• (GFD-2022-9204) Keliru, Omicron Sengaja Disebarkan Melalui Chemtrail

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/02/2022

    Berita


    Video pendek dari Tiktok bernarasi bahwa varian Omicron sengaja disebarkan melalui chemtrail, diterima Tempo melalui Chatbot Whatsapp, Kamis 17 Februari 2022. 
    Video berdurasi 9 detik itu memuat tiga foto berbeda. Pertama, menunjukkan produk berbungkus plastik bertuliskan Omikron. Kedua, foto sebuah pesawat yang berisi penuh dengan tabung dan foto ketiga adalah seorang pilot yang memegang stiker berhastag: #TeamChemtrail. 
    Di dalam video memuat teks: “Ya Allah benarkah ini disengaja..semoga engkau lindungi kami semua.
    Dari penelusuran di Tiktok, video itu dibagikan oleh salah satu akun pada Rabu kemarin dan telah disukai lebih dari 37 ribu. Akun ini menulis: “Jika benar ini permainan yang disengaja,semoga kita selalu dilindungi oleh allah SWT dan bagi yg oknumnya segera mendapatkan azabNya.” 
    Tangkapan layar unggahan video dengan klaim Omicron sengaja disebarkan melalui Chemtrail

    Hasil Cek Fakta


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan bahwa tiga foto yang dikolase dalam video itu tidak berkaitan satu sama lain. Juga tidak berkaitan dengan munculnya varian Omicron. 
    Foto 1
    Foto tumpukan karung berlogo Omikron.
    Nama Omikron di sini adalah nama merek perusahaan di Italia yang memproduksi material untuk plastik, produk otomotif dan lain-lain. Tempo menemukan foto dalam video tersebut pernah dibagikan oleh salah satu akun Twitter pada 23 Desember 2021. 
    Dalam kemasan ini, terlihat alamat website www.omikroncompound.com yang berisi profil perusahaan. Omikron dimiliki sepenuhnya oleh kelompok Tecnopol, sebuah kelompok swasta yang didirikan pada tahun 1973, yang terlibat dalam distribusi dan peracikan bahan plastik.  Dengan demikian perusahaan jauh lebih dulu ada daripada varian Omicron itu sendiri. 
    Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengambil nama Omicron dari abjad Yunani untuk menamai varian yang pertama kali muncul di Afrika Selatan itu. Cara itu dipilih untuk menghindari kebingungan dan stigma publik. 
    Foto 2
    Tangkapan layar Foto yang memperlihatkan tabung-tabung dalam badan pesawat.
    Foto yang memperlihatkan tabung-tabung dalam badan pesawat ini, diambil dari foto karya fotografer Raimund Stehmann yang diambil pada 18 Oktober 2006. Tempo mendapatkan foto tersebut dipublikasikan di situs Jet Photos pada 3 Maret 2008. 
    Situs tersebut memberikan keterangan, pesawat Airbus A380-861 itu untuk menjalani uji ketinggian selama empat hari dari bandara Addis Abeba Bole Airport - HAAB Ethiopia. Tabung-tabung tersebut sebenarnya adalah tong pemberat. 
    Penggunaan tong pemberat dalam uji tes pesawat adalah sesuatu yang telah lama dilakukan. Dalam arsip artikel Metabunk, tong pemberat itu biasanya berisi air untuk mensimulasikan penumpang saat menguji berbagai konfigurasi berat dan keseimbangan di pesawat selama uji penerbangan. Dari beberapa foto lama yang dipublikasikan dalam situs tersebut, tampak tong-tong berat sudah lama dipakai dalam uji pesawat. 
    Foto 3
    Tangkapan layar gambar pilot membata stiker bertuliskan TeamChemtrail #Spray and Pray
    Dilihat dari logo stiker yang dipegang pilot ini tertulis: TeamChemtrail #Spray and Pray. Tempo melacak mengenai logo tersebut dan menemukan badge seperti ini dijualbelikan secara online untuk mengolok-olok pendukung konspirasi chemtrail. Seperti di salah satu situs berbahasa Jerman, badge ini dijual 9,90 Euro dengan penjelasan: “Anda dijamin akan membingungkan banyak ahli teori konspirasi!”

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas,  video yang diklaim Omicron sengaja disebarkan melalui chemtrail adalah keliru. 
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2022-9203) Keliru, Klaim Apabila dalam Kondisi Flu Bila Rapid atau Swab Hasilnya Pasti Positif Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/02/2022

    Berita


    Sebuah rekaman video yang memperlihatkan seorang perwira polisi yang memberikan pernyataan terkait Covid-19 beredar di WhatApp. Menurut perwira polisi tersebut, apabila dalam kondisi flu, jangan sekali-kali di rapid atau di swab karena hasilnya pasti positif Covid-19.
    Berikut pernyataan lengkapnya:
    “Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Baru selesai nih Covid nih. Baru selesai pulang kantor rapat masalah Covid. Aduh ampun Covid. Jadi kesimpulannya, kalau dalam kondisi tidak fit, apabila dalam kondisi flu, badan kita merasa greges, jangan sekali-kali di rapid atau di swab pasti positif. Yang jelas merasa badan tidak enak, silahkan beristirahat yang banyak minum air putih yang banyak. Minum Vitamin yang tinggi dan selalu makan yang bergizi. Yang terakhir tetap jaga imun tubuh. Bagaimana caranya? membahagiakan diri sendiri. Jangan terlalu banyak berpikiran negatif namun selalu berpemikiran yang positif. Insya Allah sehat selalu. Trimakasih. Salam sehat. Wassalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh.”
    Benarkah apabila dalam kondisi flu bila dirapid atau diswab hasilnya pasti positif Covid-19?
    Tangkapan layar unggahan video pernyataan polisi agar jangan tes jika merasa kurang fit atau flu agar hasilnya tidak positif Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo melakukan penelusuran pada mesin perambah Google dengan menggunakan kata kunci “Tes swab saat flu hasilnya pasti positif Covid-19”. Hasilnya, hasil tes Covid-19 tak akan mendeteksi positif jika memang batuk dan pilek itu bukan karena virus corona.
    Ahli patologi klinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, anggapan itu salah. Sebab, dalam tes PCR dan antigen terdapat sensor spesifik untuk virus penyebab Covid-19.
    "Itu karena PCR bersifat spesifik RNA virus Covid-19," kata Tonang kepada Kompas.com, Kamis (12/8/2021). "Kalau sedang flu, tapi kok PCR Covid-19 positif, itu berarti terinfeksi Covid-19, bukan karena sedang flu," lanjut dia.
    Tonang menegaskan, virus penyebab flu yang sudah biasa dialami masyarakat berbeda dengan virus penyebab Covid-19. Oleh karena itu, hasil tes Covid-19 tak akan mendeteksi positif jika memang batuk dan pilek itu bukan karena virus corona.
    Tes Antigen
    Berdasarkan arsip berita Tempo, tes cepat antigen biasanya digunakan untuk mendiagnosis patogen pernapasan, seperti virus influenza dan respiratory syncytial virus (RSV). Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan otorisasi penggunaan darurat (EUA) untuk tes antigen sebagai tes untuk mengidentifikasi virus corona baru.
    Tes antigen juga relatif murah dan dapat digunakan di tempat-tempat perawatan. Alat yang sudah diotorisasi ini juga dapat memberikan hasil diagnosis dalam waktu sekitar 15 menit. Namun, tes cepat antigen umumnya kurang akurat dibandingkan tes virus yang mendeteksi asam nukleat dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) atau disebut juga tes PCR.
    Meski begitu,  tes cepat  antigen atau disebut dengan usap antigen membantu menyaring orang-orang untuk mengidentifikasi yang membutuhkan tes yang lebih pasti.
    Antigen adalah molekul yang mampu menstimulasi respons imun. Molekul tersebut dapat berupa protein, lipid polisakarida, atau asam nukleat. Setiap antigen memiliki fitur permukaan yang berbeda yang dikenali oleh sistem kekebalan.
    Virus corona penyebab COVID-19 memiliki beberapa antigen, termasuk nukleokapsid fosfoprotein dan spike glikoprotein. Tes cepat antigen dapat mengungkapkan bila seseorang sedang terinfeksi patogen seperti virus corona.
    Berbeda dengan tes PCR yang mendeteksi keberadaan materi genetik, tes cepat antigen mendeteksi protein atau glikan, yaitu seperti protein lonjakan yang ditemukan di permukaan virus corona.
    Tes PCR
    Mengutip situs resmi Universitas Gajah Mada (UGM), sejauh ini tes PCR adalah metode paling akurat untuk diagnosis COVID-19 karena yang dideteksi adalah langsung virus itu sendiri melalui deteksi materi genetiknya. Setiap makhluk hidup dan virus memiliki materi genetik yang unik dan berbeda dengan yang lain.
    PCR adalah tes untuk mendeteksi ditemukan atau tidak materi genetik tertentu dalam sebuah sampel yang nanti bisa disimpulkan bahwa ditemukan atau tidak virus tertentu pada sampel tersebut. Oleh karena itu, PCR ini bisa disesuaikan untuk mendeteksi penyakit tertentu, tidak hanya COVID-19.
    Jika ingin menggunakan PCR untuk mendeteksi ada tidaknya SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19) pada sebuah sampel, maka tinggal disesuaikan PCR ini untuk mendeteksi materi genetik yang unik dari SARS-CoV-2.
    CT Value
    Masih dari arsip berita Tempo, pada keterangan hasil tes akan tertera angka  CT Value. Setiap orang memiliki CT Value yang berbeda, ada yang tinggi ada juga yang rendah. Apa arti dari angka CT Value tersebut?
    Dokter Spesialis Patologi Klinik Primaya Hospital Makassar, Sulawesi Selatan, Selvi Josten mengatakan CT Value singkatan dari Cut off Threshold value atau Cycle Threshold Value.
    "Ini adalah ambang batas yang telah ditentukan untuk menyatakan batas antara sakit dan sehat," kata Selvi.
    Angka CT Value diperoleh dari gen E, gen N, dan RNA-dependent RNA polymerase atau RdRP yang menjadi target gen dari partikel virus yang akan ditemukan dalam tes. "Angka yang tertera pada CT Value merupakan siklus ambang batas saat amplifikasi melewati ambang/treshold pada proses amplifikasi sampel," katanya.
    Mengutip situs Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia atau Pamki, apabila nilai CT value yang tercantum rendah, maka jumlah virus Covid-19 yang ada semakin banyak. Jika nilai CT value yang tercantum tinggi, berarti jumlah virus di dalam tubuh sedikit.
    Berikut arti batas ambang nilai CT Value dalam tes  swab PCR :

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa apabila dalam kondisi flu bila dirapid atau diswab hasilnya pasti positif Covid-19,keliru. Ahli patologi klinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, anggapan itu salah.
    Sebab, dalam tes PCR dan antigen terdapat sensor spesifik untuk virus penyebab Covid-19. Hasil tes Covid-19 tak akan mendeteksi positif jika memang batuk dan pilek itu bukan karena virus corona.
    TIM CEK FAKTA TEMPO     

    Rujukan

  • (GFD-2022-9202) Keliru, Video yang Diklaim Pelecehan Perempuan Muslim di India

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/02/2022

    Berita


    Video dengan narasi pelecehan perempuan Muslim di India, menjadi viral di Twitter, 12 Februari 2022. Video berdurasi 30 detik, itu memperlihat sejumlah pria menyiram beberapa perempuan yang memakai burqa berbaju hitam.
    “Saudari kita secara terbuka dilecehkan di negara ini,” demikian tulis akun yang membagikan video yang telah dibagikan lebih dari 1.900 kali itu. 
    Video itu mendapatkan 470 komentar. Beberapa komentar menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi di India, seperti komentar-komentar berikut:
    “India is stupid country ! selain keterbelakangan karena sekat kasta, masyarakatnya yg jorok, jamet, rasis pula benar2 tidak ada yg bisa dibanggakan dari negara ini.”
    “Hindu india adalah teroris yg paling nyata dan manusia paling biadab dan paling brutal.”
    Tangkapan layar unggahan video yang diklaim pelecehan perempuan Muslim di India

    Hasil Cek Fakta


    Tempo mendapatkan video tersebut pernah dipublikasikan oleh salah satu akun berbahasa Tamil di Facebook pada 24 Februari 2019. Akun tersebut memberikan keterangan, bahwa video itu adalah bagian kegiatan perpeloncoan mahasiswa baru di Eastern University of Sri Lanka
    Dikutip dari organisasi pemeriksa fakta News Checker India, video tersebut dimuat di beberapa media di Srilanka, yang menyebut video itu adalah peristiwa perpeloncoan mahasiswa baru di universitas tersebut.  
    Dikutip dari hasil pemeriksaan fakta AFP, Seorang jurnalis dari biro Kolombo AFP menganalisis rekaman itu dan menemukan bahwa orang-orang dalam klip menyesatkan itu terdengar berbicara bahasa Tamil Sri Lanka.
    Pada satu titik dalam video, seseorang terdengar meminta teman-teman mereka untuk memercikkan air ke arah mereka, mengatakan: "Ambil dan percikkan."
    Video tersebut juga mendapat liputan dari Puthithu, sebuah situs berita yang dijalankan oleh warga Tamil Sri Lanka yang tinggal di luar negeri, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 24 Februari 2019.
    Situs berita itu mengatakan telah mengkonfirmasi dengan mahasiswa Universitas Timur bahwa video itu direkam di kampus mereka.
    Diterjemahkan dari bahasa Tamil, tajuk utama laporan Puthithu berbunyi: “Condemnation of attacks against eastern uni female students.”
    Versi terjemahan dari artikel tersebut sebagian berbunyi: “Sebuah video sejumlah besar siswa perempuan dikejar oleh beberapa siswa laki-laki dan menyiram mereka dengan air telah menjadi viral di Facebook. Para mahasiswa senior universitas telah berperilaku seperti ini terhadap mahasiswa baru, kata mereka yang menulis tentang video tersebut. Puthithu telah mengkonfirmasi dengan mahasiswa Universitas Timur bahwa insiden itu terjadi di Universitas Timur di Vantharumoolai, di Sri Lanka timur.”

    Kesimpulan


    Dari hasil pemeriksaan fakta di atas, video yang diklaim pelecehan terhadap perempuan Muslim di India adalah keliru. Isi video itu menunjukkan kegiatan penerimaan mahasiswa baru di Universitas Timur di Vantharumoolai, Srilanka. 
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2022-9201) Keliru, NeoCov Merupakan Varian Baru Covid-19 yang Ditemukan di Afrika Selatan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/02/2022

    Berita


    Klaim bahwa varian baru Covid-19 telah ditemukan di Afrika Selatan beredar di media sosial. Klaim tersebut dibagikan dengan narasi bahwa varian baru Covid-19 tersebut bernama NeoCov.
    Di Facebook, klaim tersebut dibagikan akun ini pada 28 Januari 2022. Akun inipun menuliskan narasi, “Di afrika selatan baru ditemukan varian terbaru dari covid19.. NeoCov.. siap2 vaksin ke4 bakal dirilis lagi..”
    Apa benar NeoCov Merupakan varian baru Covid-19 yang ditemukan Afrika Selatan?
    Tangkapan layar unggahan dengan yang mengklaim NeoCov Merupakan Varian Baru Covid-19 yang Ditemukan di Afrika Selatan

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo menelusuri informasi tersebut di mesin pencari Google dengan menggunakan kata kunci “NeoCov”. Hasilnya, NeoCov bukanlah varian baru Covid-19.
    Mengutip CNN Indonesia, peneliti China menemukan virus baru Neoromicia Capensis atau dikenal sebagai Neocov. Para ilmuwan pertama kali menemukan Neocov di antara kelelawar yang hidup di Afrika Selatan.
    Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Neocov bukanlah merupakan varian baru coronavirus diseases (covid-19) yang menyebabkan pandemi. Virus ini justru merupakan kerabat dekat dari virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
    Sebagai informasi, MERS merupakan virus yang merebak di Arab Saudi pada 2012. Virus ini menyebabkan demam, batuk, hingga gangguan pernapasan.
    Dilansir dari CNBC Indonesia, laporan jurnal BioRxiv, peneliti Universitas Wuhan dan Institut Biofisika Akademi Ilmu Pengetahuan China menyebut virus ini bukan varian baru corona. Bahkan NeoCov disebut sudah ada sejak lama.
    NeoCov dikatakan berhubungan dengan wabah MERS-CoV tahun 2012 dan 2015. Dilaporkan juga mirip seperti SARS-CoV-2. "MERS-CoV telah diidentifikasi di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan," kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dikutip dari Independent.
    Pada penelitian terbaru, ilmuwan di Wuhan mengingatkan NeoCov bisa menyebabkan masalah jika ditransfer dari kelelawar ke manusia.
    Virus ini nampaknya tidak dinetralisir oleh antibodi manusia yang ditargetkan untuk virus Covid-19 atau MERS-Cov. Namun hingga sekarang belum ada bukti atau indikasi seberapa menular atau fatalnya NeoCov.
    "Kita perlu melihat lebih banyak data yang mengonfirmasi infeksi pada manusia dan tingkat keparahan yang terkait sebelum menjadi cemas," kata Profesor Lawrence Young, ahli virus di Universitas Warwick.
    "(Studi) awal menunjukkan bahwa infeksi sel manusia dengan NeoCoV sangat tidak efisien. Apa yang disoroti ini, bagaimanapun, adalah perlunya waspada tentang penyebaran infeksi virus corona dari hewan (terutama kelelawar) ke manusia. Ini adalah pelajaran penting yang perlu kita pelajari yang membutuhkan integrasi yang lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan".
    Berdasarkan arsip berita Tempo, mantan Direktur Penyakit Menular World Health Organization atau WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, setidaknya ada lima informasi penting yang perlu diketahui tentang apa itu NeoCoV.
    Pertama, temuan virus itu baru berdasarkan analisa di laporan artikel. "Sejauh ini belum menginfeksi manusia," kata Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulis, Minggu, 30 Januari 2022.
    Kedua, dalam artikel itu tersebut, NeoCoV yang berpotensi bermutasi kemungkinan dapat menimbulkan masalah pada manusia. "Artinya sekarang belum bermutasi dan belum tentu akan bermutasi lagi atau tidak," kata Tjandra Yoga yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI. "Bisa saja virus itu tetap seperti sekarang dan tidak bermutasi lagi."
    Ketiga, Tjandra Yoga Aditama melanjutkan, ada teori yang menyatakan, karena NeoCoV adalah virus Corona seperti juga penyebab MERS CoV dan pemicu Covid-19, maka orang dapat beranggapan jika nanti NeoCoV bermutasi, bisa jadi penularannya akan seperti Covid-19 dan fatalitasnya menyerupai MERS CoV. "Hanya saja, ini kalau NeoCoV bermutasi ke arah itu. Namun bisa saja mutasinya ke arah lain lagi," ujarnya.
    Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, banyak kemungkinan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk tentang virus. Keempat, dia menjelaskan, mungkin saja NeoCoV yang disampaikan para ilmuan Cina itu, saat ini tidak bermutasi ke arah yang membahayakan manusia manusia. "Kapaupun menyerang manusia, maka bisa saja seperti yang dikawatirkan dan bisa juga tidak seperti itu," ujarnya.
    Kelima, lantas apa yang perlu dilakukan sekarang? Tjandra Yoga Aditama mengatakan, para ahli tentu terus memantau perkembangan NeoCoV dan masyarakat dapat mengikuti perkembangan ilmiah dari sumber yang valid atau kredibel. "Perlu juga diketahui, mungkin saja ada virus-virus jenis baru dari waktu ke waktu dan ini sudah terjadi sejak dulu. Karena sekarang sedang pandemi Covid-19, maka semua orang memberi perhatian penuh dalam hal ini," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa varian baru Covid-19 bernama NeoCov ditemukan di Afrika Selatan,keliru. Neoromicia Capensis atau dikenal sebagai NeoCov memang pertama kali ditemukan para peneliti di antara kelelawar yang hidup di Afrika Selatan.
    Namun, NeoCov bukanlah varian baru Covid-19. NeoCov merupakan kerabat dekat dari virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS) yang telah ditemukan pada tahun 2012 di Timur Tengah.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan