(GFD-2020-8088) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Patung-patung di India yang Dibuang Karena Tak Bisa Selamatkan dari Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 15/05/2020
Berita
Video yang diklaim sebagai video patung-patung di India yang dibuang ke sungai beredar di media sosial. Klaim yang menyertai video itu juga menyatakan bahwa patung-patung tersebut dibuang karena tidak bisa menyelamatkan India dari pandemi Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru bernama SARS-CoV-2.
Dalam video tersebut, tampak sejumlah petugas berseragam yang sedang mengawasi beberapa pria berompi oranye saat membuang patung-patung dari atas jembatan ke sungai. Di Facebook, video berdurasi 3 menit 41 detik tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Yusuf pada 12 Mei 2020.
Akun ini pun menuliskan narasi yang berbunyi, "Warga di India membuang semua patung2 berhala mereka kedalam sungai karena patung2 yang mereka sujud2 nga bisa selamatkan mereka dari wabah virus penyakit Covid 19 (Corona) pada tanggal 7 Mey 2020."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yusuf.
Apa benar ini video tersebut adalah video patung-patung di India yang dibuang ke sungai karena tidak bisa menyelamatkan dari pandemi Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Untuk menelusuri asal-usul video itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan toolInVID. Kemudian, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool. Hasilnya, ditemukan sejumlah video yang sama yang pernah beredar di internet jauh sebelum munculnya virus Corona Covid-19 di Wuhan, Cina, pada Desember 2019.
Salah satu kanal di YouTube yang mengunggah video itu adalah kanal Curious For, yakni pada 29 September 2015 dengan judul "Shocking: Ganpati Idols Dumped in Sewage River after Festival". Kanal ini memberikan keterangan sebagai berikut:
"Video ini dilaporkan dari Mumbai (kota di India), menampilkan kebenaran yang keras dan menyedihkan di mana patung Dewa Ganesha ditenggelamkan di sungai yang kotor dengan cara yang tidak estetik dan merendahkan oleh otoritas sipil. Jalan yang salah dari Ganapati Visarjan (atau Ganesh Chaturthi, sebuah festival kebudayaan di India). Catatan: Kisah nyata di balik tindakan otoritas ini belum jelas."
Video yang sama dengan durasi yang lebih panjang juga pernah diunggah oleh akun Facebook Hvkprasad Prasad pada 24 September 2015. Menurut akun ini, video tersebut diambil di jembatan Sungai Krishna di distrik Mahbubnagar, negara bagian Telangana, India, dan memperlihatkan polisi Telangana yang membongkar patung Dewa Ganesha.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hvkprasad Prasad pada 24 September 2015.
Menurut situs media DNA India dalam beritanya pada 28 September 2015, video yang diunggah akun tersebut memang viral karena menunjukkan praktik visarjan yang tidak ramah lingkungan. Setelah Ganesh Festival digelar selama 10 hari, patung Dewa Ganesha memang bakal ditenggelamkan ke sungai (disebut visarjan) sebagai simbol dari salam perpisahan kepada Dewa Ganesha.
Namun, praktik ini memantik kritik dari para pecinta lingkungan. Alasannya, patung tersebut biasanya dibuat dari Plaster of Paris (PoP) dan serat yang beracun tidak hanya bagi flora dan fauna air tapi juga bagi manusia. Selain itu, yang dibuang tidak hanya patung, tapi juga perlengkapan lainnya. Perlengkapan ini pun berceceran di tempat-tempat umum.
Dilansir dari India.com, Ganapati Visarjan atau Ganesh Chaturthi merupakan hari raya umat Hindu untuk memperingati kelahiran Dewa Ganesha. Ganesh Chaturthi pertama kali dirayakan oleh Chhatrapati Shivaji Maharaja, pendiri Kekaisaran Maratha di India. Pejuang kemerdekaan Lokmanya Tilak kemudian memodifikasi tradisi ini dalam bentuk festival selama 10 hari. Biasanya, perayaan ini digelar pada pertengahan Agustus atau September.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video patung-patung di India yang dibuang ke sungai karena tidak bisa menyelamatkan dari pandemi Covid-19 menyesatkan. Video tersebut memang memperlihatkan pembuangan patung Dewa Ganesha ke sebuah sungai di India. Namun, penenggelaman patung itu merupakan rangkaian dari sebuah festival kebudayaan di India, Ganapati Visarjan atau Ganesh Chaturthi. Video itu pun direkam pada 2015, jauh sebelum virus Corona Covid-19 muncul di Wuhan, Cina, pada Desember 2019.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/aJYKu
- https://www.youtube.com/watch?v=Rz35xX_yORI
- https://web.facebook.com/hvkprasad.prasad/videos/1155921721115592/?t=0
- https://www.dnaindia.com/india/report-watch-video-shows-huge-ganesh-idols-being-tossed-into-a-river-2129394
- https://www.india.com/viral/ganesh-chaturthi-2015-smses-20-best-ganpati-festival-whatsapp-facebook-messages-for-ganesh-chaturthi-2015-554994/
(GFD-2020-8087) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Serangan Serangga Beracun di India Saat Pandemi Covid-19?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 15/05/2020
Berita
Sejumlah video yang diklaim sebagai video serangan serangga beracun di India saat pandemi Covid-19 beredar di media sosial. Di Facebook, video-video itu diunggah salah satunya oleh akun Aput Doang, yakni pada 11 Mei 2020. Terdapat lima video yang diunggah akun ini dengan narasi, "Warga India diserang serangga beracun."
Video pertama yang berdurasi 53 detik memperlihatkan seekor serangga yang menyerang seekor tikus hingga mati. Dalam video kedua berdurasi sekitar 1 menit, terlihat sejumlah warga yang tergeletak di jalanan. Beberapa di antaranya merupakan wanita dan mengenakan sari, pakaian khas para perempuan di India. Terdengar pula suara sirene ambulans dalam video ini.
Video ketiga yang berdurasi 9 detik memperlihatkan suasana di pinggiran jalan sebuah kota, di mana terdapat beberapa wanita yang tergeletak di trotoar. Dalam video ini, terdengar juga suara sirene mobil polisi. Video keempat yang berdurasi 45 detik menampakkan kawanan serangga yang beterbangan di sebuah kota.
Video kelima, berdurasi 26 detik, memperlihatkan seorang pria yang menggendong anak kecil yang tak sadarkan diri sembari menangis. Seorang petugas kemudian mengevakuasi anak kecil itu. Sementara dalam video keenam, terlihat sejumlah warga yang berlarian ke arah sebuah gedung sambil mengibaskan tangan di atas kepalanya.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Aput Doang.
Apa benar video-video di atas adalah video serangan serangga beracun di India saat pandemi Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo memeriksa asal-usul enam video tersebut dengan terlebih dahulu memfragmentasinya menjadi beberapa gambar dengantoolInVID. Gambar-gambar itu kemudian ditelusuri denganreverse image tool. Berikut ini fakta-faktanya:
Video ini pernah diunggah ke Yotube oleh kanal M. Outanalt pada 14 Juli 2018, jauh sebelum munculnya virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, di Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Video tersebut diunggah dengan judul "The battle of animals. Mouse against wasp". Gambar tangkapan layar dari video pergulatan antara lebah dan tikus itu juga pernah dimuat dalam sebuah artikel di situs Ahaber.com pada 24 Oktober 2018.
Sumber: Kanal YouTube M. Outanalt dan Ahaber.com
Video ini pernah dimuat oleh kanal YouTube milik media India, IndianExpressOnline, pada 6 Mei 2020 dengan judul "Gas leaks from Visakhapatnam's LG Polymers plant, area vacated". Dalam keterangannya, diketahui bahwa video itu memperlihatkan peristiwa bocornya gas di pabrik milik LG Polymers di Visakhapatnam, India. Warga mengeluhkan kebocoran gas itu menyebabkan munculnya sensasi terbakar di mata dan ruam pada tubuh serta sulit bernapas.
Sumber: Kanal YouTube IndianExpressOnline
Video ini juga merupakan video peristiwa kebocoran gas kimia di lokasi industri LG Polymers di Desa Venkatapuram, Visakhapatnam, India. Menurut keterangan di kanal milik media India, Times Now, yang mengunggah video itu pada 6 Mei 2020, enam orang tewas dan lebih dari 250 orang dirawat di rumah sakit akibat kejadian itu.
Sumber: Kanal YouTube Times Now
Video ini, dengan kualitas yang lebih baik, pernah diunggah oleh akun Facebook Rs-Loy pada 7 Mei 2020. Akun ini memberikan keterangan, "This happened on 204th and Valentine an outbreak of bees. I hope this is not the Chinese Hornet. #BreakingNews #Bees #Newyork." Untuk memastikan petunjuk lokasi tersebut, yakni New York, Tim CekFakta Tempo menelusuri nomor telepon yang tercantum pada papan nama CTown Supermarkets dalam video tersebut. Hasilnya, diketahui bahwa video itu memang diambil di New York, tepatnya di depan CTown Supermarkets di 204th Street, Bronx, New York.
Sumber: Akun Facebook Rs-Loy dan Google Maps
Video ini juga terdapat dalam video berita di kanal YouTube Times Now yang diunggah pada 6 Mei 2020 yang memperlihatkan peristiwa kebocoran gas kimia di lokasi industri LG Polymers di Desa Venkatapuram, Visakhapatnam, India.
Sumber: Kanal YouTube Times Now
Video ini pernah diunggah oleh akun Twitter @EyeVallenatoo pada 9 Mei 2020. Namun, akun ini menuliskan keterangan bahwa video itu diambil di Amerika Serikat. Meskipun begitu, banyak komentar yang menyatakan bahwa video itu bukanlah video di AS, melainkan di Kolombia. Hal ini ditunjukkan oleh sebuah taksi yang sempat terlihat dalam video itu yang disebut "zapatico". Taksi ini merupakan taksi khas Kolombia yang berukuran mungil dan berwarna kuning.
Sumber: Akun Twitter @EyeVallenatoo
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video-video di atas merupakan video serangan serangga beracun di India saat pandemi Covid-19 keliru. Enam video itu merupakan video dari beberapa peristiwa yang berbeda dan bukanlah video serangan serangga beracun di India saat pandemi Covid-19. Tiga video diambil dari kejadian bocornya gas kimia di sebuah pabrik di India. Dua video tidak direkam di India, melainkan di Amerika Serikat dan Kolombia. Sementara satu video lainnya telah beredar sejak 2018, jauh sebelum munculnya virus Corona Covid-19 di Wuhan, Cina, pada Desember 2019.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835628261957/?type=3&theater
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835671595286/?type=3&theater
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835728261947/?type=3&theater
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835781595275/?type=3&theater
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835834928603/?type=3&theater
- https://web.facebook.com/apud.saepudin.777/videos/pcb.888835921595261/888835854928601/?type=3&theater
- https://www.youtube.com/watch?v=JEn_5s63X-M
- https://www.ahaber.com.tr/galeri/yasam/insanlarin-ne-kadar-acimasiz-oldugunu-gosteren-hayvan-katliami-fotograflari/2
- https://www.youtube.com/watch?v=ClBHz9fMHiA
- https://www.youtube.com/watch?v=XsesisLdtW4
- https://web.facebook.com/RSLOU/videos/605072520103695/?v=605072520103695
- https://www.google.com/maps/place/CTown+Supermarkets/@40.8741327,-73.8840565,15z/data=!4m14!1m8!3m7!1s0x0:0xd242fa8508f5a7ed!2sCTown+Supermarkets!8m2!3d40.8739186!4d-73.8840372!14m1!1BCgIgARICCAI!3m4!1s0x0:0xd242fa8508f5a7ed!8m2!3d40.8739186!4d-73.8840372
- https://www.youtube.com/watch?v=XsesisLdtW4
- https://twitter.com/EyeVallenatoo/status/1258954657474494464
(GFD-2020-8086) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Imunitas adalah Kata Kunci untuk Melawan Pandemi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 14/05/2020
Berita
Akun Twitter Divisi Humas Polri membagikan sebuah unggahan yang berisi pernyataan ahli psikologi politik Universitas Indonesia, Profesor Hamdi Muluk, pada 11 Mei 2020. Menurut pernyataan itu, imunitas merupakan kata kunci untuk melawan pandemi, dalam hal ini pandemi Covid-19.
Selanjutnya, terdapat pernyataan bahwa, "Jadi pandemi dampaknya tidak akan terlalu dahsyat kalau setiap orang (memiliki) imun, baik secara fisik dan psikologi. Oleh karena itu perlu ditata bagaimana setiap orang memiliki psychological well being."
Unggahan ini mendapat banyak respons dari warganet. Beberapa di antaranya berisi kritik karena pernyataan yang dikutip berasal dari ahli psikologi politik. "Bapak mengutip ahli psikologi politik, untuk membahas pandemi Covid-19? Kejauhan lintas ilmunya, Pak. Tanggung2, sekalian pakai Roy Kiyoshi, buat menerawang?" ujar akun @DefriantaS pada 12 Mei 2020.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter Divisi Humas Polri.
Belakangan, setelah ramai dikritik itu, unggahan tersebut tidak lagi ditemukan di akun Twitter Divisi Humas Polri. Tempo pun mengecek asal-muasal pernyataan Hamdi tersebut. Pernyataan itu memang disampaikan Hamdi Muluk dalam diskusi yang digelar oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB Jakarta pada 10 Mei 2020.
Dikutip dari Kompas.com, Hamdi menyatakan, jika masyarakat tidak sejahtera secara psikologis, upaya untuk melandaikan kurva Covid-19 bakal terkendala. Pasalnya, kondisi psikologi sangat memengaruhi imunitas seseorang. Sementara imunitas merupakan kunci dalam melawan pandemi Covid-19. "Pandemi dampaknya tidak akan terlalu dahsyat kalau setiap orang imunnya baik secara psikologis maupun fisik karena dia punya ketahanan, ketangguhan, lawan pandemi."
Apa benar imunitas merupakan kata kunci untuk melawan pandemi, dalam hal ini pandemi Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mewawancarai dua ahli epidemiologi, yakni peneliti epidemiologi Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, Henry Surendra, serta peneliti Kebijakan dan Keamanan Kesehatan Global di Pusat Kesehatan Lingkungan dan Penduduk Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman.
Menurut Henry, secara epidemiologi, pandemi bisa dikendalikan dengan tiga cara, yaitu menghilangkan atau mengurangi sumber infeksi, memutus rantai penularan, dan melindungi kelompok populasi yang berisiko terinfeksi. “Aspek imunitas individu ataupun herd immunity (imunitas kawanan) masuk ke dalam salah satu upaya melindungi populasi berisiko,” kata Henry pada 13 Mei 2020.
Namun, imunitas sendiri cukup kompleks dan spesifik. Untuk mencegah penularan pada level individu saat pandemi Covid-19, jalannya adalah melalui vaksinasi. Tapi, sampai saat ini, belum ada vaksin untuk memberikan imunitas pada seseorang dalam melawan virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.
Vaksinasi juga sangat bermanfaat untuk mencegah penularan pada level populasi, yakni dengan memvaksin sebagian besar populasi. Untuk Covid-19, diperkirakan memerlukan 70 persen populasi yang divaksin agar tercapai herd immunity. Peningkatan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi atau suplemen tidak serta-merta bisa membuat seseorang terhindar dari penyakit ketika terpapar virus Corona. “Tentu ini keliru,” kata Henry.
Tanpa vaksin, menurut Henry, seseorang yang terpapar virus Corona bakal terinfeksi. Pasca infeksi, kondisi tubuh kemungkinan bisa membantu mempercepat respons terhadap virus dengan cara memproduksi antibodi. Karena belum ada vaksin untuk Covid-19 dan pandemi memerlukan respons cepat, tindakan yang paling tepat adalah memutus rantai penularan dengan menjaga jarak aman, rajin mencuci tangan, menggunakan masker, dan sebagainya.
Aspek psikologi pun berperan. Sebab, saat seseorang khawatir berlebihan, kesehatan mentalnya dapat terganggu, kemudian mengakibatkan daya tahan tubuh menurun. Namun, Henry mengingatkan bahwa aspek psikologi hanya satu dari sekian banyak aspek dalam pandemi. “Untuk saat ini, upaya-upaya memutus rantai penularanlah yang paling signifikan dampaknya dalam penanggulangan pandemi,” kata Henry.
Sementara menurut Dicky, klaim bahwa imunitas menjadi kunci dalam melawan pandemi tidak tepat. “Kalau hanya berorientasi ke imunitas, namanya memilih strategi herd immunity. Itu berbahaya. Akan timbul banyak korban,” kata Dicky pada 13 Mei 2020.
Dalam arsip berita Tempo, herd immunity adalah konsep epidemiologis yang menggambarkan keadaan di mana suatu populasi cukup kebal terhadap penyakit sehingga infeksi tidak akan menyebar dalam populasi tersebut. Herd immunity bakal terwujud setelah 70 persen populasi terinfeksi dan pulih, sehingga wabah mereda lantaran kebanyakan orang telah resisten terhadap infeksi. Strategi ini akan menelan banyak korban jiwa karena herd immunity baru terbentuk jika minimal 60-80 persen penduduk Indonesia terinfeksi Covid-19.
Dalam sejarah pengendalian pandemi, kata Dicky, strategi kuncinya adalah melakukan tes, penelusuran kontak (contact tracing), penanganan atau perawatan (treating), dan isolasi yang disertai social distancing. Strategi-strategi tersebut masih relevan sejak Dicky terlibat dalam penanganan berbagai pandemi selama 20 tahun, mulai dari HIV/AIDS, swine flu dan flu burung, hingga Covid-19.
Menurut Dicky, dalam sejarah pandemi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kondisi kesejahteraan psikologi mampu melawan pandemi. “Dalam teori epidemi, tidak pernah ditemukan faktor psikologis yang melindungi dari serangan demam berdarah misalnya, atau faktor psikologis yang melindungi dari wabah kolera,” katanya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit, tutur Dicky, yakni lingkungan, manusia, dan virus. Faktor manusia yang dimaksud adalah pola hidup bersih, memakai masker, dan cuci tangan. Sejauh ini, penyakit menular seperti Covid-19 tidak dipengaruhi oleh apakah seseorang sedang dalam kondisi tenang atau optimis. “Apabila mereka lalai tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, atau pencegahan lainnya, mau setenang atau sekuat apapun mentalnya ya bakal terinfeksi,” katanya.
Kondisi kesehatan mental masyarakat memang menjadi perhatian di tengah pandemi Covid-19. Protokol pencegahan seperti bekerja dari rumah, pengurangan aktivitas di luar rumah, penutupan sekolah, dan tekanan ekonomi, dapat memicu seseorang khawatir berlebihan, stres, frustasi, emosional, dan berbagai kondisi yang mengancam kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental bertujuan agar seseorang dapat tetap mengambil tindakan yang tenang dan efektif di tengah-tengah krisis global ini.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, berdasarkan data 1.522 pengakses layanan swaperiksa masalah psikologis di PDSKJI.org, terdapat tiga masalah psikologis yang ditemukan di Indonesia selama pandemi Covid-19, yakni kecemasan, depresi, dan trauma. Sebanyak 63 persen pengakses mengalami kecemasan dan 66 persen mengalami depresi.
Negara yang berhasil tangani Covid-19
Tempo pun membandingkan pernyataan dua ahli epidemiologi itu dengan data negara-negara yang berhasil menangani Covid-19. Menurut laporan sejumlah media, Vietnam merupakan salah satu negara yang cukup berhasil memerangi virus Corona Covid-19. Pasalnya, hingga kini, tidak ada kasus kematian yang dilaporkan di Vietnam. Di seluruh Vietnam, kasus Covid-19 pun hanya sebanyak 10 kasus.
Kunci keberhasilan Vietnam adalah melakukan kebijakan karantina yang ketat dan menelusuri serta mendokumentasikan semua warga yang diduga berkontak dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Langkah-langkah ini dilaksanakan jauh lebih awal daripada Cina. Sebagai contoh, pada 12 Februari 2020, Vietnam mengkarantina hampir 10 ribu kota di dekat Hanoi, ibukotanya, selama tiga minggu.
Selain menelusuri kontak pertama, Vietnam melacak kontak kedua, ketiga, dan keempat dengan orang yang terinfeksi Covid-19. Semuanya kemudian diawasi pergerakannya dan dibatasi kontaknya dengan ketat. Sejak awal, Vietnam juga mengkarantina siapa pun yang masuk ke negaranya dari daerah berisiko tinggi selama 14 hari. Semua sekolah dan universitas pun telah ditutup sejak awal Februari 2020.
Meskipun 95 persen penduduk Vietnam menilai bahwa pemerintahnya bekerja dengan cukup baik, tingkat ketakutan mereka untuk tertular virus ini juga cukup tinggi. Sebuah jajak pendapat yang dirilis pada 22 April 2020 menunjukkan 89 persen populasi Vietnam “sangat” atau “agak” khawatir akan tertular Covid-19.
Sementara itu, Korea Selatan memilih tes massal untuk melawan Covid-19. Di sana, hampir 20 ribu orang menjalani tes Covid-19 setiap harinya, lebih banyak secara per kapita dibanding negara mana pun di dunia. Sampel juga langsung dikirim ke laboratorium terdekat dari lokasi tes. Di sana, para staf laboratorium bekerja bergiliran selama 24 jam untuk memprosesnya.
Korsel memang membangun jaringan 96 laboratorium pemerintah dan swasta untuk menggelar tes Covid-19. Para pejabat kesehatan meyakini pendekatan ini menyelamatkan nyawa banyak orang. Tingkat kematian akibat Covid-19 di Korsel hanya 0,7 persen. Adapun di dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian akibat Covid-19 mencapai 3,4 persen.
Dengan demikian, pernyataan dua ahli epidemiologi yang diwawancara di atas terkonfirmasi. Menghilangkan atau mengurangi sumber infeksi serta memutus rantai penularan terbukti efektif dalam menangani pandemi Covid-19 di Vietnam dan Korsel.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa imunitas merupakan kata kunci dalam melawan pandemi, dalam hal ini pandemi Covid-19, sebagian benar. Tindakan yang paling tepat untuk melawan pandemi menurut para ahli epidemiologi adalah menghilangkan atau mengurangi sumber infeksi serta memutus rantai penularan. Hal itu dilakukan dengan cara-cara seperti tes, penelusuran kontak, menjaga jarak aman, rajin mencuci tangan, dan menggunakan masker. Meskipun menjaga kesehatan mental penting di tengah pandemi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kondisi psikologi yang prima dapat menghindari seseorang dari infeksi virus Corona Covid-19.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://twitter.com/DefriantaS/status/1260007329195413504
- https://nasional.kompas.com/read/2020/05/10/12005061/ahli-psikologi-politik-kondisi-psikologis-pengaruhi-penanganan-covid-19?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter
- https://services.unimelb.edu.au/counsel/resources/wellbeing/coronavirus-covid-19-managing-stress-and-anxiety
- https://covid19.go.id/p/berita/tips-kesehatan-jiwa-menghadapi-situasi-dampak-pandemi-covid-19
- https://www.dw.com/en/how-vietnam-is-winning-its-war-on-coronavirus/a-52929967
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51866332
(GFD-2020-8085) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Lambang Presiden Diganti Bintang Seperti Logo Partai Komunis Cina di Era Jokowi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 14/05/2020
Berita
Narasi bahwa lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang di era pemerintahan Presiden Jokowi beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Menurut narasi itu, lambang kepresidenan yang baru ini mirip dengan logo Partai Komunis Cina.
Salah satu akun di Facebook yang mengunggah narasi itu adalah akun Rahmat M, yakni pada 5 Mei 2020. Akun ini membagikan foto berisi dua lambang Presiden RI yang berbeda. Pertama, lambang dengan Garuda Pancasila yang disebut sebagai lambang kepresidenan lama. Kedua, lambang dengan bintang, padi, dan kapas yang disebut sebagai lambang kepresidenan baru.
"Teriak-teriak dan merasa paling pancasila tapi kenapa lambang garuda perlahan digeser lambang bintang seperti komunis cina, cuma ini masih belum merah warnanya," demikian narasi yang ditulis oleh akun Rahmat M dalam unggahannya yang hingga kini telah dibagikan lebih dari 200 kali.
Dua hari kemudian, yakni pada 7 Mei 2020, akun Akifa menyoal lambang kepresidenan yang diklaim baru itu yang dipakai pada kemasan bantuan Covid-19 dari pemerintah. Akun ini juga menyamakan logo itu dengan simbol bintang pada topi yang dipakai politikus PDIP, Rieke Dyah Pitaloka dan Ribka Tjiptaning.
"Tolong siapa yg dpt sembako dr kepersidenan FOTO INI KANTONG NYA SEBAGAI TANDA BUKTI BUKAN HOAK, klw logo kepersidenan dah di ganti yg baru banyak yg belum tau," demikian narasi yang ditulis akun Akifa dalam unggahannya yang hingga kini telah dibagikan lebih dari 100 kali.
Unggahan akun tersebut juga dikomentari sebanyak 46 kali oleh warganet. Beberapa di antaranya menyebut simbol bintang itu sebagai logo Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka juga menghubungkan narasi ini dengan Ribka yang pernah menulis buku berjudul "Aku Bangga Jadi Anak PKI".
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rahmat M (kiri) dan Akifa (kanan).
Apa benar lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang seperti logo Partai Komunis Cina di era pemerintahan Presiden Jokowi?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa aturan terkait penggunaan lambang Presiden RI. Ketentuan mengenai itu salah satunya termuat dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara (Permensesneg) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Surat Kepresidenan RI.
Dalam Permensesneg itu dijelaskan perbedaan lambang Kepresidenan RI dengan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lambang kepresidenan adalah simbol jabatan presiden dan wakil presiden, bentuknya berupa bintang yang dilingkari padi dan kapas. Sementara lambang NKRI, yang juga disebut lambang negara, adalah Garuda Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Baik lambang kepresidenan maupun lambang NKRI, menurut Permensesneg tersebut, dapat digunakan bersama-sama dalam surat jabatan presiden (sebagai kop dan cap), seperti contoh di bawah:
Dikutip dari laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 itu juga mengadopsi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan. Dalam PP tersebut, tercantum ketentuan bahwa lambang kepresidenan berupa bintang, padi, dan kapas.
Pada 2019, Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 itu dicabut dan diperbarui dengan Permensesneg Nomor 4 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Surat Kepresidenan RI. Permensesneg terbaru itu pun mengatur lambang kepresidenan yang terdiri dari bintang, padi, dan kapas serta digunakan sebagai kop dan cap dalam surat jabatan presiden dan wakil presiden.
Tempo pun menelusuri lambang kepresidenan dalam sejumlah lembaran negara. Hasilnya, sebelum terbitnya Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 yang mengadopsi PP Nomor 42 Tahun 1958, lambang kepresidenan memang berupa bintang yang dilingkari padi.
Misalnya, dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1983 tentang Sensus Pertanian 1983. Dokumen ini pernah diunggah di Scribd oleh akun Mas’ud Rifai pada 17 Maret 2013. Ada pula Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1998 tentang Modal Asing Sawit. Dokumen ini juga diunggah di Scribd oleh akun Syahriza Riza pada 2 Juni 2017.
Gambar tangkapan layar Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1998 (kiri) dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1983 (kanan).
Makna simbol bintang, padi, dan kapas
Pemakaian simbol bintang, padi, dan kapas di Indonesia juga bukanlah hal yang baru karena telah dipakai sebagai simbol Pancasila. Lima simbol Pancasila itu menjadi bagian dalam lambang negara. Simbol bintang dipakai untuk butir pertama Pancasila yang artinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius.
Sementara itu, simbol padi dan kapas digunakan dalam butir kelima Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Simbol ini mencerminkan sandang dan pangan. Artinya, tidak ada kesenjangan antara satu warga dengan warga yang lain.
Topi Mao Zedong
Bintang berwarna merah dengan lima ujung memang menjadi simbol utama Uni Soviet tak lama setelah kelompok komunis mengambil alih kekuasaan di sana. Merah merefleksikan warna revolusi dan lima ujung bintang menyimbolkan persatuan kaum proletar dari lima benua.
Simbol bintang merah itu kemudian dipakai dalam atribut Tentara Merah Cina. Pemakaian topi dengan simbol bintang merah oleh Mao Zedong yang dikenal sebagai bapak pendiri Cina baru menjadi ikon setelah dipotret oleh jurnalis Amerika Edgar Snow pada 1936. Mao Zedong menjadi pemimpin akhir Tentara Merah Cina yang menampilkan simbol bintang merah di topi.
Topi bintang merah itu kemudian berkembang sebagai suvenir yang lebih dikenal sebagai topi Mao Zedong. Penjualan topi Mao Zedong ini tidak terkait dengan ideologi tertentu dan banyak dijumpai di berbagai toko online, mulai dari Amazon hingga Shopee. Selain Ribka Tjiptaning dan Rieke Dyah Pitaloka, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan juga pernah menggunakannya.
Tentu saja, penggunaan topi bintang merah oleh ketiganya tidak berkaitan dengan PKI. Sebab, PKI telah berakhir setelah munculnya Gerakan 30 September 1965, disusul pembantaian besar-besaran pada anggota dan simpatisannya sepanjang 1966-1967. Bahkan, pembubaran PKI juga dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Sejak saat itu, tidak ada lagi aktivitas PKI di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang seperti logo Partai Komunis Cina di era pemerintahan Presiden Jokowi keliru. Lambang kepresidenan berupa bintang yang dilingkari padi dan kapas sudah dikenal lewat terbitnya PP Nomor 42 Tahun 1958. Penggunaannya sebagai kop dan cap surat jabatan presiden dan wakil presiden juga sudah diatur melalui Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010. Simbol bintang dalam lambang kepresidenan pun tidak ada kaitannya dengan simbol bintang merah yang digunakan di Cina. Di Indonesia, simbol bintang telah dipakai untuk melambangkan butir pertama Pancasila.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/9Wfxz
- http://archive.ph/nNzKW
- https://jdih.setneg.go.id/viewpdfperaturan/P18023/05.%20BAB%20I
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/26348/hoaks-infografis-yang-membandingkan-lambang-negara-rrt-dengan-logo-surat-presiden-ri/0/laporan_isu_hoaks
- https://jdih.setneg.go.id/viewpdfperaturan/P18805/Salinan%20Lampiran%20Permensesneg%20Nomor%204%20Tahun%202019
- https://www.scribd.com/doc/130846649/INPRES-1983-001-ST2013
- https://www.scribd.com/document/350180888/Inpres-6-1998-PMA-Kelapa-Sawit
- https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/25/100000069/makna-5-lambang-pancasila?page=all
- https://id.rbth.com/sejarah/79482-bintang-kremlin-simbol-revolusi-qyx
- https://www.chinadaily.com.cn/culture/2016-10/11/content_27018972.htm
- http://www.bumn.go.id/ptpn5/berita/9563
Halaman: 4461/5899