• (GFD-2020-8060) [Fakta atau Hoaks] Benarkah WHO Sebut Penularan Corona Tak Lagi Hanya Lewat Droplet Tapi Juga Udara?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 27/04/2020

    Berita


    Pesan berantai yang menyebut bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penularan virus Corona Covid-19 tidak lagi hanya melalui droplet tapi juga udara beredar di WhatsApp dan Facebook sejak Minggu, 26 April 2020. Menurut pesan berantai itu, virus Corona bisa bertahan dan melayang-layang di udara selama 8 jam.
    Selain itu, pesan berantai itu juga mengklaim bahwa virus Corona yang berada di ruangan tertutup dapat bertahan lebih lama serta lebih cepat mendarat di tubuh seseorang yang belum terkena Covid-19. "Karena udara yang berputar di situ-situ saja," demikian narasi dalam pesan berantai tersebut.
    Pesan itu disebut berasal dari juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto. Agar lebih meyakinkan, pesan berantai tersebut memuat tautan berita dari situs media Kompas.com berjudul "Jubir Pemerintah: Sesuai Rekomendasi WHO, Mulai Hari Ini Semua Gunakan Masker" yang dimuat pada 5 April 2020.
    Pesan berantai itu pun menghubungkan klaim tersebut dengan kewajiban memakai masker ketika keluar rumah. "Maka, Bapak dan Ibu tolong kita ikuti protokol yang semakin ketat ini yaitu bahwa kalau kita keluar, biarpun tidak ke kerumunan massa, WAJIB pakai masker untuk saling melindungi satu sama lain karena menurut WHO ada satu golongan baru dalam proses penularan wabah ini yaitu OTG (orang tanpa gejala)."
    Gambar tangkapan layar pesan berantai di WhatsApp yang berisi klaim tentang penularan virus Corona Covid-19 lewat udara.
    Apa benar WHO menyatakan penularan virus Corona Covid-19 tidak lagi hanya melalui droplet tapi juga udara?

    Hasil Cek Fakta


    Tim CekFakta Tempo mula-mula membaca berita dari Kompas.com yang tautannya dicantumkan dalam pesan berantai itu. Hasilnya, tidak ditemukan keterangan dari juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, bahwa WHO menyatakan penularan Covid-19 tidak lagi melalui droplet tapi juga udara.
    Selain itu, tidak ada pula penjelasan bahwa WHO menyatakan virus Corona Covid-19 bisa bertahan dan melayang-layang di udara selama 8 jam atau pun bertahan lebih lama di ruangan tertutup serta lebih cepat mendarat di tubuh seseorang yang belum terkena Covid-19 karena udara berputar di situ-situ saja.
    Berita tersebut berisi pernyataan Yuri bahwa, sesuai rekomendasi WHO dalam mencegah penyebaran Covid-19, semua orang harus menggunakan masker. Yuri juga mengatakan bahwa masyarakat dapat menggunakan masker kain. Sementara tenaga kesehatan wajib mengenakan masker bedah atau masker N95. Penggunaan masker ini penting karena, ketika seseorang berada di luar rumah, terdapat banyak sekali ancaman penularan virus.
    Sampai hari ini, WHO tidak pernah membuat pernyataan bahwa virus Corona Covid-19 bisa ditularkan melalui udara. Dalam situs resminya, WHO masih menulis bahwa, menurut penelitian sejauh ini, virus Corona Covid-19 umumnya menular melalui kontak dengan droplet dari saluran pernapasan orang yang terinfeksi, bukan melalui udara.
    WHO memberikan penjelasan bagaimana Covid-19 bisa menular melalui droplet, yakni sebagai berikut:
    Covid-19 dapat menyebar dari orang ke orang melalui droplet dari hidung atau mulut yang keluar saat orang yang terjangkit Covid-19 batuk atau napas (bersin). Droplet ini kemudian jatuh ke benda-benda dan permukaan di sekitarnya. Orang yang menyentuh benda atau permukaan tersebut lalu menyentuh mata, hidung, atau mulutnya dapat terjangkit Covid-19. Penularan Covid-19 juga dapat terjadi jika orang menghirup droplet yang keluar dari batuk atau napas (bersin) orang yang terjangkit Covid-19. Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga jarak lebih dari 1 meter dari orang yang sakit. WHO terus mengkaji perkembangan penelitian tentang cara penyebaran Covid-19 dan akan menyampaikan temuan-temuan terbaru.
    Rekomendasi penggunaan masker bagi seluruh masyarakat
    Sebelumnya, WHO hanya merekomendasikan penggunaan masker bagi orang yang sakit dan orang yang merawat pasien. Pada 6 April 2020, WHO merekomendasikan penggunaan masker bagi seluruh masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Namun, alasannya bukan karena virus Corona Covid-19 bisa bertahan di udara selama 8 jam, melainkan karena kemungkinan penularan Covid-19 dari orang tanpa gejala.
    Di dokumen WHO tentang saran penggunaan masker dalam konteks Covid-19, terdapat sejumlah laporan di mana orang yang terinfeksi tapi belum menunjukkan gejala (pra-gejala) berpotensi menularkannya ke orang lain. Selain itu, ada pula orang yang telah terkonfirmasi positif Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala.
    Meskipun begitu, hingga saat ini, belum ada bukti bahwa pemakaian masker oleh orang yang sehat dapat mencegah mereka terinfeksi virus pernapasan, termasuk virus Corona Covid-19. Karena itu, menurut WHO, penggunaan masker tetap harus disertai dengan langkah-langkah pencegahan mendasar lainnya, yakni rajin mencuci tangan, jaga jarak, serta tidak menyentuh wajah dan mata.
    WHO juga menekankan bahwa masker medis dan respirator diprioritaskan untuk tenaga kesehatan. WHO pun mendukung negara-negara yang mengeluarkan rekomendasi penggunaan masker bagi orang yang sehat sembari melakukan penelitian tentang efektivitas hal tersebut. Saran bagi penggunaan masker nonmedis, harus mempertimbangkan jumlah lapisan kain, bahan yang digunakan, kualitas hidrofobik, bentuk, dan pas atau tidaknya masker saat dipakai.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa WHO menyatakan penularan Corona Covid-19 tidak lagi hanya melalui droplet tapi juga udara, keliru. Hingga artikel ini dimuat, dalam situs resminya, WHO menyebut bahwa virus Corona Covid-19 umumnya menular melalui kontak dengan droplet dari saluran pernapasan orang yang terinfeksi, bukan melalui udara.
    IKA NINGTYAS
    Update: Dikutip dari Kompas.com, pada 9 Juli 2020, WHO mengeluarkan pernyataan resmi bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dapat menyebar melalui udara. WHO mendefinisikan penularan melalui udara sebagai penyebaran infeksi yang disebabkan oleh inti tetesan (aerosol) yang bisa menular ketika melayang di udara dalam jarak serta waktu yang lama. WHO bersama para ilmuwan telah mengevaluasi apakah SARS-CoV-2 juga dapat menyebar melalui aerosol tanpa adanya prosedur yang meng

    Rujukan

  • (GFD-2020-8059) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Peneliti Cina Ini Sebut Virus Corona Hanya Satu dari 1.500 Virus yang Tersimpan di Lab Wuhan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 27/04/2020

    Berita


    Narasi bahwa seorang peneliti senior Cina, Shi Zhengli, menyebut virus Corona Covid-19 hanyalah satu dari 1.500 virus mematikan yang tersimpan di laboratorium Wuhan beredar di Facebook. Menurut narasi itu, Shi Zhengli merupakan wakil direktur di pusat laboratorium Wuhan tersebut.
    Akun Facebook yang membagikan narasi itu adalah akun Muji El Karim, yakni pada 19 April 2020. Akun ini juga mengunggah gambar tangkapan layar berita dari situs Gelora News yang berjudul "Terbongkar Lab Virus Wuhan Masih Simpan 1500 Virus Mematikan, Diungkap Peneliti Senior".
    Adapun narasi lengkap yang ditulis oleh akun Muji El Karim adalah sebagai berikut:
    "Kecurigaan dunia Internasional bahwa Virus Covid 19 bukan dari hewan di pasar tradisional Wuhan mulai terkuak.Hal ini diungkapkan peneliti senior She Zhengli dan rekan2nya di Institut Virologi Wuhan.Zhengli yang juga Wakil Director Pusat Labolatorium Wuhan mengungkapkan Virus Covid 19 hanyalah salah satu dari 1500 Virus mematikan yang tersimpan di Labolatorium Virus Wuhan.Hanya satu Virus China sudah menggempar kan dunia, Coba bayangkan kalau 1500 Virus itu disebarkan Komunis China secara bersamaan sungguh sangat mengerikan akibat yang ditimbulkannya bak neraka dunia. Petinggi militer China mengatakan untuk menguasai dunia bukan lagi dengan teknologi Nuklir seperti yang di kuasai AS dan Russia, Tetapi dengan senjata Biologi dan China sudah menguasainya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muji El Karim.
    Apa benar peneliti senior Cina, Shi Zhengli, menyebut bahwa virus Corona Covid-19 hanyalah satu dari 1.500 virus mematikan yang tersimpan di laboratorium Wuhan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel dari situs Gelora News yang gambar tangkapan layar judulnya diunggah oleh akun Muji El Karim. Dalam artikelnya yang dipublikasikan pada 18 April 2020 itu, Gelora News menyebut bahwa sumber tulisannya adalah situs media asing Daily Mail.
    Tempo pun menelusuri berita Daily Mail yang dimaksud. Hasilnya, ditemukan bahwa artikel di situs Gelora News berasal dari berita Daily Mail yang berjudul "Lead researcher at Wuhan virus lab warned that SARS-like coronavirus outbreaks linked to bats could happen in China almost a year before Covid-19 hit the city". Berita ini dimuat pada 17 April 2020.
    Berita itu memang berisi informasi bahwa Institut Virologi Wuhan menyimpan lebih dari 1.500 jenis virus mematikan. Institut ini mengkhususkan diri pada penelitian patogen paling berbahaya, khususnya virus yang dibawa oleh kelelawar. Namun, informasi itu tidak dinyatakan oleh Shi Zhengli. Lagipula, informasi tersebut bukan hal yang baru.
    Dilansir dari The Japan Times, informasi mengenai adanya 1.500 jenis virus yang tersimpan di Institut Virologi Wuhan tercantum di situs resminya. Institut ini merupakan rumah bagi China Center for Virus Culture Collection, bank virus terbesar di Asia.
    Di kompleks ini, terdapat pula laboratorium pertama di Asia dengan keamanan maksimum untuk menangani patogen kelas 4 (P4), virus berbahaya yang berisiko tinggi menular dari orang ke orang, seperti Ebola. Lembaga ini juga memiliki laboratorium P3.
    Virus Corona Covid-19 berasal dari laboratorium Wuhan?
    Hingga kini, tidak ada bukti bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, bersumber dari laboratorium di Institut Virologi Wuhan. Dilansir dari South China Morning Post, Shi Zhengli yang merupakan wakil direktur Institut Virologi Wuhan memang awalnya khawatir bahwa laboratoriumnya bertanggung jawab atas tersebarnya SARS-CoV-2. Namun, setelah ditelusuri, tidak ada sekuens genom dari SARS-CoV-2 yang cocok dengan sampel-sampel virus Corona yang pernah diambil dan dipelajari oleh laboratoriumnya.
    Selain itu, dilansir dari BBC, Insitut Virologi Wuhan tercatat sebagai salah satu laboratorium dengan standar BSL-4. Laboratorium yang berfokus pada penelitian tentang virus memang memiliki standarbiosafety level(BSL). Terdapat empat tingkat BSL, tergantung pada jenis virus yang dipelajari dan tindakan pencegahan untuk mengisolasi virus-virus itu.
    BSL-1 adalah yang terendah, dimiliki oleh laboratorium yang mempelajari virus yang tidak menimbulkan ancaman bagi manusia. Sementara BSL-4 merupakan yang tertinggi, dimiliki oleh laboratorium yang berurusan dengan patogen paling berbahaya.
    Adapun Yuan Zhiming, wakil direktur Institut Virologi Wuhan lainnya, seperti dilansir dari Liputan6.com, menyatakan tuduhan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari lembaganya adalah "teori konspirasi" yang dirancang untuk "membingungkan" orang. Dia juga membantah bahwa virus itu buatan manusia.
    "Sebagai yang melakukan studi viral, kami jelas tahu jenis penelitian apa yang ada di institut dan bagaimana institut mengelola virus dan sampel. Seperti yang kami katakan sejak awal, tidak mungkin virus ini berasal dari kami. Kami memiliki rezim peraturan ketat dan kode etik penelitian, jadi kami yakin," kata pakar mikrobiologi dan bioteknologi ini.
    Dilansir dari organisasi cek fakta Amerika Serikat, FactCheck, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
    Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.
    Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. "Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi yang diunggah oleh akun Facebook Muji El Karim, bahwa peneliti senior Cina, Shi Zhengli, menyebut virus Corona Covid-19 hanyalah satu dari 1.500 virus mematikan yang tersimpan di laboratorium Wuhan, menyesatkan. Dalam situs resmi Institut Virologi Wuhan, memang tercantum informasi bahwa mereka menyimpan lebih dari 1.500 jenis virus. Namun, hingga kini, tidak ada bukti bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, bersumber dari Institut Virologi Wuhan. Justru, menurut studi profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, SARS-CoV-2 adalah buah dari proses evolusi alami.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8058) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pemerintah Italia Minta Pembacaan Al Quran di Tengah Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/04/2020

    Berita


    Halaman Facebook Tahukah Anda membagikan sebuah artikel dari situs Ayojalanterus.com yang berjudul "Pemerintah Italia Meminta Dibacakan Al Quran dan Doa untuk Melawan Wabah Corona" pada 17 April 2020. Unggahan ini viral dan telah dibagikan lebih dari 1.600 kali hingga 24 April 2020.
    Menurut artikel di situs Ayojalanterus.com itu, ayat yang dibaca berasal dari Surat Al-Fatihah dan Surat Ali Imran ayat 190-193. Doa itu diminta setelah, di Italia, jumlah kasus Covid-19 per 17 April 2020 mencapai 168.941 orang, di mana 22.170 orang di antaranya meninggal.
    Dalam artikel itu, diunggah pula video dari kanal YouTube Portal Islam yang berjudul sama, "Pemerintah Italia Meminta Dibacakan Al Quran dan Doa untuk Melawan Wabah Corona". Dalam video yang diunggah pada 16 April 2020 itu, terlihat seorang pria yang membacakan Al Quran di sebuah podium yang dipasang bendera Italia.
    Gambar tangkapan layar unggahan halaman Facebook Tahukah Anda.
    Apa benar pemerintah Italia meminta pembacaan Al Quran dan doa di tengah pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri gambar tangkapan layar dari video unggahan kanal Portal Islam dengan reverse image tool Google. Lewat cara ini, Tempo terhubung dengan akun Twitter Politic Turk yang membagikan video yang identik pada 19 April 2020. Akun itu memberikan keterangan dalam bahasa Turki yang terjemahannya adalah "Wali Kota Carpi, Italia, Alberto Bellelli, mengajarkan Al Quran".
    Dalam unggahan ini, Tempo mendapatkan petunjuk dari komentar yang ditulis oleh akun Cetin Fahrettin yang membantah keterangan soal video itu. Ia mencuit bahwa video tersebut adalah video pembacaan doa dari semua agama, di antaranya Yahudi, Kristen, dan Islam, pada 13 April 2020. Acara itu digelar sebagai solidaritas sekaligus untuk mendoakan mereka yang meninggal karena virus Corona Covid-19.
    Akun Cetin Fahrettin pun menyertakan sumber, yakni video berdurasi lebih panjang yang diunggah pada 13 April 2020 oleh kanal Notizie Settimanale della Diocesi di Carpi, sebuah kanal informasi yang diproduksi oleh Keuskupan Carpi, Italia. Video yang berdurasi sekitar 32 menit itu berjudul "Incontro interreligioso del 13 aprile 2020" yang artinya "Pertemuan antar agama 13 April 2020".
    Gambar tangkapan layar unggahan video di kanal YouTube Notizie Settimanale della Diocesi di Carpi.
    Kanal tersebut memberikan keterangan bahwa video itu adalah pertemuan antar agama dan multikultural untuk mengenang para korban Covid-19. Pertemuan ini digelar pada 13 April 2020 di Piazza Martiri, Napoli, Italia. Pertemuan itu disiarkan sekitar pukul 12 siang di stasiun televisi TRC dan TV Qui. Pertemuan antar agama tersebut diselenggarakan oleh Keuskupan Carpi bersama pemerintah kota.
    Acara ini pun dihadiri oleh Wali Kota Alberto Bellelli, Vikaris Jenderal Monsinyur Ermenegildo Manicardi dari keuskupan, Rabi Beniamino Goldstein dari Komunitas Yahudi Modena dan Reggio, Imam Mourad Selmi dari Asosiasi Komunitas Muslim, Florin Chihaia dari Gereja Ortodoks autocephalous Rumania, Archpriest Arcadie Porcescu dari Gereja Ortodoks Moldavia San Spiridione di Trimithonte, Elisa Yang dari komunitas Kristen Evangelis Cina, dan Manroob Bernyanyi dari komunitas Sikh.
    Untuk memastikan kebenaran lokasi penyelenggaraan kegiatan doa bersama itu, yakni Piazza Martiri, Tempo menelusurinya melalui Google Maps. Lewat penelusuran itu, dipastikan bahwa benar kegiatan tersebut memang berlokasi di Piazza Martiri.
    Gambar tangkapan layar lokasi Piazza Martiri di Google Maps.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa pemerintah Italia meminta pembacaan Al Quran dan doa di tengah pandemi Covid-19 sebagian benar. Pasalnya, peristiwa dalam video yang digunakan untuk menyebarkan narasi itu tidak hanya berisi pembacaan doa dari perwakilan kelompok muslim. Dalam video utuhnya, kegiatan itu juga melibatkan seluruh perwakilan agama di Italia, seperti Katolik, Kristen, Yahudi, dan Sikh. Pertemuan antar agama itu diselenggarakan oleh Keuskupan Carpi dan pemerintah kota untuk mengenang mereka yang meninggal karena terinfeksi virus Corona Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8057) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gubernur Sumut Edy Rahmayadi Instruksikan Masjid Dibuka Seluas-luasnya Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 24/04/2020

    Berita


    Narasi bahwa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi menginstruksikan agar masjid dibuka seluas-luasnya saat pandemi Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru, beredar di media sosial. Narasi itu terdapat dalam gambar tangkapan layar yang dilengkapi dengan foto Edy dengan seragam TNI.
    Berikut ini narasi yang tertulis dalam gambar tangkapan layar tersebut:Gubernur Sumut intruksikan Seluruh masjid buka pintu selapang-lapangnya untuk orang ibadah.. klo perlu ajak dzikir bersama-sama... "Hidup mati itu kehendak Allah,, Mati sedang sholat, mati sedang dzikir mati sedang ibadah lebih baik ketimbang mengurung diri nggak ibadah".
    Di Facebook, gambar tangkapan layar itu diunggah salah satunya oleh akun Torrellap Brayy‎ ke halaman Kata Bijak dan Motivasi Hidup pada Rabu, 22 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 100 kali dan disukai lebih dari 250 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Torrellap Brayy.
    Apa benar Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengintruksikan agar masjid dibuka seluas-luasnya di tengah pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci “Gubernur Sumut Perintahkan Buka Masjid” ke mesin pencarian Google. Hasilnya, tidak ditemukan pernyataan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang memerintahkan agar masjid dibuka seluas-luasnya untuk beribadah di saat pandemi Covid-19.
    Tidak ditemukan pula kutipan yang berasal dari Edy seperti yang terdapat dalam gambar tangkapan layar di atas bahwa, "Hidup mati itu kehendak Allah. Mati sedang salat, mati sedang zikir, mati sedang ibadah lebih baik ketimbang mengurung diri."
    Edy hanya pernah menyatakan agar umat Islam tidak meninggalkan masjid. "Khusus beragama Islam, jangan meninggalkan masjid karena takut Corona. Siapkan alas untuk tempat kita bersujud. Dengan sajadah yang kecil juga boleh, yang besar juga boleh, bawa sapu tangan," ujar Edy di Deli Serdang, Sumut, pada 15 Maret 2020, seperti dilansir dari Kumparan.com.
    Edy juga pernah memerintahkan agar karpet masjid dibuka. Warga yang beragama Islam diminta membawa alas sendiri saat salat berjemaah di masjid. Hal itu disampaikan Edy dalam rapat yang membahas masalah kesehatan di Kantor Gubernur Sumut pada pertengahan Maret 2020.
    Pernyataan tersebut diberitakan salah satunya oleh Detik.com pada 17 Maret 2020 dengan judul "Gubsu Edy Perintahkan Sekolah Libur-Karpet Masjid Dibuka demi Cegah Corona". Saat itu, Edy berkata, "Karpet-karpet sementara dibuka. Biarkan saja di semen. Nanti dipel. Masing-masing pakai sajadah masing-masing."
    Setelah ditelusuri, gambar tangkapan layar yang diunggah oleh akun Torrellap Brayy tersebut sudah beredar sejak pertengahan Maret 2020. Pemerintah Provinsi Sumut pun membantah bahwa Edy pernah mengintruksikan agar masjid dibuka seluas-luasnya di tengah pandemi Covid-19. "Nggak ada, nggak ada. Itu dari mana?" ujar Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Hendra Dermawan Siregar, seperti dikutip dari Medan Bisnis Daily pada 22 Maret 2020.
    Hendra pun menambahkan bahwa gambar tangkapan layar tersebut sudah distempel hoaks. "Kan yang ada kemarin, dari WA (WhatsApp) orang masuk, dia (Edy) pakai pakaian tentara, terus membilangkan semua orang masuk ke masjid, itu udah kita stempel hoax," kata Hendra.
    Panduan ibadah di tengah pandemi Covid-19
    Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa mengenai penyelenggaraan ibadah saat pandemi Covid-19 pada 16 Maret 2020. Dalam Fatwa Nomor 14 tahun 2020 itu, seperti dilansir dari BBC, MUI menyebut:
    Pada 6 April 2020, Kementerian Agama pun telah menerbitkan surat edaran terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di tengah pandemi Covid-19. Salah satu isi panduan itu adalah salat tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah. Panduan ini untuk mencegah makin meluasnya penularan virus Corona Covid-19 di Indonesia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengintruksikan agar masjid dibuka seluas-luasnya di tengah pandemi Covid-19 adalah klaim yang keliru. Edy tidak pernah mengeluarkan pernyataan tersebut, termasuk kutipan bahwa, "Hidup mati itu kehendak Allah. Mati sedang salat, mati sedang zikir, mati sedang ibadah lebih baik ketimbang mengurung diri."
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan