• (GFD-2021-8461) Keliru, Klaim Ini Video Ratusan Warga yang Terkapar usai Disuntik Vaksin Sinovac

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/01/2021

    Berita


    Video yang diklaim memperlihatkan ratusan warga yang terkapar usai disuntik vaksin Sinovac beredar di YouTube. Video itu berjudul "Berita Terbaru Hari Ini ~ Kor.ban Bergelimpangan, Ratusan Warga Terkapar Usai Disuntik Sinovac!!". Video tersebut diunggah oleh kanal Catatan Hitam pada 18 Januari 2021.
    Video berdurasi sekitar 13 menit itu memperlihatkan sejumlah remaja yang tampak lemas lalu digotong ke sebuah fasilitas kesehatan. Lalu, pada menit 2:33, terdapat rekaman wawancara dengan anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani yang menyinggung soal vaksin Covid-19. Hingga artikel ini dimuat, video itu telah ditonton lebih dari 400 ribu kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Catatan Hitam yang memuat klaim keliru terkait video yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tim CekFakta Tempo, video tersebut adalah hasil gabungan dari dua video yang berbeda konteks dan waktunya. Salah satu video, yang memperlihatkan sejumlah remaja yang digotong, diambil pada 2018, jauh sebelum munculnya Covid-19. Sehingga, mereka lemas dan akhirnya digotong bukan karena vaksin Sinovac.
    Tempo mendapatkan petunjuk dari salah satu komentar dalam video unggahan kanal Catatan Hitam, bahwa video tersebut memperlihatkan peristiwa di Pamekasan, Jawa Timur, pada 2018 setelah digelarnya imunisasi difteri. Petunjuk itu pun Tempo gunakan sebagai kata kunci untuk penelusuran lebih lanjut di YouTube.
    Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa salah satu cuplikan dalam video unggahan kanal Catatan Hitam sama dengan salah satu cuplikan dalam video yang diunggal oleh kanal Tribun Medan TV. Cuplikan itu memperlihatkan sejumlah orang yang sedang menggotong remaja berkerudung merah dan memasuki sebuah fasilitas kesehatan.
    Dalam keterangannya, tertulis bahwa video tersebut diambil dari unggahan akun Facebook Yuni Rusmini. Ada sekitar 90 siswi dan santriwati dari tiga sekolah di Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, yang mengalami pusing dan sesak nafas setelah disuntik vaksin difteri pada 11 Februari 2018. Mereka kemudian mendapatkan perawatan di Puskesmas Kadur dan Puskesmas Larangan.
    Dikutip dari situs Radio Karimata Pamekasan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur saat itu, Kohar Hari Santoso, mengatakan bahwa penyebab para siswa dan santri itu sakit bukan suntikan vaksin difteri, melainkan kondisi fisik dan kejiwaan pasien. Tim Dinkes Jatim telah memeriksa kondisi vaksin dan menyatakan vaksin tersebut masih cukup bagus.
    “Indikator obat masih bagus dan tidak ada yang masukexpired(kedaluwarsa), obatnya bagus, semuanya bagus. Sementara petugas juga kita mintai keterangan juga sesuai prosedur, bahkan melihat kondisi pasien itu bukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), tapi karena reaksi berlebihan dari kejiwaan pasien,” kata Kohar.
    Kohar menduga para siswa sakit karena fisiknya lemah atau dalam kondisi resah sehingga psikologisnya terguncang. “Seharusnya juga saat dilakukan vaksinasi kondisi badan harus fit, tidak boleh sakit, bahkan juga tak boleh flu. Jadi, harus tetap makan yang cukup dan setelahnya juga tidak boleh langsung beraktivitas berlebihan,” katanya.
    Terkait rekaman wawancara anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani, video itu pernah dimuat oleh kanal DPR RI pada 11 Desember 2020. Video tersebut berisi tanggapan Netty terkait keamanan vaksin Sinovac yang telah sampai di Indonesia sebanyak 1,2 juta dosis. Video ini tidak berkaitan dengan video pertama, karena berbeda konteks dan waktunya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video tersebut adalah video ratusan warga yang terkapar usai disuntik vaksin Sinovac, keliru. Video itu merupakan hasil gabungan dua video yang berbeda konteks dan waktunya. Video pertama memperlihatkan peristiwa di Pamekasan, Jawa Timur, pada 2018, jauh sebelum munculnya Covid-19. Sementara video kedua, video wawancara anggota DPR Netty Prasetiyani, adalah video pada 11 Desember 2020.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8460) Sesat, Unggahan yang Kaitkan Foto Kendaraan yang Hanyut Ini dengan Banjir Kalsel

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/01/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan sejumlah mobil dan motor di jalanan yang terseret arus banjir beredar di media sosial. Foto ini dibagikan bersama narasi yang menyinggung banjir Kalsel (Kalimantan Selatan). Foto tersebut menyebar di tengah terjadinya banjir di Kalsel sejak 12 Januari 2021 lalu. Akibat banjir itu, ribuan rumah terendam dan 20 ribu warga mengungsi.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Beni Sulastiyo, tepatnya pada 16 Januari 2021. Berikut sebagian narasi yang ditulis oleh akun ini:
    "PERTAHANKAN HUTAN KALIAN! Bagi para sahabat yang daerahnya masih ada hutan...pertahankan hutan kalian. Jangan pernah melepaskannya kepada investor yang akan mengkonversinya menjadi kawasan tambang atau kebun sawit. Hutan kalian habis, banjir datang, derita bertebaran dan remuklah masa depan kita semua. *** Bung Ben, Ptk. 15.1.2021 #pray4kalimantan”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Beni Sulastiyo yang mengaitkan foto unggahannya dengan banjir di Kalimantan Selatan.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa banjir yang menghanyutkan sejumlah kendaraan dalam foto tersebut bukan banjir di Kalsel, melainkan banjir di Ciledug, Tangerang, Banten, pada awal Januari 2020.
    Video suasana banjir di kawasan perumahan Ciledug tersebut pernah diunggah ke YouTube oleh kanal The JEOX pada 1 Januari 2020 dengan judul “Detik Detik Banjir Besar 1 Januari 2020 Jakarta Bekasi”. Cuplikan yang identik dengan foto yang diunggah oleh akun Facebook Beni Sulastiyo terlihat pada pada detik pertama dalam video berdurasi sekitar 4 menit itu.
    Besarnya banjir di Ciledug yang mampu menyeret kendaraan itu juga pernah diberitakan oleh kanal YouTube milik situs media Suara.com, Suaradotcom, pada 1 Januari 2020 dengan judul “Mobil Terseret Arus Banjir di Ciledug Indah”. Dalam keterangannya, tertulis bahwa ketika itu banjir terjadi di sebagian wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang.
    Banjir tak kunjung surut seiring dengan tingginya intensitas hujan yang mengguyur sejak malam sebelumnya. Satu kawasan yang paling terdampak banjir adalah kompleks perumahan Ciledug Indah I dan II di Jalan KH Hasyim Ashari. Arus air yang membanjiri wilayah tersebut sangat deras hingga mobil-mobil yang terparkir di pinggir jalan hanyut dan tak dapat dihentikan.
    Video yang sama juga pernah ditayangkan oleh stasiun televisi BeritaSatu di kanal YouTube-nya pada 1 Januari 2020 dengan judul “Dahsyatnya Terjangan Banjir di Perumahan Ciledug Indah”.
    Berdasarkan arsip berita Tempo, sedikitnya lima kecamatan di Kota Tangerang dikepung banjir pada 1 Januari 2020. Hujan deras memang mengguyur Tangerang sejak perayaan tahun baru. Hujan itu menyebabkan sejumlah wilayah, seperti di Perumahan Pinang Griya, Kecamatan Pinang; Perumahan Ciledug Indah, Kecamatan Ciledug; Kecamatan Batuceper; Kecamatan Tangerang; dan Kecamatan Benda, tergenang banjir yang masuk hingga ke rumah-rumah warga.
    Banjir Kalimantan Selatan
    Dilansir dari Kompas.com, sejak 12 Januari 2021, beberapa daerah di Kalsel terendam banjir. Kepala Basarnas Banjarmasin Sunarto mengatakan ada dua daerah yang terparah dilanda banjir, yakni Kabupaten Banjar dan Kota Tanah Laut. Ketinggian air di daerah terparah ini mencapai 2 meter.
    Dikutip dari CNN Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 10 kabupaten dan kota terdampak banjir Kalsel per 17 Januari 2021. Kabupaten dan kota tersebut adalah Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola.
    Dilansir dari arsip berita Tempo, di sela-sela kunjungannya ke lokasi banjir Kalsel, Presiden Jokowi mengatakan tingginya curah hujan, yang terjadi hampir selama 10 hari berturut-turut, yang menyebabkan banjir tersebut. Menurut dia, daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik meluap, hingga air sebanyak 2,1 miliar kubik membanjiri 10 kabupaten dan kota di Kalsel.
    Menurut arsip berita Tempo, Kepala Kampanye Jaringan Anti Tambang (Jatam) Nasional, Melky Nahar, menilai banjir Kalimantan Selatan terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi tambang dan sawit. "Banjir yang terjadi, tampaknya akibat tata guna lahan yang amburadul akibat kawasan hutan berganti menjadi kawasan tambang dan sawit," kata Melky kepada Tempo pada 17 Januari 2021.
    Melky mengatakan, antara titik-titik banjir dari hulu ke hilir, tampak konsesi tambang perusahaan. Berdasarkan data Jatam, terdapat 177 konsesi di sejumlah kabupaten yang terdampak banjir. Menurut Melky, pekerjaan mendesak dan sangat penting bagi pemerintah adalah evaluasi rencana tata ruang wilayah atau pemanfaatan lahan dan hutan di Kalsel secara keseluruhan.
    Ia juga meminta pemerintah melakukan penegakan hukum, mencabut izin-izin tambang dan sawit di kawasan esensial bagi lingkungan dan rakyat. Selain itu, pemerintah juga harus memulihkan kerusakan yang telah terjadi untuk merespons banjir Kalsel. "Tanpa hal di atas, kejadian serupa akan terjadi dan kita akan mendengar ucapan basa-basi dari Presiden Jokowi lagi."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, unggahan yang mengaitkan foto sejumlah kendaraan yang hanyut karena banjir di atas dengan banjir Kalimantan Selatan, menyesatkan. Banjir dalam foto tersebut terjadi di kawasan Ciledug, Tangerang, Banten, pada awal Januari 2020, jauh sebelum terjadinya banjir Kalsel pada Januari 2021.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8459) Keliru, Jenazah Korban Gempa Mamuju Dibungkus Daun Pisang Karena Tak Ada Kain Kafan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 19/01/2021

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto jenazah korban gempa Mamuju, Sulawesi Barat, yang dibungkus daun pisang karena tidak ada kain kafan beredar di media sosial. Dalam foto itu, terlihat sejumlah orang yang sedang menjalankan salat di depan lima jenazah yang terbalut dengan kain berwarna hijau. Di atas jenazah-jenazah itu, diletakkan pula kain sarung untuk menutupi.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Vety Harteni E pada 16 Januari 2021. Akun ini pun menulis narasi, “#Innalillahi wa innalillahi rojiun ** Ya Rabb ,,, Tak ada kain kafan jenazah korban gempa Mamuju di bungkus daun pisang ,,,, ** Separah inikah penanganan bencana wahai para pengusa ,,,”
    Foto itu beredar tak lama setelah terjadinya gempa Mamuju - Mejene di Sulawesi Barat dengan magnitudo 6,2 pada 15 Januari 2021 dini hari. Gempa mengakibatkan sejumlah bangunan rusak, seperti Kantor Gubernur Sulawesi Barat, Maleo Town Square, dan Rumah Sakit Mitra Manakarra. Sebanyak 84 orang meninggal akibat gempa Majene - Mamuju tersebut.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Vety Harteni E yang memuat klaim keliru terkait jenazah korban gempa Mamuju, Sulawesi Barat.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto tersebut denganreverse image toolSource, Yandex, dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa lima jenazah itu memang merupakan korban gempa Mamuju, Sulawesi Barat, pada 15 Januari 2021. Namun, jenazah-jenazah ini tidak dibungkus daun pisang, melainkan plastik berwarna hijau untuk melapisi kain kafan, agar jenazah tidak basah saat terkena air.
    Foto yang sama pernah diunggah oleh akun Instagram organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), @actforhumanity, pada 16 Januari 2021. Menurut ACT, berdasarkan informasi dari warga Mamuju, bungkus berwarna hijau yang menyelimuti lima jenazah tersebut bukan daun pisang, melainkan plastik. "Plastik ini digunakan oleh warga Mamuju khususnya, untuk mencegah basah karena terkena air," demikian penjelasan ACT.
    Dilansir dari situs media lokal Sulawesi Selatan, Berita Sidrap, kerabat korban gempa tersebut mengatakan bahwa lima jenazah itu telah dibungkus kain kafan. Hanya saja, bagian luar jenazah juga ditutupi terpal berwarnah hijau, yang mana mirip dengan daun pisang. “Stop maki yang sebarkan berita hoaks bahwa temanku dibungkus daun pisang, kasihani keluarga, kerabat, dan teman-temannya yang sedang berduka,” kata Vivi, rekan korban.
    “Sekali lagi, almarhumah Hajah Kiki, Hajah Ririn, Hajah Atty, dan yang lainnya tidak dibungkus daun pisang, tapi terpal warna hijau yang didalamnya tetap memakai kain kafan, jenazah dimakamkan dengan sangat layak oleh keluarga,” ujarnya. Menurut Berita Sidrap, korban yang meninggal itu adalah satu keluarga yang tertimpa reruntuhan rumah saat gempa dengan magnitudo 6,2 terjadi di Mamuju pada 15 Januari 2021 dini hari.
    Foto prosesi salat jenazah terhadap lima korban gempa Mamuju tersebut juga pernah dimuat oleh Tribun Timur pada 16 Januari 2021 dalam beritanya yang berjudul “Satu Keluarga Terjebak Reruntuhan Bangunan Saat Gempa di Mamuju, Lima Orang Meninggal”. Menurut Tribun Timur, lima jenazah tersebut merupakan anak dan cucu dari keluarga Haji Sabar, warga Jalan Monginsidi, Mamuju.
    Keluarga tersebut terjebak reruntuhan bangunan rumah saat gempa mengguncang Mamuju dan Majene pada 15 Januari 2021 dini hari. Saat ditemukan, lima orang sudah meninggal. Sementara tiga orang lainnya berhasil selamat, termasuk Sabar, meski mengalami luka-luka. Jenazah kelima korban tersebut dikebumikan pada 16 Januari 2021.
    Peristiwa tersebut juga diberitakan oleh Kumparan. Menurut Muhammad Basri, salah satu pihak keluarga Sabar, sebanyak delapan orang tengah berada di rumah Sabar yang berlantai tiga tersebut saat gempa Mamuju terjadi pada 15 Januari 2021. Dua orang berhasil menyelamatkan diri, sementara enam orang lainnya terjebak di dalam rumah. "Haji Sabar selamat saat evakuasi, sementara lima anggota keluarga lainnya dievakuasi dalam kondisi meninggal," kata Basri.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa jenazah korban gempa Mamuju dalam foto tersebut dibungkus daun pisang karena tidak ada kain kafan, keliru. Lima jenazah korban gempa  Mamuju dalam foto tersebut bukan dibungkus daun pisang, melainkan plastik berwarna hijau untuk melapisi kain kafan. Hal tersebut sengaja dilakukan agar jenazah tidak basah saat terkena air.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8458) Keliru, Klaim Foto-foto Ini Terkait 48 Orang yang Tewas Usai Disuntik Vaksin Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 18/01/2021

    Berita


    Dua foto yang diklaim terkait dengan 48 orang yang tewas setelah disuntik vaksin Covid-19 beredar di Facebook. Dua foto itu terdapat dalam gambar tangkapan layar video dari YouTube yang juga memuat teks "48 Orang Tewas Setelah Divaksin Corona!! Kebiadaban Rezim Akhirnya Terbongkar!!". Terdapat pula narasi yang mengaitkan vaksin dengan rencana pembunuhan massal.
    Dalam foto pertama, terlihat para remaja laki-laki berpeci dan bermasker yang sedang berbaris di depan seorang pria dengan alat pelindung diri (APD) lengkap. Sementara dalam foto kedua, terlihat seorang pria yang tergeletak di lantai dan dikelilingi sejumlah pria lain. Sebagian dari mereka menggunakan masker.
    Salah satu akun yang membagikan gambar tangkapan layar tersebut adalah akun Atep Idan'k S, tepatnya pada 16 Januari 2021. Akun ini pun menulis, "Membunuh secara Perlahan dengan cara menyuntikan Vaksin... Bila anda menolak, anda akan di kena kan denda, Sebesar 5 atau 7jt... Bayangin. Udah mati Bayar pula lagi."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Atep Idan'k S yang memuat klaim keliru terkait foto-foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa ada 48 orang yang tewas setelah disuntik vaksin Covid-19 tidak berdasarkan fakta. Hingga saat ini, tidak ada kematian di Indonesia yang disebabkan oleh vaksin Covid-19. Dua foto yang dimuat dalam gambar tangkapan layar di atas juga tidak terkait dengan pemberian vaksin Covid-19.
    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tempo mula-mula memeriksa dua foto dalam gambar tangkapan layar itu. Foto pria yang tergeletak di lantai adalah foto anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan, Ince Langke.
    Dikutip dari Suara.com, yang pernah mempublikasikan foto tersebut, Ince tiba-tiba pingsan saat mengikuti rapat DPRD yang membahas Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara 2021 di kantor DPRD Sulsel pada 8 September 2020.
    Ince lalu dinyatakan meninggal saat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Awal Bros, Makassar, Sulsel. Namun, kematian Ince tidak terkait dengan Covid-19. Dilansir dari Kompas.com, pihak kelurga menyebut Ince meninggal karena kelelahan sehingga mengalami serangan jantung.
    Sementara itu, foto para santri yang berbaris di depan seorang pria dengan APD lengkap pernah dimuat oleh Media Indonesia dalam beritanya yang berjudul "Tangani Covid-19 di Pesantren, Tim Satgas Diterjunkan" pada 17 Oktober 2020, jauh sebelum dilaksanakannya program vaksinasi Covid-19 pada 13 Januari 2021.
    Foto tersebut adalah jepretan fotografer kantor berita Antara. Dalam keterangannya, tertulis bahwa para santri dalam foto itu sedang mengantri untuk mengikuti tes usap (swab test) di Pondok Pesantren Darul Atsar Salamsari, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah.
    Klaim terkait 48 orang yang tewas usai divaksin
    Hingga kini, tidak ada laporan adanya 48 orang yang meninggal setelah mendapatkan vaksin Covid-19 di Indonesia maupun di negara lain. Isu mengenai adanya 48 orang yang tewas usai divaksin Covid-19 ini sebelumnya pernah diklaim terjadi di Korea Selatan. Namun, Tim CekFakta Tempo telah membantahnya pada 5 November 2020.
    Menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KDCA), memang terdapat 48 warga Korea Selatan yang meninggal setelah menerima vaksin, namun vaksin yang dimaksud adalah vaksin flu. Meskipun begitu, menurut Direktur KDCA Jeong Eun-kyung, tidak ditemukan hubungan langsung antara pemberian vaksin flu tersebut dengan kematian 26 korban yang telah diselidiki.
    Hasil otopsi awal kepolisian dan Layanan Forensik Nasional Korea Selatan menunjukkan 13 korban meninggal karena penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, dan penyakit lain yang tidak terkait dengan vaksin. Menurut NY Daily News, Korea Selatan akan meneruskan vaksinasi flu tersebut, mengingat 48 kematian itu terjadi karena penyebab yang tidak terkait dengan vaksin.
    Presiden Korea Selatan Moon Jae-in juga mengatakan kematian itu tidak berhubungan dengan vaksin flu. Menurut dia, kematian terjadi pada mereka yang berusia 60-an tahun atau lebih dan memiliki komorbid. Asosiasi Medis Korea Selatan sempat merekomendasikan penangguhan sementara vaksinasi flu. Namun, berdasarkan hasil investigasi, dari 46 kasus, kematian tidak terkait dengan vaksin.
    Di sisi lain, seperti dilansir dari ABC News, di Norwegia, terjadi 13 kematian pada orang yang berusia lebih dari 80 tahun setelah menerima vaksin Pfizer atau vaksin Moderna. Namun, angka ini relatif kecil dibandingkan dengan sekitar 30 ribu orang yang telah menerima suntikan pertama vaksin tersebut sejak akhir Desember 2020.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa dua foto tersebut terkait dengan 48 orang yang tewas setelah menerima vaksin Covid-19, keliru. Kedua foto itu sama sekali tidak terkait dengan program vaksinasi Covid-19 yang dimulai di Indonesia sejak 13 Januari 2021 lalu. Selain itu, tidak ada laporan mengenai kematian 48 orang yang menerima vaksin Covid-19. Isu ini sebelumnya diklaim terjadi di Korea Selatan pada November 2020. Namun, vaksin yang dimaksud bukan vaksin Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan