• (GFD-2020-8112) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Tentara Merah Cina yang Menyamar Ditangkap di Karawang Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/06/2020

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah unggahan yang berisi klaim bahwa ada Tentara Merah Partai Komunis Cina (PKC) yang ditangkap di Karawang, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19 beredar di Facebook. Menurut klaim tersebut, para tentara itu masuk ke Indonesia dengan menyamar sebagai pekerja proyeklight rail transit(LRT).
    Berikut isi lengkap klaim dalam gambar tangkapan layar tersebut: "Penyamaran Kalian Terbongkar Sudah. Mereka ini Aslinya Militer Dari RRC Masuk Ke Indonesia Nyamar Jadi Pekerja Proyek. Hasil tangkapan semalam di Karawang... pekerja LRT... ternyata TENTARA MERAH PKC... VIRAL KAN..."
    Salah satu akun yang membagikan gambar tangkapan layar tersebut adalah akun Tora. Selain tulisan, gambar tangkapan layar itu juga memuat tiga foto. Satu foto memperlihatkan enam pria yang terduduk dalam sebuah ruangan. Beberapa di antaranya tidak mengenakan baju. Sementara dua foto lainnya menampakkan buku merah bergambar palu arit.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Tora.
    Apa benar ada Tentara Merah Cina yang menyamar yang ditangkap di Karawang saat pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo denganreverse image toolSource dan Google, foto-foto dalam gambar tangkapan layar itu telah beredar di internet sejak 2018. Beberapa situs media pun pernah memuat foto-foto tersebut dalam beritanya, yakni Detik.com dan Radarcirebon.com.
    Dilansir dari Detik.com, pada September 2018, Tim Pengawasan Orang Asing Imigrasi Karawang memang menjaring enam warga negara Cina dan dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang menginap di salah satu hotel di Karawang. Dari tangan mereka, ditemukan buku berwarna merah dengan lambang palu arit. Foto buku itu pun menyebar di media sosial, dan mereka dianggap menyebarkan paham komunisme.
    "Apapun yang diramaikan medsos tidak benar. Faktanya tidak seperti itu (menyebarkan paham komunisme). Saya kira terlalu jauh, itu cuma asumsi saja," kata Kepala Polres Karawang, Ajun Komisaris Besar Slamet Waloya, pada 18 September 2018.
    Menurut Kepala Kantor Imigrasi Karawang, Yopie Asmara, seperti dikutip dari Detik.com, mereka merupakan utusan dari PT Sinohydro Graha Persada 2 yang berkantor di Kabupaten Bekasi. Mereka datang ke Indonesia untuk melakukan survei pengukuran lokasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, mulai dari SD Negeri Tegallega I hingga Jalan Batu Bubulah, Desa Tegallega, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang.
    Petugas pun memastikan bahwa tidak ada pelanggaran keimigrasian seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 oleh keenam warga negara Cina itu. "Paspor, izin tinggal mereka, sah. Alhasil, keenamnya dilepas," kata Yopie.
    Terkait buku bergambar palu arit yang dibawa oleh warga negara Cina itu, seperti dilansir dari CNN Indonesia, Slamet menegaskan bahwa buku tersebut tidak terkait dengan penyebaran paham komunisme di Indonesia. "Buku kecil berlambang palu dan arit itu milik WNA yang terjaring, karena kebetulan yang bersangkutan anggota partai komunis di negaranya," ujarnya.
    Berdasarkan arsip situs Cekfakta.com pada 20 September 2018, klaim mengenai penangkapan Tentara Merah Cina yang menyamar sebagai pekerja proyek LRT telah dinyatakan sebagai klaim yang salah. "Enam WN China tersebut merupakan utusan dari PT. Sinohydro Graha Persada 2 yang berlokasi di Kabupaten Bekasi," demikian hasil cek fakta yang tercantum dalam situs tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa ada Tentara Merah Cina yang menyamar yang ditangkap di Karawang saat pandemi Covid-19 menyesatkan. Foto-foto yang melengkapi klaim tersebut telah beredar sejak 2018, jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19. Warga negara Cina yang ditangkap di Karawang itu pun merupakan pekerja PT Sinohydro Graha Persada 2 yang melakukan survei pengukuran lokasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Karawang. Menurut Kantor Imigrasi Karawang, tidak ada pelanggaran keimigrasian oleh warga negara Cina itu sehingga mereka dilepaskan.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8111) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Video Ricuh di RS Pancaran Kasih Manado Ini Tunjukkan Covid-19 adalah Bisnis?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Alifah Nisa, pada 1 Juni 2020, membagikan empat video yang memperlihatkan suasana saat warga sebuah kampung menjemput jenazah pasien Covid-19 di rumah sakit. Peristiwa dalam video itu pun diklaim menunjukkan adanya bisnis di balik pandemi Covid-19.
    Di salah satu video, terdengar suara seorang pria yang menyebut pihak rumah sakit menyogok pihak keluarga agar jenazah dimakamkan sesuai dengan protokol Covid-19. Berdasarkan pernyataan inilah akun Alifah Nisa kemudian membagikan narasi sebagai berikut:
    "Ya allah apakah berita ini benarr. Alhamdulillah.. akhirnya terbongkar juga BISNIS mereka. Kejadian tadi siang di manado Rumah sakit Pancaran kasih, pasien org wonasa yg sakit jantung dan meninggal Dunia,dan Dokter menyogok Keluarga Almarhum dengan uang pecahan 50 ribu yg tergulung rapi agar korban di jadikan korban Covid,keluarga korban tdk setuju dan jenasah di ambil secara paksa.. TERBONGKARLAH BISNIS MEREKA. CORONA ADALAH PERDAGANGANG."
    Beberapa bagian dari video-video tersebut juga menyebar di YouTube dan Instagram. Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Alifah Nisa telah dibagikan lebih dari 20 ribu kali dan dikomentari lebih dari 4 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Alifah Nisa.
    Apakah benar keempat video di atas menunjukkan bahwa Covid-19 adalah bisnis?

    Hasil Cek Fakta


    Konteks peristiwa dalam video
    Berdasarkan pemberitaan, pasien yang dimaksud dalam video tersebut adalah Jamin Lasarika, 52 tahun. Ia merupakan warga Kelurahan Ternate Baru Lingkungan I, Kecamatan Singkil, Manado, yang masuk rumah sakit pada 26 Mei 2020 pukul 10.20 WITA dan meninggal pada 1 Juni pukul 13.30 WITA.
    Menurut keterangan perawat RS Pancaran Kasih, pasien didiagnosa mengalami pneumonia dan hilang kesadaran. Dengan adanya gejala tersebut, Jamin masuk ke kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan ditangani sesuai dengan protokol Covid-19.
    Namun, pada 1 Juni pukul 15.00 WITA, pihak keluarga masih tidak setuju jenazah ditangani dengan protokol Covid-19. Pada pukul 17.40 WITA, tersiar isu jika pihak keluarga akan mendapatkan uang sebesar Rp 15 juta dari RS Pancaran Kasih. Massa pun semakin tidak terkendali dan langsung mencari jenazah untuk dibawa ke rumah duka.
    Pada pukul 17.50 WITA, pihak keluarga dan masyarakat berhasil mengeluarkan jenazah dari rumah sakit. Mereka pun menuju rumah duka di Kelurahan Ternate Baru Lingkungan I untuk menggelar pemandian dan salat jenazah serta persiapan pemakaman.
    Sumber: Sulutreview.com dan Suara.com
    Penjelasan terkait pemberian uang
    Direktur Utama RS Pancaran Kasih Frangky Kambey menjelaskan, dalam situasi wabah, jenazah yang bestatus Orang Dalam Pengawasan (ODP), PDP, dan positif Covid-19 harus dimakamkan dengan protokol Covid-19. Karena pasien yang dimaksud, yakni Jamin Lasarika, beragama Islam dan berstatus PDP, protokol pemulasaran dan pemakaman jenazah menggunakan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19. Dalam Pasal 7, jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama Islam.
    Menurut Frangky, RS Pancaran Kasih memberlakukan kebijakan untuk memberikan insentif kepada mereka yang memandikan, mengafani, dan menyalatkan jenazah, masing-masing sebesar Rp 500 ribu. “Mengingat mereka menanggung risiko yang besar, dalam hal ini tertular, maka harus menggunakan APD (alat pelindung diri) level 3. Biasanya, kami berikan insentif sebesar Rp 500 ribu per orang,” katanya.
    Akan tetapi, untuk jenazah pasien tersebut, petugas yang memandikan, mengafani, dan menyalatkan hanya satu orang, sehingga ada dua insentif yang tertinggal. Frangky pun menginstruksikan kepada bawahannya agar dua insentif itu diberikan kepada pihak keluarga. Namun, pihak keluarga keberatan dan terjadi salah paham. Situasi pun ricuh dan berujung pada kerusakan fasilitas di RS Pancaran Kasih.
    Sumber: Jawapos.com
    Kesalahpahaman informasi
    Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 telah mengatur secara detail mengenai protokol pemulasaran dan pemakaman jenazah pasien Covid-19. Satu di antaranya adalah jenazah dikafani dengan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman serta tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
    Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga, saat dikuburkan, jenazah menghadap ke arah kiblat.
    Selain itu, insentif kepada petugas pemulasaran dan pemakaman jenazah tidak hanya berlaku di Manado. Insentif juga diberikan oleh pemerintah daerah lain seperti Provinsi DKI Jakarta dan Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. Dengan demikian, insentif tidak terkait dengan sogokan.
    Menurut anggota DPRD Manado, Syarifudin Saafa, kisruh antara RS Pancaran Kasih dan pihak keluarga pasien berstatus PDP terjadi karena masalah kehumasan. Kehumasan yang dimaksud adalah antara gugus tugas Covid-19, pemerintah, dan rumah sakit.
    “Hal-hal yang berhubungan dengan rumah sakit itu betul-betul harus terjelaskan kepada masyarakat supaya tidak menimbulkan 'mispersepsi',” kata Saafa. Akibatnya, menurut Saafa, rumah sakit harus memberikan penjelasan saat memberikan uang kepada keluarga pasien.
    Sumber: Situs resmi Gugus Tugas Covid-19, Beritamanado.com, Zonautara.com, dan Liputan6.com

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, peristiwa dalam empat video di atas memang benar terjadi di Manado pada 1 Juni 2020. Pihak keluarga menolak jenazah pasien yang dimaksud dalam video tersebut dimakamkan dengan protokol Covid-19. Pasien sendiri berstatus PDP sehingga berlaku protokol pemulasaran dan pemakaman jenazah sesuai Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020. Namun, tuduhan adanya sogokan dari rumah sakit adalah kesalahpahaman. Uang yang diberikan oleh RS Pancaran Kasih kepada pihak keluarga adalah insentif yang biasanya diberikan kepada petugas yang memandikan, mengafani, dan menyalatkan jenazah. Dengan demikian, klaim bahwa video-video itu menunjukkan adanya bisnis di balik pandemi Covid-19 menyesatkan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8110) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Daun Sungkai Dapat Obati Pasien Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/06/2020

    Berita


    Klaim bahwa daun sungkai bisa mengobati pasien Covid-19 beredar di media sosial. Di Facebook, klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Depot Kusen Firman Prabumulih, yakni pada 27 Mei 2020. Menurut akun ini, daun sungkai sebagai obat Covid-19 ditemukan oleh para dokter di Jambi.
    "Kabar gembira Lor. Sudh di temukan obat covid 19. Yaitu daun sungkai.obat ini di temukan oleh dokter berasal dari jambi. Para medis asal jambi tlah menyembuhkn 5 pasien yg positif CORONA.dan sekrng daun sungkai akan di olah menjadih obat altenatif. Semoga pemerintah Tau kabar ini semua supaya kmi bisa bekerja dan mencari Nafkah kembali."
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Depot Kusen Firman Prabumulih tersebut telah dikomentari lebih dari 300 kali, disukai lebih dari 3.400 kali, dan dibagikan lebih dari 5.700 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Depot Kusen Firman Prabumulih.
    Apa benar daun sungkai dapat digunakan sebagai obat Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Dilansir dari kantor berita Antara, Gubernur Jambi Fachrori Umar memang telah menginstruksikan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi untuk meneliti khasiat daun sungkai dalam mengobati pasien Covid-19. Fachrori meminta Dinas Kehutanan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), dan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
    Instruksi Fachrori terkait penelitian manfaat daun sungkai dalam mengobati Covid-19 ini bermula dari pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, dalam rapat dengan para gubernur se-Indonesia pada 22 April 2020. Dalam rapat itu, Doni berkata mendapatkan informasi bahwa daun sungkai memiliki khasiat untuk membunuh virus Corona.
    Doni pun meminta Fachrori untuk mengadakan penelitian mengenai manfaat daun sungkai tersebut. "Tanaman ini, menurut informasi, banyak tumbuh di Provinsi Jambi. Apa hasilnya, tolong sampaikan kepada kami secepatnya. Terima kasih Pak Gubernur," ujar Doni kala itu. Menurut laporan Antara, daun sungkai memang banyak digunakan untuk mengobati demam, sakit kepala, sakit gigi, asma, bahkan penyakit kulit seperti panu.
    Dikutip dari Kompas.com, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jambi Deri Mulyadi menyatakan, hingga kini, belum ada penelitian medis yang dapat memastikan daun sungkai bisa menjadi obat alternatif Covid-19. "Sebelumnya, saya sudah dapat informasinya. Tapi, secara medis, belum ada penelitiannya. Mungkin informasi awal bagi medis, dan perlu penelitian lebih lanjut," ujarnya.
    Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat menyimpulkan bahwa daun sungkai bisa dijadikan sebagai obat Covid-19. "Iya betul, masih perlu penelitian," kata Wiku.
    Dilansir dari Liputan6.com, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan, menuturkan bahwa daun sungkai belum terbukti secara klinis dapat menyembuhkan pasien Covid-19. "Iya, harus ada uji klinisnya," ujarnya pada 30 Mei 2020.
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati meminta masyarakat lebih cermat dan bijaksana dalam memilih obat alternatif atau herbal untuk mencegah Covid-19.
    "Selama pandemi Covid-19, banyak bermunculan obat-obat alternatif yang diklaim bisa mengatasi virus ini. Namun, masyarakat perlu lebih cermat dan bijak dalam memilih produk-produk alternatif di pasaran," kata Zullies pada 30 April 2020.
    Menurut dia, kemunculan sejumlah produk alternatif itu berawal dari keprihatinan atas belum adanya obat untuk Covid-19 yang benar-benar direkomendasikan. Kendati demikian, Zullies menyebut sebagian besar produk alternatif yang ada belum memiliki bukti ilmiah mampu mengatasi Covid-19.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa daun sungkai dapat mengobati pasien Covid-19 belum bisa dibuktikan. Penelitian mengenai khasiat daun sungkai dalam membunuh virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, masih dilakukan di Indonesia.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8109) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Foto-foto Warga Beratribut Palu Arit Ini Terkait dengan Kebangkitan PKI Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Ki Eyang Lanang mengunggah lima foto penangkapan warga beratribut palu arit pada 31 Mei 2020. Akun ini pun menulis narasi yang mengaitkan para warga beratribut palu arit tersebut dengan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
    "Mereka semakin berani karena diberi celah untuk bergerak sehingga bisa bergerak leluasa dengan sesuka hati. Merka sudah tidak takut untuk menampakkan diri berkeliaran beroperasi di negeri ini karena merasa ada yang melindungi. Hah....orang orang PKI selalu membuat propaganda untuk bisa menyusup dan meracuni agar orang orang bodoh bangga lalu mengikuti," demikian sebagian narasi yang ditulis oleh akun tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ki Eyang Lanang.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan fakta terhadap dua hal, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Tim CekFakta Tempo menggunakan sejumlah reverse image tool untuk memeriksa lima foto tersebut. Lewat pemeriksaan ini, Tempo menemukan bahwa penggunaan atribut palu arit oleh warga dalam kelima foto itu tidak terkait dengan PKI ataupun ideologi komunisme. Berikut ini fakta-faktanya:
    Foto 1 dan 2
    Pria dalam dua foto ini tidak terkait dengan PKI. Pria tersebut bernama Susanto. Ia merupakan pekerja bangunan yang diperiksa TNI karena memakai kaos bergambar palu arit pada 27 Mei 2016 di Ciputat, Tangerang Selatan. Hasil interogasi awal menyatakan bahwa Susanto mendapatkan baju bergambar palu arit tersebut dari bosnya yang tinggal di Perumahan Pondok Hijau dan, menurut pengakuan Susanto, bosnya merupakan warga negara Pakistan.
    Sumber: Detik.com dan Tempo
    Foto 3
    Pria dalam foto ini juga tidak terkait dengan PKI. Pria bernama Didit Sulistio Winoto tersebut dibawa ke Polsek Ungaran pada 1 Maret 2016 untuk dimintai keterangan karena menggunakan kaos bergambar palu arit. Polisi membawa Didit sesaat setelah ia diantar oleh keluarganya ke Ungaran dan akan menaiki bus menuju Solo. Setelah diinterogasi oleh Wakil Kepala Polsek Ungaran, Ajun Komisaris Jhoni Purba, Didit memberikan keterangan bahwa kaos tersebut merupakan suvenir dari Vietnam, pemberian dari temannya yang bernama Ji Ziang yang tinggal di Solo. Pada bagian belakang atas kaos, memang terdapat tulisan Vietnam berwarna kuning.
    Sumber: Detak.co
    Foto 4
    Foto ini adalah foto saat Komando Distrik Militer (Kodim) 0812 Lamongan memeriksa seorang pengamen karena memakai kaos yang bagian belakangnya bergambar palu arit pada 19 Oktober 2015. Pengamen tersebut bernama Alamsyah, saat itu masih berstatus sebagai pelajar SMP. Ketika ditangkap, Alamsyah sedang mengamen di sekitar Pasar Agrobis, Babat, Lamongan bersama dua orang lainnya. Berdasarkan pengakuan Alamsyah, ia memakai kaos tersebut karena menyukai salah satu grup musik Indonesia. Dia juga tidak mengerti makna serta tujuannya menggunakan kaos hitam bergambar palu arit.
    Sumber: Situs resmi TNI AD dan Detik.com
    Foto 5
    Peristiwa dalam foto ini terjadi pada 12 Juli 2019 di Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Perempuan yang memakai kaos bergambar palu arit tersebut berinisial RL. Berdasarkan hasil pemeriksaan, perempuan itu tidak mengetahui arti logo dalam kaos yang ia pakai.
    Sumber: Nusantaratimur.com
    Pada 2016, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pernah mempertanyakan pelarangan penggunaan atribut bergambar palu arit. Pengacara publik LBH Jakarta, Pratiwi Febri, mengatakan Pasal 28 UUD 1945 secara tegas menjamin kebebasan dan kemerdekaan setiap orang untuk berkumpul dan berekspresi, termasuk penggunaan atribut yang diduga sebagai lambang PKI. Karena itu, pelarangan atas penggunaan simbol palu arit dinilai melanggar konstitusi.
    Selama ini, yang dijadikan landasan pelarangan simbol palu arit adalah Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 mengenai larangan Partai Komunis Indonesia dan underbouw-nya serta ajaran komunisme. Namun, kata Pratiwi, kebijakan itu telah dikaji ulang. Aturan penggantinya, Ketetapan MPR Nomor 1 Tahun 2003, tidak menyebutkan adanya larangan penggunaan atribut berlogo palu arit.
    "Gambar palu arit, tidak ada yang salah dengan simbol itu. Kalau dibilang ini manifes dari PKI, Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan yang tanpa ada hukumnya. Jadi, kalau ada PKI, proseslah itu," kata Pratiwi seperti dilansir dari CNN Indonesia.
    Isu kebangkitan PKI
    PKI telah berakhir setelah munculnya Gerakan 30 September 1965, yang disusul dengan pembantaian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI sepanjang 1966-1967. Bahkan, pembubaran PKI telah dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI. Sejak saat itu, tidak ada lagi aktivitas PKI di Indonesia.
    Selama ini, isu PKI bangkit memang kerap muncul, terutama menjelang Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 yang lalu. Isu ini kembali beredar di tengah pandemi Covid-19. Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menganalisis bagaimana narasi PKI diramaikan di bulan Mei dan siapa saja yang meramaikannya di media sosial.
    Menurut Fahmi, percakapan soal PKI naik signifikan pada 23 Mei 2020 dengan jumlah 32 ribu cuitan. "Isu ini naik siginifikan di media sosial pada 23 Mei, di media online tidak," kata Fahmi lewat akun Twitter-nya, @ismailfahmi, pada 26 Mei 2020 seperti dilansir dari CNN Indonesia.
    Pada 22-25 Mei, terdapat dua klaster tentang PKI yang ukurannya sangat besar. Beberapa di antaranya adalah akun top influencer seperti milik putra Presiden ke-2 Indonesia, Tommy Soeharto, di akun @tommy_soeharto, pendakwah Haikal Hassan di akun @haikal_hassan, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain di @ustadtengkuzul, politikus Gerindra Fadli Zon di akun @fadlizon, serta akun @lutfimuhammad008 dan @plato_ids.
    Fahmi juga mengungkapkan bahwa ada lima besar narasi yang dimainkan oleh top influencer terkait bahaya PKI yang paling banyak di-retweet. Beberapa narasi tersebut adalah PKI menyerbu Gontor, bocoran Wikileaks agar Cina tidak bisa meremehkan warga Indonesia terkait isu PKI, dan isu bahwa jurnalis Dandhy Laksono adalah anak PKI asal Lumajang yang ditugaskan merekrut kader muda komunis di Indonesia.
    Dari beberapa top narasi yang dimainkan, Fahmi menyimpulkan isu PKI bisa meningkat pada Mei karena terdapat narasi bahwa 23 Mei 2020 adalah 100 tahun hari jadi PKI. Ada pula peringatan bahwa akan digelar rapat akbar anak PKI di Menteng, Jakarta, untuk membahas ulang tahun PKI lengkap dengan lagu genjer-genjer khas PKI.
    Peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan pakar sejarah Indonesia, Asvi Warman Adam, pernah mengatakan bahwa isu kebangkitan PKI hanyalah omong kosong. Menurut dia, tidak mungkin sebuah partai dengan ideologi yang sudah dilarang masih ingin berdiri di Indonesia. Kata Asvi, apabila ada yang menyebut paham itu kembali tumbuh di Indonesia, harus ada orang yang benar-benar diperiksa mengenai kebenarannya.
    Meskipun begitu, Asvi memastikan pengadilan pun tidak akan bisa membuktikan kemunculan paham komunisme tersebut. Selain itu, publik juga tidak bisa menuduh seseorang mengikuti paham tersebut hanya karena keluarganya dekat dengan PKI. Menurut Asvi, isu komunisme dengan simbol palu arit selalu muncul setiap tahun, dan akan semakin ramai saat masa pilkada atau pemilu. Padahal, komunisme sudah tidak ada lagi di Indonesia.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa penggunaan atribut palu arit oleh warga dalam lima foto di atas terkait dengan kebangkitan PKI di Indonesia merupakan klaim yang keliru. Warga dalam lima foto tersebut memang diperiksa karena menggunakan atribut berlogo palu arit. Namun, mereka sama sekali tidak terkait dengan PKI atau ideologi komunisme. Peristiwa dalam foto-foto itu pun terjadi pada 2015-2019, bukan di tengah pandemi Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan