga para ulama kita, para kiai kita, para habib kita, kawal mereka di mana pun mereka berada," kata pria itu.
    Adapun segmen kedua, dari menit 2:39 hingga akhir, menayangkan rekaman dakwah Syeh Ali Jaber. Tidak terdapat pengakuan dari pelaku penusukan Syekh Ali Jaber bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI.
    Dalam video kedua, dengan thumbnail yang bertuliskan "Akhirnya Komun!s Menyesal!!! Syekh Ali Jaber Murka Tak Terbendung", tidak terdapat pula pengakuan dari pelaku penusukan Syekh Ali Jaber bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI.
    Video itu dimuat oleh kanal Kabar Harian pada 15 September 2020 dengan judul "Viral Terbaru Hari Ini ~ Syekh Ali Jaber Turun Tangan Sendiri ~ Berita Info News Terkini PDIP Menag". Video berdurasi 10 menit 15 detik ini berisi narasi tentang pernyataan Syekh Ali Jaber dalam konferensi pers terkait penusukannya. Narasi ini diiringi dengan cuplikan-cuplikan yang memperlihatkan Syekh Ali Jaber serta pelaku penusukannya, Alfin.
    Selain itu, video ini berisi narasi tentang pembacokan imam masjid di Kabupaten Ogan Ilir (OKI), Sumatera Selatan, M. Arif, saat salat Magrib pada 11 September 2020 oleh marbot masjid yang merasa tersinggung karena kunci kotak amal diminta oleh korban. Video itu pun berisi narasi mengenai unggahan Ustaz Abdul Somad alias UAS yang menanggapi peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan di media kredibel dengan memasukkan kata kunci "pelaku penusukan Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI" ke mesin pencarian Google. Namun, tidak ditemukan berita dengan judul semacam itu di situs-situs media mana pun.
    Pengusutan kasus penusukan Syekh Ali Jaber
    Berdasarkan arsip berita Tempo, penyidik Polda Lampung menetapkan pasal berlapis terhadap tersangka penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 340 juncto Pasal 53 KUHP subsider Pasal 38 juncto Pasal 53 subsider Pasal 351 ayat 2 dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat 1.
    Penerapan pasal itu, selain berdasarkan hasil gelar perkara, juga berdasarkan pemeriksaan tersangka, saksi korban, dan saksi-saksi lainnya yang berada di lokasi kejadian. "Dengan pemeriksaan tersebut, tersangka patut diduga melakukan penusukan dengan ancaman hukuman kurungan penjara lebih dari lima tahun," kata Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad.
    Pandra menambahkan, saat ini, tersangka dalam keadaan sehat dan berada di tahanan polisi. Menurut Pandra, pelaku penusukan Syekh Ali Jaber, Alfin Andrian, sudah merencanakan perbuatannya. Dia menuturkan bahwa pelaku sudah lama ingin melukai Syekh Ali Jaber.
    "Motif pelaku itu merasa terbayangi Syekh Ali Jaber. Beberapa saksi mengatakan, saat kegiatan ceramah, itu (pelaku) gelisah mendengar suara Syekh Ali Jaber yang membuatnya kemudian bergerak (melakukan penusukan)," kata Pandra saat dihubungi pada 16 September 2020.
    Pandra pun mengatakan pelaku dan korban tidak saling mengenal, namun Alfin kerap mendengarkan ceramah Syekh Ali Jaber di berbagai media. Selama mendengarkan ceramah tersebut, pelaku selalu terbayang ingin melakukan tindakan melukai Syekh Ali Jaber.
    Saat pelaku mendengar suara Syekh Ali Jaber dalam acara dakwah di Masjid Falahuddin, Tamin, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, yang berada dekat dari rumahnya, niat yang sudah lama terpendam muncul kembali. "Bunyi speaker itu terdengar sampai rumahnya. Ada beberapa saksi yang mengatakan dia (pelaku) di rumah itu gelisah," tuturnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pelaku penusukan Syeh Ali Jaber, Alfin Andrian, mengaku dibiayai Megawati dan PKI, keliru. Dalam video yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu, tidak terdapat pengakuan dari Alfin bahwa ia dibiayai oleh Megawati dan PKI. Tidak ada pula pemberitaan media bahwa pelaku penusukan Syekh Ali Jaber mengaku dibiayai Megawati dan PKI.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan