• (GFD-2020-8401) Keliru, Foto dan Narasi bahwa Dua Pelaku Teror Sigi dari Kelompok MIT Telah Ditembak Mati

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Dua foto yang diklaim sebagai foto dua pelaku teror di Sigi, Sulawesi Tengah, yang telah ditembak mati beredar di Facebook. Foto ini beredar beberapa hari setelah terjadinya pembunuhan terhadap empat orang dalam satu keluarga di Desa Lembantongoa, Sigi, pada 27 November 2020 oleh orang tak dikenal. Para pelaku juga membakar enam rumah warga dan satu rumah tempat pelayanan umat. Polisi menduga pelaku merupakan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso.
    Salah satu akun yang membagikan dua foto beserta klaim tersebut adalah akun Effendy Rahmat, yakni pada 1 Desember 2020. Akun ini menulis, “Dua Buron Teroris Anggota Mujahidin Indonesia Timur di Poso Ditembak Mati. Akhirnya terbunuh juga, pembunuh 4 nyawa satu keluarga yg tak berdosa di Sigi, Palu." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 500 reaksi dan 94 komentar serta dibagikan lebih dari 500 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Effendy Rahmat.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital kedua foto di atas denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa salah satu foto, yakni foto pria yang memegang senapan, tidak terkait dengan aksi teror di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, pada 27 November 2020.
    Foto tersebut pernah dimuat oleh Kumparan.com pada 8 November 2020 dalam artikelnya yang berjudul “Bojes, DPO MIT Poso Pernah Muncul di Palu pada 2019”. Kumparan.com memberikan keterangan bahwa pria itu adalah Wahid alias Aan alias Bojes, salah satu anggota kelompok Muhajidin Indonesia Timur (MIT) Poso, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
    Dilansir dari Detik.com, pada 17 November 2020, dua anggota kelompok MIT yang masuk dalam DPO ditembak mati oleh tim Satuan Tugas (Satgas) Tinombala di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Didik Supranoto, dua DPO itu adalah Wahid alias Aan alias Bojes dan Aziz Arifin alias Aziz yang sempat terendus berkeliaran di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
    Adapun foto lainnya, yang menunjukkan seorang pria yang tewas, belum terkonfirmasi. Meskipun demikian, wajah pria dalam foto ini identik dengan wajah Wahid alias Aan alias Bojes.
    Pasca aksi teror di Desa Lembantongoa, Sigi, yang menewaskan empat orang dalam satu keluarga itu, Polri telah menurunkan Satgas Tinombala ke wilayah tersebut pada akhir November lalu. Namun, hingga 3 Desember 2020, berdasarkan pemberitaan media, belum ada pelaku aksi teror tersebut yang ditangkap oleh Polri. Tidak ada pula peristiwa ditembak matinya dua anggota MIT yang terkait dengan teror tersebut. Saat ini, satgas masih memburu Ali Kalora, pentolan MIT yang disebut sebagai dalang pembantaian di Sigi.
    Satgas Tinombala pun justru dikritik. Dilansir dari arsip berita Tempo, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pemerintah perlu mengevaluasi kinerja Satgas Tinombala. Pasalnya, ribuan personil TNI-Polri sudah diterjunkan bertahun-tahun untuk memburu kelompok MIT yang jumlahnya tidak sampai 20 orang. Namun, tugas itu tak kunjung selesai.
    Menurut Khairul, kemunculan kelompok MIT yang ditengarai sebagai dalang pembunuhan satu keluarga di Desa Lembantongoa, Sigi, menandakan bahwa Satgas Tinombala gagal menghentikan konsolidasi dan eksistensi MIT. Ia pun mengaku sempat khawatir ketika Satgas Tinombala hibernasi dan akhirnya mengakibatkan organisasi MIT bisa berkonsolidasi dan kembali eksis.
    Direktur Imparsial Al-Araf mengatakan hal serupa. Ia meminta pemerintah mengevaluasi kinerja Satgas Tinombala yang sudah berjalan sejak 2016 di Poso, Sulawesi Tengah. Masa tugas Satgas ini akan rampung pada akhir Desember 2020. "Operasi keamanan yang dilakukan harus lebih terencana dan terukur sehingga menghasilkan kerja yang efektif untuk mengatasi itu," kata Al Araf saat dihubungi Tempo.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto dan klaim bahwa dua pelaku teror di Desa Lembantongoa, Sigi, Sulawesi Tengah, yang diduga merupakan anggota MIT telah ditembak mati, keliru. Satu dari dua foto di atas merupakan foto Wahid alias Aan alias Bojes, salah satu anggota kelompok MIT Poso yang masuk dalam DPO yang ditembak mati oleh Densus 88 pada pertengahan November 2020. Hingga 3 Desember 2020, Satgas Tinombala yang diterjunkan Polri ke Sigi pun belum menangkap pelaku aksi teror di Sigi yang diduga dilakukan oleh anggota MIT.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8400) Keliru, Klaim bahwa di Tengah Ribut-ribut Rizieq Shihab Terjadi Obral Batu Bara ke Cina

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Poster yang berisi klaim bahwa terjadi obral batu bara ke Cina di tengah ribut-ribut kasus pemimpin Front Pembela Islam ( FPI ) Rizieq Shihab beredar di Facebook. Poster itu dibagikan oleh akun Abu Aisyah, tepatnya pada 1 Desember 2020. Akun ini menulis, "Pantas HRS (Habib Rizieq Shihab) diuber-uber terus, biar masalah ini gak terekspos di publik."
    Adapun klaim yang tertulis dalam poster itu adalah sebagai berikut: "Meributkan HRS padahal sedang terjadi obral murah batu bara RI ke China hanya Rp 103 ribu/ton. Padahal harga Harga kontrak futures batu bara termal Newcastle di level US$ 70/ton. SDA kita diobral murah. Terlalu murah." Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah dibagikan lebih dari 200 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Abu Aisyah.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri pemberitaan dari media kredibel dengan memasukkan kata kunci terkait ke mesin pencari Google. Namun, tidak ditemukan berita yang menyebut pemerintah menjual murah batu bara dengan harga Rp 103 ribu atau sekitar US$ 7,26 (kurs Rp 14.191) per ton, termasuk ke Cina.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan tentang harga kontrak futures batu bara termal Newcastle. Dilansir dari CNBC Indonesia, dalam perdagangan pada 2 Desember 2020, harga kontrak memang menguat 2,36 persen ke US$ 71,45 per ton. Kenaikan ini salah satunya didorong oleh kabar telah direstuinya penggunaan darurat vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech oleh pemerintah Inggris.
    Kenaikan harga batu bara itu pun mengerek Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia. Dikutip dari Republika.co.id, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menetapkan HBA pada Desember 2020 naik 7,07 persen dari bulan sebelumnya menjadi US$ 59,65 per ton. Pada November 2020, HBA sebesar US$ 55,71 per ton.
    Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan naiknya harga batu bara Indonesia juga tak lepas dari meningkatnya permintaan pasar global. "Jepang, Korea Selatan, dan India sedang gencar-gencarnya melakukan impor batu bara dari Indonesia guna memenuhi kebutuhan industri domestik mereka. Ini menandakan pulihnya industri di negara-negara tersebut," katanya.
    Dalam laporan CNBC Indonesia, Agung menuturkan bahwa faktor lain yang turut memicu penguatan HBA adalah penandatanganan kesepakatan peningkatan ekspor batu bara Indonesia ke Cina. Dilansir dari Kompas.com, memang baru saja ditandatangani kerja sama antara Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) dengan China Coal Transportation and Distribution (CCTDA) terkait ekspor batu bara.
    Lewat perjanjian itu, CCTDA akan membeli batu bara Indonesia senilai US$ 1,46 miliar atau setara Rp 20,6 triliun (kurs Rp 14.109). Menurut Agung, hasil kesepakatan tersebut diproyeksi mampu mendongkrak nilai batu bara yang sempat mengalami kelesuan di tengah pandemi Covid-19. Ia menambahkan, kerja sama ini berawal dari kunjungan kerja pemerintah ke Cina yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi beberapa bulan lalu.
    Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan kesepakatan penjualan batu bara Indonesia ke Cina itu akan meningkatkan volume perdagangan. Selain menyepakati kebijakan ekspor jangka panjang, kerja sama ini juga memfasilitasi produsen batu bara di Indonesia dengan pihak pembeli di Cina dan meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara. "Ini merupakan bagian dari kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara untuk mencapai volume perdagangan 200 juta ton di tahun 2021," ujarnya.
    Namun, saat dihubungi Tempo, Hendra membantah bahwa nilai perjanjian sebesar US$ 1,46 miliar itu setara dengan 200 juta ton batu bara, yang artinya harga per ton hanya US$ 7,3 atau sekitar Rp 103 ribu, seperti yang tercantum dalam poster yang beredar. Dia menjelaskan nilai kerja sama sebesar US$ 1,46 miliar itu adalah komitmen yang telah dibuat oleh beberapa perusahaan batu bara di Indonesia dengan perusahaan Cina hingga tanggal ditandatanganinya kesepakatan tersebut, yakni 25 November 2020. Sementara 200 juta ton adalah target volume perdagangan batu bara yang ingin dicapai antara Indonesia dan Cina hingga 2021.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa terjadi obral batu bara ke Cina di tengah ribut-ribut kasus pemimpin FPI Rizieq Shihab, keliru. Pada 2 Desember 2020, harga kontrak futures batu bara termal Newcastle memang mencapai US$ 71,45 per ton. Namun, hal ini justru ikut mengerek HBA Indonesia pada Desember 2020 menjadi US$ 59,65 per ton. Naiknya HBA itu juga tak lepas dari penandatanganan kesepakatan antara APBI dan CCTDA yang akan membeli batu bara Indonesia senilai US$ 1,46 miliar. Nilai itu pun bukan untuk 200 juta ton batu bara, yang artinya harga per ton hanya US$ 7,3 atau sekitar Rp 103 ribu, seperti yang tercantum dalam poster di atas.
    ZAINAL ISHAQ | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8399) Keliru, Foto Bocah yang Tidur di Atas Lukisan Ibu yang Disebut Korban Perang Irak

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Foto yang memperlihatkan bocah perempuan tengah tertidur di atas lukisan sosok ibu beredar di media sosial. Foto itu diklaim sebagai foto bocah perempuan yang kehilangan keluarganya akibat perang di Irak, yang tidur di atas lukisan sosok ibunya yang telah meninggal. Lukisan itu dibikin di lantai panti asuhan tempat bocah tersebut tinggal.
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan foto itu adalah akun KataKita, tepatnya pada 1 Desember 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 4.600 reaksi dan 217 komentar serta dibagikan sebanyak 436 kali. Berikut sebagian narasi dalam unggahan akun KataKita:
    "Foto ini menggambarkan situasi dampak perang di Irak. Seorang gadis kecil yang kehilangan keluarga akibat perang, melukis sosok ibunya yang telah meninggal di lantai panti asuhan anak yatim piatu tempat tinggalnya. Sebelum tidur, gadis kecil ini dengan hati-hati melepaskan sepatunya, meletakkan tubuhnya di atas lukisan, tepat di dada "ibu" untuk kemudian tertidur."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook KataKita.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto itu dengan reverse image tool Source, Google, dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa foto tersebut telah beredar di internet sejak 2014 dan tidak ada kaitannya dengan perang di Irak.
    Foto yang identik pernah dimuat oleh situs Iroon.com pada 17 Agustus 2014 dengan judul “Unreality: Bahareh Bisheh's photography”. Foto yang sama juga pernah dimuat oleh situs Childreninfamilies.org pada 26 Februari 2016. Situs ini menjelaskan bahwa foto tersebut merupakan karya fotografer sekaligus seniman Iran yang bernama Bahareh Bisheh.
    Dikutip dari Childreninfamilies.org, bocah perempuan dalam foto tersebut merupakan salah satu saudara sepupu Bisheh. Foto itu diambil ketika saudara sepupu Bisheh itu tertidur di trotoar di luar rumah mereka. Namun, foto ini kemudian menghebohkan media sosial karena dibagikan bersama kisah tentang anak yatim-piatu yang merindukan ibunya.
    Foto tersebut pertama kali diunggah oleh Bisheh di situs stok foto Flickr pada 15 Juli 2012. Foto tersebut diberi keterangan "I Have a Mother... photo By: Baharer bisheh from iran". Foto itu pun banyak mendapatkan komentar. Dalam kolom komentar, Bisheh menjawab beberapa pertanyaan tentang kisah di balik foto tersebut.
    Bisheh memastikan bahwa gadis kecil dalam foto itu adalah sepupunya. Bocah ini, menurut dia, benar-benar tertidur di aspal tepat di luar rumah Bisheh. "Dia pasti bermain selama beberapa waktu dan hanya berbaring untuk beristirahat, tapi kemudian tertidur. Saya menggunakan kursi untuk mengambil foto ini sembari berdiri,” katanya.
    Bisheh juga menyatakan bahwa foto tersebut tidak ada hubungannya dengan panti asuhan. “Tidak ada panti asuhan yang terkait dan tidak ada kisah tragis di balik ini. Saya mengambil kesempatan ini untuk menjadi kreatif. Ini adalah gaya fotografi,” ujar Bisheh.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto bocah perempuan yang kehilangan keluarganya akibat perang di Irak, yang tidur di atas lukisan sosok ibunya yang telah meninggal, keliru. Foto tersebut diabadikan oleh fotografer sekaligus seniman asal Iran yang bernama Bahareh Bisheh. Menurut Bisheh, bocah dalam foto tersebut adalah sepupunya yang tengah tertidur di aspal di depan rumahnya.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8398) Sesat, Narasi yang Samakan Sertifikat Vaksin Covid-19 dengan Libellus di Kerajaan Romawi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 02/12/2020

    Berita


    KLAIM
    Narasi yang menyamakan sertifikat bagi masyarakat yang sudah diberi vaksin Covid-19 dengan sertifikat di era pemerintahan Raja Romawi Trajan beredar di Facebook. Narasi itu dibagikan oleh akun Ivan Al Qonuni, tepatnya pada 28 November 2020. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 323 reaksi dibagikan 152 kali.
    Unggahan akun tersebut berisi berita yang pernah dimuat oleh Tempo, tentang alur yang telah disiapkan oleh PT Bio Farma bagi masyarakat yang akan melakukan vaksinasi Covid-19 secara mandiri. Akhir dari alur itu, masyarakat yang sudah divaksin akan mendapatkan sertifikat. Sertifikat ini pun akan disebar ke berbagai pihak, seperti kementerian atau layanan transportasi.
    Di akhir unggahannya, akun itu meminta warganet membandingkan sertifikat vaksin Covid-19 itu dengan sertifikat di era Raja Trajan, yang ditulis dalam unggahan lain pada 27 November 2020. "Pada masa itu, terjadi sebuah pemaksaan teologi di mana para pengikut Isa dipaksa oleh Raja Romawi untuk memberikan kurban kepada berhala (pagan) yang dipertuhan oleh raja."
    Menurut tulisan itu, siapa pun yang telah memberikan kurban akan dianggap murtad dari agama yang dibawa Isa. Karena itu, mereka akan ditandai dengan libellus. Di masa berikutnya, tulisan itu menyebut bahwa libellus dikeluarkan oleh pihak Istana sebagai sertifikat indulgensi atau pengampunan dosa bagi orang-orang Kristen yang murtad.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Ivan Al Qonuni pada 28 November 2020 (kiri) dan 27 November 2020 (kanan).

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, berita tentang rencana pemberian sertifikat bagi masyarakat yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 secara mandiri memang pernah dimuat oleh Tempo pada 25 November 2020. Berita itu berjudul "Bio Farma Sebut 7 Tahapan untuk Dapat Vaksinasi Covid-19 Mandiri". Sertifikat ini berguna untuk mengetahui siapa saja yang sudah mendapatkan vaksinasi. Nantinya, data vaksinasi mandiri dan data vaksinasi bantuan pemerintah akan terhubung dalam basis data nasional.
    Dalam berita Tempo lainnya disebutkan bahwa Bio Farma akan menerima 15 juta dosis bulk vaksin Covid-19 dari perusahaan biofarmasi Sinovac Biotech Ltd di Cina pada November 2020. Dosis bulk tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah oleh Bio Farma di Indonesia menjadi vaksin siap guna bagi masyarakat. Namun, izin penggunaan vaksin ini harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    Sementara itu, vaksin Covid-19 produk jadi dari Sinovac akan dikirim masing-masing 1,5 juta dosis untuk November dan Desember 2020. Penyuntikan vaksin Covid-19 produk jadi ini pun mesti menunggu persetujuan dari BPOM terlebih dahulu.
    Tentu saja sertifikat vaksin Covid-19 tersebut tidak sama atau berkaitan dengan libellus yang dikeluarkan di masa Romawi. Dalam situs ensiklopedia Katolik, libelli (bentuk jamak dari libellus) adalah sertifikat yang dikeluarkan bagi orang Kristen pada abad ke-3. Libelli terdiri atas dua jenis, yakni sertifikat untuk membuktikan bahwa pemegangnya telah sesuai dengan tes agama yang disyaratkan oleh dekrit Decius dan sertifikat bagi para lapsi atau mereka yang telah murtad.
    Sertifikat untuk para lapsi juga dibedakan menjadi tiga jenis yakni murtad, atau yang telah sepenuhnya meninggalkan agama mereka; korban atau thurificati, yang telah mengambil bagian dalam ritual pagan; dan libellatici, yang telah mendapatkan sertifikat (libelli) kesesuaian dari otoritas sipil yang sesuai.
    Dengan demikian, libellus sebenarnya berkaitan dengan urusan teologi. Sementara pemberian sertifikat vaksin Covid-19 oleh Bio Farma dimaksudkan untuk mengetahui siapa saja yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 dari jalur mandiri.
    Vaksinasi pun bukan bentuk pengorbanan seperti ritual pagan. Dikutip dari Pusat Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), vaksin Covid-19 bertujuan untuk membangun sistem kekebalan dengan mengajari tubuh mengenali dan melawan virus yang menyebabkan Covid-19. Terkadang, proses ini bisa menimbulkan gejala, seperti demam. Gejala ini normal dan merupakan tanda bahwa tubuh sedang membangun kekebalan.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang menyamakan pemberian sertifikat vaksin Covid-19 dengan libellus di era Raja Romawi Trajan, menyesatkan. Berita yang digunakan untuk melengkapi narasi itu memang berasal dari Tempo. Namun, kesimpulan yang ditarik, yang menyamakan pemberian sertifikat vaksin Covid-19 dengan pemberian sertifikat di era Raja Trajan, tidak tepat. Pasalnya, libellus berkaitan dengan urusan teologi, di mana diberikan kepada umat Kristen pada abad ke-3.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan