(GFD-2021-8721) Keliru, Video dan Pesan Suara yang Diklaim dari Direktur RS Medika Bondowoso dr. Yahya Amar
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 10/08/2021
Berita
Sebuah video dan pesan suara yang diklaim berasal dari dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso, Jawa Timur, menjadi pesan berantai di aplikasi WhatsApp dalam sepekan terakhir. Isi video itu berisi klaim bahwa virus Corona yang saat ini menyerang lambung bisa diobati dengan jamu AVC.
Video berdurasi 4:38 menit tersebut berisi teks dari suara seorang pria yang diklaim dr Yahya Amar. Narasi itu memuat beberapa klaim berikut ini:
Tangkapan layar pesan berantai yang diklaim sebagai pesan suara dari dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo menghasilkan bahwa video tersebut bukan berasal dari Direktur RS Medika, dr. Yahya Amar. Sejumlah klaim dalam video itu juga tidak sesuai fakta.
Melalui akun Instagram @rsmitramedika, RS Mitra Medika Bondowoso membantah bahwa pesan suara dan video yang beredar di Whatsapp berasal dr Yahya Amar. “Kami tegaskan suara yg ada dalam audio/video tersebut bukanlah suara beliau,” tulis RS Mitra Medika, 26 Juli 2021.
Mereka juga menerbitkan video dr. Yahya Amar agar publik bisa membedakan suara asli pemilik RS Mitra Medika Bondowoso tersebut, dengan suara yang beredar di Whatsapp.
“Ini adalah video dari dr.Yahya Amar, Sp.PD,FINASIM. Dimana sejak hari Jumat tanggal 23 Juli 2021, banyak sekali yg bertanya kepada kami dan ke rekan-rekan kami terkait keaslian audio/video yg beredar via Whatsapp. dimana audio/video tersebut bertuliskan (ini info dari dr.Yahya Amar.Sp.PD Pemilik RS Mitra Medika Bondowoso)," seperti dikutip dari narasi dalam video asli dr. Yahya Amar.
Tempo menghubungi dr. Yahya Amar melalui telepon pada Senin, 9 Agustus 2021. Dia kembali menegaskan tidak pernah membuat pernyataan bahwa jamu AVC bisa menyembuhkan virus Corona yang menyerang lambung. “Itu seperti iklan jamu, mencatut nama saya,” kata dia.
Menurut Yahya, klaim-klaim dalam suara tersebut juga tidak sesuai, misalnya klaim bahwa virus Corona saat ini menyerang lambung. Menurut dia, serangan utama SARS-Cov-2 adalah saluran pernapasan dan paru-paru. Namun dalam infeksi berikutnya, virus tersebut dapat berkembang menyerang ke lambung, syaraf maupun jantung.
Klaim berikutnya bahwa muntah dapat mengeluarkan virus penyebab penyakit Covid-19 itu juga keliru. Sebab virus tidak serta merta keluar bersama muntah. Selain itu, gejala tidak enak makan bukan hanya dialami saat menderita Covid-19, tapi juga terjadi saat seseorang dilanda kecemasan yang berlebihan atau mengidap penyakit lain seperti typus, demam berdarah hingga penyakit sistemik lain.
Dalam artikel ilmiah yang ditulis Titong Sugihartono dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga berjudul COVID-19 dan Manifestasinya pada Saluran Cerna, meskipun virus SARS-CoV-2 lebih banyak menyerang saluran napas, sekitar 11,4 persen pasien COVID-19 ditemukan gangguan pada sistem saluran cerna.
Adanya manifestasi selain dari sistem pernapasan diduga karena virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel melalui reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Reseptor ini berada hampir di seluruh tubuh termasuk sel epitel esophageal serta enterosit pada ileum dan kolon sehingga infeksi COVID-19 ini dapat menimbulkan manifestasi pada saluran cerna. Manifestasi pada saluran cerna yaitu berupa penurunan nafsu makan, diare, muntah dan nyeri perut.
Jamu AVC belum jadi obat Covid-19
Jamu Anti Virus Corona (AVC) diklaim sebagai obat Covid-19 sejak Mei 2020. Namun hingga Agustus 2021, Badan Pengawasan Obat dan Makanan belum menerbitkan izin pada jamu AVC sebagai obat untuk pasien Covid-19 yang bergejala gangguan pencernaan.
Dalam penelitian Titong Sugihartono dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang diterbitkan di New Armenian Medical Journal Vol.14 (2020), No 4, p. 70-81, menjelaskan belum ada pengobatan khusus untuk penderita Covid-19 dengan gejala pencernaan (gastrointestinal).
Semua perawatan bersifat suportif tergantung kondisi pasien. Pada pasien yang muncul diare tahap awal, biasanya diberikan cairan yang cukup. Sedangkan pada pasien yang mengalami nyeri perut diberikan obat antispasmodik.
Dikutip dari Liputan6.com, dr Virly Nanda Muzelina, SpPD, menjelaskan tentang beberapa cara yang dapat diikuti ketika seseorang memiliki keluhan pada saluran pencernaan di masa pandemi. Di antaranya dengan meminum banyak air putih; mengurangi makan makanan yang dapat mengganggu dan memperberat kerja saluran cerna seperti makanan tinggi lemak, tinggi gula, makanan berpengawet yang berlebihan, makanan terlalu pedas dan asam, serta minuman berkafein dan beralkohol.
"Untuk menjaga daya tahan tubuh, tetap dianjurkan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi. Komposisi karbohidrat, protein dan lemak diatur lebih sedikit agar aman untuk lambung," jelas Virly.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan bahwa video dan pesan suara yang diklaim milik dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso adalah keliru. RS Mitra Medika Bondowoso dan dr Yahya Amar telah membantah video tersebut. Selain itu, klaim bahwa virus Corona yang saat ini menyerang lambung bisa diobati dengan jamu AVC juga keliru. BPOM belum memberikan izin pada jamu AVC sebagai obat Covid-19.
Tim Cek Fakta Tempo
Rujukan
- https://www.instagram.com/p/CRxdqkKpxkW/
- https://fk.unair.ac.id/covid-19-dan-manifestasinya-pada-saluran-cerna/
- https://www.tempo.co/tag/obat-covid-19
- https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/113/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-Tentang-Klaim-Produk-Herbal-yang-Dapat-Menyembuhkan-Pasien-COVID-19.html
- https://ysmu.am/website/documentation/files/e30f728c.pdf
- https://www.liputan6.com/health/read/4589744/80-persen-pasien-covid-19-di-rscm-punya-masalah-pencernaan
(GFD-2021-8720) Keliru, Pesan Berantai Soal Bukti Ilmiah Penularan Virus Corona dari dokter Erlina Burhan
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 10/08/2021
Berita
Sebuah pesan berantai yang diklaim dari Dr. dr Erlina Burhan SpP (K) Ketua PDPI Jaya SIE Ilmiah PDPI Pusat beredar di WhatsApp. Pesan ini berisi petunjuk dari pusat pengendalian penyakit Amerika Serikat (CDC USA) tentang bukti ilmiah terkini perihal penularan virus corona.
Pesan ini juga menjabarkan tingkat risiko penularan Covid yang ditentukan berdasarkan golongan darah dan lokasi penularannya.
"Orang bergolongan darah A akan mengalami gejala yang berat karena struktur Covid19 mirip dengan antigen B. Orang bergolongan darah AB bisa selamat bila terpapar jumlah virus yang tidak terlalu banyak, bila virulensi virus tinggi dikuatirkan tidak bisa selamat karena AB tidak memiliki antibodi. Orang bergolongan darah B dan O akan aman-aman saja, pemilik darah B cenderung menjadi OTG dan pemilik darah O pasti selamat karena memiliki antibodi yang paling kuat dari semua golongan darah," demikian sebagian narasi yang terdapat dalam pesan berantai tersebut.
Tangkapan layar pesan berantai yang diklaim sebagai jurnal ilmiah dari dr Erlina Burhan.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula mengidentifikasi beberapa informasi terkait klaim yang dibagikan pada pesan berantai. Pertama jenis ruang menentukan resiko penyebaran dan kedua jenis golongan darah menentukan rentan penyebaran covid 19.
Namun, sebelumnya, dikutip dari laporan cekfakta kompas, dr Erlina Burhan yang dicatut namanya dalam pesan berantai membantah telah menulis pesan tersebut. Ia menegaskan tidak pernah menulis apapun yang dinarasikan dalam unggahan tersebut.
Klaim 1: Resiko Penyebaran Berdasarkan Ruang
Dikutip dari situs Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) , model penyebaran Covid-19 atau virus SARS-CoV-2 diketahui memiliki beberapa cara berbeda. Virus umumnya dapat menyebar dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi dalam partikel cairan kecil ketika mereka batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, atau bernapas. Partikel-partikel ini berkisar dari tetesan pernapasan yang lebih besar hingga aerosol yang lebih kecil.
Bukti saat ini menunjukkan bahwa virus menyebar terutama di antara orang-orang yang melakukan kontak dekat satu sama lain, biasanya dalam jarak 1 meter (jarak pendek). Seseorang dapat terinfeksi ketika aerosol atau tetesan yang mengandung virus terhirup atau bersentuhan langsung dengan mata, hidung, atau mulut.
Virus ini juga dapat menyebar di lingkungan dalam ruangan yang berventilasi buruk dan/atau ramai, di mana orang cenderung menghabiskan waktu lebih lama. Ini karena aerosol tetap melayang di udara atau bergerak lebih jauh dari 1 meter (jarak jauh). Orang juga dapat terinfeksi dengan menyentuh permukaan yang telah terkontaminasi virus saat menyentuh mata, hidung, atau mulut tanpa membersihkan tangan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Eka Ginanjar, SpPD mengatakan, pada prinsipnya, droplet yang mengandung virus akan ada di permukaan, sebagai contoh di permukaan meja. Klaim risiko penularan sangat rendah saat melakukan aktivitas di luar rumah, dikatakan Eka ada benarnya.
Namun, tetap saja harus memperhatikan protokol kesehatan. Hal itu dikarenakan ruangan terbuka memiliki sirkulasi udara yang bagus dan pancaran sinar matahari yang bagus. Sementara di ruang tertutup seperti kantor, tempat ibadah, aula bioskop, gym atau teater beresiko tinggi lantaran jika tidak memenuhi beberapa aspek seperti sirkulasi tidak lancar, kurang sinar matahari, kepadatan dalam ruangan, kebersihannya, dan lain sebagainya.
Dilansir dari Suara.com, William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Vanderbilt University mengatakan virus corona lebih mudah ditransmisikan ketika berada di area tertutup, di mana hanya ada sedikit ventilasi atau ruang untuk aliran udara. Ini terutama berlaku untuk ruang kecil, seperti lift. Dalam ruang tertutup yang begitu rapat tanpa aliran udara yang kuat untuk waktu singkat, sangat mungkin akan terpapar.
Laporan TEMPO yang melansir dari Healthline juga mencatat ada beberapa tempat berisiko tinggi penularan Covid-19 yaitu seperti angkutan umum, salon, bar, kolam renang umum dan pantai, ruang konser, gereja, teater dan tempat kerja.
Klaim 2 : Jenis Golongan Darah Menentukan Kerentanan Penyebaran Covid 19
Dikutip dari laporan Harvard Medical School, golongan darah tidak terkait dengan perburukan gejala yang parah pada orang yang dites positif COVID-19. Laporan peneliti Harvard Medical School yang berbasis di Rumah Sakit Umum Massachusetts ini telah diterbitkan dalam Annals of Hematology. Laporan ini menghilangkan klaim laporan sebelumnya yang menunjukkan korelasi antara golongan darah tertentu dan COVID-19.
Peneliti HMS di Mass General meluncurkan penyelidikan mereka sendiri dengan menggambar pada database besar dari Registry Data Pasien Penelitian sistem Mass General Brigham Health. Populasi penelitian dari 1.289 pasien dewasa bergejala, yang dites positif COVID-19 dan golongan darahnya didokumentasikan, diambil dari lebih dari 7.600 pasien bergejala di lima rumah sakit di wilayah Boston, termasuk Mass General dan Brigham and Women's Hospital, yang dirawat mulai Maret. 6& hingga 16 April tahun ini.
Hasilnya tidak ada koneksi jenis golongan darah menentukan rentan penyebaran. Tidak ada hubungan yang signifikan antara golongan darah dan memburuknya penyakit, antara golongan darah dan kebutuhan rawat inap, persyaratan posisi untuk pasien selama intubasi, atau penanda inflamasi.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Eka Ginanjar, SpPD mengatakan, siapa saja bisa terpapar covid 19. Klaim yang menyatakan penularan Covid-19 dilihat dari golongan darah adalah tidak benar. Berkaitan dengan golongan darah itu tidak benar, semua golongan darah memiliki potensi sama.
Dr. Sakthivel Vaiyapuri, seorang profesor di University of Reading di Inggris mengatakan lebih baik mengabaikan artikel apa pun yang belum diteliti dengan benar oleh peer review dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang ketat. Fakta bahwa penelitian terkait jenis golongan darah menentukan resiko tertular tampaknya belum mempertimbangkan beberapa parameter lain yang mungkin bisa mengubah kesimpulan sepenuhnya. Selain itu, mereka tidak melihat efek apa pun di satu rumah sakit yang mereka analisis. Jadi penelitian ini terlalu spekulatif, dan data tidak kuat untuk membuat kesimpulan yang tegas. Orang-orang tidak perlu panik berdasarkan hasil penelitian ini.
Dilansir dari laporan penelitian Christopher A. Latz dkk yang diterbitkan US National Library of Medicine National Institutes of Health, diketahui jika tidak ada hubungan jenis golongan darah dengan tingkat kerentanan terhadap covid-19. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara golongan darah ABO dengan tingkat keparahan COVID-19 ini mendapatkan temuan bahwa golongan darah ABO tidak memiliki korelasi dengan tes positif.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan cekfakta TEMPO, klaim pesan berantai yang menyebutkan petunjuk dari pusat pengendalian penyakit Amerika Serikat (CDC USA) tentang bukti ilmiah terkini perihal penularan virus corona berdasarkan ruang dan jenis golongan darah, keliru. dr Erlina Burhan yang dicatut namanya dalam pesan berantai pun telah membantah pesan tersebut hasil tulisannya.
Klaim terkait risiko penularan berdasarkan tempat tertentu pun keliru, William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Vanderbilt University mengatakan virus corona lebih mudah ditransmisikan ketika berada di area tertutup, di mana hanya ada sedikit ventilasi atau ruang untuk aliran udara. Dalam ruang tertutup yang begitu rapat tanpa aliran udara yang kuat untuk waktu singkat, sangat mungkin akan terpapar.
Termasuk klaim risiko penularan berdasarkan golongan darah. Sebab, Laporan Harvard Medical School menyebuktan, golongan darah tidak terkait dengan perburukan gejala yang parah pada orang yang dites positif COVID-19. Laporan
Rujukan
- https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/08/170500365/klarifikasi-informasi-soal-bukti-ilmiah-terkini-terkait-penularan-covid-19?page=all
- https://www.who.int/news-room/q-a-detail/coronavirus-disease-covid-19-how-is-it-transmitted
- https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/08/170500365/klarifikasi-informasi-soal-bukti-ilmiah-terkini-terkait-penularan-covid-19?page=all
- https://www.suara.com/health/2020/06/03/093137/ini-risiko-tertular-covid-19-di-dalam-ruangan-vs-di-luar-ruangan?page=all
- https://cantik.tempo.co/read/1353955/penularan-covid-19-berisiko-tinggi-terjadi-di-7-tempat-ini/full&view=ok
- https://hms.harvard.edu/news/covid-19-blood-type
- https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/08/170500365/klarifikasi-informasi-soal-bukti-ilmiah-terkini-terkait-penularan-covid-19?page=all
- https://www.politifact.com/article/2020/mar/23/experts-warn-against-accepting-link-between-blood-/%20
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7354354/
(GFD-2021-8719) Keliru, Klaim Garam yang Dimasak Bisa Berubah Jadi Racun
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/08/2021
Berita
Sebuah pesan berantai tentang cara mengkonsumsi garam yang benar beredar di Whatsapp, Senin 9 Agustus 2021. Pesan tersebut berisi klaim bahwa garam yang dimasak bersama makanan akan mengubah garam menjadi racun/toksin.
“Kesalahan kita (kebanyakan orang Indonesia) ialah kita memasak garam yaitu memasukkan garam kedalam masakan ketika masakan sedang MENDIDIH / PANAS. Hal tersebut akan menyebabkan garam menjadi racun/ toksik. Jika garam dimasak dengan cara di atas, garam akan menyebabkannya ber-asid dan membahayakan kesehatan serta mengundang berbagai penyakit, selain itu kandungan yodium pada garam juga akan hilang dengan percuma. Ingat yodium sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh kita,” demikian sebagian isi dari pesan tersebut.
Selain itu, pesan berantai tersebut juga mengklaim bahwa garam mentah dapat mengobati asam lambung.
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo menunjukkan, bahwa pesan berantai yang mengklaim garam yang dimasak bersama makanan akan menyebabkan garam menjadi racun/toksin beredar sejak 2017. Sejumlah ahli menyebut bahwa klaim ini tidak berdasarkan fakta. Termasuk klaim soal garam bisa menyembuhkan penyakit asam lambung.
Tempo menemukan beberapa pemberitaan sejak 2017 yang membantah klaim tersebut. Situs Viva salah satunya, menerbitkan artikel berjudul Garam Dimasak Jadi Racun, Hoax atau Bukan? pada 4 Januari 2017. Isi artikel itu memuat wawancara dokter ahli gizi dr. Inge Permadhi yang menyatakan bahwa memasak garam tidak akan mengubahnya menjadi racun.
Pesan yang sama juga beredar di tahun 2018, seperti yang pernah dimuat oleh situs cekfakta.com berjudul [HOAKS] Garam Tidak Boleh Dimasak Karena Menjadi Racun edisi 7 Mei 2018.
Garam yang dimasak tidak menjadi racunDikutip dari situs kesehatan Hello Sehat, memasak garam tidak akan mengubah mineral ini menjadi racun karena kandungan garam terdiri dari beragam mineral. Mineral dalam makanan yang biasanya tidak dipengaruhi oleh proses memasak yakni kalsium, natrium, yodium, zat besi, zinc (seng), mangan, dan kromium.
Beragam mineral tersebut tidak berubah menjadi racun atau zat berbahaya selama komposisi garam merupakan bahan yang aman alias tidak diberikan campuran tertentu oleh produsennya.
Meski garam tidak berubah menjadi racun saat dimasak, akan tetapi para ahli kesehatan mengingatkan bahaya apabila mengkonsumsi garam secara berlebihan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA membatasi konsumsi garam atau natrium maksimal 2.300 miligram setiap hari.
Konsumsi garam memang perlu dibatasi karena bisa berdampak pada kesehatan. Kebanyakan orang tahu bahwa efek kebanyakan garam adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi, tapi tak banyak yang menyadari bahwa ini juga bisa mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Garam tidak bisa mengobati asam lambungDekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Ari Fahrial Syam pernah menjelaskan bahwa mengonsumsi garam justru dapat menyebabkan pasien sakit maag akan kambuh. "Sudah banyak pasien korban yang tidak jelas dengan info ini," kata Ari Fahrial dalam artikel Tempo berjudul Jangan Percaya Isu Makan Garam Mentah Baik untuk Kesehatan, Ini Faktanya, edisi 26 Agustus 2020.
Kesimpulan
Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim yang menyebut bahwa garam yang dimasak dapat menjadi racun adalah keliru. Demikian juga dengan klaim bahwa garam mentah dapat mengobati asam lambung. Menurut para ahli, garam yang dimasak bersama makanan tidak akan mengubah kandungan mineral yang dikandungnya. Meski demikian, mereka mengingatkan agar konsumsi garam tidak boleh berlebihan karena dapat mengganggu kesehatan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA membatasi konsumsi garam atau natrium maksimal 2.300 miligram setiap hari.
Tim Cek Fakta Tempo
Rujukan
- https://www.tempo.co/tag/whatsapp
- https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/866712-garam-dimasak-jadi-racun-hoax-atau-bukan?page=1&utm_medium=page-1
- https://cekfakta.com/focus/80
- https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/benarkah-garam-tidak-boleh-dimasak/
- https://cantik.tempo.co/read/1409300/hati-hati-kebanyakan-konsumsi-garam-bisa-menurunkan-kesehatan-reproduksi/full&view=ok
- https://gaya.tempo.co/read/1379759/jangan-percaya-isu-makan-garam-mentah-baik-untuk-kesehatan-ini-faktanya/full&view=ok
(GFD-2021-8718) Keliru Klaim Video SBY Dalangi Aksi Mahasiswa Menolak Kebijakan PPKM
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 09/08/2021
Berita
Sebuah video berdurasi 10.05 menit memperlihatkan aksi mahasiswa diklaim sebagai aksi penolakan kebijakan PPKM yang didalangi mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono beredar di facebook. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi otak dibalik aksi mahasiswa yang menolak kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). SBY dianggap ikut mendanai aksi itu hingga Rp 190 triliun.
Di Facebook video tersebut dibagikan akun ini pada 27 Juli 2021 dengan menambahkan narasi “Berita Terkini ~ Ini Akan Terjadi,SBY Dalam Masalah B3sar,G4ra² D3m0 G4gal Dana 190 Triliun M3layang”.
Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah disaksikan lebih dari 160 ribu kali tayangan online dan mendapat lebih dari 1600 komentar serta 5 ribu reaksi.
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya penelusuran dilakukan dengan menggunakan reverse image tools Google dan Yandex. Hasilnya, video di atas merupakan kumpulan sejumlah cuplikan video yang berbeda. Hasil penelusuran, beberapa bagian video aksi mahasiswa ini identik dengan video aksi mahasiswa pada Senin, 28 Oktober 2019. Saat itu aksi mahasiswa tersebut menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) sebagai langkah hukum membatalkan perubahan Undang Undang KPK yang sudah disahkan DPR.
Aksi mahasiswa ini dilaporkan BBC Indonesia pada 29 Oktober 2019. Ada pula beberapa bagian video yang identik dengan aksi dalam rangka memperingati hari buruh pada 1 Mei 2019 yang dilakukan konfederasi serikat buruh seluruh indonesia.
Dikutip dari liputan6.com, aksi penolakan PPKM yang dilakukan mahasiswa sepenuhnya adalah hoaks yang tidak sepenuhnya benar. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan masyarakat diminta untuk tidak mempercayai terkait aksi penolakan PPKM. Saat ini Polda Metro Jaya tengah memburu otak di balik penyebaran informasi di media sosial tentang seruan aksi nasional bertajuk 'Jokowi End Game'. Aksi demo yang dijadwalkan pada 24 Juli 2021 itu salah satunya untuk menolak kebijakan (PPKM).
Dilansir dari Suara.com, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya tidak pernah memberikan izin untuk aksi apapun selama pandemi. Polisi akan menindak tegas pihak-pihak yang tetap melaksanakan aksi unjuk rasa. Khususnya jika aksi tersebut telah dianggap mengganggu ketertiban umum.
Menkopolhukam, Mahfud MD dalam satu siaran televisi nasional mengatakan aksi penolakan kebijakan PPKM merupakan aksi iseng yang dilakukan kelompok yang tidak murni. Kelompok ini tidak memiliki pengikut dan cenderung tidak ada yang menggerakan. Pemerintah memilih tak akan mengambil langkah hukum untuk aksi ini.
Laporan Republika menyebutkan, salah satu akun yang menyebarluaskan informasi aksi serentak berhari-hari menolak kebijakan PPKM adalah @blokpolitikpelajar. Dalam unggahan akun tersebut, aksi diklaim berlangsung di wilayah Jakarta, Tangerang, Semarang, Bogor, Brebes, Sukoharjo, Bekasi, Kediri, Indramayu, Medan, Kudus, Padang, Surabaya, Samarinda, Banjarmasin, Pontianak dan Solo.
SBY sendiri membantah tuduhan tersebut dan memilih diam. Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Andi Arief mengatakan diam dan tidak akan merespon tuduhan tersebut. SBY lebih memilih melakukan hal positif di tengah pandemi.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra juga ikut membantah keterlibatannya SBY dalam aksi mahasiswa menolak kebijakan PPKM. Pihaknya tidak akan mengambil pusing atas tuduhan tersebut. Demokrat memilih tak ambil pusing dengan fitnah yang dilancarkan para pendengung pendukung pemerintah.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim aksi mahasiswa menolak kebijakan PPKM didalangi mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keliru. Menkopolhukam, Mahfud MD dalam satu siaran televisi nasional mengatakan, aksi penolakan kebijakan PPKM merupakan aksi iseng yang dilakukan kelompok yang tidak murni. Aksi ini tidak ada tokoh yang menggerakan dan mendanai. Polisi bahkan tidak pernah memberikan izin untuk aksi apapun selama pandemi.
TIM CEKFAKTA TEMPO
Rujukan
- https://web.facebook.com/watch/?v=949412102458624
- https://www.tempo.co/tag/sby
- https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50212370?xtor=AL-73-%5Bpartner%5D-%5Bviva.co.id%5D-%5Bheadline%5D-%5Bindonesian%5D-%5Bbizdev%5D-%5Bisapi%5D
- https://www.liputan6.com/news/read/4615086/mengungkap-dalang-seruan-demo-jokowi-end-game
- https://www.suara.com/news/2021/07/23/151705/imbau-masyarakat-tak-terhasut-aksi-tolak-ppkm-polri-ganggu-ketertiban-umum-kita-amankan
- https://www.youtube.com/watch?v=a5I5kY_qP_c
- https://www.republika.co.id/berita/qwoxc4409/polri-respons-ajakan-aksi-serentak-berharihari-tolak-ppkm
- https://www.rmoljatim.id/2021/07/27/dituding-dalangi-gerakan-rakyat-demokrat-itu-bukan-dna-sby-tapi-sebagai-manusia-biasa-bisa-bereaksi
Halaman: 4521/6118