• (GFD-2020-8140) [Fakta atau Hoaks] Benarkah WHO Tetapkan Covid-19 Sebagai Pandemi Sehari Setelah Terima Sumbangan Bill Gates?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Satria membagikan videotalkshowdari Fox News yang berjudul "Exposed: Bill Gates Influence on World Health Organization" pada 16 Juni 2020. Video ini menyinggung sumbangan Bill Gates Foundation ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa bulan lalu sebesar 50 juta dolar Amerika Serikat (AS).Video berdurasi 3 menit 44 detik itu menghadirkan editor opini Washington Times, Cheryl Chumley. Video tersebut kemudian diberi narasi oleh akun Satria, bahwa sumbangan Bill Gates tersebut mempengaruhi keputusan WHO untuk menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. 
    "Bill Gates 'Suntik' WHO 50 Juta Dolar Untuk Menyatakan Bahwa Covid19 Adalah 'Pandemi'. Dipublikasikan Tanggal 5 Juni 2020. Awalnya, WHO tidak ingin menyatakan Covid sebagai Pandemi. Namun Sehari Kemudian, Bill Gates menyuntikan Dana 50 juta Dolar kepada WHO. Dan Setelah Itu, Keesokan Hari, Sekretaris Jenderal WHO menyatakannya sebagai 'Pandemi'," demikian narasi yang ditulis oleh akun Satria.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Satria.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap beberapa hal:

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, narasi yang ditulis akun Satria di atas memang mengutip apa yang disampaikan oleh editor opini Washington Times, Cheryl Chumley, di bagian akhir video Fox News tersebut. Chumley mengatakan bahwa awalnya WHO tidak ingin mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi. Akan tetapi, setelah Bill Gates menyatakan bakal menyumbang 50 juta dolar AS untuk memerangi virus Corona dan membuat vaksin, keesokan harinya WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi. 
    Sebelum memverifikasi klaim tersebut, Tempo memeriksa kredibilitas Washington Times tempat Chumley bekerja dan Fox News yang menayangkan wawancara itu. Menurut Media Matters of America, sebuah pusat penelitian dan informasi independen di Amerika, Washington Times adalah surat kabar harian konservatif yang diterbitkan di Washington DC. Media ini sering menampilkan konten rasis dan anti-LGBTQ serta mempromosikan teori konspirasi.
    Demikian halnya dengan Fox News, saluran televisi kabel sayap kanan yang didirikan pada 1996 oleh Rupert Murdoch dan Roger Ailes serta dimiliki oleh Fox Corporation. Fox News berfungsi sebagai media propaganda untuk Partai Republik dan menyatakan dirinya sebagai "suara oposisi" selama pemerintahan Presiden Amerika sebelumnya dari Partai Demokrat, Barack Obama.
    Sejak pemerintahan Trump, media ini secara terbuka menyatakan pro-Trump dan berfungsi sebagai penasihat presiden secara tidak resmi. Fox News juga dilaporkan sering mempromosikan teori konspirasi dan membuat laporan yang tidak akurat sehingga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat selama pandemi Covid-19.
    Berdasarkan penelusuran Tempo,talkshowFox News dengan Chumley itu dilakukan setelah Bill Gates mengkritik keras keputusan Trump yang menunda pendanaan ke WHO. Ia menyebut keputusan itu berbahaya dan menyarankan agar pendanaan tetap dilanjutkan selama pandemi Covid-19. “Halting funding for the World Health Organization during a world health crisis is as dangerous as it sounds,” ujar Bill Gates di akun Twitter -nya pada 15 April 2020.
    Dilansir dari Washington Post, Trump menunda pendanaan WHO karena ingin melakukan peninjauan terhadap peran WHO serta penutupan informasi tentang penyebaran virus Corona. "We have not been treated properly. The WHO pushed China’s misinformation about the virus," kata Trump pada 15 April 2020.
    Melihat konteks peristiwa ini dan kredibilitas kedua media tersebut, klaim yang disampaikan oleh Chumley tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Tayangan talkshowitu memperpanjang daftar teori konspirasi yang diproduksi oleh Fox News dan Washington Time. 
    Penetapan pandemi Covid-19
    WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Keputusan ini diumumkan di Twitter dan situs resminya. Penetapan Covid-19 sebagai pandemi didasarkan pada hasil penilaian WHO berdasarkan tingkat sebaran dan jumlah korban yang kian meningkat sejak kasus pertama diumumkan di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. “WHO telah menilai wabah ini sepanjang waktu dan kami sangat prihatin dengan tingkat penyebaran dan keparahan yang semakin mengkhawatirkan,” demikian pernyataan WHO di Twitter pada 11 Maret 2020.
    Secara teori, Covid-19 pun telah memenuhi kriteria sebagai pandemi. Pandemi merujuk pada penyakit yang menyebar ke banyak orang di beberapa negara dalam waktu yang bersamaan. Kasus virus Corona meningkat secara signifikan secara global. Ciri-ciri pandemi adalah sebagai berikut: merupakan jenis virus baru, dapat menginfeksi banyak orang dengan mudah, dan bisa menyebar antar manusia secara efisien. Virus corona memiliki tiga karakteristik tersebut.
    Sebelum menaikkan status Covid-19 ke pandemi, WHO terlebih dulu menetapkan status Covid-19 sebagai wabah penyakit pada 5 Januari 2020. Kemudian, pada 30 Januari 2020, WHO memperingatkan bahwa virus Corona jenis baru ini memberi ancaman yang tinggi secara global menyusul adanya laporan bahwa kasus Covid-19 telah mencapai 7.818 kasus, baik di Cina maupun di 18 negara lainnya.
    Pada 31 Januari 2020, WHO mengumumkan penyebaran virus Corona Covid-19 sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat Internasional (PHEIC). Setelah adanya penetapan sebagai pandemi ini, WHO baru membuka donasi bagi individu, perusahaan swasta, maupun institusi yang bernama Covid-19 Solidarity Response Fund pada 13 Maret 2020.
    Sumbangan Bill Gates
    Bill Gates Foundation yang dimiliki oleh pendiri Microsoft, Bill Gates, menjadi salah satu donatur untuk memerangi Covid-19. Mereka mengumumkan pemberian sumbangan pertamanya pada Februari 2020. Namun, sumbangan yang mencapai 100 juta dolar AS itu tidak hanya ditujukan bagi WHO. 
    Rinciannya, 20 juta dolar AS untuk WHO dan otoritas di Cina, 20 juta dolar AS untuk operasi darurat di Afrika dan Asia Selatan, kemudian sisanya, 60 juta dolar AS, bakal dialokasikan untuk pengembangan vaksin serta perawatan lebih jitu untuk melawan wabah virus Corona. 
    Kemudian, pada April 2020, Bill Gates dan istrinya, Melinda Gates, memberikan bantuan tambahan sebesar 150 juta dolar AS kepada WHO untuk melawan Covid-19. Bantuan ini diberikan setelah Trump menghentikan pendanaan untuk WHO di tengah pandemi Covid-19. Padahal, Amerika merupakan pendonor WHO terbesar yang sebelumnya telah berkomitmen untuk memberikan dana sebesar 893 juta dolar AS selama dua tahun.
    Sebenarnya, pendanaan oleh Bill Gates Foundation kepada WHO telah dilakukan jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Washington Post menyebut bahwa Bill Gates Foundation adalah pendonor WHO terbesar kedua setelah Amerika, yang menyumbang hampir 10 persen dari dana salah satu badan PBB tersebut. 
    Bahkan, dalam situsnya, WHO menyebut bahwa Bill Gates Foundation telah bergabung sebagai mitra dalam Global Health Workforce Alliance sejak 2007. Global Health Workforce Alliance adalah aliansi yang diinisiasi WHO untuk kerja-kerja kemanusiaan di bidang kesehatan.
    Bill Gates Foundation telah berkontribusi besar dalam penanganan berbagai wabah penyakit. Pada 2012, Bill Gates Foundation menyumbang 750 juta dolar AS untuk memberantas AIDS, malaria, dan TBC. Pada 2014, Bill Gates Foundation menyumbang 5,7 juta dolar untuk upaya penyembuhan pasien Ebola.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa penetapan Covid-19 sebagai pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020 dipengaruhi oleh sumbangan Bill Gates sehari sebelumnya merupakan klaim yang keliru. Sumbangan pertama Bill Gates kepada WHO terkait Covid-19 diberikan pada Februari 2020, jauh sebelum penetapan pandemi. Adapun sumbangan kedua Bill Gates diberikan pada April 2020, setelah Presiden Amerika Donald Trump menghentikan pendanaan untuk WHO. Terkait penetapan Covid-19 sebagai pandemi, dilakukan karena tingkat sebaran dan jumlah korban kian meningkat. Secara teori, Covid-19 pun telah memenuhi kriteria sebagai pandemi.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8139) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ada Kata Pengantar Megawati dalam Buku-buku yang Disita TNI di Probolinggo?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/06/2020

    Berita


    Klaim bahwa TNI menyita buku-buku Partai Komunis Indonesia (PKI) yang di dalamnya terdapat kata pengantar dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, beredar di media sosial. Klaim itu terdapat dalam gambar tangkapan layar tautan artikel yang berasal dari blog Operain.
    Artikel itu berjudul "TNI: Buku PKI Yang Kami Sita Terdapat Kata Pengantar Megawati Soekarnoputri & Eva Sundari". Terdapat pula foto seorang anggota TNI yang menunjukkan tiga buku yang disita. Di Facebook, gambar tersebut diunggah salah satunya oleh akun Al Qadri, yakni pada 13 Juni 2020.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Al Qadri.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel yang terdapat di blog Operain tersebut. Namun, blog Operain tidak dapat lagi diakses. Di halaman utama blog itu, tertera pemberitahuan “Maaf, blog di operain.blogspot.com telah dihapus. Alamat ini tidak tersedia untuk blog baru.”
    Dilansir dari situs cek fakta Turnbackhoax.id, judul artikel dalam gambar tangkapan layar itu merupakan hasil suntingan dan berasal dari situs penyebar hoaks yang saat ini sudah tidak bisa diakses. Dalam berita aslinya di situs Liputan6.com yang dimuat pada 30 Juli 2019, judulnya adalah “LBH Surabaya: Penyitaan Buku di Probolinggo Langgar Hukum”.
    Adapun berita itu berisi kritik LBH Surabaya terhadap penyitaan buku-buku yang diduga memuat ajaran komunis milik komunitas Vespa Literasi oleh Polsek Kraksaan dan TNI Kabupaten Probolinggo pada 27 Juli 2019. Terdapat empat buku yang disita, yaitu "Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara", "Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia", "Menempuh Jalan Rakyat", dan "D.N. Aidit: Sebuah Biografi Ringkas".
    Tempo pun memverifikasi apakah buku-buku yang disita di Probolinggo itu memuat kata pengantar dari Megawati. Berikut hasilnya:
    Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara
    Buku setebal 143 halaman ini merupakan satu dari empat seri buku Tempo, "Orang Kiri Indonesia", yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia pada 2010. Tidak ada kata pengantar dari Megawati di buku ini.
    Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia
    Buku ini diterbitkan oleh Komunitas Bambu. Cetakan pertama terbit pada 2014 dan cetakan kedua pada 2017. Kata pengantar dalam buku ini ditulis oleh si penulis, yakni Peter Kasenda.
    Kata pengantar di buku "Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia".
    Menempuh Jalan Rakyat
    Dalam buku ini, juga tidak terdapat kata pengantar dari Megawati. Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Pembaruan pada 1952. Kata pengantar buku ini ditulis oleh penerbit.
    Kata pengantar di buku "Menempuh Jalan Rakyat".
    Buku dengan kata pengantar Megawati
    Buku yang sempat disita oleh aparat gabungan dari Komando Distrik Militer (Kodim) dan Kejaksaan Padang yang di dalamnya terdapat kata pengantar dari Megawati adalah buku berjudul "Mengincar Bung Besar". Dilansir dari Detik.com, buku tersebut ditulis oleh Tim Majalah Historia.
    Buku ini ditulis berdasarkan riset dan reportase mengenai upaya-upaya pembunuhan terhadap Presiden RI ke-1, Sukarno. Salah satunya ketika pria yang akrab disapa Bung Karno itu dilempari granat di daerah Cikini, Jakarta Pusat. "Soal sejarah, bukannyebarinkomunisme," kata Bonnie seperti dikutip dari Tirto.id.
    Peluncuran buku itu pun, pada 30 November 2017 di Museum Nasional, dihadiri oleh Megawati dan juga mantan wakil presiden Try Sutrisno. "(Launching) bukunyaajayang menghadiri purnawirawan Jenderal TNI, masak bukunya disita dengan tuduhan komunisme?" kata Bonnie pada 10 Januari 2019.
    Bonnie menduga razia yang dilakukan TNI terhadap buku yang ditulis oleh Historia itu sebagai upaya menghapus rekam sejarah tentang Bung Karno. Ia meminta aparat membaca buku itu terlebih dulu. “Pelajari dulu bukunya. Seharusnya juga kalau mau dirazia harus melalui pengadilan. Buku-buku itu juga harus jelas, misalnya yang menyebarkan ajaran kekerasan,” kata Bonnie.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa terdapat kata pengantar Megawati dalam buku-buku yang disita TNI di Probolinggo merupakan klaim yang keliru. Dalam buku-buku tersebut, yakni "Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara", "Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia", serta "Menempuh Jalan Rakyat", tidak terdapat kata pengantar dari Megawati.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8138) [Fakta atau Hoaks] Benarkah di Jerman Tiba-tiba Muncul Awan Hitam yang Disertai Suara Azan?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Baharudinmajelis mengunggah sebuah video yang memperlihatkan orang-orang di jalanan sedang merekam situasi di sekitar mereka dengan kamera ponselnya. Dalam video yang diunggah pada 12 Juni 2020 tersebut, terdengar pula suara azan. Menurut akun ini, peristiwa dalam video itu adalah peristiwa munculnya awan hitam yang disertai suara azan di Jerman.
    Berikut narasi yang ditulis oleh akun Baharudinmajelis: "Di Berlin , Jerman ada kejadian aneh, tiba-tiba ada awan hitam, dan muncul suara adzan menggema. Padahal gak ada Masjid .. , ALLAHU AKBAR ....."
    Hingga artikel ini dimuat, unggahan video tersebut telah ditonton lebih dari 79 ribu kali, dibagikan lebih dari 2.700 kali, dan dikomentari sebanyak 147 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Baharudinmajelis.
    Apa benar di Berlin, Jerman, tiba-tiba muncul awan hitam yang disertai dengan suara azan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video unggahan akun Baharudinmajelis tersebut menjadi sejumlah foto dengantoolInVID. Kemudian, foto-foto tersebut ditelusuri denganreverse image toolGoogle dan Yandex.
    Hasilnya, diketahui bahwa video itu telah banyak dibagikan di YouTube pada awal April 2020, terutama dengan narasi berbahasa Turki. Salah satu kanal YouTube yang pernah mengunggah video itu adalah kanal Mustafa Turna, yakni pada 3 April 2020. Kanal ini memberikan judul yang jika diterjemahkan berarti "Azan dikumandangkan dengan lantang untuk pertama kalinya di ibukota Jerman, Berlin".
    Berbekal petunjuk ini, Tempo menelusuri pemberitaan terkait peristiwa itu dengan memasukkan kata kunci “Azan in Berlin” ke mesin pencarian Google. Lewat cara ini, ditemukan bahwa sejumlah media pernah mempublikasikan video yang diambil dari peristiwa yang sama. Satu di antaranya adalah Ruptly, kantor berita yang berbasis di Berlin.
    Dalam keterangan video yang diunggah di kanal YouTube-nya, Ruptly menjelaskan bahwa video tersebut memperlihatkan ratusan warga yang berkumpul di luar Masjid Dar Assalam, Berlin, pada 3 April 2020 untuk mendengarkan panggilan salat (azan). Azan ini bergema bersamaan dengan bunyi lonceng di gereja yang berada di dekat masjid tersebut.
    Azan dan lonceng ini dibunyikan bersama-sama sebagai tanda solidaritas selama pandemi Covid-19. Namun, karena menyebabkan kerumunan orang dan melanggar aturanphysical distancing, polisi mendatangi masjid itu, berdiskusi dengan imam masjid, dan sepakat bahwa azan harus diakhiri lebih awal untuk memastikan kepatuhan atas aturanphysical distancing.
    Meskipun begitu, menurut penyelenggara acara, termasuk Pusat Antar Budaya Gereja Genezarethkirche, azan dan lonceng itu akan terus dibunyikan bersama-sama setiap hari pada jam 6 sore waktu setempat. Namun, penyelenggara memastikan bahwa hari berikutnya akan terdapat instruksi di media sosial agar umat mengikuti panggilan untuk berdoa itu secaraonline.
    Terdapat beberapa kesamaan dalam video unggahan akun Baharudinmajelis dengan video unggahan kanal Ruptly. Pertama, bentuk dan warna coklat masjid dengan sejumlah tenda berwarna putih di depannya. Kedua, bentuk dan warna gedung yang berada di kiri-kanan masjid, yakni gedung yang berwarna oranye dan merah muda.
    Gambar tangkapan layar video unggahan kanal YouTube Ruptly (kiri) dan gambar tangkapan layar video unggahan akun Facebook Baharudinmajelis (kanan).
    Dalam dokumentasi Google Street View pada Juni 2008, terlihat pula bentuk dan warna Masjid Dar Assalam yang sama dengan yang terlihat dalam video. Hanya saja, warna gedung yang berada di kanan masjid kini berubah dari sebelumnya abu-abu. Namun, bentuk gedung masih sama dengan yang terlihat dalam dokumentasi Google Street View pada Juni 2008.
    Di Jerman, aksi melantunkan azan dan membunyikan lonceng gereja secara bersamaan sebagai tanda solidaritas selama pandemi Covid-19 tidak hanya dilakukan di Masjid Dar Assalam. Masjid dan gereja di kota selain Berlin juga menggelar aksi tersebut sejak akhir Maret 2020.
    Menurut laporan Ruptly, pada 25 Maret 2020, azan juga dilantunkan di masjid Uni Turki-Islam untuk Urusan Agama (DITIB) di Duisburg bersamaan dengan pembunyian lonceng di gereja yang berlokasi di dekat masjid tersebut. Azan itu dikumandangkan pada jam 7 malam. Azan ini pertama kali dilantunkan oleh masjid DITIB sejak selesai dibangun pada 2008.
    Meskipun begitu, untuk menekan penyebaran virus Corona Covid-19 di Jerman, tempat-tempat ibadah menangguhkan sementara layanan keagamaan. Hal ini dilakukan menyusul adanya pembatasan ketat terhadap pertemuan publik oleh pemerintah Jerman yang diumumkan pada 5 April 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan di atas, klaim yang ditulis oleh akun Facebook Baharudinmajelis, bahwa di Berlin, Jerman, tiba-tiba muncul awan hitam yang disertai dengan suara azan, menyesatkan. Azan yang terekam dalam video yang menyertai klaim itu memang benar merupakan azan yang berkumandang di Berlin. Namun, bukan karena munculnya awan hitam, melainkan dilantunkan oleh Masjid Dar Assalam bersamaan dengan pembunyian lonceng gereja yang berlokasi di dekat masjid tersebut. Aksi ini adalah bagian dari gerakan solidaritas di tengah pandemi Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8137) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Narasi yang Sebut Novel Baswedan Salahkan Jokowi dan Menyuruhnya Banding?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 17/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Muhammad Bahrun Najach membagikan narasi yang menyebut penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyalahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam unggahannya pada 13 Juni 2020 ini, akun itu juga meminta Novel untuk mengajukan banding.
    Berikut narasi yang ditulis oleh akun tersebut: “Dan hasil putusan pengadilan yang terbuka pun jadi salah pak jokowi? Oee klo gk puas banding dong...”
    Dalam unggahannya, akun itu pun menyertakan gambar tangkapan layar sebuah judul berita yang diklaim sebagai pernyataan Novel. Judul berita tersebut berbunyi "Novel Baswedan Muak, Marah Besar pada Jokowi: Anda Telah Membiarkan Semuanya Pak, Memang Keterlaluan!".
    Dalam gambar tangkapan layar tersebut, tercantum bahwa berita itu dimuat pada 11 Juni 2020. Penulisnya bernama Restu. Namun, tidak diketahui situs apa yang memuat berita tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Bahrun Najach.

    Hasil Cek Fakta


    Terkait gambar tangkapan layar
    Dengan memasukkan kata kunci “Novel Baswedan Muak, Marah Besar pada Jokowi: Anda Telah Membiarkan Semuanya Pak, Memang Keterlaluan!” di mesin pencarian Google, Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa berita tersebut dimuat oleh situs Pojok Satu pada 11 Juni 2020.
    Berita ini berisi tanggapan Novel terkait ringannya tuntutan jaksa terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras yang menimpanya. Dua terdakwa itu, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, hanya dituntut satu tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 11 Juni 2020.
    Dalam berita itu, terdapat tiga kutipan pernyataan Novel, yakni:
    “Hari ini kita lihat apa yg saya katakan bhw sidang serangan terhadap saya hanya formalitas. Membuktikan persepsi yg ingin dibentuk n pelaku dihukum ringan.”
    “Keterlaluan mmg... sehari2 bertugas memberantas mafia hukum dgn UU Tipikor.. tetapi jadi korban praktek lucu begini.. lebih rendah dari org menghina.. pak @jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan..."
    “Melihat kebusukan semua yg mrk lakukan rasanya ingin katakan TERSERAH.. Tp yg mrk lakukan ini akan jadi beban diri mrk sendiri, krn semua akan dipertanggunghawabkan. Termasuk pak @jokowi yang membiarkan aparatnya berbuat spt ini.. prestasi?”
    Menurut situs Pojok Satu, pernyataan itu diambil dari cuitan Novel di akun Twitter-nya, @nazaqistsha, pada 11 Juni 2020. Tempo pun memeriksatweetNovel. Hasilnya, memang benar bahwa tiga pernyataan itu dicuitkan oleh Novel. Dalam tigatweetitu, dia menunjukkan kekecewaannya terhadap proses hukum atas kasus penyiraman air keras yang menimpanya.
    Terkait narasi
    Narasi yang ditulis oleh akun Muhammad Bahrun Najach, yakni “Dan hasil putusan pengadilan yang terbuka pun jadi salah pak jokowi? Oee klo gk puas banding dong...”, keliru. Saat ini, sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel masih dalam tahap tuntutan dari jaksa penuntut umum, belum masuk pada tahap putusan dari majelis hakim.
    Menurut tata urutan persidangan pidana, setelah tuntutan dibacakan, sidang akan dilanjutkan dengan pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Kemudian, sidang dilanjutkan dengan replik, duplik, dan terakhir putusan majelis hakim. Setelah putusan, terdakwa maupun pelapor bisa mengajukan banding atau menerima hasil putusan.
    Pasca dibacakannya tuntutan dalam sidang pada 11 Juni 2020, Novel berharap Jokowi turun tangan agar kasusnya bisa lebih terang benderang. Sebab, menurut Novel, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, ia seharusnya bisa menanyakan hal tersebut kepada Jokowi sebagai pemegang kekuasaan pertama. Jika Jokowi ingin membangun sistem peradilan yang lebih baik, Novel berharap kasusnya bisa diinvestigasi kembali oleh Jokowi.
    "Saya yakin beliau akan turun untuk melihat fakta itu dan menginvestigasi. Idealnya begitu, saya tak yakin Presiden abai dengan fakta ini, yang hal itu akan menunjukkan potret kerja Presiden sendiri yang tak baik," kata Novel dalam arsip berita Tempo pada 15 Juni 2020.
    Menurut Novel dan juga tim advokasinya, tuntutan tersebut janggal. "Saya tidak mendapatkan tambahan informasi atau apapun yang semakin membuat yakin, sehingga saya sedikit pun tidak lebih yakin," kata Novel pada 13 Juni seperti dikutip dari arsip berita Tempo.
    Pengacara Novel, Muhammad Isnur, mengatakan kejanggalan pertama adalah digunakannya pasal penganiayaan oleh jaksa penuntut umum. Ronny dan Rahmat disebut melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 353 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ini sesuai dengan dakwaan subsider.
    Padahal, menurut Isnur, kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi menimbulkan akibat yang buruk, yakni meninggal. “Sehingga, jaksa harus mendakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujar Isnur.
    Selain itu, berdasarkan pantauan tim advokasi Novel, setidaknya terdapat tiga saksi yang mestinya bisa dihadirkan. Tiga saksi itu juga sudah pernah diperiksa, baik oleh penyidik Polri, Komnas HAM, maupun Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan kepolisian. Namun, saksi-saksi penting ini tidak dihadirkan jaksa di persidangan.
    Dalam fakta-fakta persidangan yang disampaikan oleh jaksa di berkas tuntutan pun, nihil informasi tentang sosok pemberi perintah. Anggota kuasa hukum Novel sekaligus Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi yang ditulis oleh akun Muhammad Bahrun Najach, bahwa Novel Baswedan salahkan Presiden Jokowi terkait putusan pengadilan atas kasusnya dan menyuruhnya banding, menyesatkan. Isi berita dalam gambar tangkapan layar yang diunggah oleh akun tersebut memang berasal dari cuitan Novel di Twitter. Namun, narasi yang menyebut Novel salahkan Jokowi soal putusan pengadilan dan memintanya banding keliru. Saat ini, sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel masih dalam tahap tuntutan dari jaksa penuntut umum, belum masuk pada tahap putusan majelis hakim.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan