• (GFD-2020-8068) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Korban Covid-19 di Aceh Hanya Satu Orang Karena Tetap Salat Berjamaah?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah beredar di media sosial. Narasi itu dilengkapi oleh tiga gambar tangkapan layar yang memuat foto salat berjamaah di sebuah masjid. Dalam gambar ini, tertulis bahwa salat tersebut adalah salat Jumat pada 20 Maret 2020 dan salat tarawih di Aceh.
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan narasi itu adalah akun Fenii Reseller Rgy Skincare, yakni pada Rabu, 29 April 2020. Menurut akun ini, salat berjamaah di Aceh tersebut dilakukan tanpa menjaga jarak aman. Jamaah pun tidak menggunakan masker.
    Akun ini pun menyatakan jumlah korban Covid-19 di Aceh yang hanya satu orang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah korban Covid-19 di Vietnam. Vietnam merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dianggap berhasil menekan kasus Covid-19 dengan korban hanya sebanyak tujuh orang.
    Berikut narasi yang dibagikan oleh akun Fenii Reseller Rgy Skincare:
    "Gak perlu belajar dari negara Lain kalau mau memutuskan mata rantai Covid-19.Kita punya Aceh.Belajar lah dari Aceh.Lihat bagaimana cara mereka utk mengatasi wabah Covid-19.Tetap Melakukan Sholat Berjama'ah di Mesjid!!Kalaulah memang sholat berjama'ah di mesjid bisa menyebabkan timbulnya banyak korban Covid-19,,, tentulah rakyat Aceh paling bnyk yg jd korban Covid-19. Krn mereka terus berjama'ah.Tapi Fakta membuktikan Janji Allah.Penyakit akan dijauhkan dari orang orang yang memakmurkan Mesjid.Bukan hanya memutuskan mata rantai, tapi Covid-19 tak Mampu hidup berlama2 di Aceh.Vietnam pun kalah. Vietnam ada 7 korban.Data menunjukkan Aceh hanya 1 korban.Gak bisa melawan ketetapan Allah dgn Akal akalan manusia.Datangi Rumah Allah.Tamu pasti dijaga oleh Tuannya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fenii Reseller Rgy Skincare.
    Sebelumnya, Kementerian Agama telah menerbitkan panduan pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadan saat pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona baru, SARS-CoV-2. Salah satunya isinya adalah melaksanakan ibadah, termasuk tarawih, di rumah bersama keluarga.
    Benarkah korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim itu, Tim CekFakta Tempo mengecek data kasus Covid-19 di Aceh dalam situs milik Pemerintah Provinsi Aceh, situs resmi Dinas Kesehatan Aceh serta situs khusus Covid-19 Aceh. Dari dua situs itu, hingga 30 April 2020 pukul 15.00, jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 10 kasus, dengan rincian lima orang dirawat, empat orang sembuh, dan satu orang meninggal. Sementara jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) mencapai 85 kasus, dengan rincian 11 orang dirawat, 73 orang telah dipulangkan, dan satu orang meninggal.
    Dilansir dari Tirto.id, Aceh melaporkan kasus positif Covid-19 pertama pada 26 Maret 2020, yakni seorang PDP yang meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh pada 23 Maret 2020. Pasien tersebut dikonfirmasi positif terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil uji Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang keluar pada 26 Maret 2020. Sejak pengumuman kasus pertama ini, jumlah kasus positif Covid-19 di Aceh terus bertambah hingga berjumlah 10 orang pada 30 April 2020.
    Waspada Transmisi Lokal
    Pelaksanaan salat tarawih berjamaah di Provinsi Aceh dianggap sangat berbahaya oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh. Pada 24 April 2020, Ketua IDI Wilayah Aceh Safrizal Rahman mengatakan pengabaianphysical distancingatau menjaga jarak aman akan memiliki risiko mengingat penyebaran virus Corona terjadi dari interaksi dan kedekatan sesama manusia.
    "Tentu saja kita mengharapkan agar tidak terjadi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mengakibatkan penyebaran penyakit ini di Provinsi Aceh. Tapi saya menduga hanya masalah waktu sebelum kita mempunyai transmisi lokal," kata Safrizal kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC Indonesia, pada 23 April 2020.
    Imbauan untuk menghindari salat berjamaah sebelumnya datang dari Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengimbau umat muslim untuk menghindari kerumunan demi mencegah penyebaran Covid-19. Salah satu caranya adalah dengan menghentikan sementara kegiatan salat berjamaah dan aktivitas lainnya di rumah ibadah.
    Meskipun begitu, menurut Asrorun, pembatasan berkerumun bukan berarti membatasi ibadah umat muslim. Sebab, ibadah bisa tetap dilakukan walaupun tanpa berkerumun. "Sekali lagi saya tekankan, pembatasan kerumunan bukan membatasi ibadah karena menurut para ahli kerumunan dalam situasi sekarang menjadi faktor potensial penyebaran wabah," ujarnya seperti dilansir dari Kompas.com.
    Asrorun meminta umat muslim untuk menjadikan rumah sebagai sentrum kegiatan ibadah. Menurut dia, ibadah di rumah bisa tetap dilaksanakan dengan maksimal, mulai dari salat tarawih, salat malam, membaca Al Quran, hingga merekatkan hubungan antar anggota keluarga. Dia juga menjelaskan, berdasarkan hadis sahih, sebaik-baiknya salat adalah di rumah. "Hikmah Covid-19 menjadikan rumah kita bercahaya dan juga menjadi sentral kegiatan keagamaan," kata Asrorun.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim akun Facebook Fenii Reseller Rgy Skincare, bahwa korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah, menyesatkan. Hingga 30 April 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Aceh mencapai 10 orang. IDI Wilayah Aceh pun telah mengingatkan bahwa salat berjamaah yang dilakukan tanpa menjaga jarak berisiko memunculkan transmisi lokal Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8067) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Satu-satunya Orang yang Boleh Duduk di Ka'bah Saat Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/04/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan seorang pria yang sedang duduk di depan Ka'bah yang sepi pengunjung beredar di grup-grup percakapan WhatsApp sejak Rabu, 29 April 2020. Foto tersebut dibagikan dengan narasi bahwa pria itu, seorang tukang bersih-bersih, adalah satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka’bah saat pandemi virus Corona Covid-19.
    Berikut narasi utuh yang menyertai foto tersebut:
    "Satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka’bah saat ini!!Dia adalah tukang bersih-bersih. Bukan raja, bukan menteri, bukan pula pangeran, bukan pula ulama.Allah ternyata lebih memilih dia dibanding yang lain. Uang, kekayaan, status, pangkat, dan keluarga tidak apa-apanya di hadapan Allah. Maka, singkirkanlah rasa bangga yang berlebihan dengan itu semua, dan mulailah perlakukan mereka yang kurang beruntung dengan rasa hormat dan saling menghargai. Buanglah jauh-jauh kesombongan Anda, dan mulailah belajar menjadi seorang yang rendah hati."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Haji Apeh Dollar.
    Selain di WhatsApp, foto dengan narasi yang sama juga beredar di Facebook. Foto itu salah satunya diunggah oleh akun Haji Apeh Dollar pada Sabtu, 18 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah dibagikan sebanyak 772 kali dan direspons sebanyak 854 kali.
    Apa benar foto di atas adalah foto satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka'bah saat pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Source, foto tersebut dijepret oleh fotografer Associated Press (AP), Amr Nabil, pada 6 Maret 2020. Namun, menurut keterangan foto di situs AP, pria tersebut bukanlah tukang bersih-bersih, melainkan polisi.
    Berikut keterangan foto yang ditulis AP: "Seorang polisi Saudi berdoa di depan Ka'bah, bangunan kubik di Masjidil Haram, di kota suci muslim Mekkah, Arab Saudi, Sabtu, 7 Maret 2020. Arab Saudi mengosongkan situs suci Islam untuk sterilisasi atas kekhawatiran terhadap virus Corona baru."
    Gambar tangkapan layar unggahan foto di situs AP.
    Dilansir dari situs berita Turki, Erzurum Sayfasi, foto jepretan Amr Nabil itu memang telah dipelintir. Menurut berbagai unggahan di media sosial, hanya staf kebersihan yang diizinkan beribadah di Ka'bah ketika tempat suci umat Islam itu ditutup sejak pandemi Covid-19.
    Menurut sejarah, Ka'bah pernah ditutup beberapa kali karena berbagai alasan, seperti perang dan epidemi. Pada 1814 misalnya, ketika terjadi wabah di Hijaz, wilayah di sebelah barat laut Arab Saudi, yang menyebabkan kematian sekitar 8 ribu orang, ziarah di Ka'bah ditiadakan.
    Namun, dikutip dari situs berita Arab Saudi, Sawaleif, saat salat tarawih pertama kemarin, terdapat beberapa jamaah yang melakukan salat di depan Ka'bah. Meskipun begitu, kebanyakan dari mereka adalah petugas administrasi masjid atau staf bagian wakah.
    Dilansir dari berita di Liputan6.com pada 23 April 2020, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud mengizinkan salat tarawih berjamaah digelar di Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Namun, salat tersebut dilakukan dengan pengurangan rakaat menjadi sepuluh atau hanya lima kali salam.
    Sebelumnya, pada pekan kedua April, salat tarawih berjamaah selama Ramadan di masjid-masjid Arab Saudi sempat dilaporkan bakal ditiadakan. Pada 21 April lalu, pemerintah Arab Saudi juga memperpanjang penangguhan salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Itikaf pun ditangguhkan.
    Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, membenarkan izin salat tarawih oleh Raja Salman tersebut. Namun, salat tarawih itu terbatas untuk petugas di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sementara masyarakat umum tidak diperbolehkan. "Kena aturan jam malam," kata Agus.
    Adapun dikutip dari Kumparan.com, saf salat tarawih di Masjidil Haram saat ini terlihat renggang, tidak lagi rapat seperti awal Ramadan. Jamaah pun tidak banyak, lantaran penutupan Masjidil Haram. Yang diperbolehkan masuk hanya para staf dan imam, dengan pemeriksaan kesehatan yang ketat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi bahwa foto itu adalah foto satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka'bah saat pandemi Covid-19, yakni tukang bersih-bersih, menyesatkan. Pria dalam foto itu bukan petugas kebersihan, melainkan polisi Arab Saudi yang bertugas di Masjidil Haram. Pemerintah Arab Saudi memang menangguhkan salat berjamaah di Masjidil Haram untuk mencegah penyebaran virus Corona. Namun, petugas masjid, seperti bagian administrasi, wakaf, dan sebagainya, serta para imam masih diperbolehkan salat di sana. Salat pun dilakukan dengan jaga jarak.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8066) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Pekerja Nigeria yang Mengamuk Karena Dikurung di Area Pabrik Cina Saat Lockdown?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/04/2020

    Berita


    Video yang diklaim memperlihatkan peristiwa mengamuknya pekerja perusahaan Cina di Nigeria beredar di media sosial. Video ini disebarkan dengan narasi bahwa para pekerja itu mengamuk karena dikurung di area pabrik milik perusahaan Cina tersebut saat Nigeria memberlakukan lockdown di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
    Di Facebook, terdapat dua video yang dibagikan dengan narasi tersebut, yang diunggah oleh akun Akar Shenja pada 22 April 2020. Dalam video pertama, terlihat beberapa orang yang membakar tumpukan benda hingga mengeluarkan asap hitam yang membumbung tinggi. Puluhan orang dalam video itu kemudian bergerak menuju gerbang pabrik. Sementara dalam video kedua, terlihat ratusan orang yang berkumpul sembari mendengarkan seseorang yang sedang berorasi.
    Adapun narasi utuh yang dibagikan oleh akun Akar Shenja adalah sebagai berikut:
    "Pemerintah Nigeria menerapkan lockdown nasional untuk mencegah Corona!Namun pabrik China di Nigeria bisa mengunci pintu dan menyuruh pekerja tetap bekerja!Tanpa memberi jaminan makan yang layak!Setelah 14 hari pabrik memulangkan pekerja dengan tanpa memberi upah!Para pekerja mengamuk dan membakar pabrik!!"
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Akar Shenja tersebut telah direspons lebih dari 900 kali, dikomentari lebih dari 350 kali, dan dibagikan lebih dari 300 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Akar Shenja.
    Apakah benar video tersebut merupakan video pekerja perusahaan Cina di Nigeria yang mengamuk karena dikurung di area pabrik saat lockdown di tengah pandemi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video-video tersebut menjadi beberapa gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Google, Yandex, dan TinEye.
    Hasilnya, diketahui bahwa kedua video itu telah ramai dibagikan di media sosial sejak dua pekan lalu, tepatnya pada 15 April 2020. Di Twitter, salah satu akun yang pernah menggunggah video pertama adalah akun terverifikasi milik Kayode Ogundamisi, @ogundamisi.
    Dilansir dari Al Jazeera, Ogundamisi merupakan seorang komentator urusan Nigeria dan internasional. Dia juga terlibat dalam perjuangan pro-demokrasi Nigeria. Dalam cuitannya, Ogundamisi menulis, "Serangan terhadap perusahaan Cina di negara bagian Ogun, Nigeria barat daya. Properti hancur."
    Tautan unggahan Ogundamisi di Twitter itu pun dimuat di situs media Nigeria, The Cable, pada tanggal yang sama. Berita mengenai hal tersebut diberi judul "VIDEO: Workers protest against Chinese company in Ogun for locking them in" atau "VIDEO: Para pekerja protes terhadap perusahaan Cina di Ogun karena mengunci mereka di dalam perusahaan".
    Menurut The Cable, dalam video itu, terdapat seorang pemuda yang mengatakan bahwa mereka marah karena kelaparan. Beberapa pekerja yang protes pun berkata, "Tidak ada lagi manajemen. Manajemen seharusnya sudah mengatur ini sejak kemarin, membayar kami setidaknya dua-dua bulan gaji."
    Juru bicara kepolisian Ogun, Abimbola Oyeyemi, mengatakan para pekerja perusahaan Cina di daerah Ibese, Ogun, itu memprotes keputusan korporasi yang mengunci mereka di dalam perusahaan. Sebelumnya, dalam rangka menghentikan penyebaran Covid-19, Presiden Nigeria Muhammadu Buhari memerintahkan perpanjangan lockdown selama dua minggu di wilayah ibukota federal serta negara bagian Lagos dan Ogun.
    Namun, menurut Oyeyemi, sejak lockdown dimulai, manajemen tidak mengizinkan pekerja keluar dari perusahaan. "Manajemen mengunci mereka di dalam. Jadi, itulah yang memicu protes. Dan ini telah diselesaikan. Insiden itu terjadi tiga hari lalu," katanya.
    Dalam berita tersebut, Oyeyemi juga meluruskan isu bahwa video itu adalah video para pemuda Nigeria yang marah yang menghancurkan fasilitas milik perusahaan Cina. "Tidak ada yang menyerang. Yang terjadi adalah perselisihan antara pekerja dan manajemen perusahaan itu. Bukan anggota masyarakat yang menyerang perusahaan," ujar Oyeyemi.
    Gambar tangkapan layar berita yang dimuat oleh The Cable.
    Adapun video kedua, menurut penelusuran Tempo, pernah dimuat di situs komunitas online wartawan internasional yang fokus pada isu seputar Nigeria, Sahara Reporters, pada 15 April 2020. Video itu terdapat dalam berita yang berjudul "Virus Corona: Perusahaan Tiongkok Mengunci Pekerja Nigeria di Dalam Gedungnya di Ogun, Menolak untuk Membiarkan Mereka Pergi".
    Sama dengan berita yang dimuat oleh The Cable, berita di Sahara Reporters ini menyatakan bahwa para pekerja di Ogun itu dikurung oleh perusahaan Cina yang mempekerjakan mereka. Perusahaan ini menolak membiarkan mereka pergi meskipun Presiden Muhammadu Buhari telah memperpanjang kebijakan lockdown di Lagos, Ogun, dan wilayah ibukota federal.
    Dilansir dari Naija News, perusahaan Cina tersebut bernama Goodwill Ceramics. Perusahaan itu berada di zona perdagangan bebas Ogun-Guangdong, Igbesa, Ogun. Lokasi ini sesuai dengan nama yang tercantum di atas gerbang dalam video pertama. Menurut Naija News, perusahaan itu diduga mengunci lebih dari 100 pekerja Nigeria di pabrik tanpa memberi mereka makanan yang layak. Naija News juga melaporkan bahwa perusahaan ini menahan pekerja selama 14 hari.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang dibagikan oleh akun Akar Shenja di atas sebagian benar. Video yang diunggah akun tersebut memang memperlihatkan pekerja perusahaan Cina di Nigeria yang mengamuk karena dikurung di area pabrik saat lockdown di tengah pandemi virus Corona Covid-19. Namun, tidak terdapat laporan yang menyatakan bahwa para pekerja itu membakar pabrik. Dalam video, mereka hanya terlihat membakar beberapa benda.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8065) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gibran Salahkan Rakyat yang Tak Patuhi Aturan Pemerintah Atas Merebaknya Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 29/04/2020

    Berita


    Artikel yang berjudul "Corona Merebak, Gibran Salahkan Rakyat tak Patuhi Aturan Pemerintah" viral di media sosial. Banyak akun di Twitter yang membagikan tautan artikel tersebut. Artikel itu sendiri dipublikasikan oleh situs Suara Nasional pada 26 April 2020.
    Artikel tersebut dibuka dengan kalimat:
    Banyaknya warga yang terkena virus Corona baru (Covid-19) karena tidak mengikuti aturan pemerintah seperti menghindari kerumunan, tidak mudik lebih dulu.
    "Apabila kita semua patuh dengan berbagai anjuran pemerintah dan tenaga ahli, Insya Allah wabah ini segera usai dan aktivitas akan normal kembali," kata Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dalam sebuah video di Solo, Jawa Tengah, Jumat (24/4/2020).
    Artikel ini pun mendapat respons yang beragam dari warganet. Akun @Panca66 misalnya, memberikan komentar, "Bapaknya aja nga mematuhi aturan yang dikeluarkan pemerintah, anaknya kok yo bisa nyalahin rakyat. Ono2 bae." Unggahan ini menjadi salah satu unggahan yang viral.
    Gambar tangkapan layar beberapa unggahan di Twitter yang memuat tautan artikel dari situs Suara Nasional.
    Benarkah Gibran salahkan rakyat yang tak patuhi aturan pemerintah atas merebaknya Covid-19 sebagaimana yang tertulis dalam artikel di atas?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, situs Suara Nasional tidak menyebutkan sumber dari artikel tersebut, apakah hasil wawancara atau menyadur dari media lain. Tempo pun mencari berita dari media-media kredibel untuk dibandingkan dengan isi artikel di situs Suara Nasional itu,
    Melalui pencarian dengan mesin perambah Google, Tempo menemukan bahwa pernyataan Gibran seperti yang dimuat dalam artikel di situs Suara Nasional itu lebih dulu dipublikasikan di Kompas.com pada 24 April 2020 dengan judul "Gibran: Bila Patuh Anjuran Pemerintah, Wabah Corona Segera Usai".
    Kutipan-kutipan dari pernyataan Gibran dalam berita di Kompas.com ini sama dengan yang dimuat di situs Suara Nasional. Namun, dalam berita di Kompas.com, tidak terdapat pernyataan dari Gibran yang menyalahkan rakyat atas merebaknya Covid-19 sebagaimana yang tercantum dalam judul artikel di situs Suara Nasional.
    Konteks pernyataan Gibran, sesuai dengan berita di Kompas.com, adalah imbauan agar warga yang berada di perantauan menunda mudik untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19. "Bagi teman-teman yang sedang berada di perantauan, mohon menahan diri untuk tidak mudik terlebih dahulu. Karena kita tak tahu, jangan-jangan kita adalah OTG (Orang Tanpa Gejala)," kata Gibran.
    Gambar tangkapan layar berita di Kompas.com.
    Menurutnya, OTG berpotensi menularkan virus ke orang-orang yang rentan, seperti balita dan orang tua, di kampung halaman. "Apabila kita semua patuh dengan berbagai anjuran pemerintah dan tenaga ahli, Insya Allah wabah ini segera usai dan aktivitas akan normal kembali," kata Gibran.
    Kutipan kedua inilah yang kemudian dijadikan angle berita oleh situs Suara Nasional dengan framing "banyaknya warga yang terkena virus Corona baru (Covid-19) karena tidak mengikuti aturan pemerintah seperti menghindari kerumunan, tidak mudik lebih dulu".
    Media tidak kredibel
    Situs Suara Nasional tergolong sebagai media yang tidak kredibel karena tidak mencantumkan alamat redaksi. Padahal, ketentuan terkait ini diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Pers bahwa "perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan".
    Selain itu, dalam situs Suara Nasional, tidak ditemukan Pedoman Pemberitaan Media Siber. Padahal, kewajiban untuk memuat Pedoman Pemberitaan Media Siber oleh perusahaan media juga tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Pers.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi dalam judul artikel di situs Suara Nasional di atas, bahwa Gibran salahkan rakyat yang tak patuhi aturan pemerintah atas merebaknya Covid-19, menyesatkan. Artikel itu disadur dari Kompas.com yang kemudian diubah angle dan judulnya dengan narasi yang tidak dinyatakan oleh anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan