• (GFD-2020-8076) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Kemenhub Izinkan Warga untuk Mudik Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa Kementerian Perhubungan mengizinkan warga untuk mudik di tengah pandemi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Narasi itu terdapat dalam artikel di situs Kokisehat.com berjudul "Warga Dibolehkan Mudik Oleh Kemenhub, Aturannya keluar Sore Ini" yang dimuat pada 5 Mei 2020.
    Artikel ini berisi penjelasan dari juru bicara Kemenhub, Adita Irawati, bahwa kementeriannya bakal menerbitkan aturan turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
    Aturan turunan ini akan mengatur pengoperasian transportasi untuk masyarakat yang memiliki keperluan mendesak di masa pelarangan mudik. Menurut Adita, aturan tersebut akan dibarengi dengan aturan soal syarat bagi masyarakat yang diperbolehkan mudik untuk keperluan mendesak.
    "Kita harapkan bisa diterbitkan bersama dengan surat edaran dengan gugus tugas yang akan mengatur tentang kriteria dan syarat dari penumpang yang boleh bepergian," kata Adita. Situs Kokisehat.com pun menyebut bahwa artikelnya itu disadur dari situs media Suara.com
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan tautan artikel tersebut adalah akun Inspirasi Resep Makanan, yakni pada 5 Mei 2020. Hingga artikel cek fakta ini dimuat, unggahan tersebut telah dikomentari lebih dari 200 kali dan dibagikan lebih dari 1.800 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Inspirasi Resep Masakan.
    Apa benar Kemenhub mengizinkan warga untuk mudik di tengah pandemi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo memeriksa berita di Suara.com yang dikutip oleh Kokisehat.com. Isi artikel di Kokisehat.com di atas memang sama persis dengan isi berita Suara.com yang dimuat pada 5 Mei 2020 itu. Hanya saja, judul asli berita Suara.com adalah "Warga Boleh Bepergian Dalam Situasi Mendesak, Aturannya Keluar Sore Ini".
    Judul tersebut sangat berbeda dengan judul artikel Kokisehat.com, yakni "Warga Dibolehkan Mudik Oleh Kemenhub, Aturannya Keluar Sore Ini". Padahal, di dalam artikel itu, tidak terdapat informasi bahwa Kemenhub membolehkan mudik. Artikel tersebut berisi aturan pengoperasian transportasi untuk masyarakat yang memiliki keperluan mendesak di masa pelarangan mudik.
    Menurut juru bicara Kemenhub, Adita Irawati, aturan ini akan dilengkapi dengan ketentuan mengenai syarat bagi masyarakat yang diperbolehkan bepergian untuk keperluan mendesak. "Kita harapkan bisa diterbitkan bersama dengan surat edaran dengan gugus tugas yang akan mengatur tentang kriteria dan syarat dari penumpang yang boleh bepergian," kata Adita.
    Mudik tetap dilarang
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menegaskan hingga saat ini tidak ada perubahan kebijakan mengenai larangan mudik. Larangan mudik tetap berlaku untuk mencegah penyebaran Covid-19. "Saya tegaskan, tidak ada perubahan peraturan tentang mudik. Artinya mudik dilarang," ujar Doni pada 6 Mei 2020.
    Menurut Doni, dalam beberapa hari terakhir, terdapat kesan di masyarakat bahwa ada perubahan peraturan yang membuat mudik kini dapat dilakukan dengan sejumlah syarat. "Beberapa waktu terakhir, kami dari Gugus Tugas mendapat kesan seolah-olah masyarakat boleh mudik dengan syarat tertentu atau adanya kelonggaran," ujarnya.
    Salah satu yang membuat munculnya kesan bahwa ada pelonggaran mudik adalah diterbitkannya Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Orang dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
    Kemudian, yang membuat masyarakat juga bingung adalah penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dan Surat Edaran dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
    Doni menegaskan kembali bahwa larangan mudik tetap berlaku. "Saya tegaskan sekali lagi, mudik dilarang! Titik!" ujarnya. Menurut Doni, Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 muncul untuk mengatasi terhambatnya pelayanan penanganan Covid-19 dan pelayanan kesehatan akibat terbatasnya transportasi.
    Salah satu contohnya adalah pengiriman alat kesehatan yang sulit menjangkau seluruh wilayah. "Termasuk juga pengiriman tenaga medis dan pengiriman spesimen setelah diambilnya dahak dari masyarakat yang diambil dengan metode PCR swab," kata Doni.
    Dilansir dari situs resmi pemerintah untuk penanganan Covid-19, juru bicara Kemenhub, Adita Irawati, juga menegaskan bahwa mudik tetap dilarang. "Tidak ada perubahan peraturan. Tetap pelarangan mudik dan pembatasan orang untuk keluar dari wilayah PSBB. Yang diatur itu pengecualian untuk kegiatan yang berhubungan dengan penanganan Covid-19, yang kriterianya ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," ujar Adita pada 6 Mei 2020.
    Adita menambahkan bahwa semua penumpang yang diperbolehkan bepergian sesuai kriteria dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 akan diatur dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, sesuai dengan amanat Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 dan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020.
    “Kementerian Perhubungan hanya menyediakan transportasi di semua moda, baik di darat, laut, udara dan kereta api, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan amanat Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 dan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020. Pemenuhan layanan tersebut akan diberlakukan mulai Kamis, 7 April 2020, pukul 00.00 WIB,” kata Adita.
    Dilansir dari Detik.com, berikut ini kriteria bagi masyarakat yang diperbolehkan bepergian sesuai Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020:
    a. Perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan:- pelayanan percepatan penanganan COVID-19,- pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum,- pelayanan kesehatan,- pelayanan kebutuhan dasar,- pelayanan pendukung layanan dasar, dan- pelayanan fungsi ekonomi penting.b. Perjalanan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya (orang tua, suami/istri, anak, saudara kandung) sakit keras atau meninggal.c. Repatriasi Pekerja Migran Indonesia (PMI), Warga Negara Indonesia (WNI), dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai ke daerah asal, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    Adapun untuk syaratnya, mereka wajib melampirkan surat keterangan sehat dan menunjukkan hasil negatif tes Covid-19, baik PCR swab maupun rapid test. Mereka juga harus bisa menunjukkan identitas diri. Khusus pegawai lembaga pemerintah dan anggota TNI/Polri, wajib menunjukkan surat tugas yang ditandatangani atasan minimal eselon II. Lalu, untuk pegawai BUMN atau BUMD dan pegawai swasta, surat tugas ditandatangani oleh direksi. Sementara bagi yang tidak mewakili lembaga pemerintah ataupun swasta, harus membuat surat keterangan yang ditembuskan ke lurah atau kepala desa.
    Khusus masyarakat yang berpergian karena sakit atau anggota keluarganya sakit keras atau meninggal, wajib melampirkan surat rujukan rumah sakit atau surat kematian. Sementara bagi WNI yang dipulangkan dari negara rantaunya, wajib untuk menunjukkan surat keterangan dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BPPMI) atau perwakilan Indonesia di negara rantau. Bagi pelajar dan mahasiswa, harus membawa surat keterangan dari lembaga pendidikan yang bersangkutan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, pemakaian judul "Warga Dibolehkan Mudik oleh Kemenhub" oleh situs Kokisehat.com menyesatkan. Pasalnya, dalam artikelnya yang berjudul tersebut, tidak ditemukan informasi bahwa Kemenhub mengizinkan warga untuk mudik di tengah pandemi virus Corona Covid-19. Artikel itu berisi aturan pengoperasian transportasi untuk masyarakat yang memiliki keperluan mendesak di masa pelarangan mudik. Pada 6 Mei 2020, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, pun menegaskan hingga saat ini tidak ada perubahan kebijakan mengenai larangan mudik. "Mudik dilarang!" katanya.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8075) [Hoaks atau Fakta] Benarkah Pesan Berantai Soal Modus Perampokan dengan Anak Kecil yang Menangis?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/05/2020

    Berita


    Pesan berantai mengenai modus perampokan dengan memanfaatkan anak kecil yang menangis kembali viral dalam beberapa hari terakhir. Pesan berantai yang mengatasnamakan polisi itu terdapat dalam unggahan akun Facebook Dedi Soleh yang telah dibagikan sejak Desember 2015.
    Berikut ini narasi dalam pesan berantai tersebut:
    "PESAN DARI POLISI : Sampaikan Pesan ini Kepada Keluarga dan Kawan-kawan anda!!Pesan ini Ditujukan Kepada Setiap Pria & Wanita Yang Bepergian Sendirian Ke Kampus,Tempat Kerja Atau Kemana Saja, Jika Kalian Menemukan Anak Kecil Menangis di Jalan Dengan Menunjukkan Sebuah Alamat dan Memintamu Untuk Mengantarnya Ke Alamat Tersebut, Bawalah Anak itu Ke Kantor POLISI dan Jangan Membawa Anak itu Ke Alamat Tersebut !!ini Adalah Modus Baru PENJAHAT Untuk MERAMPOK, MEMPERKOSA & MENCULIK Mohon Informasikan Ke Semua Saudara/i Jangan Ragu Untuk membagikan pesan ini kepada yang lainnya.Pesan ini bisa membantu Menyelamatkan Wanita dan Orang yang Penting Dalam Hidup Anda,Karena Sudah Banyak Korban.Jadi Biarkan POLISI yang Mengantarkan Anak-anak Seperti itu Ke Alamat Tersebut.AYO Dicopy Paste dan Sebarkan Jangan di Abaikan Begitu Saja260 Orang Para Pembegal Motor Berilmu Kebal dari Kawasan Sumatra Dini Hari di Infokan Telah Diturunkan di Jagorawi dan Mereka Menyebar Dibeberapa Titik Daerah yang Sudah Tergambarkan Suasananya Oleh Para Pembegal."
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Dedi Soleh tersebut telah dibagikan lebih dari 91 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Dedi Soleh.
    Bagaimana kebenaran pesan berantai soal modus perampokan dengan anak kecil yang menangis di atas?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, pesan berantai soal modus perampokan dengan anak kecil yang menangis tersebut telah beredar sejak 2012. Saat itu, pesan berantai ini mencatut nama Divisi Humas Polri. Dilansir dari Merdeka.com, pada 7 November 2012, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto menegaskan bahwa pesan berantai itu hoaks.
    Menurut Rikwanto, kepolisian belum pernah menerima laporan terkait modus kejahatan yang disinggung dalam pesan berantai yang beredar lewat Blackberry Messenger tersebut. "Tapi sarannya boleh diikuti. Kalau menemukan hal demikian, daripada berpikir yang tidak-tidak, dilaporkan ke polisi saja. Jadi tidak menghilangkan niat baik saat akan menolong," ujar Rikwanto kala itu.
    Pesan berantai yang sama juga pernah beredar pada 2017. Lagi-lagi, polisi menyatakan bahwa lembaganya tidak pernah merilis informasi seperti yang tercantum dalam pesan berantai itu. Biro Multimedia Divisi Humas Polri pun memberikan label hoaks pada gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp tersebut.
    Meskipun pesan berantai itu palsu, dilansir dari Jawapos.com, Biro Multimedia Divisi Humas Polri meminta masyarakat untuk tetap waspada. Jika menemukan anak yang menangis sendirian, terutama di tempat yang gelap dan sepi, masyarakat diimbau untuk mengantarnya ke kantor polisi terdekat.
    Gambar tangkapan layar berita di Jawapos.com.
    Pada 2018, pesan berantai tersebut kembali beredar. Dikutip dari berita di Okezone.com pada 30 Januari 2018, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, memastikan bahwa informasi dalam pesan berantai itu hoaks.
    Setyo pun memaparkan beberapa ciri hoaks. "Tulisan yang ada kata-kata 'viralkan', 'sebarkan', 'sampaikan', dan lain-lain itu biasanya hoaks. 'Humas Mabes Polri' juga tidak ada, yang ada 'Divisi Humas Polri'," katanya saat dihubungi lewat pesan singkat.
    Menurut Setyo, hoaks bisa membuat masyarakat resah. "Substansi informasi menakut-nakuti masyarakat. Jadi, kesimpulannya, untuk sekedar tahu saja boleh. Tapi jangan timbulkan rasa takut dan jangan ikut menyebarluaskan," ujar Setyo.
    Anak menjadi umpan aksi kejahatan
    Modus kejahatan dengan memanfaatkan anak-anak sebagai umpan memang kerap terjadi. Namun, berdasarkan berbagai pemberitaan yang ditemukan, modus yang dilakukan oleh para pelaku berbeda dengan modus dalam pesan berantai di atas.
    Kasus yang terjadi di Jatiuwung, Tangerang, pada Agustus 2018 silam, misalnya, pelaku mengajak anak berusia 12 tahun untuk merampok dana pensiun pasangan suami-istri berinisial RD, 76 tahun, dan TR, 65 tahun. Menurut pelaku, seperti dikutip dari Kompas.com, mereka memang kerap memanfaatkan anak kecil dalam setiap aksinya untuk memancing korban.
    Ketika itu, RD dan TR baru saja mengambil dana pensiun sebesar Rp 10 juta di salah satu bank di Jalan Ahmad Yani, Tangerang. Saat dalam perjalanan pulang dan hendak berganti angkot di kawasan pertigaan An-Nisa, korban dipepet oleh mobil pelaku dengan ajakan untuk mengantarkan korban ke tempat tujuan.
    "Alibi pelaku hendak mengantarkan korban dengan mengumpankan salah satu pelakunya, yaitu anak di bawah umur 12 tahun, dengan keyakinan bahwa di satu mobil tersebut ada anak di bawah umur, kedua korban mengikuti pelaku ke mobil tersebut," kata Kepala Polres Tangerang Komisaris Besar Harry Kurniawan pada 1 Agustus 2018.
    Kasus lainnya terjadi pada November 2018. Seorang wanita berinisial H, 32 tahun, mengumpankan anaknya untuk merampok penumpang angkot di sekitar Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. "Korban dihampiri anak tersangka yang masih kecil untuk meminta uang Rp 5 ribu. Namun, setelah memberikannya, korban dihampiri pelaku yang menodongkan senjata tajam dan pelaku lain menggeledah saku celana," kata Kepala Polsek Tanjung Priok Komisaris Supriyanto seperti dilansir dari Suara.com.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, pesan berantai soal modus perampokan dengan anak kecil yang menangis di atas keliru. Polisi menyatakan tidak pernah merilis informasi seperti yang tercantum dalam pesan berantai itu. Polisi pun belum pernah menerima laporan terkait modus kejahatan yang disinggung dalam pesan berantai tersebut, yakni memanfaatkan anak kecil yang menangis.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8074) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video TKA Cina di Morowali yang Bikin Ulah Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 06/05/2020

    Berita


    Sebuah video yang diklaim sebagai video tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di Morowali, Sulawesi Tengah, yang membuat ulah saat pandemi virus Corona Covid-19 beredar di media sosial. Menurut klaim itu, para TKA Cina tersebut berjumlah puluhan ribu.
    Di Facebook, video berdurasi 2 menit 5 detik itu diunggah salah satunya oleh akun Kuncorok Kuncorok, yakni pada Kamis, 30 April 2020. Berikut narasi yang ditulis akun ini:
    "TKA China keluar dari sarangnya di MorowaliTernyata jumlahnya sudah puluhan ribuTapi masih terus di datangkanJangan salahkan rakyat bila banyak yg menghina Jokowi jongos China"
    Adapun video yang diunggah akun tersebut merupakan video yang direkam ulang dari ponsel lain dan kemudian dinarasikan oleh si perekam video. Berikut ini narasi utuhnya:
    "Puluhan ribu pekerja Cina di Morowali buat ulah. Hari ini tuh. Ratusan ribu bahkan tuh. Gila banyak banget. Di Morowali tuh. Mana enggak ada pekerja Cina? Ini ada nih, tuh. Pekerja Cinanya banyak banget, membludak, di perusahaan Morowali. Membahayakan. Subhanallah. Udah banyak begini masih tutup mata pemerintah, bukannya diusir-usirin. Ngeri ini. Mereka mulai demo itu. Mereka mulai keluar dari sarang. Gimana kalau ini ribut? Ancur enggak ini satu pulau, Morowali? Gila ini. Jumlahnya kayak semut. Hebat Joko, Joko. Joko Tingkir hebat, Joko Tingkir. Ngeri, kalau ini berontak, hancur udah Sulawesi, hancur nih. Walaupun segini, pegang senjata semua, hancur ini. Ini enggak dipikirkan oleh pemerintah, imbasnya. Ini aja udah ribut begini, udah nyari ribut di negeri orang. Pulangkan TKA Cina. Wajib pulangkan TKA Cina. Membuat resah. Banyak banget. Subhanallah. Kalau ini ribut, masyaallah. Ini baru satu pulau. Baru satu kabupaten ini. Belum lagi di Banten, belum lagi di mana-mana, wah hancur udah. Hancur kalau mereka berontak ini. Ini pemerintah kacau ini. Bahaya sekali kerjanya pemerintah ini. Harus bertanggung jawab ini."
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 73 ribu kali, dibagikan lebih dari 5 ribu kali, dan dikomentari lebih dari 700 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Kuncorok Kuncorok.
    Benarkah video tersebut merupakan video puluhan ribu TKA Cina di Morowali yang bikin ulah di tengah pandemi virus Corona Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, video yang sama pernah diunggah oleh kanal Kabar Anak Aceh pada 24 Januari 2019, jauh sebelum munculnya virus Corona penyebab Covid-19 di Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Video itu pun bukan video demonstrasi oleh TKA Cina, melainkan buruh yang bekerja di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
    Video tersebut berjudul "Tuntut Upah Naik 20% Ratusan Buruh Demo PT IMIP, dan Prioritaskan Tenaga Kerja Lokal". Dalam keterangan video itu, disebutkan bahwa demonstrasi tersebut digelar oleh ratusan buruh dengan nama Perjuangan Rakyat Tertindas Morowali pada 24 Januari 2019.
    Video itu pun pernah diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, yakni pada 25 Januari 2019, dengan judul "Berita Demo TKA di Morowali Hoaks". Saat itu, dilansir dari CNN Indonesia, memang menyebar pula narasi seperti yang beredar saat ini, bahwa video tersebut merupakan video demonstrasi TKA Cina di Morowali.
    Dalam video KompasTV tersebut, Kepala Polres Morowali, Ajun Komisaris Besar Dadan Wahyudi, mengatakan demonstrasi yang terekam dalam video yang viral itu digelar oleh tenaga kerja lokal PT IMIP yang menuntut kenaikan UMSK. Hoaks ini pun, menurut Dadan, menyebabkan situasi di tengah masyarakat menjadi tidak kondusif.
    Gambar tangkapan layar video berita di kanal YouTube KompasTV.
    Saat dihubungi Tim CekFakta Tempo pada 5 Mei 2020, Koordinator Humas PT IMIP, Dedy Kurniawan, juga menyatakan bahwa narasi yang menyertai video tersebut hoaks. Menurut dia, unjuk rasa dalam video itu dilakukan pada 2019 oleh serikat buruh lokal yang menuntut kenaikan upah.
    "Unggahan itu sangat jelas adalah hoaks. Video dalam unggahan itu adalah video demonstrasi karyawan Indonesia yang tergabung dalam lima serikat buruh di kawasan PT IMIP pada pertengahan Januari 2019 terkait permintaan kenaikan UMSK," kata Dedy.
    Demonstrasi itu pun pernah diberitakan oleh sejumlah media. CNN Indonesia misalnya, memberitakan unjuk rasa tersebut pada 25 Januari 2019 dengan judul "Polisi Sebut Situasi di Morowali Normal Usai Demo Buruh". Demonstrasi itu memang sempat membuat Jalan Trans Sulawesi di kawasan PT IMIP macet. Jalan utama perusahaan juga diblokade massa.
    Sementara kantor berita Antara pernah memberitakan peristiwa tersebut pada 24 Januari 2019 dengan judul "Ribuan karyawan IMIP Morowali mogok, Disnaker: karyawan-manajemen tak boleh saling intimidasi". Berita ini memuat wawancara dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transportasi Morowali, Umar Rasyid.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang ditulis oleh akun Facebook Kuncorok Kuncorok, bahwa video di atas adalah video puluhan ribu TKA Cina yang bikin ulah saat pandemi virus Corona Covid-19, keliru. Demonstrasi dalam video itu memang terjadi di PT IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah. Namun, unjuk rasa itu digelar oleh para tenaga kerja lokal yang tergabung dalam lima serikat buruh di kawasan PT IMIP, bukan oleh TKA Cina.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8073) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Amerika Tanamkan Chip 666 ke Tubuh Warganya di Tengah Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa Menteri Kesehatan Amerika Serikat sudah menandatangani persetujuan untuk menanamkan Chip 666 ke tubuh warganya di tengah pandemi Covid-19, beredar di Facebook. Akun yang menuliskan narasi itu adalah akun Rino Klau Muti, yakni pada 31 Maret 2020.
    Menurut akun ini, Senat Amerika telah mengesahkan Undang-Undang Kesehatan yang digagas sejak era Presiden Barack Obama. Akun ini menyebut UU tersebut mengharuskan penanaman chip Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengakses perawatan medis. Chip tersebut bakal ditanamkan di dahi atau lengan warga.
    Akun ini juga mengklaim bahwa penanaman chip ini adalah bagian dari upaya kelompok Illuminati atau anti-Kristen untuk mengiring umat manusia ke satu sistem pemerintahan dan satu sistem keuangan. Pandemi Covid-19 pun dituding sebagai upaya percepatan menuju dunia yang terkoneksi dan terkontrol dalam satu sistem baru tersebut.
    "Semua orang wajib di-scan dahi, suhu tubuh, agar terbiasa dengan kehidupan digital scan. Semua orang masuk mall, gereja, rumah sakit, gedung pemerintahan, pabrik, wajib scan dahi, tubuh. Ketika kasus Covid-19 sudah selesai, masyarakat sudah teredukasi dan siap menerima sistem baru. Semua orang terdata, terkontrol. You cannot run."
    Narasi ini dilengkapi dengan sejumlah foto penanaman benda semacam chip yang berukuran kecil ke tubuh manusia. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Rino Klau Muti tersebut telah dikomentari lebih dari 100 kali dan dibagikan lebih dari 400 kali.
    Gambar tangkapan layar sebagian narasi yang diunggah oleh akun Facebook Rino Klau Muti (kiri) dan gambar yang menyertai narasi tersebut (kanan).
    Apa benar Amerika menanamkan Chip 666 ke tubuh warganya di tengah pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Tak ada penggunaan Chip 666 dalam Obamacare
    Rumor tentang adanya kewajiban implan chip RFID dalam Affordable Care Act (UU Perlindungan Pasien dan Perawatan Terjangkau) yang diluncurkan di era Presiden Barack Obama, yang kerap disebut Obamacare, telah beredar sejak 2014. Isu ini sempat beredar kembali pada 2017, lalu 2020 saat terjadinya pandemi Covid-19.
    Situs Obamacarefacts.com menjelaskan, dalam Obamacare atau HR3590, tidak terdapat kata-kata terkait kewajiban implan chip RFID maupun pengumpulan data dari chip RFID. Rumor implan chip RFID ini kemungkinan muncul dari kesalahan dalam menafsirkan Affordable Care Act versi lawas yang tidak disahkan, Affordable Health Choices Act atau HR3200.
    HR3200 memang menyinggung pengumpulan data terkait obat-obatan dan sejumlah perangkat, termasuk perangkat kelas II seperti chip RFID yang dapat diimplan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membantu melacak perangkat implan yang rusak. Meskipun begitu, tidak terdapat kewajiban implan chip dalam naskah ketentuan tersebut.
    Affordable Health Choices Act adalah RUU yang gagal disahkan di Kongres Amerika pada 14 Juli 2009. Ketentuan soal pengumpulan data dari perangkat kelas II, yang merupakan hasil amandemen Pasal 519 UU Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Amerika, tercantum di halaman 1001 HR3200. Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Amerika (FDA) mengklasifikasikan chip FRID sebagai perangkat kelas II.
    Salinan HR3590 atau Obamacare bisa diunduh di tautan ini.
    Organisasi cek fakta Snopes juga menyatakan hal serupa. Menurut laporan mereka, tidak ada ketentuan wajib implan chip bagi warga Amerika dalam Obamacare. Klaim yang beredar mengutip halaman serta narasi dalam HR3200. Namun, HR3200 merupakan versi awal undang-undang reformasi perawatan kesehatan yang tidak pernah disahkan oleh Kongres Amerika.
    Menurut Snopes, rumor serupa pernah dimuat dalam sebuah artikel pada 28 Juli 2013. Artikel itu menyinggung tentang penanaman microchip yang diuji coba terhadap warga Hanna, Wyoming. Oleh banyak pembaca, artikel ini dianggap sebagai kisah asli. Padahal, artikel itu hanyalah tipuan yang dibuat oleh situs satire National Report.
    RFID bukan teknologi baru
    Sejatinya, menurut Charles Smith dalam makalahnya di Journal of Technology Management and Innovation yang berjudul "Human Microchip Implantation", teknologi RFID bukanlah teknologi baru. Menurut Smith, teknologi RFID muncul sejak Perang Dunia II dalam bentuk sistem "Early Identification Friend or Foe (IFF)". Sistem ini memungkinkan tentara sekutu dan sistem anti-pesawat mengidentifikasi pengebom mereka sendiri yang dikirim balik dengan pesawat musuh.
    Kemudian, pada 1960, teknologi RFID digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau bahan berbahaya serta tenaga nuklir. Aplikasi komersial RFID pertama adalah Electronic Article Surveillance yang dibuat untuk tujuan anti-pencurian. Pada 1970-an dan 1980-an, para peneliti, universitas, dan juga lembaga pemerintah mulai menggunakan teknologi RFID untuk membuat chip berukuran kecil.
    Salah satu penggunaan pertama chip RFID adalah pada industri pertanian. Chip ditanamkan ke ternak dengan tujuan untuk melacak dan membedakan hewan mereka dari ternak orang lain. Adapun dalam bidang medis, chip RFID dapat digunakan untuk melacak peralatan di dalam rumah sakit. Selain itu, chip RFID bisa dipakai oleh produsen obat untuk mengelola rantai pasokan.
    Dilansir dari BBC, dalam satu dekade terakhir, chip RFID mulai tren ditanam di bawah permukaan kulit manusia. Chip ini berfungsi layaknya kartu pintar yang berjalan tanpa perlu kontak langsung. Menanamkan chip seperti ini memberikan kenyamanan, karena seseorang bisa membawanya ke mana pun tanpa perlu khawatir hilang atau lupa.
    Pada 2016, salah satu produsen chip, Dangerous Things, berhasil menjual lebih dari 10 ribu unit bersama dengan kit yang diperlukan untuk memasangnya di bawah kulit. Namun, mereka bukan satu-satunya perusahaan yang melakukannya. Perusahaan pengawasan video CityWatcher menyematkan gadget di bawah kulit dua karyawannya pada 2006.
    Kevin Warwick, profesor cybernetics dan deputi wakil rektor di Universitas Coventry, menjelaskan teknologi RFID sudah lebih dulu dipakai pada kargo, bagasi pesawat, produk toko, bahkan hewan peliharaan. Banyak pula dari kita yang membawanya setiap hari mengingat sebagian besar ponsel modern telah dilengkapi dengan teknologi RFID.
    Dengan demikian, chip RFID tidak berkaitan dengan klaim yang mengaitkannya dengan kelompok Illuminati atau anti-Kristen.
    Isu chip RFID di tengah pandemi Covid-19
    Isu chip RFID yang ditanam ke tubuh manusia di tengah pandemi Covid-19 beredar bersama narasi bahwa Bill Gates membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Dilansir dari Reuters, rumor itu bermula dari munculnya artikel di situs Biohackinfo yang berjudul "Bill Gates will use microchip implants to fight coronavirus".
    Artikel tersebut mengutip penjelasan Gates soal dampak Covid-19 terhadap bisnis dan "sertifikat digital" dalam wawancara di Reddit. Menurut artikel itu, sertifikat digital yang dimaksud adalah yang ditanamkan ke tubuh manusia, yakni quantum doy dye. Padahal, dalam wawancara itu, Gates tidak menyinggung soal implan microchip.
    Salah satu penulis utama makalah penelitian mengenai quantum dot dye, Kevin McHugh, mengatakan kepada Reuters, "Teknologi quantum dot dye bukan berbentuk microchip atau kapsul yang bisa diimplan ke manusia, dan setahu saya tidak ada rencana menggunakan teknologi ini untuk memerangi pandemi Covid-19."
    Dikutip dari organisasi cek fakta FactCheck, studi mengenai quantum dot dye memang didanai oleh Gates Foundation. Quantum dot dye merupakan tinta invisible yang bisa bertahan selama lima tahun dan dapat dibaca dengan ponsel pintar. Tinta ini dibuat untuk menyediakan catatan vaksinasi. "Namun, teknologi ini tidak memiliki kemampuan untuk melacak pergerakan siapa pun," ujar McHugh.
    Profesor bioengineering di Rice University ini menambahkan, "Teknologi ini hanya mampu menyediakan data yang sangat terbatas. Teknologi ini juga membutuhkan pencitraan secara langsung dalam jarak kurang dari satu kaki. Pelacakan jarak jauh atau terus-menerus tidak mungkin dilakukan karena berbagai alasan teknis."
    Sementara terkait sertifikat digital, hal ini masih merupakan gagasan Gates. Menurut dia, seperti dilansir dari Snopes  yang mengutip tayangan wawancara TED pada Maret 2020, sertifikat tersebut dibutuhkan dalam konteks ekonomi global pasca pandemi Covid-19. Berikut pernyataan Gates:
    "Akhirnya, yang harus kita miliki adalah sertifikat tentang siapa orang yang sudah sembuh dan siapa orang yang sudah divaksin. Tentunya, Anda tidak ingin orang-orang bergerak ke seluruh dunia di mana ada negara-negara yang tidak mampu mengendalikannya. Jadi, akhirnya, bakal ada semacam bukti kekebalan digital yang akan membantu memfasilitasi bergeraknya kembali ekonomi global."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Amerika menanamkan Chip 666 di tengah pandemi Covid-19 adalah klaim yang keliru. Dalam Affordable Care Act (UU Perlindungan Pasien dan Perawatan Terjangkau) yang diluncurkan di era Presiden Barack Obama, yang kerap disebut Obamacare, tidak terdapat kewajiban implan chip bagi warga Amerika. Teknologi chip RFID pun tidak terkait dengan gerakan Illuminati atau anti-Kristen karena sejak lama telah digunakan dalam berbagai bidang, mulai dari militer, pertanian, medis, hingga komunikasi dan informasi. Selain itu, mengaitkan teknologi chip RFID dengan pandemi Covid-19 sebagai cara untuk mengontrol manusia tidak tepat.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan