• (GFD-2021-8684) Keliru, Pesan Berantai yang Klaim Ada Ketidakwajaran pada Isu Covid-19 di Indonesia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 25/06/2021

    Berita


    Pesan berantai yang berjudul “Tiga Kejanggalan dan Ketidak Wajaran terhadap Isu Corona yang Terjadi di Negeri +62” beredar di Facebook pada 24 Juni 2021. Dalam pesan berantai itu, terdapat beberapa klaim yang dilontarkan. Pertama, Cina disebut mengakui bahwa virus Corona penyebab Covid-19 bukan virus yang membahayakan, melainkan hanya virus flu biasa.
    Kedua, menurut pesan berantai tersebut, semua virus dan bakteri tidak bisa berkembang biak di tempat yang bersih dan suci. Sementara klaim ketiga adalah, jika Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi, kasus kematian seharusnya ada di mana-mana. "Korban yang mati pada bergelimpangan di rumah-rumah, apartemen di pasar-pasar dan di tempat mereka berada."
     Gambar tangkapan layar pesan berantai di Facebook yang berisi sejumlah klaim keliru terkait Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim-klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri infomrasi dari otoritas resmi dan pemberitaan dari media-media kredibel. Berikut fakta atas tiga klaim tersebut:
    Klaim 1: Cina mengakui virus Corona bukan virus yang membahayakan, melainkan hanya virus flu biasa
    Fakta:
    Tenaga kerja asing atau TKA Cina yang datang ke Indonesia hingga 18 Mei 2021 mencapai 8.700 orang. Dikutip dari CNN Indonesia, banyak TKA Cina yang datang ke Indonesia karena terdapat banyak investasi dari negara tersebut ke Indonesia. Selain TKA Cina, TKA dari negara lain yang juga banyak masuk ke Indonesia adalah TKA Korea Selatan, sebanyak 1.600 orang, dan TKA Jepang, sebanyak 1.400 orang.
    Meskipun kedatangan para TKA itu meningkatkan risiko penularan Covid-19, bukan berarti Cina mengakui bahwa virus Corona hanyalah virus flu biasa. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menjelaskan perbedaan antara Covid-19 dengan flu biasa.
    Selain virusnya, tingkat kematian juga berbeda. Untuk Covid-19, menurut data yang tersedia hingga kini, rasio kematian kasarnya (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan kasus yang dilaporkan) sekitar 3-4 persen. Sementara untuk flu musiman, rasio kematian biasanya di bawah 0,1 persen.
    Adapun terkait tingkat infeksinya, untuk Covid-19, 80 persen infeksi ringan atau tanpa gejala, 15 persen infeksi berat yang membutuhkan oksigen, dan 5 persen infeksi kritis yang memerlukan ventilator. Fraksi infeksi parah dan kritis ini akan lebih tinggi daripada yang diamati untuk influenza.
    Varian baru virus Corona  Covid-19 yang saat ini muncul pun lebih cepat menular dibandingkan varian sebelumnya. Varian-varian itu, yang ada dalam daftar Variant of Concern WHO, terbukti memiliki kemampuan untuk menular lebih luas. Untuk varian Alpha (B.1.1.7) misalnya, memiliki tingkat penularan 29 persen lebih tinggi dibandingkan varian awal Covid-19. Sementara untuk varian Beta (B.1.351) lebih tinggi sebesar 25 persen, untuk varian Gamma (P.1) lebih tinggi 38 persen, dan untuk varian Delta (B.1.617.2) lebih tinggi 97 persen.
    Selama ini, Cina juga telah mengambil berbagai langkah untuk memutus rantai penularan Covid-19, salah satunya dengan memberlakukan penguncian wilayah (lockdown). Dikutip dari BBC, Cina melakukan lockdown terhadap Wuhan, yang dipercaya sebagai tempat pandemi bermula, sepanjang Januari-Juni 2020.
    Lockdown ini, meski berbiaya mahal, efektif membendung penularan virus. Cina hanya mencatat kurang dari 100 ribu kasus Covid-19, dengan hanya sekitar 4.800 kematian. Metode yang digunakan di Wuhan digunakan secara rutin pada bulan-bulan berikutnya ketika Cina menangani wabah di kota-kota besar lainnya seperti Beijing dan Shanghai.
    Klaim 2: Semua virus dan bakteri tidak bisa berkembang biak di tempat yang bersih dan suci
    Fakta:
    Pusat-pusat keramaian, termasuk tempat ibadah, tetap berpotensi menjadi lokasi penularan Covid-19. Dikutip dari WHO, hal tersebut terjadi karena orang yang terinfeksi Covid-19 dapat meninggalkan droplet yang bisa menginfeksi pada benda dan permukaan ketika mereka bersin, batuk, atau menyentuh benda dan permukaan tersebut.
    Kasus Covid-19 pun telah dilaporkan terjadi di beberapa tempat tertutup, seperti restoran, klub malam, tempat ibadah, atau kantor, di mana orang mungkin berteriak, berbicara, atau bernyanyi. Di tengah pandemi ini, khususnya di dalam ruangan di mana orang yang terinfeksi menghabiskan waktu lama dengan orang lain, penuh sesak, dan ventilasinya tidak memadai, penularan aerosol tidak dapat diabaikan.
    Sepanjang Mei-November 2020, seperti dikutip dari Detik.com, DKI Jakarta mencatat 17 klaster Covid-19 yang terkait dengan tempat ibadah atau kegiatan keagamaan.
    Klaim 3: Jika Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi, seharusnya banyak korban yang mati bergelimpangan di mana-mana
    Fakta:
    Pandemi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Sementara menurut WHO, pandemi adalah penyebaran penyakit baru ke seluruh dunia.
    Dari pengertian tersebut, pandemi bukan ditunjukkan dari banyaknya orang yang mati bergelimpangan di mana-mana. Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi karena, hingga saat ini, penyakit itu telah menyebar ke hampir semua negara, dengan total kasus mencapai lebih dari 180 juta dan jumlah kematian lebih dari 3,9 juta.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai yang berjudul “Tiga Kejanggalan dan Ketidak Wajaran terhadap Isu Corona yang Terjadi di Negeri +62” itu keliru. Pertama, Covid-19 berbeda dan lebih berbahaya dibandingkan flu biasa. Kedua, pusat-pusat keramaian, termasuk tempat ibadah, tetap berpotensi menjadi lokasi penularan Covid-19. Ketiga, pandemi bukan ditunjukkan dari banyaknya orang yang mati bergelimpangan di mana-mana. Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi karena, hingga saat ini, penyakit itu telah menyebar ke hampir semua negara.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8683) Keliru, Klaim Ini Video Kebakaran Desa di Myanmar Akibat Serangan Teroris

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 25/06/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan kebakaran hebat yang melalap sebuah perkampungan yang terletak di pinggiran sungai beredar di Facebook. Video berdurasi 2 menit 51 detik itu diklaim sebagai video kebakaran sebuah desa di Myanmar, Desa Kinma, akibat serangan teroris.
    Video ini beredar setelah, pada pertengahan Juni 2021 lalu, hampir seluruh Desa Kinma di Kotapraja Pauk, Myanmar, terbakar. Menurut penduduk setempat, kebakaran itu disebabkan oleh militer. Sementara militer mengatakan bahwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh serangan teroris dan cuaca berangin.
    Akun ini membagikan video beserta klaim itu pada 15 Juni 2021. Akun tersebut menulis narasi dalam bahasa Burma yang jika diterjemahkan berarti:
    "Video kebakaran Desa Kinma di Kotapraja Pauk. Belakangan ini, saya melihat peningkatan jumlah serangan kekerasan oleh kelompok teroris. Semakin banyak orang dari daerah pedesaan, terutama desa-desa yang kuat secara ekonomi dan pemberontak, telah ditangkap atas dasar Dalan dan dibawa ke rumah mereka untuk mengumpulkan uang, barang berharga, dan barang-barang lainnya. Makanan dijarah dan dihancurkan. Begitu mereka naik kereta, mereka mencicipinya dan mendapat masalah. Sekarang seluruh desa terbakar. Penduduk desa yang tidak bersenjata tidak bisa lagi mentolerir pembunuhan, perampokan, dan penangkapan sewenang-wenang. Alih-alih membela rakyatnya sendiri, mereka ingin membasmi tentara fasis yang menyebabkan masalah di negara ini. Sekarang adalah waktu untuk melawan sindiran paranoid dari para kritikus dunia ini."
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait video kebakaran di sebuah desa yang diunggahnya. Peristiwa dalam video ini tidak terjadi di Myanmar.
    PEMERIKSAAAN FAKTA
    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVid. Selanjutnya, gambar-gambar tersebut ditelusuri dengan reverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan video yang identik yang pernah dibagikan oleh akun YouTube TheBorder Consortium, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional yang khusus menangani pengungsi, pada 28 Maret 2013. Video itu diberi judul “Kebakaran Kamp Pengungsi Ban Mae Surin”.
    Dalam keterangannya, disebutkan bahwa terdapat 37 pengungsi yang tewas dalam kebakaran yang terjadi pada 22 Maret 2013 sekitar pukul 15.15 di kamp pengungsi Ban Mae Surin (Situs 2), Distrik Khun Yuam, Provinsi Mae Hong Son, Thailand. Lebih dari 400 rumah terbakar dan hancur, yang mengakibatkan sekitar 2.300 orang kehilangan tempat tinggal.
    Tempo pun menelusuri pemberitaan terkait kebakaran itu. Dilansir dari situs media Thailand, Chiang Rai Times, pada 22 Maret 2013, memang terjadi kebakaran di kamp pengungsi Mae Surin, Khun Yuam, Mae Hong Son, Thailand. Kamp ini menampung 3.605 pengungsi asal Myanmar. Akibat peristiwa ini, 37 pengungsi dan 100 lainnya luka-luka serta 2.300 orang kehilangan tempat tinggal.
    Menurut Suttha Saiwanich, Wakil Gubernur Mae Hong Son, tim forensik pusat dan lokal menyimpulkan bahwa kebakaran itu tidak disengaja. Kerusakan parah terjadi karena angin kencang, mengingat kamp ini berada di area lereng. Kolonel Polisi Nitinart Wittaya Wuthikul, Kepala Polisi Khun Yuam, juga menyatakan hal serupa, bahwa kebakaran itu merupakan kecelakaan.
    Prajin Jantong, Kepala Angkatan Udara Thailand, pun meyakini bahwa kebakaran itu merupakan kecelakaan, bukan pembakaran yang disengaja. “Orang-orang mungkin telah membakar sampah sembarangan, sementara angin kencang di pegunungan dapat berkontribusi terhadap penyebaran api yang cepat,” kata Prajin ketika itu.
    Dikutip dari kantor berita AFP, seorang fotografer AFP yang berada di lokasi kejadian mengatakan, pasca kejadian, beberapa pengungsi mulai menebang bambu untuk membangun kembali tempat perlindungan baru. Rekaman udara dari area yang ditayangkan di televisi Thailand menunjukkan sebagian besar kamp benar-benar terbakar. Api diyakini telah menghancurkan 400 rumah dan menyebabkan lebih dari 2 ribu orang kehilangan tempat tinggal di kamp yang terletak di pegunungan terpencil itu.
    Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa ( UNHCR ) pun bergegas menyediakan berbagai logistik untuk membuat tempat penampungan darurat. "Kami sangat sedih dengan insiden tragis ini dan melakukan apa yang kami bisa untuk memberikan bantuan instan," kata perwakilan UNHCR Thailand Mireille Girard.
    UNCHR mencatat penampungan pengungsi Ban Mae Surin, yang disebut “Situs 2”, didirikan pada 1992 untuk menampung sekitar 150 keluarga pengungsi yang melarikan diri dari konflik bersenjata di Myanmar. Ini adalah hasil konsolidasi dan relokasi bekas shelter sementara Situs 4 dan Situs 6 pada 1996.
    Mayoritas penduduknya adalah etnis Karen yang berasal dari negara bagian Kayah, yang sebagian besar berlatar belakang agraris. Pengungsian ini terletak di Distrik Khun Yuam, Provinsi Mae Hong Son, sekitar 8 kilometer dari perbatasan Thailand-Myanmar. Kamp ini memiliki luas 29 hektare.

    Hasil Cek Fakta

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video kebakaran sebuah desa di Myanmar akibat serangan teroris, keliru. Video tersebut merupakan video lama, yang menunjukkan kebakaran di kamp pengungsi  Mae Surin, Thailand, pada 22 Maret 2013. Kamp ini dihuni oleh para pengungsi yang berasal dari Myanmar. Hasil penyelidikan tim forensik Thailand menyatakan bahwa kebakaran itu terjadi karena kecelakaan, bukan kesengajaan.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8682) Keliru, Urus SIM dan SKCK Harus Tunjukkan Sertifikat Vaksin Covid-19 Per 1 Juli

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/06/2021

    Berita


    Klaim bahwa per 1 Juli 2021 pemohon Surat Izin Mengemudi ( SIM ) dan Surat Catatan Kelakuan Baik (SKCK) harus menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19 beredar di Facebook. Klaim tersebut dibagikan bersama gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul “Mulai 1 Juli Urus SIM dan SKCK Harus Ada Sertifikat Vaksinasi”.
    Akun ini membagikan klaim beserta gambar tangkapan layar itu pada 23 Juni 2021. Akun tersebut pun menulis narasi sebagai berikut:
    “Mulai 1 Juli urus SIM dan SKCK *HARUS ADA SERTIFIKAT VAKSIN*
    NAH DI SINI KITA MENYEDIAKAN JASA CETAK KARTU VAKSIN- HARGA MURMER- KUALITAS PREMIUM- HASIL SEPERTI KARTU KTP- FREE SARUNG KARTU / PLASTIK KTP*HASIL DR KARTU VAKSIN KITA SEPERTI KARTU KTP YA!!!BUKAN PRINT KERTAS LAMINATING!!”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait syarat pengurusan SIM dan SKCK.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dari sejumlah media kredibel. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri bahwa klaim "mengurus SIM dan SKCK harus menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19" keliru.
    Kepala Sub Direktorat SIM Korlantas Polri Komisaris Besar Djati Utomo memastikan bahwa informasi tersebut merupakan kabar bohong alias hoaks. Hal ini disampaikan oleh Djati melalui keterangan pers di situs resmi Korlantas Polri. “Hoaks, jangan percaya,” kata Djati pada 20 Juni 2021.
    Djati juga menyesalkan maraknya hoaks yang beredar saat ini. Menurut dia, aturan tersebut tidak mungkin dibuat mengingat masih banyak masyarakat yang belum disuntik vaksin Covid-19. “Kan vaksin belum semua masyarakat Indonesia,” ujar Djati.
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Sie SIM Sub Direktorat Registrasi dan Identifikasi Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Anrianto, juga mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar. "Mengenai informasi (pemohon SIM dan SKCK harus menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19 ) itu, hoaks," ujar Anrianto 23 April 2021.
    Menurut dia, persyaratan dokumen pembuatan SIM, khususnya di Satuan Penyelenggara Administrasi Surat Izin Mengemudi (Satpas SIM) Daan Mogot, Jakarta Barat, masih sama. Anrianto mengatakan Satpas SIM Daan Mogot baru membuat aturan untuk membatasi jumlah pemohon di tengah adanya peningkatan kasus Covid-19. "Untuk penerapan protokol kesehatannya yang dimaksimalkan," kata Anrianto.
    Sementara persyaratan pembuatan SIM baru berbeda untuk masing-masing golongan. Pemohon SIM A harus berusia 17 tahun ke atas, sedangkan pemohon SIM C dan SIM D harus berusia 16 tahun ke atas. Adapun untuk SIM BI dan SIM BII, pemohon harus berusia 20 tahun ke atas, sedangkan SIM umum berusia 21 tahun ke atas. Persyaratan lainnya, pemohon membawa KTP, baik asli dan fotocopy, sebelum nantinya mengikuti pengisian formulir pembuatan SIM.
    Dilansir dari Jawapos.com, Polres Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dan Polres Indragiri Hilir, Riau, pernah membuat kebijakan bahwa pemohon SIM wajib sudah divaksinasi Covid-19. Namun belakang, kebijakan tersebut dicabut karena vaksinasi Covid-19 belum menyasar seluruh masyarakat Indonesia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa per 1 Juli 2021 pemohon SIM dan SKCK harus menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19, keliru. Korlantas Polri telah memastikan bahwa klaim itu merupakan berita bohong alias hoaks. Polres Kotawaringin Timur dan Polres Indragiri Hilir memang sempat membuat kebijakan bahwa pemohon SIM wajib sudah divaksinasi Covid-19. Namun belakangan, kebijakan tersebut dicabut dengan alasan belum semua masyarakat mendapatkan vaksin Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8681) Keliru, Klaim Ini Video Detik-detik Jokowi Umumkan Pencopotan Anies

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/06/2021

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video detik-detik Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan pencopotan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beredar di YouTube. Video berdurasi 10 menit itu diunggah oleh kanal ini pada 14 Juni 2021 dengan judul "Istana bergemuruh !! Detik2 Jokowi Umumkan Pencopotan Anies".
    Dalam video itu, terdapat berbagai cuplikan, yang di antaranya memperlihatkan mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean dan Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean yang menyinggung soal pelanggaran etik. Namun, tidak disebutkan siapa yang melanggar etik dalam video ini.
    Terdapat pula narasi yang menyebut bahwa politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Wahyudi mengkritik Anies karena menggelar panen raya di Sumedang, Jawa Barat. Selain itu, disebutkan bahwa Anies menerima gratifikasi rumah mewah dari pengembang reklamasi.
    Gambar tangkapan layar unggahan di YouTube yang berisi klaim keliru terkait Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, Presiden Jokowi tidak mencopot Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian seorang kepala daerah harus melalui pemakzulan yang prosesnya berjalan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tempo mula-mula menonton secara menyeluruh video tersebut. Namun, dalam video tersebut, tidak terdapat cuplikan yang menunjukkan pencopotan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI oleh Jokowi. Video ini hanya berisi gabungan cuplikan terkait aktivitas Anies, Jokowi, serta pendapat dan kritik dari sejumlah politikus tentang kinerja Anies.
    Pada bagian awal misalnya, terdapat video opini dari mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Ia menilai bahwa Anies bisa diberhentikan karena penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukannya tidak sesuai dengan undang-undang. Video itu diambil dari kanal milik Ferdinand di YouTube, yang diunggah pada 20 November 2021 dengan judul "Anies Baswedan Layak Diberhentikan".
    Selain itu, terdapat cuplikan wawancara Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean yang sama sekali tidak terkait dengan Anies. Cuplikan itu diambil ketika Tumpak menggelar konferensi pers pada 31 Mei 2021. Konferensi pers ini terkait dengan keputusan Dewan Pengawas KPK soal penyidik KPK asal Polri, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju. Ia terbukti bersalah karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Rekaman konferensi pers ini salah satunya dipublikasikan oleh stasiun televisi tvOne.
    Pemberhentian kepala daerah, dalam hal ini gubernur, diatur dalam UU Pemerintahan Daerah. Sesuai Pasal 80 Undang-Undang tersebut, pemberhentian gubernur bukan atas inisiatif presiden, melainkan diusulkan kepada presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD.
    Pendapat DPRD pun harus diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit tiga perempat dari jumlah anggota DPRD. Pendapat ini kemudian mesti dibawa ke MA untuk diperiksa dan diadili, sebelum MA akhirnya memberikan putusan final.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video detik-detik Presiden Jokowi mengumumkan pencopotan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, keliru. Dalam video tersebut, tidak terdapat cuplikan yang menunjukkan pencopotan Anies sebagai Gubernur DKI oleh Jokowi. Video ini hanya berisi gabungan cuplikan terkait aktivitas Anies, Jokowi, serta pendapat dan kritik dari sejumlah politikus tentang kinerja Anies. Selain itu, menurut UU, pemberhentian seorang gubernur harus melalui pemakzulan yang diinisiasi oleh DPRD, bukan presiden.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan