• (GFD-2020-8239) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pria Berjenggot Ini Injak Bendera Merah Putih?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/08/2020

    Berita


    Foto seorang pria yang diklaim menginjak bendera Indonesia, bendera Merah Putih, beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Pria dalam foto itu berjenggot dan mengenakan serban serta sarung. Pria tersebut juga mengalungkan sebuah senjata laras panjang dan mengangkat jari telunjuknya.
    Di Facebook, foto itu diunggah salah satunya oleh akun Danang Loring Djoyo, yakni pada 20 Agustus 2020. Foto tersebut dibagikan ke grup Spiritual Indonesia. Akun itu pun menuliskan narasi sebagai berikut: "B****** ini sudah menginjak merah putih, hukuman apa yang pantas bagi b****** ini."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Danang Loring Djoyo.
    Apa benar pria berjenggot dalam foto di atas menginjak bendera Indonesia, bendera Merah Putih?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, pria berjenggot dalam foto tersebut adalah salah satu pemimpin senior kelompok radikal Al-Qaeda, Khaled Batarfi. Dia tidak menginjak bendera Indonesia, bendera Merah Putih, melainkan bendera Yaman yang berwarna merah-putih-hitam.
    Foto utuh Batarfi yang sedang menginjak bendera Yaman itu pernah dimuat oleh situs media Inggris, The Telegraph, dalam berita yang berjudul "The al-Qaeda commander at home in a governor's palace" pada 4 April 2015. Dalam foto aslinya, terlihat jelas bahwa warna bendera yang diinjak oleh Batarfi bukan bendera Indonesia.
    Foto itu diambil dari Twitter dengan keterangan bahwa Batarfi tidak menghormati bendera Yaman. “Batarfi was also pictured being disrespectful to the Yemeni flag,” demikian keterangan foto tersebut.
    Batarfi melakukan tindakan tersebut di kantor gubernur sebuah provinsi di Yaman. Ia bebas setelah para pejuang Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) menyerang penjara tempat Batarfi ditahan yang terletak di kota pelabuhan Mukalla. Dia telah ditahan selama empat tahun, usai ditangkap ketika AQAP menyerang Yaman selatan, merebut Provinsi Abyan.
    Gambar tangkapan layar berita di CNN Uni Emirat Arab yang memuat foto pemimpin senior Al-Qaeda, Khaled Batarfi, sedang menginjak bendera Yaman.
    Foto yang sama pernah dipublikasikan oleh CNN Uni Emirat Arab pada 4 April 2015 dalam berita yang berjudul "Beredar foto Khaled Batarfi, salah satu pemimpin Al-Qaeda, yang menginjak bendera Yaman di istana presiden di Mukalla".
    Dalam berita ini, disebutkan pula bahwa Batarfi ketika itu baru saja bebas dari penjara di Mukalla setelah Al-Qaeda menduduki kota tersebut. Selain Batarfi, penyerangan Al-Qaeda ini juga membebaskan sekitar 200 narapidana lainnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pria dalam foto di atas menginjak bendera Indonesia, bendera Merah Putih, keliru. Foto tersebut telah dipotong dari foto aslinya yang memperlihatkan bendera Yaman yang berwarna merah-putih-hitam. Pria dalam foto itu adalah salah satu pemimpin Al-Qaeda, Khaled Batarfi. Peristiwa dalam foto itu terjadi pada 4 April 2015.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8238) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Negara-negara Arab Ini yang Paling Awal Akui Kemerdekaan RI?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/08/2020

    Berita


    Klaim bahwa negara-negara Arab adalah negara-negara yang paling awal mengakui kemerdekaan RI beredar di media sosial. Negara-negara Arab yang disebut dalam klaim itu adalah Mesir, Yordania, Lebanon, Suriah, Irak, Arab Saudi, dan Yaman.
    "Jangan lupakan sejarah. Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia: 1) Portugis, 2) Spanyol, 3) Belanda, 4) Prancis, 5) Britania Raya (UK), 6) Jepang. Negara-negara yang paling awal mengakui kemerdekaan RI adalah: 1) Mesir, 2) Yordania, 3) Lebanon, 4) Suriah, 5) Irak, 6) Arab Saudi, 7) Yaman. Semuanya negara Arab. Lah kenapa sekarang banyak orang Indonesia yang malah anti-Arab?" demikian klaim yang beredar di media sosial.
    Di Twitter, klaim yang terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah cuitan itu diunggah salah satunya oleh akun @ ghanieierfa n, yakni pada 17 Agustus 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah di-retweet lebih dari 700 kali dan disukai lebih dari 1.800 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Twitter @ghanieierfan.
    Apa benar negara-negara Arab di atas yang paling awal mengakui kemerdekaan RI?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri informasi di berbagai sumber resmi dan situs media kredibel dengan memasukkan kata kunci "negara-negara yang pertama mengakui kemerdekaan RI" di mesin pencarian Google. Tempo juga menghubungi sejarawan Bonnie Triyana untuk memastikan kebenaran dari klaim itu.
    Dikutip dari artikel di majalah sejarah online Historia yang berjudul "Persahabatan Indonesia-Afghanistan" pada 30 Januari 2018, Afghanistan termasuk negara yang paling awal mengakui RI, yakni pada 15 September 1947. Menteri Luar Negeri Indonesia pertama, Ahmad Subardjo, menyebut “Mesir adalah negara pertama yang mengakui Republik Indonesia secara de jure. Setelah Mesir adalah Afghanistan.”
    Namun, menurut Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia M. Zein Hassan, semua negara Liga Arab yang telah merdeka, kecuali Yordania, telah mengakui RI sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, baik secara de facto maupun secara de jure.
    Menurut laporan Historia tersebut, berbagai sumber menyatakan urutan pengakuan dari negara-negara Liga Arab terhadap RI adalah Mesir (1 Juni 1947), kemudian disusul Lebanon (Juni 1947), Suriah dan Irak (Juli 1947), lalu Arab Saudi (November 1947).
    Dalam buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Zein menyebut pengakuan Afghanistan dimuat dalam harian Al-Ahram edisi 19 September 1947 yang menyiarkan “Pemerintah Afghanistan telah mengakui Republik Indonesia dan telah mengawatkan kepada dutanya di Washington DC supaya menyampaikan kepada Dr. Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia.”
    Pada 4 November 1947, Zein menjadi penerjemah Sjahrir, utusan khusus Presiden Indonesia, dalam pertemuan dengan Sadik El-Mujaddidi, Duta Besar Afghanistan di Kairo, Mesir. “Dalam suasana gembira, Bung Sjahrir menyampaikan terima kasih kepada Afghanistan atas pengakuannya terhadap Republik Indonesia. Dengan demikian, Afghanistan adalah satu-satunya negara di luar negara-negara Liga Arab yang mengakui de facto dan de jure kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia sampai Belanda mengakuinya pada Desember 1949," ujar Zein.
    Setelah mengakui RI, Afghanistan mengirimkan perwakilan resmi ke Indonesia dengan menembus blokade Belanda. Pemerintah Afghanistan juga meminta kepada Sjahrir supaya mengirimkan wakil RI ke Afghanistan. Pemerintah Indonesia pun menempatkan Abdul Kadir di Afghanistan, yang berangkat pada 28 Desember 1947 sebelum Perjanjian Renville ditandatangani serta pertempuran antara Indonesia dan Belanda masih terjadi di sana-sini.
    Dikutip dari artikel di Republika yang berjudul "Palestina, Kemerdekaan Indonesia, dan Ahmad Soekarno" pada 17 Agustus 2019, tercatat bahwa 10 negara pertama yang menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan RI adalah negara-negara Islam di kawasan Afrika dan Timur Tengah.
    Negara-negara tersebut yaitu Palestina, Mesir, Lebanon, Suriah, Irak, Arab Saudi, dan Yaman, kemudian menyusul Afghanistan, Iran, dan Turki. Di luar itu, ada pula Vatikan sebagai negara kelima yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.
    Walaupun baru mengakui kemerdekaan RI secara de jure pada 1947, Mesir telah mengakui eksistensi Indonesia pada 22 Maret 1946, seperti dilansir dari Kompas.com yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri. Setelah Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Arab Saudi, dan Afghanistan juga mengakui kemerdekaan RI.
    Adapun sejarawan Bonnie Triyana menuturkan bahwa negara-negara yang pertama kali mengakui eksistensi keamanan atau kemerdekaan Indonesia tidak semuanya berasal dari tanah Arab. Ukraina dan India juga menjadi negara yang mendorong Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas eksistensi keamanan Indonesia.
    "Memang benar Liga Arab yang terdiri dari beberapa negara mengakui kemerdekaan Indonesia. Tapi bukan berarti negara di luar itu tidak ada. Ada Ukraina dan juga India, di mana saat itu Nehru (Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India pertama), teman Bung Hatta, sudah menjalin hubungan sejak 1920-an," ujar Bonnie saat dihubungi pada 21 Agustus 2020.
    Dilansir dari IDN Times, Indonesia sudah mulai menggalang dukungan dari India sejak 1946. Ketika itu, India sedang berusaha lepas dari penjajahan Inggris. Salah satu upaya Indonesia yang digagas Sjahrir adalah mengirimkan 500 ribu ton beras ke India yang saat itu dilanda kemiskinan.
    Setahun kemudian, Haji Agus Salim berhasil memimpin delegasi Indonesia di Inter Asian Relations Conference yang berlangsung di New Delhi, India. Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru pun memberikan pengakuan kepada Indonesia sebagai negara merdeka dan mendorong pemerintah lain mengikuti sikap tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa negara-negara Arab di atas, yakni Mesir, Yordania, Lebanon, Suriah, Irak, Arab Saudi, dan Yaman, yang paling awal mengakui kemerdekaan RI, sebagian benar. Berbagai sumber menyatakan semua negara Liga Arab yang telah merdeka, kecuali Yordania, menjadi negara-negara yang paling awal memberikan pengakuan terhadap RI. Meskipun begitu, negara-negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia tidak semuanya negara-negara Liga Arab. Ada Afghanistan, Iran, Turki, Ukraina, dan India yang juga merupakan negara-negara yang paling awal mengakui kemerdekaan RI.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8237) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Lukisan Tahun 1962 Ini Telah Ramalkan Kehidupan pada 2022 Usai Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 20/08/2020

    Berita


    Lukisan yang memperlihatkan jalanan yang dipenuhi dengan kendaraan roda empat bertudungkan kaca yang hanya memuat satu orang beredar di media sosial. Lukisan itu diklaim sebagai lukisan tahun 1962 yang telah meramalkan kehidupan pada 2022 usai pandemi Covid-19.
    Dalam lukisan tersebut, terdapat tulisan yang berbunyi "Painting from 1963, called 'life in 2022'". Di Facebook, lukisan dengan tulisan itu diunggah salah satunya oleh akun Faj Satria, yakni pada 18 Agustus 2020.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Faj Satria.
    Apa benar lukisan di atas adalah lukisan tahun 1962 yang telah meramalkan kehidupan pada 2022 usai pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital lukisan itu denganreverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa lukisan itu adalah karya seniman komik dan ilustrator Italia, Walter Molino. Lukisan tersebut juga tidak terkait dengan ramalan akan pandemi Covid-19. Dalam lukisan aslinya, tidak ada tulisan "Painting from 1962, called 'live in 2022'".
    Dilansir dari situs cek fakta Italia, Facta.news, gambar tersebut memang pernah digunakan dalam sampul belakang koran mingguan Italia Domenica del Corriere terbitan 16 Desember 1962. Namun, menurut keterangan yang terdapat dalam kotak di pojok kiri bawah gambar itu, ilustrasi tersebut ingin menawarkan solusi untuk masalah lalu lintas di kota dengan menunjukkan mobil skuter mini.
    Lewat keterangan dalam kotak itu, diketahui pula bahwa kota yang digunakan sebagai model oleh Molino adalah New York, yang padat menjelang Natal. Ilustrasi ini memang bisa dianggap sebagai pemikiran inovatif tentang alat transportasi yang dirancang untuk mengangkut satu individu pada satu waktu, seperti Renault Twizy. Namun, ilustrasi tersebut tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19, dan tidak menyebut tahun 2022.
    Gambar itu juga pernah dimuat oleh situs Plurale.net pada 16 Februari 2014 dalam artikelnya yang berjudul "'Singoletta', nenek moyang Segway yang dirancang pada 1962 oleh Walter Molino". Artikel tersebut pun menyatakan bahwa gambar itu merupakan gambar pada sampul belakang koran mingguan Italia, Domenica del Corriere, edisi 16 Desember 1962.
    Menurut artikel itu, Walter Molino mengilustrasikan bahwa para pengemudi di masa depan bakal mengendarai semacam skuter roda empat, dan bersandar di dalamnya dengan posisi tegak. Kubah transparan setengah lingkaran, yang sisi sampingnya diberi jendela yang bisa dibuka, bakal menjadi pelindung pengemudi. Sebuah pintu dengan pegangan akan menjadi penutup kompartemen penumpang.
    Gambar ini berkaitan dengan gambar dalam sampul depan Domenica del Corriere edisi 16 Desember 1962. Edisi tersebut memuat laporan tentang episode aneh yang terjadi di New York, yang padat menjelang Natal. Kisah ini diambil redaksi sebagai titik awal untuk membicarakan masa depan lalu lintas kota. Gambar dalam sampul depan memperlihatkan seorang pria yang melompat dari satu mobil ke mobil lainnya karena kemacetan lalu lintas.
    Dilansir dari Futuro Esistito, ide kendaraan masa depan yang bernama Singoletta itu datang dari koresponden terkenal Cesare Armano. Hal tersebut diceritakan di halaman 6, 7, dan 36 Domenica del Corriere edisi 16 Desember 1962. Cesare Armano merupakan ahli masalah lalu lintas yang sejak Februari 1958 telah menulis untuk majalah informasi dan teknis Pirelli tentang hasil studi toksisitas udara di kota metropolitan.
    Meskipun begitu, Cesare Armano sebenarnya hanyalah nama samaran dari seorang jurnalis, seperti yang terungkap dalam Buku Tahunan Pers Italia 1959. Jurnalis yang dimaksud adalah Franco Bandini, lahir pada 1921, koresponden Corriere della Sera dan surat kabar bergengsi lainnya. Singoletta bukanlah visi dari mereka yang telah meramalkan bahwa masyarakat akan membutuhkan skuter berpelindung. Sebaliknya, Singoletta adalah tawaran untuk memerangi kemacetan lalu lintas dan polusi.
    Dilansir dari Italian Ways, Walter Molino (1915-1997) mulai bekerja untuk Domenica del Corriere pada 1941. Ia bekerja selama dua puluh lima tahun dengan koran mingguan yang diterbitkan oleh surat kabar harian Corriere della Sera pada 1899-1989. Publikasi ini sangat populer, dan mencapai puncak ketenarannya pada 1950-an dengan sirkulasi lebih dari satu juta eksemplar.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa lukisan tahun 1962 tersebut telah meramalkan kehidupan pada 2022 usai pandemi Covid-19, menyesatkan. Gambar itu dibuat oleh ilustrator Italia Walter Molino untuk sampul belakang koran mingguan Domenica del Corriere edisi 16 Desember 1962. Lukisan tersebut tidak terkait dengan ramalan akan pandemi Covid-19. Dalam gambar aslinya pun, tidak ada tulisan "Painting from 1962, called 'live in 2022'". Ilustrasi itu ingin menawarkan solusi untuk masalah lalu lintas di kota dengan menunjukkan mobil skuter mini yang bernama Singoletta.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8236) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Uang Baru Rp 75 Ribu Bukan Alat Tukar dan Hanya Merchandise?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/08/2020

    Berita


    Klaim bahwa uang baru pecahan Rp 75 ribu bukan alat tukar yang sah beredar di media sosial. Klaim ini juga menyebut bahwa uang baru yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka peringatan HUT ke-75 RI pada 17 Agustus 2020 tersebut hanyalah merchandise atau kenang-kenangan.
    Di Facebook, klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Irma Rahmawati, yakni pada 17 Agustus 2020. Klaim itu terdapat dalam sebuah tulisan panjang yang berjudul "Kado Prank 'Uang Baru'". Menurut tulisan ini, uang baru Rp 75 ribu itu bukan dimaksudkan sebagai alat penukar.
    "Melainkan semacam merchandise saja, atau uang kenang-kenangan, untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke-75 tahun. Setelah Anda membeli, saya sarankan di-laminating saja untuk kenang-kenangan. Karena untuk dibelanjakan tidak bisa, karena status uang Rp 75.000 ini bukan sebagai alat tukar," demikian narasi dalam tulisan itu.
    Tulisan ini juga menyebut, dengan mengeluarkan uang baru yang tidak bisa digunakan sesuai fungsinya sebagai alat tukar, pemerintah sedang melakukan prank atau lelucon. "Terus buat apa dong dibuat? Ya namanya merchandise, diharapkan ada pembelinya toh? Siapa? Ya rakyat Indonesia. Diharapkan rakyat Indonesia menjadi konsumen dengan membeli."
    Dengan demikian, menurut tulisan tersebut, pemerintah mendapatkan kado istimewa dari rakyat. Jika pembeli mencapai 100 juta orang, pemerintah bakal mendapatkan uang segar sebanyak Rp 7,5 triliun. "Uang segar. Cash. Uangnya rakyat yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Irma Rahmawati.
    Apa benar uang baru Rp 75 ribu bukan alat tukar yang sah dan hanya merchandise HUT ke-75 RI?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari laman resmi Bank Indonesia, pemerintah bersama BI meresmikan pengeluaran dan pengedaran Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75 Tahun RI) berbentuk uang kertas pecahan Rp 75 ribu pada 17 Agustus 2020. Peresmian ini menandai mulai berlakunya uang baru Rp 75 ribu itu sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender), yang sekaligus merupakan Uang Peringatan (commemorative notes).
    Dalam peresmian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menjelaskan bahwa peluncuran UPK 75 Tahun RI itu bukan sebagai tambahan likuiditas untuk kebutuhan pembiayaan atau pelaksanaan kegiatan ekonomi, melainkan dalam rangka memperingati peristiwa atau tujuan khusus, yaitu peringatan kemerdekaan RI yang ke-75.
    Hal itu juga disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. Dilansir dari Bisnis.com, dalam peluncuran uang baru RP 75 ribu secara virtual pada 17 Agustus 2020, Perry mengatakan, "Uang ini secara resmi dikeluarkan sebagai alat pembayaran yang sah pada 17 Agustus 2020."
    Begitu pula dengan Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi, yang menyatakan bahwa uang baru Rp 75 ribu ini, meski dikeluarkan dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 75 juta lembar, bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan demikian, uang tersebut bisa digunakan sebagai alat transaksi saat masyarakat berbelanja.
    "Kembali kami tegaskan bahwa UPK 75 Tahun RI itu berlaku sebagai legal tender yang sah, alat pembayaran yang sah, sehingga dapat dipakai seperti uang biasa, karena memang alat pembayaran yang sah," ujar Rosmaya dalam media briefing pada 19 Agustus 2020 seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
    Meskipun begitu, banyak masyarakat yang menyimpan uang ini sebagai koleksi, sebab uang baru Rp 75 ribu tersebut dicetak secara terbatas dan tidak semua orang bisa memilikinya. "Mengingat ini adalah uang rupiah khusus dengan batasan cetakan, tentu ini bisa dimiliki, dan masyarakat yang punya enggak mau belanjakan ya boleh, untuk sebagai koleksi, silahkan," katanya.
    Terkait angka "75" yang lebih besar ketimbang angka "000", menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, dibuat dengan tujuan penekanan pada HUT ke-75 RI. Desain ini juga tidak berkaitan dengan redenominasi. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
    Berikut ini ciri-ciri UPK 75 Tahun RI, seperti dilansir dari laman resmi Bank Indonesia:
    - Bagian muka:
    1. Gambar utama pahlawan nasional Sukarno-Mohammad Hatta.
    2. Gambar bunga anggrek bulan yang di dalamnya berisi logo BI yang akan berubah warna dan memiliki efek gerak dinamis apabila dilihat dari sudut pandang berbeda.
    3. Hasil cetak yang terasa kasar apabila diraba pada bagian gambar utama pahlawan, dan tulisan nominal tujuh puluh lima ribu rupiah pada sisi muka uang.
    4. Tanda air berupa gambar pahlawan nasional Sukarno dan Hatta serta electrotype berupa angka "75" yang dapat diterawang.
    5. Gambar saling isi (rectoverso) dari logo BI yang dapat dilihat secara utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.
    6. Hasil cetak yang memendar dalam satu atau beberapa warna apabila dilihat dengan sinar ultraviolet berupa: 1) gambar pengibaran bendera pada peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945; 2) gambar motif songket yang berasal dari Sumatera Selatan; dan 3) jembatan Youtefa Papua.
    - Bagian belakang:
    1. Gambar anak Indonesia dengan pakaian adat daerah.
    2. Nomor seri yang meliputi tiga huruf dan angka.
    3. Hasil cetak yang terasa kasar apabila diraba pada bagian anak Indonesia, peta Indonesia dalam bola dunia, dan tulisan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENGELUARKAN RUPIAH SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN YANG SAH DENGAN NILAI TUJUH PULUH LIMA RIBU RUPIAH".
    4. Tanda air berupa gambar pahlawan nasional Sukarno dan Hatta serta electrotype berupa angka "75" yang dapat diterawang.
    5. Gambar saling isi (rectoverso) dari logo BI yang dapat dilihat secara utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.
    6. Hasil cetak yang memendar dalam satu atau beberapa warna apabila dilihat dengan sinar ultraviolet berupa: 1) gambar motif tenun gringsing yang berasal dari Bali; 2) angka "75000"; 3) angka "75"; 4) bidang persegi empat yang berisi tulisan "NKRI"; dan 5) nomor seri yang meliputi tiga huruf dan enam angka.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa uang baru Rp 75 ribu bukan alat tukar yang sah dan hanya merchandise HUT ke-75 RI, keliru. Bank Indonesia menyatakan Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75 Tahun RI) tersebut merupakan alat pembayaran yang sah (legal tender), yang sekaligus merupakan Uang Peringatan (commemorative notes). Peluncuran uang baru Rp 75 ribu juga bukan sebagai tambahan likuiditas untuk kebutuhan pembiayaan atau pelaksanaan kegiatan ekonomi, namun dalam rangka memperingati kemerdekaan RI yang ke-75.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan