• (GFD-2020-8159) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Covid-19 Singkatan dari Certificate of Vaccination ID dan Konsep New Normal Bermuatan LGBT?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/06/2020

    Berita


    Akun Facebook Januar mengunggah sebuah video berdurasi sekitar 9,5 menit yang berisi sejumlah klaim tentang konspirasi elite global di balik pandemi virus Corona Covid-19. Unggahan itu viral dan, hingga kini, telah ditonton lebih dari 17 ribu kali serta dibagikan lebih dari 550 kali.
    Video tersebut berisi kolase foto, cuplikan video, dan klaim bahwa pandemi Covid-19 adalah hasil konspirasi sejumlah tokoh, salah satunya pendiri Microsoft, Bill Gates. Narasi dalam video itu dibacakan oleh seorang pria.
    Klaim yang disampaikan dalam video itu antara lain soal tesswab polymerase chain reaction(PCR) Covid-19 yang sengaja dibuat tidak akurat, rencana sertifikasi digital pada mereka yang telah divaksin Covid-19, Covid adalah singkatan dari Certificate of Vaccination Id, dan konsep “new normal” yang bermuatan LGBT seperti judul serial televisi pada 2012.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Januar.
    Apa benar Covid-19 adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID dan konsep “new normal” bermuatan LGBT?

    Hasil Cek Fakta


    Klaim 1:Tes swab PCR dibuat tidak akurat agar sampai kapan pun Covid-19 seolah-olah tidak pernah hilang. Sampel swab tidak dimurnikan dulu. Tidak jelas urutan genetik apa yang dibandingkan.
    Fakta:
    Hingga saat ini,reverse transcriptasePCR dianggap sebagai metode standar emas (gold standard) yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19. Metode ini tidak hanya digunakan di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika. Dilansir dari jurnal PubMed Central, tes PCR merupakan tes berbasis deteksi asam nukleat yang memiliki sensitivitas yang memadai untuk membantu mendiagnosis infeksi dini.
    Meski memiliki akurasi yang lebih tinggi ketimbang tes antibodi (rapid test), tes PCR tetap memiliki potensi negatif palsu. Namun, potensi ini bukan diakibatkan oleh kesengajaan agar Covid-19 tetap selalu ada seperti klaim dalam video di atas. Negatif palsu bisa terjadi karena tiga hal. Pertama, jika infeksi yang terjadi pada seseorang yang dites masih terlalu dini atau malah terlambat sehingga tidak terdapat virus dalam jumlah yang cukup di sel mereka. Kedua, jika layanan kesehatan tidak mengumpulkan jumlah sampel yang cukup, misalnya swab kurang. Ketiga, jika jarak waktu antara pengambilan sampel dan tes terlalu lama, yang membuat RNA virus terurai.
    Dengan adanya risiko negatif palsu tersebut, dokter biasanya tidak hanya mengandalkan tes untuk menentukan apakah seseorang mengidap Covid-19. Jika seseorang menunjukkan gejala klasik Covid-19 dan berada di lokasi wabah, dokter kerap mendiagnosis seseorang terkena Covid-19 meskipun hasil tesnya negatif.
    Klaim 2:Bill Gates mengatakan mereka yang sudah divaksin Covid-19 harus ditato sertifikat digital. Sertifikat digital itu dibuat oleh Tattoo ID dan tertera dalam situs ID2020.org. Tato tersebut berkode 666 atau tato dajal. Vaksin dan sertifikat digital ini kemudian akan dihubungkan dengan chip implan transaksi online (microchip).
    Fakta:
    Rumor ini pernah beredar pada April 2020, dan Tim CekFakta Tempo telah menerbitkan artikel cek fakta yang membantah rumor tersebut. Dilansir dari Reuters, rumor mengenai rencana Bill Gates untuk memakai implanmicrochipdalam melawan pandemi Covid-19 memang bermula dari wawancara pendiri Microsoft tersebut dengan para pengguna Reddit. Setelah wawancara itu berakhir, muncul sebuah tulisan berjudul "Bill Gates will use microchip implants to fight coronavirus".
    Ditulis layaknya sebuah berita, tulisan yang menyesatkan itu menyebut bahwa "quantum dot dye" atau "quantum dot tattoo", teknologi yang ditemukan oleh Bill and Melinda Gates Foundation, bakal digunakan sebagai kapsul yang diimplan ke manusia yang memiliki "sertifikat digital". Teknologi ini disebut dapat menunjukkan siapa saja yang sudah menjalani tes Covid-19.
    Kepada Reuters, salah satu penulis utama makalah penelitian mengenai quantum dot dye, Kevin McHugh, mengatakan, "Teknologi quantum dot dye bukan berbentuk microchip atau kapsul yang bisa diimplan ke manusia, dan setahu saya tidak ada rencana menggunakan teknologi ini untuk memerangi pandemi Covid-19."
    Dalam wawancara di Reddit itu, Bill Gates memang sempat menyebut "sertifikat digital". Namun, penyebutan "sertifikat digital" itu untuk menjawab pertanyaan mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis dan ekonomi dunia. Dalam wawancara itu, Bill Gates sama sekali tidak menyinggung masalah microchip.
    Organisasi cek fakta Amerika Serikat, FactCheck, juga telah memverifikasi klaim "Bill Gates berencana menggunakan vaksin Covid-19 untuk melacak orang-orang dengan microchip". Menurut mereka, klaim itu keliru. Gates Foundation mengkonfirmasi bahwa penelitian mengenai quantom dot dye tidak terkait dengan vaksin Covid-19. Begitu pula dengan sertifikat digital.
    Bill Gates merupakan salah satu orang terkaya di dunia, yang menempatkan sebagian kekayaannya itu dalam berbagai organisasi dan inisiatif amal melalui Bill and Melinda Gates Foundation. Fokus utama yayasan ini, dan filantropi Bill Gates secara umum, adalah mengurangi ketidaksetaraan dalam bidang kesehatan, dengan fokus pada negara berkembang.
    Melalui organisasi-organisasi ini, Bill Gates juga mendanai penelitian terkait solusi teknologi untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat di komunitas termiskin secara global. Sejak 2015, ia telah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kurangnya kesiapsiagaan dunia dalam menghadapi bencana pandemi.
    Salah satunya karena pembelaannya terhadap vaksin, Bill Gates menjadi sasaran utama gerakan anti-vaksin selama lebih dari satu dekade terakhir. Permusuhan yang dibangun selama bertahun-tahun oleh klaim palsu dari kelompok-kelompok anti-vaksin itu, yang meningkat selama pandemi Covid-19, telah menciptakan teori konspirasi seputar Covid-19 yang semakin luas dan berpusat pada Bill Gates.
    Klaim 3:ID2020 adalah bagian dari konspirasi vaksin global.
    Fakta:
    Sebenarnya, ID2020 adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika yang bertujuan untuk membantu miliaran orang yang tidak berdokumen, seperti pengungsi. Mereka yang tidak berdokumen ini adalah kelompok rentan yang tanpa perlindungan hukum, tidak dapat mengakses layanan dasar dan berpartisipasi sebagai warga negara atau pemilih, serta bertransaksi dalam ekonomi modern. Organisasi pemeriksa fakta Amerika, Snopes, menulis bahwa ID2020, atau Digital Identity Alliance, didanai oleh beragam yayasan dan perusahaan, termasuk Microsoft dan GAVI yang didanai oleh Bill Gates.
    ID2020 Alliance menyediakan dana dan bantuan lain untuk proyek identitas digital dalam rangka melindungi privasi. Setiap individu atau organisasi yang memenuhi kriteria dapat mengajukan proposal. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sistem di mana individu memiliki kendali penuh atas identitas pribadi atau dokumentasi kesehatannya. Sementara produk akhirnya adalah sistem yang memungkinkan informasi semacam itu dapat diakses di mana saja tapi hanya dengan persetujuan pemilik.
    Salah satu proyek percontohan yang terkait dengan ID2020 adalah MyPass, upaya untuk memberikan identifikasi digital kepada populasi tuna wisma di Austin, Texas. Proyek tersebut berupaya membuat repositori identifikasi dan dokumen medis berbasis cloud. Versi awal, mereka menggunakan beberapa kombinasi kartu kode QR yang diberikan kepada individu yang berpartisipasi. Namun, kepesertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Proyek berikutnya berada di Tanzania dan Bangladesh, yang melakukan pencatatan online pada bayi.
    Proyek-proyek tersebut tidak terkait dengan pandemi Covid-19 dan tidak menyuntikkan apapun ke dalam tubuh manusia, atau sesuatu yang memungkinkan segala jenis pelacakan aktif atau pengawasan. Namun, teori konspirasi telah mendorong fakta-fakta di atas ke dalam narasi yang tidak berdasar.
    Klaim 4:Covid adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID.
    Fakta:
    Pemberian nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019” atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Nama Covid-19 tersebut diumumkan oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada 11 Februari 2020. Sesuai pedoman internasional, nama tersebut tidak merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu, ataupun kelompok tertentu.
    Klaim 5:Konsep “new normal” diambil dari serial televisi tentang LGBT.
    Fakta:
    Tidak ada kaitan antara “new normal” sebagai konsep kenormalan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19 dan serial televisi berjudul "Kesimpulan

    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Covid-19 adalah singkatan dari Certificate of Vaccination ID dan konsep “new normal” bermuatan LGBT, keliru. Nama Covid-19 merujuk pada singkatan dari “coronavirus disease 2019" atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Adapun serial televisi yang berjudul “The New Normal”, yang di dalamnya menyinggung LGBT, tidak berkaitan dengan pandemi Covid-19 karena ditayangkan pada 2012, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8158) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pembakar Bendera PDIP dalam Demo RUU HIP adalah Simpatisan PDIP yang Menyamar?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/06/2020

    Berita


    Klaim bahwa pelaku pembakaran bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam demonstrasi yang menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) adalah simpatisan PDIP yang menyamar beredar di media sosial. Klaim ini terdapat dalam sebuah gambar yang di dalamnya tercantum logo CNN Indonesia.
    Dalam gambar tersebut, terdapat pula tulisan bertanggal 24 Juni 2020 yang berjudul "Pembakar Bendera PDI-P Ternyata adalah Anggota Simpatisan PDI-P Sendiri yg Menyamar Ikut Aksi Tolak RUU HIP". Adapun isi tulisan itu adalah sebagai berikut:
    "Dalam Aksi jutaan Rakyat menolak RUU HIP, yang di Gagas dan di prakarsai oleh Ketum PDI-P Megawati. Rupanya ada oknum anggota Pdi-P yang menyusup dengan melakukan pembakaran Bendera Pdi-P untuk memfitnah para demonstran. Untung saja aparat kepolisian cepat sigap. Pelaku ini sering melakukan penyusupan, dan kini pelaku sudah di ketahui dan sudah di amankan oleh pihak kepolisian, untuk hindari amuk massa."
    Gambar ini pun memuat dua foto. Foto pertama memperlihatkan sejumlah pria berpeci yang membakar bendera berwarna merah berlogo PDIP. Dalam foto ini, terdapat tanda panah hijau yang mengarah pada pria berkemeja biru yang sedang memegang bendera PDIP yang dibakar. Sementara foto kedua memperlihatkan seorang polisi yang sedang menunjuk tato di lengan seorang pria berpeci.
    Di Facebook, gambar tersebut diunggah salah satunya oleh akun Muhammad Taufik, yakni pada 26 Juni 2020. Akun ini pun menulis, "PERTANYAANYA: 'JADI DIPROSES NGGAK YA?' Kira Kira kasus RUU HIP yang akan merubah Pancasila Jadi Ekasila dilanjut atau nggak ya?" Hingga artikel ini dimuat, unggahan ini telah dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Taufik.
    Apa benar pembakar bendera PDIP dalam demonstrasi RUU HIP adalah simpatisan PDIP yang menyamar?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memastikan apakah informasi tersebut bersumber dari CNN Indonesia, Tim CekFakta Tempo memasukkan kata kunci sesuai judul tulisan dalam gambar di atas, yakni "pembakar bendera PDI-P", ke kolom pencarian situs CNN Indonesia. Hasilnya, tidak ditemukan berita yang dimaksud. Cara penulisan PDIP oleh CNN Indonesia pun bukan "PDI-P", melainkan "PDIP".
    Tempo kemudian melakukan pencarian berita terkait di media lain dengan memasukkan kata kunci "pembakar bendera PDIP simpatisan PDIP" ke mesin pencarian Google. Hasilnya, juga tidak ditemukan berita yang dimaksud. Justru, Tempo menemukan beberapa artikel cek fakta terkait klaim "pembakar bendera PDIP dalam demonstrasi RUU HIP adalah simpatisan PDIP yang menyamar" yang menyatakan bahwa klaim itu keliru.
    Lalu, Tempo menelusuri dua foto yang tercantum dalam gambar di atas. Caranya, dengan memasukkan foto-foto itu kereverse image tool Source dan Google. Hasilnya, diketahui bahwa foto pertama yang memperlihatkan sejumlah pria berpeci yang membakar bendera berwarna merah berlogo PDIP merupakan gambar tangkapan layar dari sebuah video.
    Foto tersebut pernah dimuat oleh situs Publika News pada 25 Juni 2020 dalam artikelnya yang berjudul "Hasto Bakal Proses Hukum Pembakar Bendera PDIP". Foto itu diberi keterangan, "Pembakaran bendera PDIP dan PKI dalam aksi menolak RUU HIP di depan Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (24/6). (Foto: tangkapan layar YouTube)."
    Adapun video yang menjadi sumber dari gambar tangkapan layar tersebut pernah diunggah oleh kanal YouTube tvOneNews pada 25 Juni 2020 dengan judul "Bendera PDIP Dibakar Saat Demo Tolak RUU HIP". Dalam keterangannya, kanal tvOneNews menulis, "PDIP merespons aksi pembakaran bendera partai saat aksi tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), kemarin. PDIP akan menempuh jalur hukum."
    Terkait foto kedua, yang memperlihatkan seorang polisi yang sedang menunjuk tato di lengan seorang pria berpeci, pernah diunggah oleh akun Instagram Polres Rembang, @polresrembang, pada 9 Juni 2017, jauh sebelum demonstrasi RUU HIP digelar pada 24 Juni 2020. Pria itu adalah salah satu anggota Front Pembela Islam (FPI) yang datang ke Rembang, Jawa Tengah, untuk mengikuti pengajian haul Kiai Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram Polres Rembang pada 9 Juni 2017.
    Dalam keterangannya, Kapolres Rembang Ajun Komisaris Besar Sugiarto menjelaskan bahwa foto tersebut adalah foto ketika Polres Rembang memfasilitasi para anggota FPI dengan pakaian muslim baru. Penjelasan Sugiarto ini untuk membantah isu ketika itu bahwa polisi Rembang melucuti atribut anggota FPI.
    "Atribut yang dikenakan oleh para anggota FPI yang datang ke Rembang kami minta untuk melepasnya, kemudian kami ganti dengan baju koko baru. Itu bukan melucuti, tapi kami mengganti, cara menyampaikannya juga dengan bahasa humanis," kata Sugiarto.
    Dilansir dari Kumparan.com, juru bicara FPI Slamet Maarif mengakui bahwa pria dalam foto itu merupakan anggota FPI. Namun, Slamet tidak mau mengungkap identitas pria tersebut secata detail. "Itu anggota FPI yang kemarin. Alhamdulillah tadinya preman dan bertobat menjadi muslim yang taat setelah dibina FPI," ujar Slamet pada 11 Juni 2017.
    Pembakaran bendera PDIP
    Video pembakaran bendera PDIP saat demonstrasi menolak RUU HIP di depan gedung DPR pada 24 Juni 2020 viral di media sosial. Demonstrasi itu diikuti sejumlah ormas yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis NKRI, yakni Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Persaudaraan Alumni (PA) 212, dan FPI.
    Pembakaran bendera itu pun menuai reaksi dari kader partai tersebut. Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengeluarkan surat perintah agar seluruh kadernya merapatkan barisan. Tak lama setelah itu, seluruh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Jakarta melaporkan aksi pembakaran bendera tersebut ke enam polres di Jakarta serta Polda Metro Jaya.
    Dalam laporan bernomor LP/3.656/6/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ (Polda Metro Jaya) itu, pihak PDIP melaporkan sekelompok massa yang melakukan demonstrasi dan membakar bendera partainya. Mereka juga membawa bukti berupa video aksi pembakaran bendera berlambang banteng dengan moncong putih tersebut.
    Pada 29 Juni 2020, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi telah memeriksa lima saksi terkait kasus tersebut. "Sudah ada lima yang diklarifikasi karena masuk penyelidikan, di antaranya dua saksi ahli dan tiga pelapor sendiri," ujarnya. Menurut Yusri, pihaknya masih membutuhkan waktu untuk mendalami kasus ini. Apalagi, laporan kasus ini baru diterima polisi pada 26 Juni 2020.
    Sebelumnya, sebelum PDIP melaporkan pembakaran bendera partainya ke Polda Metro Jaya, Yusri mengatakan bahwa koordinator lapangan (korlap) dalam demonstrasi pada 24 Juni 2020 di depan gedung DPR itu telah dimintai klarifikasi oleh polisi. Hal itu, menurut Yusri, untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. "Kalau korlap (dimintai klarifikasi) iya, oleh intel, diambil keterangan ada apa ini terjadi," ujar Yusri pada 26 Juni 2020.
    Dilansir dari CNN Indonesia, korlap aksi menolak RUU HIP di depan gedung DPR pada 24 Juni 2020, Edy Mulyadi, menyebut pembakaran bendera, termasuk bendera PDIP, dalam unjuk rasa tersebut di luar rencana. Edy menuding tindakan tersebut dilakukan oleh penyusup yang sengaja mencari gara-gara. "Bisa spontanitas atau ada penyusup yang sengaja cari gara-gara," ujar Edy pada Kamis 25 Juni 2020.
    Edy mengklaim pihaknya tidak pernah berencana untuk melakukan pembakaran dalam unjuk rasa tersebut, baik bendera palu arit maupun bendera PDIP. Menurut dia, insiden tersebut di luar kendali dirinya sebagai korlap yang memegang pengeras suara di atas mobil komando. Edy juga mengaku tak kuasa menghentikan aksi tersebut. Alasannya, massa sudah kadung emosional dan kecewa pada RUU HIP.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim dalam gambar di atas, bahwa CNN Indonesia menerbitkan berita pada 24 Juni 2020 bahwa pembakar bendera PDIP dalam demonstrasi RUU HIP adalah simpatisan PDIP yang menyamar, keliru. Tidak ditemukan berita di CNN Indonesia yang berisi klaim tersebut. Begitu pula di media lain, tidak ditemukan berita bahwa pembakar bendera PDIP dalam demonstrasi RUU HIP adalah simpatisan PDIP yang menyamar.
    Terkait foto yang dicantumkan dalam gambar itu, foto pertama memang berasal dari video peristiwa pembakaran bendera PDIP dalam demonstrasi menolak RUU HIP di depan gedung DPRD pada 24 Juni 2020. Namun, foto kedua bukanlah foto pelaku pembakaran yang diklaim telah ditangkap oleh polisi, melainkan foto salah satu anggota FPI di Rembang pada 2017. Hingga kini, polisi masih menyelidiki siapa pelaku pembakaran bendera PDIP tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8157) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Demo di Amerika Saat Pandemi Covid-19?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 29/06/2020

    Berita


    Sebuah video aerial yang memperlihatkan jutaan orang yang sedang memadati jalan dan jembatan di sebuah kota beredar di media sosial. Sebagian besar massa menggunakan pakaian hitam. Beberapa di antaranya membawa bendera. Video itu diklaim sebagai video demontrasi di Amerika Serikat saat pandemi Covid-19.
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan video dan klaim itu adalah akun Alexandra, yakni pada 6 Juni 2020. Akun ini pun menulis narasi, “Jika dalam satu minggu mayat bergelimpangan di Amerika, berarti benar virus Corona itu ganas dan nyata. Tapi, apabila tidak terjadi apa-apa, berarti silahkan pikirkan sendiri."
    Dalam unggahannya, akun ini juga mencantumkan #ChinaVirusKonspirasi. Tagar itu merujuk pada narasi bahwa Covid-19 adalah konspirasi Cina. Narasi ini juga ditegaskan kembali oleh akun itu pada kolom komentar. “Mari kita sadar pelan-pelan, akan terbuka tabir hoaks ChinaVirus yang lagi booming saat sekarang ini.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Alexandra.
    Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua hal, yakni:

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Kemudian, gambar-gambar itu ditelusuri dengan reverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan petunjuk dari video yang dimuat oleh media Inggris, Daily Mail, yang identik dengan video unggahan akun Alexandra.
    Daily Mail mengunggah video tersebut pada artikel yang berjudul "Biggest crowd 'since of death of Ayatollah Khomeini in 1989': Millions flood Iranian city Ahvaz for funeral of slain general Soleimani - as protesters vow 'hard revenge' after US drone execution". Artikel ini terbit pada 5 Januari 2020. 
    Artikel itu menjelaskan bahwa ada sekitar satu juta pelayat yang mengiringi pawai pemakaman komandan militer Qasem Soleimani. Soleimani adalah Kepala Pasukan Quds Pengawal Revolusi Iran yang tewas dalam serangan pesawat tanpa awak milik Amerika.
    Setelah pawai pemakaman besar-besaran di Baghdad, Irak, Soleimani diterbangkan ke Kota Ahvaz di Iran barat daya, sebuah kota yang menjadi fokus pertempuran selama perang berdarah pada 1980-88 antara Irak dan Iran di mana sang jenderal menjadi terkenal. Dia kemudian dibawa ke sebuah kota di timur laut Mashhad.
    Bagian awal dan akhir video Daily Mail itu menampakkan suasana pelayat saat melewati gedung-gedung dan jembatan yang membelah sebuah sungai di Iran. Bentuk jembatan tersebut identik dengan jembatan dalam video unggahan akun Alexandra. Video itu diambil saat prosesi di Ahvaz, Iran.
    Arsitektur gedung dalam video unggahan akun Alexandra (kiri) yang identik dengan arsitektur gedung dalam video Daily Mail (kanan).
    Tempo pun membandingkan video tersebut dengan video yang dipublikasikan oleh The Telegraph yang bersumber dari Iran Press. Video ini juga mengambil peristiwa pawai pemakaman itu dari udara, yang memperlihatkan jembatan di atas sebuah sungai yang dilewati oleh para pelayat.
    The Telegraph memberikan keterangan yang sama dengan Daily Mail, bahwa video itu adalah video salah satu bagian dari prosesi pemakaman Soleimani. Prosesi pertama dimulai di Ahvaz. Setelah itu, jenazah Soleimani dibawa ke kuil Imam Reza di Masyhad.
    Lewat pencarian dengan kata kunci “Bridge in Ahvaz” di Google Maps, Tempo juga menemukan bahwa video tersebut direkam di atas Jembatan Naderi yang membelah Sungai Karun. Kesamaan bentuk jembatan ini dengan jembatan dalam video itu terlihat pada tiang-tiang lampu yang saling berhadapan dan tiang-tiang penyangga.
    Gambar tangkapan layar jembatan dalam video Alexandra (kiri) dan gambar tangkapan layar jembatan dalam video The Telegraph (kanan).
    Gambar tangkapan layar Jembatan Naderi di Google Maps.
    Lewat pencarian di Google Maps tersebut, diketahui pula bahwa nama gedung yang dilewati pelayat di bagian awal video adalah Emam Ali Medical Center. Gedung ini terletak di Jalan Salman Farsi, Ahvaz. Hal itu terlihat dari arsitektur gedung bagian atas. Dengan demikian, pawai pemakamam Soleimani itu berlokasi di sepanjang jalan Salman Farsi, Iran, bukan di Amerika.
    Klaim Covid-19 adalah konspirasi Cina
    Tim CekFakta Tempo telah berulangkali mempublikasikan artikel cek fakta yang menemukan bahwa sejauh ini tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan Covid-19 hanyalah konspirasi Cina. 
    Menurut artikel di Nature pada 17 Maret 2020, penelitian terhadap struktur genetik SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19, juga menunjukkan bahwa tidak ada manipulasi laboratorium pada virus tersebut. Para ilmuwan memiliki dua penjelasan tentang asal usul virus ini, yakni seleksi alam pada inang hewan atau seleksi alam pada manusia setelah virus melompat dari hewan. "Analisis kami dengan jelas menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bukan hasil konstruksi laboratorium atau virus yang dimanipulasi secara sengaja."
    Berikut beberapa artikel cek fakta terkait usal-usul Covid-19 yang diklaim sebagai konspirasi:

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video demonstrasi di Amerika saat pandemi Covid-19 keliru. Video itu merupakan video pawai pemakaman Qasem Soleimani, kepala pasukan elit Iran, Quds. Video itu diambil saat pawai di Kota Ahvaz, Iran, pada 5 Januari 2020, sebelum Covid-19 menyebar ke negara-negara di luar Cina. Tudingan bahwa Covid-19 adalah konspirasi Cina pun sampai hari ini tidak bisa dibuktikan.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8156) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Kapuspen TNI Sebut Mahasiswa Bisa Minta Didampingi Kodam Saat Demo?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 29/06/2020

    Berita


    Sebuah gambar berisi sebuah tulisan yang berjudul "Maklumat TNI Untuk Rakyat Indonesia" beredar di media sosial. Tulisan itu diklaim bersumber dari Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi. Di bagian awal, terdapat narasi bahwa mahasiswa bisa meminta didampingi oleh Komando Daerah Militer (Kodam) saat menggelar demonstrasi.
    "MAHASISWA bisa minta BANTUAN ke KODAM jika ingin didampingi saat gelar UNJUK RASA. Kewenangan itu sudah bukan lagi milik PANGLIMA TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. KAMI DILATIH .... Untuk BERPERANG. Untuk melumpuhkan LAWAN. Untuk membunuh LAWAN. tapi Kami punya hati nurani. Kami TIDAK DILATIH ..... Untuk membunuh RAKYAT. Untuk membunuh MAHASISWA. KAMI ADA karena .... Kami menjaga RAKYAT. Kami menjaga NKRI. TNI adalah anak kandung RAKYAT. RAKYAT adalah ibu kandung TNI. BRAVO TNI," demikian narasi dalam tulisan itu.
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan gambar tersebut adalah akun Dody Yeschan. Akun ini mengunggah gambar itu ke grup NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada 24 Juni 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Dody Yeschan.
    Apa benar Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi menyebut bahwa mahasiswa bisa meminta didampingi Kodam saat berdemonstrasi?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "mahasiswa boleh minta pengawalan TNI untuk unjuk rasa" di mesin pencarian Google. Hasilnya, ditemukan sebuah artikel cek fakta di situs Turnbackhoax.id yang pernah memverifikasi klaim itu pada 5 Oktober 2019.
    Menurut pemeriksaan fakta Turnbackhoax.id, pernyataan Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi terkait pengawalan demonstrasi oleh TNI pernah dimuat di situs CNN Indonesia pada 26 September 2019 dalam artikelnya yang berjudul "Mahasiswa Minta Dikawal Demo ke Mabes, TNI Arahkan ke Kodam". Namun, cara penyampaian atau kesimpulan dalam gambar di atas keliru sehingga mengarah ke tafsir yang salah.
    Berikut isi lengkap berita di CNN Indonesia:
    Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sisriadi mengatakan bahwa pendampingan mahasiswa dalam berdemonstrasi dilakukan di level komando daerah militer (kodam) dan hanya jika dalam kondisi dibutuhkan oleh Polri. Dia menyebut kewenangan itu sudah bukan lagi milik Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
    "Kewenangan Panglima dalam pengendalian operasi sudah dibagi habis ke satuan bawah. Mereka seharusnya minta ke tingkat pangdam. Panglima kan sudah dibagi habis kewenangannya," kata Sisriadi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (25/9).
    Meski demikian, Sisriadi menyatakan kewenangan Panglima TNI tidak termasuk kewenangan untuk mengizinkan dan memberikan pengawalan demonstran, karena berdasarkan UU No. 9/89, pengawalan demonstrasi adalah kewenangan Polri.
    Dia lalu menjelaskan bahwa TNI bisa ikut membantu mengamankan aksi demonstrasi jika memang dibutuhkan. Nantinya, itu akan diserahkan di level kodam di daerah yang bersangkutan.
    "TNI membantu polisi jika memang tenaga polisi tidak cukup. Prosedurnya begitu. Dan itu sudah pada level di lapangan, dan bukan pada Panglima TNI lagi," ujarnya.
    Sisriadi juga menyatakan bukan berarti TNI ingin ikut dalam kegiatan yang bersifat politik. "Urusannya diserahkan komandan di bawah dan mereka punya prosedur masing-masing dan itu kan tugas perbantuan," kata Sisriadi.
    Ihwal unjuk rasa mahasiswa yang dilakukan di dekat Mabes TNI, Sisriadi tidak ingin bicara banyak. Dia mengatakan bahwa mahasiswa sudah melakukan itu dengan tertib.
    Dia menjelaskan bahwa Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sedang tidak berada di Jakarta hingga beberapa hari ke depan. Karenanya, keinginan mahasiswa untuk bertemu Hadi tidak akan bisa tercapai.
    "Sedang di Palangkaraya mengecek pembuatan titik hujan. Kemarin kan Riau berhasil. Jambi berhasil. Jadi beliau melihat sekarang di Kalteng, nanti lanjut di Kalbar," ucap Sisriadi.
    Ratusan mahasiswa berkumpul di dekat Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Rabu (25/9). Mereka meminta TNI untuk ikut serta dalam aksi di depan Gedung DPR/MPR selanjutnya.
    Kapolsek Cipayung, Jakarta Timur Kompol Abdul Rasyid mengatakan mahasiswa itu berasal dari Bandung dan Jakarta. "Meminta dari pihak TNI ke Panglima TNI turun bersama-sama dengan mahasiswa ini untuk melakukan aksi damai [selanjutnya] di Gedung DPR/MPR, supaya pengamanan juga jangan cuma dari kepolisian," tutur Abdul saat dihubungi, Rabu (25/9).
    Ratusan mahasiswa itu berkumpul sejak sore hari. Hingga pukul 19.30 WIB, mereka belum mau membubarkan diri. Abdul mengatakan para mahasiswa tetap ingin bertemu dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
    "Keinginan mereka mau ketemu Panglima TNI, tapi belum ada fasilitas dari dalam (Mabes TNI). Sudah negosiasi dengan Mabes TNI tapi mereka tetap mau ketemu hari ini," tutur Abdul.
    Sementara dikutip dari arsip berita Tempo pada 25 September 2019, Kapuspen TNI Mayor Jenderal Sisriadi mengatakan mahasiswa tak berunjuk rasa di depan Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur. Menurut Sisriadi, pengunjuk rasa berada cukup jauh yaitu sekitar 500 meter dari depan Mabes TNI.
    Sisradi menuturkan dirinya sempat berada di kemacetan di jalan menuju tempat kerjanya tersebut. "Saya enggak lihat ada orang rame-rame demo, tapi memang macet. Ya kan karena jalannya sempit juga," ujar dia saat dihubungi, Rabu, 25 September 2019.
    Meski begitu, Sisriadi mengetahui adanya sejumlah mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di jalanan arah Mabes TNI. "Kata orang ya 500 meter dari Mabes TNI. Tapi itu artinya mereka pintar, di peraturan kan memang tidak boleh berdemo di depan Mabes TNI," kata Sisradi.
    Sebelumnya, massa yang mengaku sebagai mahasiswa dari sejumlah universitas di wilayah Bandung Raya, Jawa Barat, menggelar aksi di dekat Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Mereka berharap bisa beraudiensi dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Sisradi pun angkat bicara. TNI tak akan ikut-ikutan dalam aksi demonstrasi tersebut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim dalam gambar berjudul "Maklumat TNI Untuk Rakyat Indonesia" di atas, bahwa Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi menyebut bahwa mahasiswa bisa meminta didampingi Kodam saat berdemonstrasi, menyesatkan. Pernyataan Sisriadi itu diucapkan dalam konteks adanya permintaan pendampingan dari demonstran yang mengaku sebagai mahasiswa dari sejumlah universitas di Bandung dan Jakarta yang berkumpul di dekat Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Sisriadi merespons permintaan itu dengan mengatakan bahwa pendampingan mahasiswa dalam berdemonstrasi dilakukan di level Kodam dan hanya jika dalam kondisi dibutuhkan oleh Polri.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan