• (GFD-2020-8116) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Parahnya Kasus Covid-19 di Surabaya adalah Konspirasi Elite Global?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Fadilah Firmansyah mengunggah gambar tangkapan layar sebuah percakapan di WhatsApp yang berisi narasi bahwa parahnya kasus virus Corona Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global. Gambar tangkapan layar ini dibagikan pada 1 Juni 2020.
    Narasi itu bermula dari pertanyaan tentang tingkat keparahan kasus Covid-19 di Surabaya. Namun, pertanyaan itu dibalas dengan jawaban bahwa seluruh beritatentang kasus Covid-19 di Surabaya tidak berdasarkan fakta, hanya bertujuan menakuti warga.
    Kemudian, terdapat narasi yang mengaitkan kasus Covid-19 di Surabaya adalah hasil konspirasi. "Bodohnya masyarakat +62 mah gitu. Kaga tahu yg asli tapi udah pada nyebarin." Saat ditanya sumber dari informasi tersebut, ia menjawab, "Baca teori konspirasi."
    Akun Fadilah Firmansyah pun memberikan narasi berupa pertanyaan terhadap klaim dalam gambar tangkapan layar itu, “Ya ampun hyungg... Apa bener covid-19 di surabaya hanya sebuah konspirasi elit global?” Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah dibagikan lebih dari 100 kali.
    Unggahan tersebut beredar di tengah meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Surabaya. Per 3 Juni 2020, kasus positif Covid-19 di Surabaya telah mencapai 2.803 orang. Kasus Covid-19 di Surabaya ini tertinggi dibandingkan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fadilah Firmansyah.
    Apa benar parahnya kasus virus Corona Covid-19 di Surabaya adalah konspirasi elite global?

    Hasil Cek Fakta


    Sejak 1 Mei 2020, seperti dikutip dari Reuters, jumlah kasus Covid-19 di Jawa Timur memang meningkat lebih dari 300 persen, menjadi 4.313 orang per 28 Mei 2020. Sementara itu, kenaikan kasus Covid-19 di Jakarta dalam periode yang sama hanya sekitar 60 persen, menjadi 7.001 orang per 28 Mei 2020. Sebagian besar kasus Covid-19 di Jawa Timur ini berpusat di Surabaya.
    Meskipun begitu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa melonjaknya kasus Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global. Berikut ini analisis dari beberapa sumber terkait lonjakan kasus di Surabaya:
    - Masifnya tes
    Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan tingginya lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Timur disebabkan oleh masifnya pemeriksaan yang dilakukan oleh kepala daerah setempat. "Keberhasilan testing ini sangat menentukan dalam mengurangi dan memutus rantai Covid-19," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tersebut.
    Sumber: Kumparan.com
    - Mobilitas di bandara
    Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur menyatakan lonjakan kasus infeksi virus Corona Covid-19 di daerahnya terjadi karena faktor mobilitas tinggi di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ketua Rumpun Kuratif, Joni Wahyuhadi, jumlah penerbangan di Bandara Juanda, baik tiba maupun berangkat, menunjukkan grafik yang terus meningkat setiap hari.
    "Grafiknya naik terus dari ke hari. Kita lihat yang datang dan yang berangkat juga tambah. Ini data dari Juanda. Per hari ada 1.400-1.500, walaupun sudah dilakukan screening, tapi ini juga bagian dari itu," katanya. Sebaliknya, data mobilitas kendaraan darat yang keluar-masuk Surabaya relatif stabil dan tidak menunjukkan kenaikan signifikan.
    Sumber: CNN Indonesia
    - Transmisi lokal
    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyatakan penularan secara lokal atau transmisi lokal di Surabaya menyumbang lonjakan kasus tertinggi pada 21 Mei 2020. Saat itu, terjadi penambahan kasus Covid-19 secara nasional hingga 973 orang. Dari angka tersebut, Jawa Timur menyumbang 502 orang.
    Menurut Yuri, hasil tes yang disampaikan ketika itu merupakan hasil infeksi virus Corona Covid-19 yang terjadi sepekan sebelumnya. "Penambahan kasus yang tinggi bisa disebabkan banyak faktor. Selain kapasitas tes kita yang naik, juga karena masih ada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan," ujar Yuri.
    Sumber: Republika.co.id
    - PSBB tidak berjalan
    Surabaya mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 28 April 2020 dan telah diperpanjang hingga dua kali. PSBB fase ketiga akan berakhir pada 8 Juni mendatang. Namun, ahli epidemiologi Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai PSBB sejak awal tidak berjalan sesuai harapan. Hingga kini, kondisi Surabaya belum bisa dikategorikan aman.
    "Penyebabnya, kenapa masih belum aman, adalah perilaku masyarakat karena pemerintah tidak melakukan kontrol yang ketat. Tidak adasweepingdi jalanan di Surabaya, hanya dicheckpoint di batas kota. Katanya dulu ada jam malam, tapi masih biasa, setelah jam 9 tetap ramai. Ya sudahlah, sekarang ini seperti tidak ada PSBB, sudah," kata Windhu pada 3 Juli 2020.
    Aditya Janottama, dokter di rumah sakit rujukan di Surabaya, menyayangkan masih banyak anggota masyarakat yang meremehkan bahaya pandemi Covid-19. "Tidak ada edukasi yang ngena ke masyarakat. Mungkin perlu dipikirkan edukasi dengan bahasa lokal, misalnya logat Jawa Surabayan," katanya. Ia berharap ada kerja sama dari seluruh pihak untuk menangani pandemi ini.
    Sumber: BBC
    Munculnya teori konspirasi elite global
    Narasi bahwa Covid-19 adalah hasil konspirasi elite global menjadi narasi yang cukup sering beredar di tengah pandemi ini. Peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rizalinda Syahril, mengatakan tuduhan itu belum didukung dengan bukti yang nyata. "Saya dan kolega saya setuju bahwa belum ada bukti nyata yang mendukung teori konspirasi ini. Ada beberapa video dan narasi yang menyebar melalui WhatsApp. Ini mungkin terjadi, tapi kami tidak memiliki bukti," kata Rizalinda pada 28 Mei 2020 dalam sebuah diskusi onlineterkait Covid-19.
    Rizalinda menuturkan, secara alami, virus penyebab Covid-19, SARS CoV-2, kemungkinan mengalami evolusi. Sehingga, jika virus ini bisa bertahan melawan seleksi alam, justru akan menimbulkan penyakit. Virus Corona sudah dikenal sejak 1965. Saat itu, virus ini menginfeksi mamalia dan burung, lalu memunculkan gejala enteritis pada sapi dan babi. Virus lalu menyebabkan infeksi saluran napas atas pada ayam dan manusia. "Virus menyebar ke berbagai wilayah, Amerika, Eropa, karena transmisinya tidak dihentikan, akhirnya mengenai banyak daerah," kata Rizalinda.
    Dari sisi karakteristik, SARS CoV-2 memiliki kecepatan transmisi 2-3,5. Artinya, sebanyak 2-4 orang bakal sakit akibat satu orang yang terinfeksi dengan sifat super spreader yang mudah sekali menular. "Virus juga super shedder. Ketika ada virus di tubuh seseorang, virus dikeluarkan dari saluran napas atau lainnya sekali pun tanpa gejala. Sebesar 12,6 persen penularan terjadi sebelum adanya gejala pada pasien sumber. Sekitar 2-3 hari, orang sudah bisa sakit sejak bertemu orang sumber infeksi," ujarnya.
    Menurut artikel di Nature pada 17 Maret 2020, penelitian terhadap struktur genetik SARS-CoV-2 juga menunjukkan bahwa tidak ada manipulasi Covid-19 di laboratorium. Para ilmuwan memiliki dua penjelasan tentang asal-usul virus tersebut, yakni seleksi alam pada inang hewan atau seleksi alam pada manusia setelah virus melompat dari hewan. "Analisis kami dengan jelas menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bukan hasil konstruksi laboratorium atau virus yang dimanipulasi secara sengaja."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa parahnya kasus Covid-19 di Surabaya hanyalah konspirasi elite global, keliru. Menurut sejumlah ahli dan pejabat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, terdapat empat faktor yang menyebabkan kasus Covid-19 di Surabaya melonjak, antara lain semakin masifnya tes, besarnya mobilitas penumpang di Bandara Internasional Juanda, transmisi lokal, dan tidak berjalannya PSBB sesuai harapan. Selain itu, penelitian menyatakan bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, bukanlah hasil manipulasi laboratorium.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8115) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Tanah Longsor yang Tutup Tol Ungaran Semarang 30 Mei Lalu?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/06/2020

    Berita


    Sebuah foto yang memperlihatkan jalan tol yang sepenuhnya tertutup oleh tanah longsor beredar di media sosial. Foto itu dibagikan dengan narasi bahwa jalan tol tersebut merupakan Tol Ungaran Semarang yang tertutup tanah longsor pada 30 Mei 2020 lalu.
    Berikut narasi yang mengertai foto tersebut:
    "Semarang - Tanah longsor terjadi di Tol Ungaran Semarang hingga menutup badan jalan. Pengendara dari Bawen menuju Kota Semarang sementara diminta keluar exit tol Ungaran selama penanganan. Peristiwa terjadi Sabtu (30/5) malam ketika hujan turun. Lokasi tepatnya berada di KM 426+600 di lajur Ungaran-Semarang. Jalan tersebut langsung tertutup sepenuhnya. "Di daerah Susukan, ketutup full," kata Kepala BPBD Kabupaten Semarang, Heru Subroto lewat pesan singkat kepada wartawan, Minggu (31/5/2020)."
    Di Facebook, foto beserta narasi itu dibagikan salah satunya oleh akun KP Norman Hadinegoro, yakni pada 31 Mei 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah direspons lebih dari 200 kali dan dikomentari lebih dari 100 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook KP Norman Hadinegoro.
    Apa benar foto di atas merupakan foto tanah longsor yang tutup Tol Ungaran Semarang pada 30 Mei 2020?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri foto tersebut denganreverse image toolSource. Lewat penelusuran ini, Tempo menemukan bahwa foto itu telah beredar di internet sejak 2010. Foto itu pun bukan foto tanah longsor di Tol Ungaran Semarang.
    Foto tersebut pernah diunggah ke situs Pinterest oleh akun My CTFO pada 25 April 2010. Foto ini merupakan foto tanah longsor yang terjadi di Taiwan. "Land Slide - Xizhi, Taiwan - April 25, 2010," demikian keterangan foto yang ditulis oleh akun My CTFO.
    Foto yang sama dan juga foto lain dari peristiwa yang sama namun dengan angleyang berbeda pun pernah dimuat oleh situs Chinadaily.com.cn pada 27 April 2020. Foto tersebut diberi keterangan, "Sebuah jalan raya dekat Keelung di Taiwan utara terboklir oleh tanah longsor pada Minggu (25 April 2010). Pemerintah setempat masih menyelidiki insiden itu, dan korban belum diumumkan."
    Gambar tangkapan layar foto tanah longsor di Taiwan pada April 2010 yang dimuat oleh situs Chinadaily.com.
    Dilansir dari Taipeitimes.com, tanah longsor yang cukup besar memang mengubur lebih dari 300 meter ruas Jalan Tol Nomor 3 dekat Maling Keng di Keelung pada 25 April 2010 sore. Lokasi tanah longsor ini terletak sekitar 3 kilometer dari ujung utara Jalan Tol Formosa.
    Longsor di Tol Ungaran Semarang
    DengantoolPlagiarism Checker, Tempo menemukan bahwa narasi yang menyertai foto unggahan akun KP Norman Hadinegoro bersumber dari berita di situs Detik.com yang dimuat pada 31 Mei 2020. Berita itu berjudul “Tanah Longsor di Tol Ungaran, Arus Lalin dari Bawen Dialihkan”.
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, longsornya tanah di Jalan Tol Semarang-Solo KM 426 pada 30 Mei petang ini telah menyebabkan lalu-lintas kendaraan ke arah Jakarta terganggu. "Sempat tertutup seluruh lajur ke arah Jakarta, sementara jalur arah Solo tidak terganggu. Namun, saat ini, satu lajur sudah bisa dilalui oleh pengguna jalan," ujar Direktur Utama PT Trans Marga Jawa Tengah (TMJ) David Wijayatno pada 31 Mei 2020.
    David memastikan pembukaan satu lajur sudah dilakukan sejak pukul 10.25 WIB. Meski begitu, saat ini, pihak TMJ masih terus melakukan pembersihan longsoran di lokasi kejadian agar lalu-lintas jalan tol dapat kembali normal. Tingginya curah hujan sebelumnya membuat tanah tebing yang berada di samping Jalan Tol Semarang-Solo longsor. Lantaran kejadian ini, jalanan pun dipenuhi oleh tumpukan tanah.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas merupakan foto tanah longsor yang tutup Tol Ungaran Semarang pada 30 Mei 2020 menyesatkan. Foto tersebut merupakan foto tanah longsor di sebuah jalan tol di Keelung, Taiwan, pada April 2010.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8114) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Metro TV Salah Tulis Jabatan Anies Baswedan Sebagai Presiden dalam Tayangan Beritanya?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/06/2020

    Berita


    Video Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tengah diwawancarai dalam sebuah tayangan berita di stasiun televisi Metro TV beredar di media sosial. Dalam video berdurasi 48 detik itu, terdapat teks atau character generic (CG) yang berbunyi "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru".
    Oleh pengunggahnya, salah satunya akun Facebook Arroni Walecsha, video itu diberi narasi bahwa Metro TV salah tulis. "Tumben Metro TV salah tulis, tapi saya setuju sich klo beneran. Tetap Harus sabar menunggu pilpres 2024," demikian narasi yang diunggah akun tersebut pada 28 Mei 2020.
    Akun Eko Asiyamto, pada 29 Mei 2020, juga membagikan video tersebut. Akun ini memberikan keterangan terhadap video itu sebagai berikut: "Metro TV salah tulis atau kode Alam..."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Arroni Walecsha.
    Apa benar Metro TV salah tulis jabatan Anies Baswedan sebagai presiden dalam tayangan berita tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri video itu di kanal YouTube Metro TV, metrotvnews. Hasilnya, video unggahan akun Arroni Walecsha maupun akun Eko Asiyamto tersebut hanyalah cuplikan dari video berita Metro TV yang berdurasi jauh lebih panjang, yakni 9 menit 4 detik.
    Video itu berjudul "Kesiapan Kenormalan Baru". Video yang dipublikasikan pada 26 Mei 2020 ini merupakan video berita dari program Selamat Pagi Indonesia. Sejak awal, video tersebut memang menampilkan CG yang berbunyi "Presiden Tinjau Kesiapan Penerapan PSNN", bahkan saat menyorot reporter Metro TV yang bertugas ketika itu, Marshalina Gita.
    Gambar tangkapan layar video berita Metro TV ketika menampilkan wawancara dengan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
    Saat Gita mewawancarai Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, CG yang tertulis dalam video itu juga berbunyi, "Presiden Tinjau Kesiapan Penerapan PSNN". CG yang berisi nama dan jabatan Hadi hanya muncul sekitar 20 detik. Lalu, CG berubah menjadi "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru". Begitu pula saat Gita mewawancarai Kapolri Jenderal Idham Azis.
    Wawancara dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru muncul pada menit 6:06. Pada menit itu, CG masih berbunyi "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru". Pada menit 6:23, muncul CG yang berisi nama dan jabatan Anies. Sekitar 15 detik kemudian, CG kembali ke tulisan awal, yakni "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru", hingga wawancara berakhir.
    Gambar tangkapan layar video berita Metro TV ketika menampilkan nama dan jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
    Menurut keterangan di kanal metrotvnews, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau kesiapan kenormalan baru di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, pada 26 Mei 2020. Dalam kunjungan itu, Jokowi didampingi oleh Anies, Hadi, dan Idham. Mulai hari itu, personel TNI-Polri akan dikerahkan di titik-titik keramaian yang ada di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.
    Situs cek fakta Turnbackhoax.id juga telah memverifikasi gambar tangkapan layar video Metro TV tersebut dengan klaim bahwa Metro TV mengakui Anies sebagai presiden karena menampilkan gambar Anies yang sedang diwawancarai dengan teks headline berita yang berjudul "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru". Menurut verifikasi tersebut, klaim itu salah.
    Menurut Turnbackhoax.id, gambar tersebut merupakan potongan dari video berita yang teks headline-nya berbunyi "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru". Video itu memang berisi liputan tentang Presiden Jokowi yang meninjau kesiapan kenormalan baru di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, pada 26 Mei 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Metro TV salah tulis jabatan Anies Baswedan sebagai presiden dalam tayangan beritanya adalah klaim yang menyesatkan. Video yang digunakan untuk menyebarkan klaim itu hanyalah potongan dari video berita Metro TV yang berjudul "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru". Dalam video aslinya, tercantum teks atau CG yang berisi nama dan jabatan Anies sekitar 15 detik sebelum akhirnya CG kembali ke tulisan awal, yakni "Presiden Tinjau Kesiapan Kenormalan Baru".
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8113) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pesepeda Ini Meninggal Akibat Kekurangan Oksigen Karena Pakai Masker?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/06/2020

    Berita


    Pesan berantai yang berisi klaim bahwa ada seorang pesepeda di Monas, Jakarta, yang meninggal akibat kekurangan oksigen karena memakai masker beredar di WhatsApp. Pesan tersebut disertai dengan video yang memperlihatkan seorang pesepeda yang tergeletak di trotoar. Karena tak sadarkan diri, pesepeda itu diberi pertolongan oleh rekannya dengan CPR atau teknik kompresi dada untuk seseorang yang detak jantungnya terhenti.
    Berikut narasi lengkap pesan berantai tersebut:
    "Henri meninggal saat bersepeda tadi pagi di monas krn kekurangan O2 (oksigen).
    Bersepeda jangan memakai masker.....Keterangan nya beginiMenarik napas adalah mengambil O2 dari udara dan menghembuskan napas adalah mengeluarkan CO2 ke udara. Kelebihan kadar CO2 dalam tubuh adalah berbahaya. Bersepeda adalah exercise apalagi bila cepat dan menanjak....kebutuhan O2 bertambah...frekwensi napas dan nadi meningkat. Apabila memakai masker akan terjadi rebreathing dalam arti ada CO2 yang terisap kembali yang lama2 mengakibatkan naik nya kadar CO2 dalam darah dan bisa mengakibatkan keracunan.....salah satu gejalanya pusing dan mual.Dalam keadaan tidak latihan pk masker tidak akan apa apa....bisa saja terjadi sedikit kenaikan CO2 tapi tidak sampai terjadi keracunan.Karena nya bersepeda zaman covid pergilah ke tempat yang sepi dan udaranya besih. Masker tetap dibawa....dipakainya kalo istirahat atau ketemu teman.
    Selamat Olahraga"
    Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp soal pesepeda yang meninggal di Monas, Jakarta.
    Apa benar pesepeda tersebut meninggal akibat kekurangan oksigen karena memakai masker?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Mei 2020, Kepala Polsek Gambir Ajun Komisaris Besar Kade Budiyarta membenarkah bahwa ada seorang pesepeda berinisial H, 48 tahun, yang meninggal di Monas, Jakarta, pada 25 Mei 2020. Namun, Budi menyatakan bahwa H meninggal bukan karena menggunakan masker saat berolahraga.
    Budi menuturkan bahwa H meninggal karena serangan jantung. "Itu sudah dipastikan oleh dokter. Keluarganya juga mengatakan dia (H) memang punya riwayat jantung. Mereka bingung kok informasi yang beredar seperti itu,” ujar Budi saat dihubungi Tempo lewat telepon pada 30 Mei 2020.
    Budi menjelaskan bahwa H awalnya pingsan saat tengah beristirahat di area Taman Pandang, Monas. Teman-temannya pun memberikan pertolongan pertama kepada H. Kemudian, mereka bersama petugas satuan Polisi Pamong Praja yang berada di lokasi membawa H ke RS Budi Kemuliaan. Pihak RS lantas merujuk H ke RSUD Tarakan. Menurut Budi, di situ, H dibawa ke ruang Intensive Care Unit (ICU) dan dinyatakan meninggal.
    Dilansir dari kantor berita Antara, informasi bahwa ada seorang pesepeda yang meninggal karena memakai masker awalnya dibagikan oleh akun Instagram @memoefriantto, yakni pada 31 Mei 2020. Dalam unggahannya, akun yang memiliki sekitar 58 ribu pengikut tersebut juga menyematkan video seperti yang beredar di WhatsApp. Video itu pun telah disaksikan lebih dari 13 ribu kali. Saat ini, unggahan tersebut telah dihapus.
    Berolahraga dengan masker
    Dokter spesialis olahraga Michael Triangto menanggapi beredarnya video yang dilengkapi dengan narasi tentang bahaya berolahraga dengan masker. Menurut Michael, dengan memakai masker saat berolahraga, seseorang akan merasa napasnya kurang lega, sesak, dan tidak nyaman. Hal ini wajar karena tujuan utama dari penggunaan masker adalah untuk melindungi dari kemungkinan terinfeksi virus.
    "Juga melindungi orang lain dari kemungkinan kita menginfeksi mereka, terutama bila kita sedang tidak sehat," ujarnya pada 2 Juni 2020. Apalagi jika memakai masker saat berolahraga dengan intensitas yang berat. Hal ini sesuai dengan narasi yang beredar bahwa korban sulit bernapas, sehingga hal tersebut adalah wajar. Hal yang tidak wajar adalah mengapa korban harus berolahraga berat?
    Dalam Panduan Hidup Aktif Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), terdapat penjelasan mengenai kurva huruf "J", yaitu hubungan antara intensitas berolahraga dan risiko mengalami infeksi penyakit. Bila berolahraga dengan intensitas ringan sampai sedang, risiko yang dihadapi rendah. Sedangkan jika berolahraga dengan intensitas berat, risiko terinfeksi, termasuk Covid-19, dan cedera tinggi.
    Dari penjelasan tersebut, Michael menyarankan, sebelum berolahraga, seseorang harus mengetahui dengan jelas tujuannya. Jika tujuannya untuk sehat, ia hanya boleh berolahraga dengan intensitas ringan sampai sedang sehingga tidak akan terganggu dengan penggunaan masker. Bagi yang ingin berolahraga dengan intensitas berat, menurut Michael, tentunya tidak bisa dilarang.
    Namun, ia menyarankan untuk melakukannya di rumah. "Sehingga tidak diwajibkan menggunakan masker dan kemungkinan untuk terinfeksi maupun menginfeksi dari dan ke orang lain sedikit," tuturnya. Yang perlu dipahami, kata Michael, berolahraga dengan intensitas berat hanya diperuntukkan bagi atlet yang akan bertanding. Tujuan kesehatan bukanlah menjadi prioritas utamanya.
    Terkait masker, menurut Michael, penggunaan masker jenis N95 akan sangat mempengaruhi fungsi pernapasan karena hanya diperuntukkan bagi petugas medis. Sementara masker bedah lebih rendah kemampuan menyaring udaranya, sehingga pemakaiannya tidak terlalu menyesakkan. "Dan masker kain lebih nyaman saat dipakai. Untuk berolahraga di luar ruangan, lebih dianjurkan menggunakan masker bedah atau masker kain," ujarnya.
    Michael juga menjelaskan manfaat lain dari penggunaan masker, selain mencegah penularan infeksi. Secara teoritis, kurangnya oksigen yang masuk ke paru-paru dapat melatih pemakai masker untuk terbiasa dengan oksigen yang tipis. Tapi hal ini membutuhkan waktu adaptasi yang panjang. "Untuk itu, masih dibutuhkan banyak penelitian tentang penggunaan masker saat berolahraga, termasuk pula lama penggunaannya," katanya.
    Michael pun menyimpulkan bahwa berolahraga yang sehat cukup dilakukan dengan intensitas yang ringan sampai sedang. Dengan demikian, penggunaan masker saat berolahraga tidak akan mempersulit sistem pernapasan. "Ini tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan, atau menyebabkan kematian. Kecuali bagi yang memiliki gangguan kesehatan, misalnya TBC paru," tuturnya.
    Dilansir dari Kompas.com, terapis fisik sekaligus ahli kebugaran bersertifikasi dari Movement Vault Amerika Serikat, Grayson Wickham, menyebut bahwa olahraga dengan masker pada umumnya aman. "Kebanyakan orang bisa melakukan berbagai gerakan olahraga dengan memakai masker," kata Wickham pada 27 Mei 2020.
    Namun, Wickham berpesan, perhatikan kondisi fisik saat berolahraga dengan memakai masker, terutama bagi mereka yang baru mulai berolahraga atau setelah rehat cukup lama dari rutinitas berolahraga. "Perhatikan ketika merasakan sakit kepala ringan, pusing, kesemutan, atau sesak napas saat berolahraga dengan memakai masker," katanya.
    Selain itu, menurut Wickham, pemilik penyakit jantung, stroke, asma, gangguan paru-paru, serta bronkitis perlu ekstra hati-hati saat berolahraga dengan memakai masker. Penderita penyakit kardiovaskular dan pernapasan perlu berkonsultasi ke dokter saat ingin berolahraga di luar rumah di tengah pandemi, terlebih sambil memakai masker, mengingat keduanya termasuk golongan yang rentan saat terinfeksi Covid-19. "Penting bagi penderita kardiovaskular dan masalah pernapasan untuk memastikan aspek keamanan," ujar Wickham.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pesepeda dalam video di atas meninggal akibat kekurangan oksigen karena memakai masker keliru. Pesepeda berinisial H tersebut, menurut pemeriksaan dokter, meninggal karena serangan jantung. Pihak keluarga juga menyatakan bahwa H memang memiliki riwayat penyakit jantung.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan