• (GFD-2020-8308) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Hotman Paris Ingatkan Keluarga Cendana dan Cikeas Hati-Hati Jika Jokowi Marah?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/10/2020

    Berita


    Gambar yang memuat foto pengacara Hotman Paris Hutapea serta narasi yang berisi peringatan terhadap keluarga Cendana dan Cikeas soal kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beredar di media sosial. Keluarga Cendana merujuk pada keluarga Presiden ke-2 RI, Soeharto. Sementara keluarga Cikeas merujuk pada keluarga Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
    “Saya khawatir jika Pak Jokowi bila dipancing-pancing emosinya. Hati-hati saja keluarga Cendana dan keluarga Cikeas, harta gono gini kalianlah jadi pertaruhannya. KPK dan Intelijen sudah dari 2014 mengumpulkan data dan faktanya. Yaaa tinggal menunggu perintahnya Presiden saja, langsung eksekusi tanah negara yang dikuasi mereka. Gawat itu, Saya sudah pasti bela Negara. Hotman Paris," demikian narasi dalam gambar itu.
    Di Facebook, gambar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Kopok, yakni pada 27 September 2020. Akun ini pun menulis, "Siap2 aja."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kopok.
    Apa benar Hotman Paris ingatkan keluarga Cendana dan keluarga Cikeas untuk berhati-hati terhadap kemarahan Jokowi?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital gambar tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa pernyataan dalam gambar itu bukanlah pernyataan Hotman Paris. Gambar tersebut telah beredar di internet sejak 2018 lalu. Salah satu akun yang pernah membagikannya adalah akun Twitter Wong Pinggiran, tepatnya pada 11 Desember 2018.
    Hotman Paris, dalam akun Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial, telah membantah klaim dalam gambar itu. Bantahan tersebut diunggahnya pada 29 Mei 2019. Hotman membagikan gambar itu, yang telah diberi tanda silang dan teks "hoax". Ia pun menulis keterangan,"Hoax menggila! Dasar pengecut sebarkan hoax ini! Gus Hotman ngak tertarik politik."
    Ketika gambar itu lagi-lagi beredar, Hotman Paris kembali mengunggah gambar itu, yang telah diberi tanda silang dan teks "hoax", pada 30 September 2020. Ia menulis keterangan, “Ini berita Bohong! Tangkap para pelaku yg edarkan berita bohong ini!! Hotman tdk tau ttg selebaran ini.”
    Beredar setelah pemberitaan tentang dana Yayasan Supersemar
    Gambar hoaks tersebut beredar setelah, pada November 2018, muncul pemberitaan soal upaya Presiden Jokowi untuk memaksa Yayasan Supersemar, yayasan yang didirikan oleh Soeharto pada 1974, mengembalikan uang negara yang diselewengkan. Berita tersebut dimuat salah satunya oleh Detik.com, yakni pada 25 November 2018.
    Menurut laporan Detik.com, setelah sejak 2007 bertarung di pengadilan, uang negara yang diselewengkan ke perusahaan keluarga Cendana itu perlahan kembali. Yayasan Supersemar sempat mengajukan perlawanan eksekusi. Namun, pada 19 Oktober 2017, Mahkamah Agung menolak perlawan eksekusi itu. Menurut MA, perlawanan eksekusi tersebut nebis in idem. "Sehingga, putusan perkara a quo nebis in idem," ujar majelis hakim dengan suara bulat.
    Mengantongi putusan itu, Kejaksaan Agung mengajukan permohonan eksekusi. Pada Maret 2018, Kejagung melaksanakan pemulihan keuangan negara dari beberapa rekening Yayasan Supersemar di bank dengan total Rp 241,87 miliar. Lalu, Kejaksaan Agung menyita tanah, termasuk yang berada di Megamendung, Bogor, dan Gedung Granadi di Jalan Rasuna Said, Jakarta, milik Yayasan Supersemar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Hotman Paris ingatkan keluarga Cendana dan keluarga Cikeas untuk berhati-hati terhadap kemarahan Jokowi" keliru. Klaim tersebut telah beredar sejak Desember 2018. Hotman Paris telah membantah klaim itu dan menyatakannya sebagai hoaks. Tidak ditemukan pula pemberitaan di media kredibel bahwa Hotman Paris pernah melontarkan pernyataan tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8307) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Bejo Untung yang Sebut Soeharto Dalang G30S adalah Anak PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/10/2020

    Berita


    Klaim bahwa pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung merupakan anak anggota Partai Komunis Indonesia atau PKI beredar di Facebook. Klaim ini disertai dengan gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul "Tolak Putar Kembali Film G30SPKI, Bejo Untung Sebut Soeharto, CIA, dan TNI AD sebagai Dalang G30S".
    Akun yang membagikan klaim serta gambar tangkapan layar artikel itu adalah akun Kaum Pribumi, yakni pada 26 September 2020. Akun ini menulis, "Ini dia anak PKI yang bapaknya nabrak tiang telpon!" Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun tersebut telah direspons lebih dari 500 kali dan dikomentari lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kaum Pribumi.
    Apa benar Bejo Untung adalah anak anggota PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di situs-situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci "Bejo Untung anak PKI" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan penjelasan dari Bejo Untung dalam program televisi Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne terkait asal-usulnya.
    Video ILC yang memuat penjelasan Bejo Untung itu diunggah di kanal YouTube ILC pada 19 September 2017 dengan judul "PKI, Hantu atau Nyata?". Pada menit 10:15, Bejo Untung membantah isu bahwa dirinya adalah putra dari Letnan Kolonel (Letkol) Untung bin Samsuri, Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Tjakrabirawa dan salah satu tokoh penting Gerakan 30 September 1965. Peran Letkol Untung adalah sebagai pemimpin penculikan.
    Dilansir dari Kompas.com, mengutip buku "Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang" karya Julius Pour, semasa perang kemerdekaan, Letkol Untung yang bernama kecil Kusman bertugas sebagai anggota Batalion Sudigdo, Wonogiri. Batalion ini adalah bagian dari Divisi Panembahan Senopati yang berbasis di Jawa Tengah bagian selatan, banyak dipengaruhi paham-paham komunis.
    Batalion itu juga diyakini terlibat dalam Peristiwa Madiun 1948. Ketika Batalion Sudigdo dibersihkan oleh Pasukan Siliwangi, Kusman yang pangkatnya sersan mayor itu meloloskan diri ke Madiun dan menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948. Setelah peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda II, Kusman kembali ke Jawa Tengah dan mengganti namanya menjadi Untung. Ia pun kembali bergabung dengan TNI.
    Kembali ke Bejo Untung, di ILC, dia menyebut Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, yang juga diundang dalam ILC edisi tersebut, salah mengaitkan dirinya dengan Letkol Untung. Bejo Untung menjelaskan bahwa ia adalah putra seorang guru bernama Suwignyo. Ibunya bernama Tarmini. Ia dilahirkan di Sarwodadi, Comal, Jawa Tengah, pada 1947. "Jadi, kalau dihubungkan dengan PKI, sayaenggak ngertikok bisa Pak Kivlan sampai menghubungkan saya dengan Letkol Untung, itu dari mana?"
    Penjelasan Bejo Untung di ILC itu pun diberitakan oleh Viva.co.id pada 20 September 2017. Dilansir dari Viva.co.id, pria yang bernama lengkap Kristian Erdianto Bejo Untung itu merupakan anak dari seorang guru dan lahir di Jawa Tengah. "Saya anak seorang guru, lahir di Sarwodadi, Jawa Tengah, saya orang desa. Pak Kivlan tahu saya anak Letkol Untung itu dari mana?" katanya dalam ILC edisi 19 September 2017.
    Meskipun bukan anak Letkol Untung, pada 1965, pimpinan YPKP 1965 ini ditangkap dan dipenjara tanpa peradilan hingga sembilan tahun lamanya. “Saya masuk penjara selama sembilan tahun tanpa proses hukum. Kami mantan tapol (tahanan politik) tanpa proses hukum. Kami tidak dibebaskan dengan selayaknya manusia bebas," katanya. Bejo Untung ditangkap karena dinilai aktif mengikuti pergerakan IPI yang diduga merupakan underbouw PKI. Di ILC, Bejo Untung telah membantah bahwa IPI adalah underbouw PKI.Berdasarkan arsip berita Koran Tempo pada 5 Oktober 2009, berjudul "Kenangan Pernikahan Lelaki Kedung Bajul", anak Letkol Untung pun bukan bernama Bejo Untung. Letkol Untung juga menikah dengan perempuan asal Kebumen, Hartati, pada 1963, belasan tahun setelah Bejo Untung lahir. Menurut Siti Fatonah, kerabat Hartati yang masih tinggal di Kebumen, dari pernikahannya dengan Hartati, Untung mendapat seorang anak laki-laki, Anto. Fatonah menyebutnya Insinyur Anto.
    Terkait gambar tangkapan layar dalam unggahan akun Kaum Pribumi, bahwa Bejo Untung menyebut Soeharto, CIA, dan TNI AD sebagai dalang Gerakan 30 September, hal tersebut dilontarkan Bejo Untung dalam video di kanal YouTube  tvOne  berjudul "Perlukah Film G30S PKI Diputar?" pada 27 September 2018.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Bejo Untung adalah anak anggota PKI" keliru. Isu bahwa Bejo Untung merupakan anak dari Letkol Untung, pemimpin Gerakan 30 September 1965 dan pernah menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948, telah dibantah oleh yang bersangkutan. Letkol Untung pun hanya memiliki satu anak, bernama Anto, bukan Bejo Untung. Letkol Untung juga menikah pada 1963, belasan tahun setelah Bejo Untung lahir.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8306) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Pengiriman Paket Mi Instan dengan Drone Berteknologi AI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/09/2020

    Berita


    Sebuah video yang memperlihatkan pengiriman paket berupa mi instan dengan drone beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) pada drone sehingga bisa menjadi alternatif kurir.
    Dalam video berdurasi 31 detik itu, terlihat seseorang yang berada di balkon sebuah rumah menerima paket berupa sekardus mi instan yang diantar drone. Orang yang menerima paket itu pun membayar paket itu dengan menggesekkan kartu pada EDC yang dikeluarkan oleh drone tersebut.
    Di Facebook, video itu dibagikan salah satunya oleh akun Afrianto Daud pada 4 September 2020. Akun ini menulis, “Belanja Indomie era Revolusi Industri 4.0. Contoh penggunaan artificial intelligence pada teknologi drone. Alternatif kurir di tengah pandemi. Ancaman serius untuk eksistensi bang Gojek.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Afrianto Daud.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Kemudian, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, video tersebut hanyalah video animasi.
    Video itu pernah diunggah oleh akun Twitter @Anisiuba_Uche pada 26 Agustus 2020. Akun ini pun menulis keterangan, “Jadi, saya kehabisan Indomie kemarin, perlu mengisi ulang dengan cepat, tidak pernah tahu kami memiliki layanan pengiriman drone di Lagos (Nigeria).” Dalam keterangannya, akun itu juga menyertakan tagar "visualeffects", "3Danimation", dan "motiondesign".
    Dalam profilnya, pemilik akun ini menulis bahwa dirinya merupakan pendiri Quadron Studios. Quadron Studios, menurut situs resminya, adalah salah satu perusahaan produksi konten digital, seperti animasi 2D dan 3D serta efek visual, yang berbasis di Lagos, Nigeria.
    Viralnya video itu pun pernah diberitakan oleh situs media Nigeria, Opera News, pada 27 Agustus 2020. Dilansir dari Opera News, seorang pria berbakat di Nigeria memamerkan keahliannya dalam membuat efek visual 3D dalam sebuah video pendek. Hal ini membuat orang-orang yang menonton video itu berpikir bahwa drone dalam video tersebut adalah drone sungguhan, padahal bukan.
    Pria itu pun mengunggah video ini di Twitter dengan keterangan yang membuat warganet percaya bahwa ada layanan pengiriman dengan drone di Lagos. Video itu pun viral. Namun, pria itu kemudian menjelaskan bahwa video tersebut tidak nyata, dia membuatnya dengan efek visual 3D.
    Dalam wawancara dengan Techpoint Africa, Anisiuba Uche menyatakan tidak pernah berharap videonya viral. Selama pandemi Covid-19, menurut Uche, semuanya berjalan agak lambat. "Jadi, saya ingin menyampaikannya kepada beberapa karyawan saya yang bekerja di biro iklan untuk melihat apakah itu sesuatu yang diinginkan oleh klien mereka. Itu adalah ide yang penting."
    Uche pun menceritakan proses pembuatan video tersebut. Ia mengatakan butuh waktu sekitar tiga hari untuk memikirkan konsep video tersebut, termasuk penggunaan merk mi instan Indomie. Adapun pembuatannya membutuhkan waktu sekitar lima hari.
    “Dan terlihat gila. Saat merekam video ini, tidak ada drone. Saya berbicara dengan udara dan saya menggesekkan kartu saya di udara. Tidak ada apa-apa di sana. Seseorang melihat saya saat sedang syuting, dan kebetulan rumah saya di Yaba berada tidak jauh dari rumah sakit jiwa yang dikenal sebagai Yaba Left,” kata Uche.
    Untuk efek visual, Uche menggunakan jenis 3D kelas atas yang juga digunakan dalam film Marvel, Avengers. Efek ini juga pernah digunakan oleh Quadron Studios dalam film "Skelebe", film tentang seekor tikus di Lagos yang bersikap seperti manusia dan bisa berbicara.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan "video pengiriman paket berupa mi instan dengan drone yang berteknologi AI" keliru. Video tersebut hanyalah video animasi yang dibuat pendiri perusahaan konten digital Quadron Studios, Anisiuba Uche. Adegan dalam video tersebut tidak nyata.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8305) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Otto Iskandar Dinata Tewas oleh Laskar Hitam yang Terkait PKI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/09/2020

    Berita


    Klaim bahwa pahlawan nasional Otto Iskandar Dinata tewas di tangan Laskar Ubel-ubel Hitam yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia atau PKI beredar di media sosial. Klaim ini disertai dengan foto uang kertas pecahan Rp 20 ribu yang memuat gambar Otto Iskandar Dinata.
    Salah satu akun yang mengunggah klaim tersebut adalah akun Yanne Diana, yakni pada 26 September 2020. Klaim ini terdapat dalam sebuah tulisan panjang yang menceritakan kisah kematian Otto Iskandar Dinata di tepi Pantai Ketapang, Mauk, Tangerang.
    Menurut tulisan itu, kepala Otto Iskandar Dinata dipancung oleh komplotan Laskar Ubel-ubel Hitam yang bernama Mujitaba. Laskar ini pun diklaim sebagai bagian dari PKI. Cerita ini disebut bersumber dari buku berjudul “Ayat-Ayat Yang Di Sembelih” cetakan kedua, halaman 29-31.
    “Hingga kini, anak cucu Otto, para peziarah dari berbagai penjuru Indonesia, hanya bisa menziarahi pasir dan air Pantai Mauk yang menjadi saksi kebengisan gerombolan PKI Ubel-ubel hitam,” demikian salah satu narasi dalam tulisan tersebut.
    Adapun dalam foto uang kertas pecahan Rp 20 ribu yang bergambar Otto Iskandar Dinata, tertulis teks yang berbunyi, “Taukah kalian gambar pahlawan di uang kertas 20000 lama, ? Dia adalah Otto Iskandar Dinata, bekas menteri pertahanan RI di era bung Karno. Dia dipenggal kepalanya ,lalu jasadnya di Larung kelautan oleh laskar umbul-umbul hitam PKI.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yanne Diana.
    Apa benar Otto Iskandar Dinata tewas oleh Laskar Ubel-ubel Hitam yang berafiliasi dengan PKI?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, lewat wawancara dengan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam serta penelusuran pemberitaan media, tidak ada bukti yang menunjukkan keterkaitan antara penculik Otto Iskandar Dinata dengan PKI. Buku "Ayat-Ayat Yang Disembelih" juga dianggap menyesatkan karena tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada.
    Dalam artikel sejarah Otto Iskandar Dinata yang ditulis Tirto, kematian Otto yang tragis bermula saat dia menjadi Menteri Negara pada 1945. Salah satu yang menjadi urusan Otto adalah masalah keamanan, termasuk mengkoordinir pembentukan tentara yang saat itu masih bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
    Isu BKR ini cukup riskan dan sensitif lantaran melibatkan sejumlah pihak dari latar belakang militer yang berbeda, di antaranya mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho bentukan Jepang serta bekas prajurit KNIL bentukan Belanda. Tidak semua pihak setuju dengan penyatuan para mantan tentara itu ke BKR. Mereka yang tidak sepakat kemudian membentuk laskar masing-masing.
    Sejumlah referensi menyebut bahwa Otto diculik oleh salah satu laskar yang bermarkas di Tangerang pada 19 Desember 1945, dan dibawa ke suatu tempat di pesisir Pantai Mauk, Tangerang.
    Versi lain soal penyebab pembunuhan Otto diungkap oleh Iip D. Yahya dalam Buku "Oto Iskandar di Nata: The Untold Stories". Iip menelusuri catatan sidang pengadilan Mujitaba dan kawan-kawan, tersangka pembunuhan Otto, pada 1957. Anggota Laskar Hitam yang menculik Otto, menurut Iip, termakan desas-desus yang disebarkan oleh agen-agen NICA, bahwa Otto adalah mata-mata Belanda. Tujuan NICA menyebarkan isu ini untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menghalangi upaya rekolonisasi Belanda.
    Sejarawan Asvi Warman Adam menjelaskan Laskar Hitam tidak memiliki ideologi yang jelas. Mereka menculik orang-orang yang dianggap mata-mata Belanda atau Jepang. “Laskar tersebut yang membawa Otista (Otto Iskandar Dinata) ke Tangerang, lalu dihabisi di Pantai Mauk oleh seorang polisi bernama Mujitaba. Pada 1959, di pengadilan, Mujitaba divonis 15 tahun,” kata Asvi ketika dihubungi Tempo pada 30 September 2020.
    Asvi pun tidak melihat kaitan antara Laskar Hitam dengan PKI. Apalagi, dalam persidangan, hakim hanya mengusut Mujitaba. “Yang membunuh adalah seorang polisi. Itu jelas, jelas nama, Mujitaba. Di pengadilan, dia menyebut beberapa nama. Jaksa penuntut umum, Prijana Abdurrasyid, meminta waktu sidang diperpanjang untuk memeriksa beberapa nama yang disebut. Tapi hakim menolak dan menjatuhkan vonis. Jadi, perkara ini berhenti sampai Mujitaba. Saya tidak melihat hubungan penculik Laskar Hitam dengan PKI."
    Dalam wawancara bersama CNN Indonesia, Asvi Warman Adam juga menyebut buku "Ayat-ayat yang Disembelih" yang ditulis oleh Anab Afifi dan Thowaf Zuharon adalah salah satu buku tentang peristiwa 1965 yang menyesatkan karena cerita di dalamnya tidak dapat dipastikan kebenarannya.
    Buku itu menceritakan tentang tragedi yang terjadi di Brebes, Tegal, dan Pemalang dalam revolusi sosial setelah 1945. Tokoh utama dalam cerita itu adalah Kutil alias Sahyani yang digolongkan sebagai anggota PKI. Padahal, dalam disertasi Anton Lucas, peneliti berkewarganegaraan Australia, Kutil disebut sebagai preman yang memiliki padepokan. Dia dipanggil Kutil karena memiliki penyakit kulit berupa kutil di wajahnya. Asvi tidak yakin apakah Kutil benar-benar preman atau kiai.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Otto Iskandar Dinata tewas di tangan laskar yang berkaitan dengan PKI" tidak terbukti. Hasil persidangan menyimpulkan bahwa Otto Iskandar Dinata dibunuh oleh seorang polisi bernama Mujitaba, yang disebut sebagai anggota Laskar Hitam. Ketika itu, sejumlah pihak yang tidak sepakat dengan penyatuan para mantan tentara PETA, Heiho, dan KNIL ke BKR memang membentuk beberapa laskar. Namun, tidak ditemukan bukti adanya hubungan antara Laskar Hitam dengan PKI.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan