• (GFD-2020-8429) Tidak Terbukti, Vaksin Cina Akan Bunuh Warga Karena Timbulkan Efek ADE

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 23/12/2020

    Berita


    Video berita dengan teks yang mengklaim bahwa warga akan dibunuh dengan vaksin Cina beredar di Facebook. Video itu adalah video berita dari CNN Indonesia Jawa Timur yang berjudul "Potensi Bahaya Vaksin Covid-19". Video ini berisi penjelasan Chairul Anwar Nidom, guru besar Universitas Airlangga yang juga Ketua Tim Laboratorium Professor Nidom Foundation, tentang fenomena antibody-dependent enhancement (ADE).
    ADE adalah peristiwa di mana peningkatan antibodi tidak efektif menetralisir virus yang dituju sehingga virus tersebut bisa tetap masuk ke sel, dan malah membuat infeksi di dalam sel lebih parah. Video ini pun diberi tulisan tambahan berwarna kuning yang berbunyi: "hati2,,, rakyat akan dibunuh vaksin Cina,,,!" Video ini dibagikan salah satunya oleh akun Tony Arianto, tepatnya pada 17 Desember 2020.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Tony Arianto yang memuat klaim yang belum terbukti kebenarannya terkait vaksin.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video berita tersebut memang pernah dirilis CNN Indonesia pada 18 September 2020. Namun, dalam video tersebut, tidak ada penjelasan bahwa vaksin dari Cina akan membunuh warga, termasuk di Indonesia.
    Berita tersebut memuat penjelasan seputar hasil penelitian Professor Nidom Foundation (PNF) tentang potensi antibody-dependent enhancement (ADE) pada virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Artinya, terdapat potensi peningkatan keganasan virus setelah vaksinasi.
    Tempo pun meminta penjelasan lebih lanjut kepada Chairul Anwar Nidom terkait fenomena ADE itu. Menurut dia, efek ADE bisa terjadi pada SARS-CoV-2, tapi bisa juga tidak. Sehingga, hal ini perlu menjadi pertimbangan utama sebelum vaksin, apapun jenisnya, diberikan kepada masyarakat.
    Menurut dia, ada dua macam vaksin yang akan diedarkan secara global, yaitu vaksin yang hanya membentuk antibodi humoral (darah), seperti vaksin Sinovac dan vaksin Sinopharm, serta vaksin yang membentuk antibodi humoral sekaligus antibodi selular, seperti vaksin Pfizer.
    “Selama ini, yang pernah terjadi adanya efek ADE adalah pada vaksin yang menghasilkan antibodi humoral, seperti vaksin demam berdarah serta kandidat vaksin SARS yang diberikan kepada hewan monyet yang menimbulkan kerusakan paru (pneumonia) yang hebat,” kata Nidom pada 23 Desember 2020.
    Menurut dia, penggunaan vaksin atas virus baru, seperti SARS-CoV-2, diperlukan kehati-hatian yang tinggi. “Jangan hanya mempertimbangkan proses pembuatan vaksinnya saja, tapi juga reaksi virusnya,” katanya. Vaksinasi, menurut dia, juga seharusnya bukan satu-satunya cara yang diambil.
    Pasalnya, pengendalian Covid-19 dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak sudah sangat efektif, asal dilakukan dengan disiplin yang tinggi dari semua level masyarakat. “Masih ada kematian itu banyak terjadi akibat komorbid dan mekanisme di hilir (rumah sakit, dan lain-lain).”
    Namun, kekhawatiran Nidom terkait ADE tersebut dibantah oleh Kusnandi Rusmil, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menurut dia, fenomena ADE tidak terjadi pada SARS-CoV-2. Dia menegaskan fenomena ADE sudah menjadi perhatian dalam riset pengembangan vaksin Covid-19.
    Hal itu termasuk vaksin Sinovac yang riset uji klinisnya di Bandung, Jawa Barat, dipimpin oleh Kusnandi. "ADE sejauh ini hanya terlihat pada Dengue dan sejenisnya dan tidak pada virus lain," kata Kusnandi dalam keterangan tertulisnya pada 5 Oktober 2020.
    Fenomena ADE yang terlihat pada kasus MERS, SARS, Ebola, dan HIV, seperti juga dinyatakan dalam literatur Nidom, kata Kusnandi, hanya ditemukan in silico dan in vitro atau percobaan di cawan petri laboratorium. "Tidak menggambarkan fenomena di manusia," kata guru besar Ilmu Kesehatan Anak itu.
    Untuk SARS-CoV-2, menurut Kusnandi, telah diselidiki sejak uji praklinis, dan kandidat vaksin yang ada dinyatakan aman dari fenomena ADE. Baik pada tikus maupun monyet yang menjadi model percobaan, tidak didapati patologi pada darah maupun paru-paru yang mungkin terjadi bila efek ADE eksis.
    "Saat ini, sudah lebih dari 140 calon vaksin dibuat, sebagian di antaranya sudah dalam tahap uji klinis pada manusia, dan hingga saat ini belum ada bukti terjadinya ADE," katanya sambil menambahkan, "Namun, kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan."
    Tidak ditemukan efek ADE dalam hasil uji klinis vaksin lain
    Menurut organisasi cek fakta yang fokus pada isu kesehatan, Health Feed Back, dalam artikelnya pada 21 November 2020, meski secara teoritis ADE bisa muncul karena efek vaksin Covid-19, hasil uji klinis beberapa vaksin belum menunjukkan bahwa peserta yang menerima vaksin mengalami peningkatan keparahan penyakit dibandingkan yang tidak divaksin. Para ilmuwan terus mendorong pemantauan keamanan yang ketat untuk sepenuhnya menyingkirkan ADE sebagai efek samping potensial.
    Sanjay Mishra, staf ilmuwan Pusat Medis Universitas Vanderbilt, menjelaskan belum ada peran pasti ADE dalam Covid-19, meski kekhawatiran atas hal itu muncul. Kandidat vaksin utama yang sejauh ini telah memasuki tahap uji coba fase 3 skala besar, seperti Moderna, Pfizer, dan AstraZeneca, tidak menunjukkan masalah keamanan yang serius. Namun, dia menyarankan untuk tetap mencermati bukti yang lebih baik untuk sepenuhnya menyingkirkan ADE, meski sejauh ini belum ada bukti ADE yang ditemukan.
    Sebagai catatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat ( FDA ) telah memberikan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 yang dibuat oleh Pfizer bersama BioNTech. Keputusan ini didasarkan pada data lebih dari 43 ribu relawan yang telah menerima suntikan vaksin kedua. Vaksin itu disebut aman, di mana uji coba menemukan efek samping yang umum terjadi, seperti kelelahan, sakit kepala, demam, dan empat kasus bell’s palsy. Tidak ditemukan keparahan penyakit karena fenomena ADE.
    Angeline Rouers, peneliti di Jaringan Imunologi Singapura, menjelaskan potensi ADE pada virus Corona baru lewat demonstrasi in vitro (simulasi komputer). Mekanisme in vivo mungkin berbeda, dan juga tidak ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menginfeksi makrofag, sel yang berfungsi untuk menstimulasikan limfosit dan sel imun lainnya untuk merespon patogen.
    "Faktanya, ADE adalah respons imun yang terkenal di kalangan ilmuwan dan dijelaskan dalam buku teks imunologi. ADE harus dinilai dari tahap paling awal pengembangan vaksin. Tidak ada yang disembunyikan dari publik. Jika ADE terdeteksi selama pengembangan vaksin, uji coba itu akan dihentikan. Kami tidak pernah bisa yakin 100 persen bahwa ini tidak akan terjadi pada tahap uji klinis selanjutnya. Tapi, dalam seluruh sejarah vaksin, fenomena ini sangat jarang terjadi,” kata Rouers.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksin Cina akan bunuh warga karena timbulkan efek ADE, belum terbukti. Meski pemerintah Indonesia telah mendatangkan 1,2 juta vaksin Sinovac, vaksin ini belum mengantongi izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga belum diedarkan. Belum ada pula temuan di mana relawan uji coba vaksin Sinovac mengalami keparahan penyakit karena efek ADE. Selain itu, hasil uji klinis sementara pada vaksin Pfizer yang telah digunakan di Amerika Serikat dan Inggris juga tidak menunjukkan efek ADE. Meski begitu, pemantauan terhadap keamanan vaksin tetap harus menjadi perhatian utama.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8428) Keliru, Klaim Ini Foto Pohon Natal yang Dipasang di Halaman Istana Negara pada 2020

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/12/2020

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto pohon Natal yang dipasang di halaman Istana Negara pada Desember 2020 beredar di media sosial. Menurut klaim yang menyertai foto tersebut, dipasangnya pohon Natal di halaman Istana Negara ini adalah untuk yang pertama kalinya sejak Indonesia merdeka pada 1945.
    "Puji Tuhan untuk pertama kalinya pohon Natal di pasang di halaman Istana Negara Indonesia! Semenjak Indonesia merdeka di tahun 1945! Pemerintahan Jokowi hebaatt," demikian narasi yang tertulis di bawah foto itu.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Hadi Wijaya, tepatnya pada 19 Desember 2020. Akun ini menulis narasi, "#INFO_VALID." Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah mendapatkan lebih dari 3 ribu reaksi dan 400 komentar serta dibagikan lebih dari 100 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Hadi Wijaya yang memuat klaim keliru terkait foto unggahannya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa foto tersebut telah beredar sejak 2014. Foto itu pun diambil di halaman Balai Kota DKI Jakarta, bukan di halaman Istana Negara.
    Foto yang identik dengan kualitas yang lebih baik pernah diunggah ke Twitter oleh akun @muhtarom pada 14 Desember 2014. Akun ini juga menulis narasi bahwa dua pohon Natal itu berdiri di halaman Istana Negara. Pohon-pohon Natal itu berada di sisi kiri dan kanan kolam serta tiang bendera. Pohon tersebut dilengkapi dengan ornamen dan lampu hias khas Natal.
    Namun, tata letak halaman ini bukan tata letak halaman Istana Negara, melainkan halaman Balai Kota DKI Jakarta. Foto-foto halaman dengan pohon Natal yang serupa pernah dimuat oleh situs media Aktual.com pada 16 Desember 2014. Foto itu terdapat dalam berita yang berjudul "Jakarta Dipimpin Ahok, Halaman Kantor Gubernur Berdiri 2 Pohon Natal".
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan tentang pemasangan dua pohon Natal di Balai Kota DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu. Berdasarkan arsip berita Tempo, Ahok mengatakan pemasangan dua pohon Natal di halaman kantornya ini dilakukan oleh Panitia Perayaan Natal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
    Panitia, kata Ahok, sudah meminta izin kepadanya untuk meletakkan pohon Natal di depan Pendapa Utama Blok B Balai Kota. "Saya bilang silakan saja," tutur Ahok di Balai Kota, Senin, 22 Desember 2014. Pantauan Tempo, sepasang pohon Natal setinggi 3 meter itu diletakkan di sisi kolam air mancur. Pohon tersebut dilengkapi dengan ornamen dan lampu hias khas Natal.
    Staf rumah tangga Pemerintah DKI Jakarta, Mansyur, mengatakan pemasangan pohon Natal di halaman Balai Kota tersebut merupakan yang pertama kalinya. Sebelumnya, kata dia, hanya ada pohon Natal setinggi sekitar 1,5 meter yang diletakkan di lobi Blok G. "Tahun ini, pertama kalinya dipasang pohon Natal setinggi itu," tuturnya di Balai Kota pada 22 Desember 2014.
    Masih dari arsip berita Tempo, menurut Ahok, pohon Natal tidak hanya dipajang di halaman kantornya, tapi juga di halaman rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Penghiasnya adalah Tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga DKI. Soal kritik dan ancaman lantaran memasang pohon Natal itu, Ahok mengaku tak khawatir. “Ah, biar saja,” ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto pohon Natal yang dipasang di halaman Istana Negara pada Desember 2020, keliru. Dua pohon Natal dalam foto tersebut dipasang di halaman Balai Kota DKI Jakarta, bukan di halaman Istana Negara. Pohon-pohon Natal itu dipasang pada Desember 2014 saat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8427) Keliru, Klaim Ini Video Bocah Papua yang Melantukan Ayat-ayat Alquran

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 22/12/2020

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video ketika seorang bocah Papua melantunkan ayat-ayat Alquran viral. Video ini dibagikan salah satunya oleh akun Instagram @infograam pada 12 Desember 2020. Video itu diberi teks "Video Bocah Asal Papua Fasih Lantunkan Ayat Suci, Dengan Suara Yang Merdu Banget".
    Menurut akun ini, video tersebut berasal dari akun Instagram @papua_talk. "Bukan tengah bermain, sang bocah tersebut justru melantunkan ayat suci Alquran sembari berdiri di sebuah tanah lapang. Bocah tersebut diketahui merupakan putra Papua yang berasal dari Walesi, Wamena."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @infograam yang memuat klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengan tool InVID. Gambar-gambar ini kemudian ditelusuri dengan reverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa bocah dalam video tersebut bukanlah bocah asal Papua, melainkan asal Tanzania, Afrika.
    Video yang sama dengan resolusi yang lebih tinggi pernah diunggah oleh kanal YouTube terverifikasi milik ulama asal Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk alias Mufti Menk, pada 3 Desember 2020. Video itu diberi judul "MOST BEAUTIFUL TONE OF RECITATION - Some build their Paradise while others don't even bother!". Menurut kanal ini, bocah itu berasal dari Afrika.
    Gambar tangkapan layar video asli bocah asal Tanzania yang melantunkan ayat-ayat Alquran di kanal YouTube milik ulama asal Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk alias Mufti Menk.
    Tempo kemudian menelusuri akun Instagram Mufti Menk, @muftimenkofficial, dan menemukan video yang sama, dengan durasi yang lebih singkat, diunggah kembali pada 6 Desember 2020. Dalam deskripsi yang ditulis oleh akun ini, dijelaskan bahwa bocah dalam video tersebut berasal dari sebuah desa di Pulau Pemba, Zanzibar, Tanzania.
    "Ini Bakari muda dari sebuah desa di Pulau Pemba di Tanzania. Saya mengunggah pertunjukannya baru-baru ini di kanal YouTube saya. Video ini direkam oleh seorang kawan dari Water Fall Charity UK yang terkesan dengan lantunannya. Video ini pun viral. Karena itu, banyak orang yang mencoba mengumpulkan dana bagi bocah ini, mengklaim bahwa dia adalah murid mereka, dan sebagainya."
    Viralnya video bocah Tanzania yang melantunkan ayat-ayat Alquran itu pun pernah diberitakan oleh Liputan6.com dengan berjudul "Viral Bocah Ini Lantunkan Ayat Al-Qur'an dengan Suara Merdu, Bikin Kagum". Berita tersebut juga menyatakan bahwa bocah dalam video itu berasal dari Pulau Pemba, Zanzibar, Tanzania.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas merupakan bocah Papua yang melantuntan Alquran, keliru. Setelah ditelusuri, bocah dalam video tersebut merupakan bocah yang berasal dari Tanzania, bukan Papua. Video tersebut sebelumnya pernah diunggah oleh ulama Mufti Menk dan disebut berasal dari Tanzania.
    JUAN ROBIN | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8426) Keliru, Paus Fransiskus Sebut Vaksin Covid-19 Tiket Masuk Surga

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/12/2020

    Berita


    Klaim bahwa Paus Fransiskus menyatakan vaksin Covid-19 bakal diperlukan untuk masuk surga beredar di media sosial. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul "Pope Francis Says Covid Vaccine Will Now Be Required To Enter Heaven" yang dimuat pada 30 November 2020.
    Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut dibagikan salah satunya oleh akun Yoez Rusnika, yakni pada 6 Desember 2020. Akun ini menulis narasi, "Selain digunakan sebagai tiket masuk pertunjukkan, pesawat dan kegiatan sosial lainnya, vaksin juga bisa dipakai sebagai tiket masuk surga .. OMG."
    Akun tersebut juga mencantumkan tautan artikel dari situs Cnmnewz.com yang memuat judul serupa dengan judul artikel dalam gambar di atas. Menurut situs ini, informasi tersebut berasal dari situs The Babylon Bee. Tampilan situs itu sama dengan yang terlihat dalam gambar unggahan akun Yoez Rusnika.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yoez Rusnika pada 6 Desember 2020 yang memuat klaim keliru tentang Paus Fransiskus dan vaksin Covid-19

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa situs yang memuat artikel dalam gambar tangkapan layar tersebut, yakni The Babylon Bee. Hasilnya, ditemukan informasi bahwa situs tersebut merupakan situs satire yang kerap menulis hal-hal tentang Kristen, politik, dan kehidupan sehari-hari.
    Di halaman "About Us" The Babylon Bee, mereka menyatakan, "The Babylon Bee adalah situs satire terbaik di dunia, sama sekali tidak salah dalam semua klaim kebenarannya. The Babylon Bee diciptakan oleh ex nihilo pada hari ke-8 dalam pekan penciptaan, tepat 6 ribu tahun yang lalu. Jika Anda ingin mengeluh tentang sesuatu di situs kami, sampaikan kepada Tuhan."
    Selain artikel di The Babylon Bee, tidak ditemukan berita di media kredibel yang memuat pernyataan yang diklaim berasal Paus Fransiskus bahwa "vaksin Covid-19 adalah tiket masuk surga". The Babylon Bee mengklaim pernyataan itu disampaikan dalam sebuah pengumuman resmi pada akhir November 2020. Namun, sepanjang November 2020, Kantor Pers Takhta Suci Vatikan tidak pernah mengeluarkan siaran pers tentang pernyataan itu.
    Situs pemeriksa fakta Check Your Fact, yang telah memverifikasi klaim itu, juga menyatakan bahwa ini bukan pertama kalinya pengguna media sosial menganggap artikel dari The Babylon Bee itu sebagai fakta. Sama seperti sebelumnya, menurut Check Your Fact, beberapa pengguna media sosial pun menganggap artikel satire terkait Paus Fransiskus itu benar adanya.
    Paus Fransiskus dan vaksin Covid-19
    Dilansir dari Reuters, pada 25 September 2020, dalam video pidatonya di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Paus Fransiskus memperingatkan para pemimpin dunia agar memberikan prioritas kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan apabila vaksin Covid-19 telah dinyatakan siap.
    Paus mengatakan pandemi yang terjadi di seluruh dunia telah menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak dalam mempromosikan kesehatan masyarakat dan memastikan akses ke vaksin. “Jika ada yang diberi preferensi, biarlah yang termiskin, paling rentan, mereka yang sering mengalami diskriminasi, karena mereka tidak memiliki kekuatan atau sumber daya ekonomi,” katanya.
    Menurut Paus, negara-negara kaya seharusnya tidak menimbun vaksin Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah memperingatkan adanya "nasionalisme vaksin", dan mendesak seluruh negara bergabung dalam pakta global untuk berbagi calon vaksin dengan negara-negara berkembang.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 4 Mei 2020, Paus Fransiskus menyerukan agar seluruh ilmuwan bekerja sama menemukan vaksin Covid-19 dan dibagikan kepada semua orang di seluruh dunia. Dalam pidatonya dari perpustakaan kepausan ketika itu, Paus mendorong kerja sama internasional untuk menangani krisis dan memerangi Covid-19 yang telah menginfeksi jutaan orang.
    "Faktanya, penting untuk menyatukan kemampuan ilmiah, secara transparan dan tidak memihak untuk menemukan vaksin dan perawatan," katanya seperti dikutip dari Reuters pada 3 Mei 2020. “Adalah penting untuk menjamin akses universal ke teknologi penting yang memungkinkan setiap orang yang terinfeksi, di setiap bagian dunia, untuk menerima perawatan medis yang diperlukan."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Paus Fransiskus menyebut vaksin Covid-19 adalah tiket masuk surga, keliru. Klaim ini berasal dari artikel yang ditulis oleh situs The Babylon Bee, yang merupakan situs satire. Tidak ditemukan pemberitaan dari media kredibel maupun Kantor Pers Takhta Suci Vatikan bahwa Paus Fransiskus pernah menyatakan hal tersebut.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan