• (GFD-2021-8448) Sesat, Klaim Ini Video Ratusan Santri yang Pingsan usai Disuntik Vaksin di Tengah Pandemi Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/01/2021

    Berita


    Sebuah video yang berjudul “Ratusan Santri Disuntik Vaksin Langsung Pingsan Dan Mual" beredar di media sosial. Video itu dunggah oleh kanal YouTube Saudi Kocak Bergetar 569 pada 9 Januari 2021. Video tersebut beredar di tengah berjalannya program vaksinasi Covid-19. Hingga artikel ini dimuat, video yang diberi keterangan “LIVE” di sisi kanan atas tersebut telah disaksikan lebih dari 22 ribu kali.
    Berikut narasi lengkap yang dibacakan oleh narator dalam video tersebut:
    “Puluhan santri Pesantren Madinatul Ulum Jenggawah, Jember, terpaksa harus mendapatkan perawatan seadanya di salah satu ruang pondok pesantren. Para santri ini mengalami panas tinggi, pusing, mual, dan sering buang air besar. Peristiwa ini terjadi saat seluruh santri yang berjumlah ratusan menjalani suntik vaksin difteri massal oleh petugas kesehatan dinas terkait. Namun, usai diberi vaksin tersebut, satu persatu santri jatuh sakit bahkan pingsan. Mayoritas santri yang sakit adalah santri SMP dan MA. Menyaksikan ratusan santri kesakitan, pihak pondok kemudian menghubungi orang tua santri. Mereka pun langsung membawa anaknya ke puskesmas terdekat.”
    Gambar tangkapan layar video milik kanal YouTube Saudi Kocak Bergetar 569 yang memperlihatkan peristiwa pada 2018. Kanal ini tidak memberikan keterangan bahwa video itu adalah video lama sehingga berpotensi menyesatkan penonton.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Google. Hasilnya, ditemukan bahwa peristiwa dalam video tersebut terjadi jauh sebelum munculnya Covid-19, tepatnya pada 27 Februari 2018 saat Pondok Pesantren Madinatul Ulum di Jember, Jawa Timur, menggelar imunisasi difteri.
    Video yang sama pernah diunggah oleh kanal YouTube Jember 1TV pada 28 Februari 2018 dengan judul “Puluhan Santri Pingsan Usai Imunisasi Difteri”. Dalam keterangannya, disebutkan bahwa puluhan santri di pondok pesantren yang berada di Kecamatan Jenggawah itu pingsan karena dehidrasi usai disuntik vaksin difteri.
    Tempo pun menelusuri pemberitaan terkait peristiwa itu di media kredibel. Dilansir dari Liputan6.com, puluhan santri Pondok Pesantren Madinatul Ulum, Jember, dirawat di Puskesmas Jenggawah. Sebagian besar santri juga dirawat secara intensif di pesantren karena mengalami mual, pusing, dan lemas pada 27 Februari 2018 malam.
    "Sebanyak 73 santri mengalami mual, pusing, dan lemas, dengan tubuh gementar," tutur pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ulum Kiai Haji Lutfi Ahmad pada 28 Februari 2018. Menurut Lutfi, ada ratusan santri yang mengikuti program imunisasi difteri yang digelar oleh Puskesmas Jenggawah itu. Mereka juga merupakan siswa SMP dan MA Yayasan Ponpes Madinatul Ulum.
    Usai imunisasi, tidak terjadi hal-hal yang mencurigakan. Siswa dan santri belajar seperti biasanya. Namun, setelah memasuki pukul 18.00 WIB, bersamaan dengan saat salat Magrib, banyak santri yang mengeluh lemas, pusing, dan mual. "Namun, tidak sampai muntah," katanya. Pada 28 Februari 2018 siang, hanya 21 santri yang masih dirawat secara intensif.
    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Siti Nurul Komariyah, menjelaskan seluruh santri sudah mendapatkan penanganan dari pihak puskesmas. Menurut dia, peristiwa itu terjadi karena efek samping atau reaksi dari obat yang diberikan setelah imunisasi. Biasanya, efek samping dari imunisasi adalah demam dan suhu tubuh meningkat, sehingga mereka diberi obat penurun panas.
    "Mual-mual dan pusing bukan efek samping dari imunisasi difteri," katanya. Efek mual dan pusing itu muncul karena mereka belum sarapan atau makan saat diimunisasi. Selain itu, obat yang diberikan dokter tidak mereka minum. Nurul menegaskan, secara keseluruhan, tidak ada masalah serius dengan kondisi kesehatan siswa atau santri tersebut.
    Dikutip dari Okezone.com, menurut pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ulum, sebagian santri belum sarapan sebelum disuntik vaksin difteri. Ada pula santri yang kondisinya kurang sehat. Para santri pun bermain sepak bola setelah disuntik vaksin difteri. Hal tersebut menyebabkan puluhan santri mengalami dehidrasi, mual, pusing, demam, dan lemas.
    "Berdasarkan informasi dari petugas medis, seseorang yang akan diimunisasi difteri harus dalam kondisi sehat dan disarankan makan dulu, sehingga ketidaktahuan santri akan dampak vaksin difteri yang menyebabkan kejadian dehidrasi massal terjadi di pesantren," ujarnya.
    Kepala Puskesmas Jenggawah, Nuri Usmawati mengatakan efek samping pada seseorang yang diimunisasi difteri berbeda-beda dan tergantung pada kondisi fisiknya. "Tidak semua santri mengalami dehidrasi karena imunisasi difteri, tapi ada juga yang badannya panas sebelum diimunisasi," tuturnya. Menurut dia, para santri yang mendapatkan penanganan medis mengeluh demam, dan ada yang disertai mual serta pusing.
    Dilansir dari NU Online, pada 10 Januari 2021, pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ulum Kiai Haji Lutfi Ahmad pun telah meluruskan isu yang mengaitkan video tersebut dengan vaksin Covid-19. Menurut Lutfi, video itu memperlihatkan vaksinasi difteri oleh petugas Puskesmas Jenggawah di Pondok Pesantren Madinatul Ulum pada 28 Februari 2018. "Sama sekali tidak ada hubungannya dengan vaksin Covid-19," ujarnya.
    Efek samping vaksin Covid-19
    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atauEmergency Use Authorization(EUA) vaksin Covid-19 Sinovac pada 11 Januari 2021. Dilansir dari Liputan6.com, vaksin ini menjadi vaksin pertama yang mendapatkan EUA di Indonesia.
    Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, hasil analisis vaksin bernama CoronaVac yang diuji klinis di Bandung itu menunjukkan efikasi sebesar 65,3 persen. Sementara hasil uji klinis di Turki menunjukkan efikasi 91,25 persen dan di Brasil sebesar 78 persen.
    Berdasarkan data dukung keamanan dari uji klinis fase III vaksin Sinovac di Indonesia, Turki, dan Brasil, yang dipantau hingga tiga bulan usai penyuntikan dosis kedua, "Efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, dan pembengkakan serta efek samping sistemik berupa nyeri otot,fatigue, dan demam," kata Penny.
    Sementara itu, frekuensi efek samping vaksin dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit, atau diare, hanya dilaporkan 0,1 sampai 1 persen. Penny mengatakan efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat pulih kembali.
    Adapun efek samping vaksin Covid-19 lainnya adalah sebagai berikut:
    - Vaksin Pfizer-BioNTech
    Dalam uji klinis, efek samping yang ditemukan kebanyakan bersifat ringan hingga sedang, seperti demam, menggigil, kelelahan, dan sakit kepala. Dalam laporannya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebut adanya temuan reaksi alergi parah dari vaksin ini. Namun, angkanya sangat jarang, yaitu 11 kasus per satu juta dosis. CDC menyatakan vaksin Pfizer aman. Namun, mereka merekomendasikan agar orang yang memiliki riwayat alergi terhadap kandungan vaksin untuk tidak mendapatkan dosis kedua apabila mengalami reaksi serius usai suntikan pertama.
    - Vaksin AstraZeneca-Oxford
    Pemerintah Inggris menyebut, dalam uji klinis, efek samping yang muncul kebanyakan bersifat ringan hingga sedang, dan dapat sembuh beberapa hari hingga sepekan setelah vaksinasi. Beberapa efek samping yang umum adalah nyeri, gatal, bengkak, rasa hangat di lokasi suntikan, kelelahan, menggigil, sakit kepala, mual, dan nyeri otot. Sementara efek samping uang langka adalah pusing, nafsu makan menurun, sakit perut, kelenjar getah bening membesar, gatal-gatal, dan keringat berlebih.
    - Vaksin Moderna
    Di laman resminya, CDC melaporkan beberapa efek samping vaksin ini yang kebanyakan ringan hingga sedang, seperti rasa nyeri, bengkak, atau kemerahan di lokasi suntikan, kelelahan, menggigil, dan sakit kepala. Gejala ini mungkin terasa seperti gejala flu, dan bisa mempengaruhi kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tapi gejala tersebut akan hilang dalam beberapa hari. CDC sempat melaporkan adanya sejumlah kecil penerima vaksin ini di AS yang mengalami reaksi alergi serius. Namun, belum ada hasil investigasi yang rinci soal hal itu. CDC pun merekomendasikan agar orang yang memiliki riwayat alergi terhadap kandungan vaksin tidak mendapatkan dosis kedua jika mengalami reaksi serius usai suntikan pertama.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video ratusan santri yang pingsan usai disuntik vaksin di tengah pandemi Covid-19, menyesatkan. Peristiwa dalam video tersebut terjadi pada Februari 2018, saat Pondok Pesantren Madinatul Ulum, Jember, Jawa Timur, menggelar imunisasi difteri bagi para santrinya. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum munculnya Covid-19.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8447) Keliru, Klaim Ini Video Amatir Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Video pendek yang diklaim menunjukkan momen saat pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, viral. Video ini beredar tak lama setelah pesawat Sriwijaya Air bernomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.
    Di YouTube, video itu diunggah salah satunya oleh kanal Ade Tetsuya, yakni pada 9 Januari 2021. Dalam video berdurasi 2 menit 51 detik itu, terlihat sebuah pesawat yang jatuh di lautan, lalu hancur. Kanal ini memberikan video itu judul "Video amatir Pesawat diduga Sriwijaya SJ182 Jatuh". Kanal tersebut juga menulis keterangan “Di duga jatuhnya pesawat sriwijaya SJ182”.
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Ade Tetsuya yang memuat klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim di atas, Tempo memfragmentasi video tersebut menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image tool Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut bukan video yang menunjukkan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021. Video itu adalah video jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines di Pulau Comoro yang berada sebelah timur Afrika pada 1996 karena dibajak.
    Video yang identik pernah diunggah oleh kanal YouTube Dr Atom pada 21 April 2012, jauh sebelum jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021. Video berdurasi 27 detik yang diunggah kanal tersebut merupakan laporan dari sebuah televisi dengan logo “WTN” yang terlihat di bagian kiri atas video.
    Kesamaan video ini dengan video yang beredar adalah warna pada bagian ekor pesawat yang merupakan ciri khas Ethiopian Airlines, yakni hijau, kuning, dan merah. Terdapat pula garis kuning-merah di tubuh pesawat. Yang berbeda hanya pesawat dalam video ini jatuh dari arah kiri video. Sementara dalam video yang beredar, pesawat jatuh dari arah kanan video.
    Ciri khas maskapai Ethiopian Airlines tersebut berbeda dengan ciri khas Sriwijaya Air yang memakai warna putih-merah-biru pada bagian depan hingga tubuh pesawat serta warna biru pada bagian ekor.
    Narator dalam video itu menyebut bahwa video jatuhnya Ethiopian Airlines tersebut direkam oleh wisatawan di Pulau Comoro pada November 1996. Dalam rekaman video itu, memang terdengar suara-suara wisatawan yang terkejut atas insiden itu. Kanal Dr Atom pun memberikan keterangan bahwa pesawat jenis Boeing 767-260ER ini menempuh perjalanan dari Addis Ababa, Ethiopia, ke Nairobi, Kenya, pada 23 November 1996 dan mengangkut 172 orang.
    Dalam perjalanan, pesawat itu dibajak oleh tiga warga Ethiopia yang mencari suaka politik di Australia, dan meminta awak kabin Ethiopian Airlines untuk terbang ke Australia. Pilot menjelaskan bahwa bahan bakar pesawat tidak akan cukup untuk menempuh perjalanan ke Australia, karena mereka hanya mengambil bahan bakar yang dibutuhkan untuk penerbangan ke Kenya. Namun, para pembajak tidak mempercayainya.
    Pilot lalu diam-diam mengarahkan pesawat ke Kepulauan Comoro, yang terletak di antara Madagaskar dan daratan Afrika. Pesawat akhirnya kehabisan bahan bakar. Perkelahian dengan para pembajak berdampak pada gagalnya kru mendarat di Bandara Comores. Pilot mencoba mendaratkan pesawat di perairan dangkal sekitar 500 meter di lepas pantai.
    Mesin kiri pesawat dan ujung sayap menghantam air terlebih dahulu. Mesin kiri kemudian menabrak terumbu karang, memperlambat sisi kiri pesawat dengan cepat, menyebabkan pesawat berputar ke kiri dan pecah. Sebanyak 122 dari 172 orang di dalamnya tewas, di antaranya adalah para pembajak. Sementara 50 orang lainnya selamat dengan luka-luka.
    Suasana Pulau Comoro saat para wisatawan dan warga setempat membantu evakuasi penumpang Ethiopian Airlines dalam video di kanal Dr Atom tersebut sama dengan video yang pernah dipublikasikan oleh kanal YouTube milik kantor berita Associated Press (AP) pada 23 November 2018.
    AP memberikan penjelasan singkat mengenai insiden itu, yakni sebagai berikut: “Pada 23 November 1996, sebuah pesawat Boeing 767 Ethiopian Airlines jatuh ke perairan di lepas pantai Kepulauan Comoros, menewaskan 125 dari 175 orang di dalamnya, termasuk tiga pembajak.”
    The New York Times juga pernah memberitakan pembajakan pesawat Ethiopian Airlines yang akhirnya jatuh ke perairan Pulau Comoro tersebut. Para pembajak menguasai pesawat itu tak lama setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video itu adalah video jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu, keliru. Video tersebut merupakan rekaman jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines di Pulau Comoro yang berada di sebelah timur Afrika pada 1996 karena dibajak, lalu kehabisan bahan bakar. Dalam video aslinya, pesawat jatuh dari arah kiri video sebelum akhirnya jatuh ke lautan.IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8446) Keliru, Klaim Ini Foto Bayi yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Dua foto yang memperlihatkan seorang bayi yang terbungkus dalamlife jacketatau jaket penyelamat dan digendong oleh seorang tentara viral di media sosial dan grup-grup percakapan WhatsApp. Foto itu diklaim sebagai foto bayi yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Menurut klaim tersebut, bayi itu selamat setelah terombang-ambing selama 24 jam di laut.
    Pesawat Sriwijaya Air bernomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pesawat jenis Boeing 737-500 ini membawa 62 orang, yang terdiri atas 12 kru kabin pesawat (6 kru aktif) dan 50 penumpang (43 orang dewasa, 7 anak-anak, dan 3 balita).
    Di Facebook, salah satu akun yang membagikan foto beserta klaim itu adalah akun Eni Yusanti, tepatnya pada 10 Januari 2021. "BASARNAS, SAR,dan Team gabungan Angkatan Laut Berhasil mengevakuasi bayi salah satu korban dari Sriwijaya Air sj 182.Atas kuasa Allah swt masih selamat.dan Terombang ambing selama 24 jam di lautan," demikian narasi yang menyertai foto tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat klaim keliru terkait foto-foto bayi yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto di atas denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa bayi dalam foto tersebut bukanlah korban yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, melainkan dari tenggelamnya kapal feri Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, foto ini sempat beredar pada Oktober 2018, ketika terjadi kecelakaan pesawat Lion Air JT610. Klaim yang menyertai foto tersebut ketika itu menyebut bayi ini merupakan korban yang selamat dari kecelakaan pesawat Lion Air JT610.
    Saat itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan klaim yang menyertai foto tersebut palsu. Bayi ini adalah penumpang yang selamat dari kejadian tenggelamnya kapal Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018. "Jangan ikut menyebarkan hoax," tulis Sutopo di Twitter pada 30 Oktober 2018.
    Berita tentang bayi yang berhasil selamat dari kecelakaan kapal Lestari Maju tersebut juga pernah dimuat oleh kanal YouTube CNN Indonesi a pada 5 Juli 2018 dengan judul “Kisah Bayi 11 Bulan yang Selamat dari Kecelakaan Kapal Tenggelam KM Lestari Maju”.
    Menurut keterangan video tersebut, bayi yang selamat dari kecelakaan kapal motor Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, adalah seorang bayi berusia sebelas bulan yang bernama Muhammad Asnawi Altamis. Bayi tersebut diselamatkan Tim SAR gabungan bersama ayah dan ibunya hingga ke bibir pantai Pabaddilang.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, kapal feri Lestari Maju tenggelam saat berlayar dari Kabupaten Bulukumba menuju Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018 siang. Kapal Lestari Maju tenggelam akibat adanya kebocoran di sisi lambung kapal.
    Diduga, kapal yang berlayar dari Pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukamba, tersebut mengalami kerusakan mesin setelah 15 menit perjalanan menuju Pelabuhan Pamatata, Kabupaten Selayar. Saat itu, nahkoda berupaya untuk menepikan kapal ke pulau terdekat. Namun, mesin yang rusak ditambah cuaca buruk membuat sebagian kapal tenggelam sebelum sampai di pulau terdekat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto bayi yang selamat dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, keliru. Bayi dalam foto tersebut merupakan korban yang selamat dari kecelakaan kapal feri Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 2018. Bayi berusia sebelas bulan tersebut diselamatkan Tim SAR gabungan bersama ayah dan ibunya hingga ke bibir pantai Pabaddilang.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8445) Keliru, Klaim Ini Video Antrian Masuk Pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 11/01/2021

    Berita


    Video yang diklaim sebagai video antrian masuk pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta, beredar di Facebook. Dalam video itu, terlihat sebuah gedung yang dipenuhi dengan ratusan orang yang mengenakan masker. Terlihat pula puluhan tempat tidur yang dipenuhi pasien. Di beberapa titik, terdapat sejumlah petugas yang mengenakan alat pelindung diri (APD).
    Salah satu akun yang membagikan video beserta klaim itu adalah akun Lutfiyah Mufid, tepatnya pada 9 Januari 2021. Akun ini menulis, "Ini bukan antrian bandara, ini antrian masuk ke wisma atlet.. hati2 ikut protokol kesehatan.. Kemarin tembus 10rb lebih kasus confirm baru. Kopas : drg.afifuddin (Dari grup Dinas kesehatan kab Pasuruan)."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Lutfiyah Mufid yang berisi klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video di atas menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar itu ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video tersebut bukan diambil di RSD Wisma Atlet, Jakarta, melainkan di Pusat Kuarantin dan Rawatan Covid-19 Berisiko Rendah (PKRC) Taman Ekspo Pertanian Malaysia (MAEPS) di Serdang, Selangor, Malaysia.
    Video yang sama dengan durasi yang lebih panjang pernah diunggah oleh kanal YouTube Dia BossKu pada 7 Januari 2021 dengan judul "Info Terkini || Pusat Kuarantin MAEPS SERDANG". Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu menunjukkan kondisi PKRC MAEPS di Serdang. Kanal ini pun menulis bahwa video itu berasal dari unggahan sebuah halaman di Facebook.
    Halaman Facebook yang dimaksud adalah halaman milik organisasi non-pemerintah We Are Malaysians. Halaman ini mengunggah video tersebut pada 7 Januari 2021. Video itu diberi keterangan "Quarantine Centre. MAEPS, Serdang Quarantine Centre. #stayathome #COVID19".
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan terkait kondisi PKRC MAEPS di Serdang, Malaysia. Dilansir dari mStar, video itu memang viral di Malaysia baru-baru ini. Video tersebut disebarkan dengan narasi bahwa PKRC MAEPS penuh, serta fasilitas dan perawatan yang diberikan kepada pasien Covid-19 kurang memuaskan. Kondisi ini sempat menimbulkan kepanikan warganet, apalagi dengan peningkatan kasus harian Covid-19 di Malaysia yang mencapai angka 3 ribu.
    Namun, salah satu pasien Covid-19 yang ditampung di MAEPS berbagi pengalaman yang jauh berbeda dengan yang diklaim di media sosial. Kepada mStar, Muhamad Afifie Chan mengatakan dia dirawat di MAEPS sejak 7 Januari 2021 setelah terkonfirmasi positif Covid-19. "Video yang tersebar di media sosial menunjukkan bahwa banyak orang yang antri, tapi bukan ingin masuk ke aula, melainkan dipulangkan karena sudah sembuh," ujarnya.
    "Sebenarnya tidak ramai sampai aula penuh. Lebih banyak tempat tidur yang kosong. Saya dan yang lainnya ditempatkan di tempat tidur sendiri-sendiri. Tidak ada yang menakutkan di aula MAEPS ini. Situasi di sini tenang, nyaman, dan bersih," kata Afifie. Pria berusia 30 tahun itu juga menjelaskan bahwa para petugas sangat ramah dan selalu memberikan semangat kepada pasien. "Makanan juga diberikan tiga kali sehari," ujar Afifie.
    Dikutip dari Sinar Harian, seorang pasien juga mengatakan bahwa PKRC MAEPS tidak penuh dan ramai seperti yang dibayangkan. Banyak tempat tidur yang masih kosong. "Kalau untuk tempat karantina bagi warga lokal, hanya setengah dari jumlah tempat tidur yang terpakai. Separuh lainnya masih kosong," ujar pasien tersebut.
    Pasien itu menyarankan pemerintah Malaysia untuk membuat pusat karantina yang tidak ber-AC dan terbuka. Menurut dia, PKRC MAEPS juga tidak menerapkan jarak sosial antar pasien. "Di sini, saya harus pakai masker karena kita berada dalam ruang ber-AC. Rasanya tidak nyaman, tapi bisa diterima karena rumah sakit telah penuh dengan pasien Covid-19, dan pemerintah juga telah melakukan yang terbaik bagi kami," katanya.
    Dilansir dari The Star, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Malaysia (NADMA) pun telah menyatakan bahwa video yang viral tersebut tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya di PKRC MAEPS. Kepala unit komunikasi NADMA, Nur Daliza Dohat, mengatakan video itu tidak menunjukkan gambaran keseluruhan aula, tempat pasien Covid-19 ditampung.
    Menurut Daliza, PKRC MAEPS memiliki 8 ribu tempat tidur, dan mampu menampung hingga 10 ribu tempat tidur. Hingga 8 Januari 2021, PKCR MAEPS merawat 2.863 pasien. "Artinya, masih ada 5.137 tempat tidur yang kosong. Situasi yang ditampilkan dalam video itu membingungkan. Apa yang terlihat dalam video tersebut adalah situasi normal selama proses pemulangan harian," ujarnya.
    Daliza mengatakan, meski tidak ada sekat di aula, jarak fisik pasien Covid-19 tetap diterapkan sesuai standar prosedur operasi (SOP). Tidak adanya sekat memungkinkan para petugas memantau pasien secara efektif, katanya, seraya menambahkan bahwa saat ini terdapat 1.170 petugas dari berbagai instansi yang ditempatkan di PKRC MAEPS.
    MAEPS diaktifkan kembali sebagai PKRC pada 9 Desember 2020 setelah ditutup pada 15 Juli 2020. PKRC MAEPS pertama kali dibuka pada 16 April 2020. PKRC MAEPS diaktifkan kembali sebagai tempat perawatan pasien Covid-19 tanpa gejala, untuk memastikan tempat tidur di rumah sakit memadai bagi pasien yang bergejala. Sementara itu, jumlah kumulatif pasien Covid-19 yang dirawat di PKRC MAEPS sejak dibuka adalah sebanyak 19.121 orang.
    Pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet
    Berdasarkan arsip berita Tempo, RSD Wisma Atlet, Jakarta, terus mencatatkan penambahan jumlah pasien Covid-19 yang dirawat. Pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap di RS tersebut pada 11 Januari 2021 mencapai 4.331 orang. Pasien Covid-19 bergejala ringan hingga sedang ini dirawat inap di Tower 4, 5, 6, dan 7 Wisma Atlet.
    "Hari ini, dilaporkan pasien yang menjalani rawat inap bertambah 76 orang," kata juru bicara RSD Wisma Atlet Kolonel Mar Aris Mudian pada 11 Januari 2021. Pada 8 Januari 2021 lalu, RSD Wisma Atlet mencatat pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap bertambah 147 orang. "Total pasien yang dirawat inap saat ini sebanyak 4.240 orang," kata Aris.
    Adapun total pasien yang menjalani perawatan di RSD Wisma Atlet sejak 23 Maret 2020 hingga saat ini mencapai 45.234 orang. Sebanyak 40.903 orang sudah keluar, di mana 40.316 orang telah dinyatakan sembuh dan 566 orang dirujuk ke RS rujukan Covid-19 karena menunjukkan gejala berat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video antrian masuk pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet, Jakarta, keliru. Video itu menunjukkan suasana di Pusat Kuarantin dan Rawatan Covid-19 Berisiko Rendah (PKRC) Taman Ekspo Pertanian Malaysia (MAEPS) di Serdang, Selangor, Malaysia. Menurut otoritas Malaysia, video itu memperlihatkan proses pemulangan pasien Covid-19 dari pusat karantina tersebut.
    ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan