• (GFD-2021-8485) Sesat, Klaim Ini Video Detik-detik Kapal Tenggelam di Selat Bali pada 5 Februari 2021

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/02/2021

    Berita


    Video yang diklaim memperlihatkan detik-detik kapal tenggelam di Selat Bali beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, kapal motor penumpang yang mengarungi rute Ketapang-Gilimanuk itu mengalami kecelakaan pada Jumat, 5 Februari 2021.
    Salah satu akun di Facebook membagikan video itu dengan narasi "Gilimanuk berduka, kecelakaan kapal penyeberangan pada hari ini, Jumat, 5 Februari". Video tersebut juga diunggah oleh akun lain di tautan ini dan ini. Sementara di YouTube, video itu juga dibagikan oleh kanal ini, ini, dan ini.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat soal video tenggelamnya kapal di Selat Bali.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa kecelakaan kapal laut dalam video itu memang terjadi di Selat Bali, namun pada 2016, bukan pada 2021.
    Video tersebut sama dengan berbagai video amatir yang telah banyak dibagikan di YouTube sepanjang 2016. Salah satunya adalah yang diunggah oleh kanal Populer on YouTube, yang diberi keterangan bahwa itu memperlihatkan momen saat kapal motor penumpang Rafelia 2 tenggelam di Selat Bali pada 4 Maret 2016.
    Tempo kemudian menelusuri pemberitaan tentang kecelakaan itu di media kredibel. Kanal milik stasiun televisi Bali TV, @newsbalitv, pernah memuat video serupa pada 5 Maret 2016. Video itu adalah video peristiwa tenggelamnya kapal motor Rafelia 2 di Selat Bali setelah bertolak dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali, menuju Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur.
    Menurut arsip berita Tempo, Kementerian Perhubungan membenarkan informasi bahwa kapal motor penumpang Rafelia 2 tenggelam pada 4 Maret 2016. "Betul, Rafelia 2 dilaporkan tenggelam di Selat Bali," kata juru bicara Kemenhub ketika itu, J. A. Barata.
    Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono juga membenarkan kabar kapal yang tenggelam itu. "Kami baru saja mengklarifikasi dengan Syahbandar Ketapang, betul ada kejadian itu," ujar Soerjanto.
    Dilansir dari Detik.com, pada 10 Mei 2016, KNKT akhirnya merilis hasil investigasi kecelakaan Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Rafelia 2 yang tenggelam di Selat Bali. Menurut kesimpulan KNKT, kapal tersebut tenggelam karena kelebihan muatan.
    "KNKT menemukan bahwa stabilitas kapal pada saat berangkat sudah tidak memenuhi kriteria stabilitas kapal yang baik, saat kapal melebihi dari sarat maksimum yang diijinkan," ujar Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Pelayaran Aldrin Dalimunte.
    Aldrin menjelaskan, berdasarkan pengamatan CCTV ASDP Ketapang, pihaknya menemukan ada 16 truk berwarna orange mengangkut bahan sisa pembakaran batu bara dengan muatan rata-rata 40 ton. Bahan itu dibawa dari Celukan Bawang menuju Pelabuhan Mojokerto.
    "Kami membuat rekapitulasi, ada 33 kendaraan, penumpang 62 orang, total 765,26 ton berat muatan. Padahal, berat yang bisa diangkut kapal Rafelia 2 297 ton. Jadi, ada kelebihan muatan yang mencapai 595 ton saat kapal berlayar," kata Aldrin.
    Analisis terhadap informasi yang KNKT dapatkan dari simulasi stabilitas, kapal mengalami trim haluan atau kapal berat di bagian depan. Tak hanya itu, kapal ini telah mengalami modifikasi pintu rampa dari sepanjang 5 meter menjadi 13 meter. Karena itu, pintu rampa haluan selalu terbuka. Pasalnya, bila tertutup, pintu rampa ini akan menghalangi pandangan anjungan.
    "Terbukanya pintu rampa sejajar dengan permukaan air laut, serta lepasnya pintu rampa dari engselnya membuat air laut sebanyak 50 ton masuk ke dalam geladak kendaraan dan mempercepat laju kemiringan kapal. Kemiringan kapal ini diikuti dengan bergeraknya muatan di geladak kendaraan dan makin memperburuk stabilitas. Selain itu, KNKT juga melihat bahwa kapal sejenis Rafelia 2 secara teknis tidak dapat dioperasikan di dermaga jenis LCM, karena bentuk haluan yang memiliki bulbous dan struktur pintu rampa kapal."
    Dari hasil investigasi, juga ditemukan adanya kekurangan pengawasan terhadap pola operasi kapal, termasuk proses pemuatan dan penataan muatan oleh pihak operator maupun pengawas pelabuhan keberangkatan kapal. Tak hanya itu, kondisi modifikasi yang dilakukan oleh Rafelia 2 belum mendapat izin trayek. "Status Rafelia pada 6 November 2014 itu kondisisuspended," ujar Aldrin.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video kapal tenggelam di Selat Bali pada 5 Februari 2021, menyesatkan. Kecelakaan dalam video itu memang terjadi di Selat Bali, setelah kapal tersebut bertolak dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali, menuju Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur. Namun, peristiwa kecelakaan kapal motor Rafelia 2 ini terjadi pada 4 Maret 2016.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8484) Keliru, Jokowi Beri Sinyal Tunjuk Risma Gantikan Anies Baswedan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 05/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi sinyal untuk menunjuk Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma menggantikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beredar di media sosial. Klaim itu terdapat dalam judul sebuah video yang berasal dari YouTube, yakni "Jokowi Beri Sinyal Tunjuk Risma Gantikan Anies Baswedan".
    Dalam video ini, terdapat sejumlah cuplikan yang memperlihatkan Jokowi, Risma, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Dalam cuplikan itu, Jokowi berkata, "Sudah saya sampaikan, semuanya masih dalam proses, baik penggodokan di partai-partai maupun di internal kita."
    Video itu pun dibagikan ke Facebook, salah satunya oleh akun ini, pada 29 Januari 2021. Dalam unggahan akun tersebut, terlihat bahwathumbnail video itu berisi teks yang berbunyi "Akhirnya Semakin Memanas, Jokowi Tunjuk Risma Gantikan Anies!?". Terdapat pula foto Anies, Risma, dan Jokowi dalamthumbnail tersebut.
    Gambar tangkapan layar video di YouTube yang berisi klaim keliru terkait Presiden Jokowi, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, video di atas adalah gabungan dari cuplikan-cuplikan yang berbeda konteksnya. Video itu berisi rekaman pernyataan Presiden Jokowi, Risma, Megawati, Hasto, dan Zulkifli terkait isu yang berbeda-beda, namun telah dipotong dan digabungkan sedemikian rupa, sehingga terkesan bahwa mereka memberikan komentar soal penunjukan Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Anies Baswedan.
    Mula-mula, Tempo menelusuri pemberitaan terkait di mesin pencari Google dengan memasukkan kata kunci "Jokowi tunjuk Risma gantikan Anies Baswedan". Namun, tidak ditemukan pernyataan Jokowi bahwa ia telah menunjuk Risma untuk menggantikan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Justru, ditemukan berbagai artikel yang telah memverifikasi klaim tersebut dan menyatakannya sebagai hoaks.
    Tempo kemudian menelusuri cuplikan-cuplikan dalam video di atas. Tidak ada cuplikan yang berisi pernyataan Jokowi bahwa ia bakal menunjuk Risma untuk menggantikan Anies Baswedan. Cuplikan yang memperlihatkan Jokowi, yang mengatakan "Sudah saya sampaikan, semuanya masih dalam proses, baik penggodokan di partai-partai maupun di internal kita", adalah potongan dari video yang dimuat oleh Kompas TV pada 7 Maret 2018.
    Video tersebut diambil usai Jokowi membuka Rapimnas HIPMI di Tangerang, Banten. Ketika itu, Jokowi mengapresiasi keyakinan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, akan disandingkan bersamanya sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2019. Namun, Jokowi menyatakan belum memutuskan nama cawapres pendampingnya. Jokowi masih membuka komunikasi dengan partau pengusung untuk merumuskan kriteria yang tepat sebelum menyusun daftar nama cawapres.
    Cuplikan yang memperlihatkan Risma, yang berkata "Saya ikut Bu Mega aja", merupakan potongan dari video yang juga dimuat oleh Kompas TV pada 15 Desember 2020. Video itu berjudul "Ini Jawaban Risma Soal Jabatan Mensos". Risma, yang saat itu masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, mengklaim belum mendapat tawaran sebagai Mensos oleh Jokowi. Isu ini mencuat setelah mantan Mensos Jualiari Batu Bara terjerat korupsi bansos Covid-19.
    Terkait cuplikan yang memperlihatkan Megawati, adalah potongan dari video yang diunggah oleh kanal YouTube PDI Perjuangan pada 28 Agustus 2020. Video ini berisi pengumuman tahap IV calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk Pilkada Serentak 2020 yang diusung PDIP. Dalam video ini, Megawati memuji kinerja Risma sebagai Wali Kota Surabaya. Ia pun berharap para kepala daerah yang diusung PDIP memiliki kinerja seperti Risma.
    Cuplikan yang memperlihatkan Hasto merupakan potongan dari video yang dimuat oleh CNN Indonesia pada 5 Agustus 2019 yang berjudul "PDIP Keberatan Nasdem Dukung Risma di Pilgub DKI 2020". Video ini berisi komentar Hasto terkait dukungan Partai Nasdem terhadap Risma untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta yang direncanakan digelar pada 2020. PDIP mengingatkan partai lain untuk tidak mencaplok kadernya.
    Adapun cuplikan yang memperlihatkan Zulkifli berasal dari video yang berisi pernyataan Ketua Umum PAN tersebut terkait Pilkada DKI Jakarta 2017. Pernyataan Zulkifli ini dilontarkan pada Agustus 2016. Ketika itu, ia mengatakan bahwa Risma adalah lawan yang sepadan bagi calon Gubernur DKI Jakarta petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Kalau enggak ada lawan kan Pak Ahok sendiri. Selesai sudah," kata Zulkifli dalam cuplikan itu.
    Narasi yang dibacakan dalam video itu pun tidak menyinggung soal Jokowi yang menunjuk Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Anies Baswedan. Narasi di sepanjang video tersebut diambil dari dua artikel berita. Artikel pertama adalah artikel berjudul "PDIP Klaim Sudah Punya Nama Kandidat Pilkada DKI, Risma Kandidat Kuat?" yang dimuat oleh Suara.com pada 27 Januari 2021. Sementara artikel kedua adalah artikel berjudul "Loyalis Ahok Diprediksi Merapat ke Risma" yang dimuat oleh Medcom.id pada 25 Januari 2021.
    Aturan untuk memberhentikan gubernur
    Pakar hukum tata negara Refly Harun, seperti dilansir dari Bisnis.com, mengatakan kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau pun wali kota bisa diberhentikan. Namun, menurut dia, pemberhentian ini tidak bisa didasarkan pada Instruksi Menteri maupun Instruksi Presiden. "Persoalannya adalah apa alasan untuk memberhentikan tersebut. Tidak bisa didasarkan pada Instruksi Presiden atau Instruksi Menteri, tapi harus dasarnya pada Undang-Undang," ujar Refly pada 20 November 2020.
    Pernyataan Refly tersebut menanggapi terbitnya Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Mengendalikan Covid-19. Keluarnya Instruksi Mendagri ini memicu dugaan bahwa pemerintah ingin memberhentikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jika terbukti mengabaikan penerapan protokol kesehatan Covid-19. Refly menjelaskan, dalam konteks ini, Undang-Undang yang bisa dipakai sebagai dasar pemberhentian kepala daerah adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
    Dikutip dari Kontan.co.id, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra juga menjelaskan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tidak bisa dijadikan dasar pencopotan kepala daerah. Menurut dia, pemberhentian kepala daerah harus berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014. Yusril mengatakan pemilihan kepala daerah diserahkan langsung kepada rakyat melalui pilkada yang dilaksanakan oleh KPU. KPU adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan pasangan calon sebagai pemenang dalam pilkada.
    Presiden atau Mendagri tinggal menerbitkan keputusan tentang pengesahan pasangan kepala daerah terpilih dan melantiknya. Dengan demikian, Presiden atau Mendagri tidak berwenang mengambil inisiatif untuk memberhentikan kepala daerah. Menurut Yusril, semua proses pemberhentian kepala daerah harus dilakukan melalui DPRD. Jika DPRD berpendapat bahwa kepala daerahnya melanggar hukum, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan (impeachment).
    Jika DPRD berpendapat bahwa ada cukup alasan bagi kepala daerah untuk dimakzulkan, pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan. Kepala daerah yang akan dimakzulkan juga diberi kesempatan untuk membela diri. "Yang jelas, Presiden maupun Mendagri tidak berwenang memberhentikan atau mencopot kepala daerah, karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentian harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD," ujar Yusril.
    Dia menambahkan, kewenangan Presiden dan Mendagri hanya terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses. Hal itu bisa terjadi jika ada pengusulan oleh DPRD, dalam hal kepala daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun atau didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara, atau kejahatan untuk memecah-belah NKRI. "Kalau dakwaan tidak terbukti dan kepala d

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Jokowi memberi sinyal untuk menunjuk Mensos Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta  menggantikan Anies Baswedan, keliru. Tidak ditemukan pernyataan Jokowi bahwa ia telah menunjuk Risma untuk menggantikan Anies dalam berbagai pemberitaan. Dalam video yang berisi klaim tersebut, tidak ada pula cuplikan yang berisi pernyataan Jokowi bahwa ia bakal menunjuk Risma untuk menggantikan Anies. Video itu hanya berisi cuplikan-cuplikan pernyataan Jokowi, Risma, dan politikus lainnya terkait isu yang berbeda-beda yang telah dipotong dan digabungkan sedemikian rupa sehingga terkesan bahwa mereka memberikan komentar soal penunjukan Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menggantikan Anies.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8483) Sesat, Foto Satelit Ini Diklaim Tunjukkan Retakan Bawah Laut Akibat Gempa Sulawesi Barat

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/02/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar dari Google Maps yang menunjukkan foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulawesi Barat, beredar di Facebook. Foto satelit tersebut diklaim menunjukkan retakan bawah laut akibat gempa Sulawesi Barat. Dalam foto ini, memang terlihat galur-galur berwarna biru tua di bagian laut.
    Salah satu akun yang membagikan foto tersebut adalah akun Firman Syah Rezeck, tepatnya pada 1 Februari 2021. Akun ini menulis, "Retakan Bawah Laut Akibat Gempa #LautTapalang #PrayForSulbar." Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 32 reaksi dan 10 komentar serta dibagikan sebanyak 57 kali.
    Foto itu beredar setelah gempa dengan magnitudo 6,2 terjadi di Sulbar pada 15 Januari 2021 dini hari. Gempa tersebut mengakibatkan sejumlah bangunan roboh. Sebanyak 84 orang meninggal akibat gempa ini. Badan SAR Nasional (Basarnas) mengatakan puluhan korban gempa itu merupakan penduduk Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Firman Syah Rezeck yang memuat klaim menyesatkan terkait foto satelit yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, garis-garis berwarna biru tua itu memang terlihat dalam foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulawesi Barat, di Google Maps. Namun, garis-garis tersebut bukan retakan bawah laut yang diakibatkan oleh gempa.
    Tempo mula-mula memeriksa wilayah Tanjung Tapalang yang berada di Kabupaten Mamuju tersebut melalui Google Maps. Dalam tampilan satelit di Google Maps yang direkam pada 2021, memang terlihat adanya garis-garis berwarna biru tua di sepanjang lautan.
    Tempo kemudian meminta penjelasan dari Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono. Menurut dia, garis-garis biru tua itu memang penampakan dasar laut, tapi bukan karena dampak gempa Sulawesi Barat pada 15 Januari 2021. “Memang strukturnya demikian,” kata Daryono pada 4 Februari 2021.
    Menurut Daryono, struktur dasar laut memiliki batuan atau material yang lemah sehingga mudah tergerus air atau terdeformasi. Struktur ini sama dengan struktur yang ada di darat, yang terjadi secara alamiah. “Itu memang alamiah, karena material dasar laut sebenarnya mirip seperti di darat juga. Ada yang keras, ada yang lemah, ada yang gampang erosi, ada yang tidak."
    Dia pun meminta masyarakat untuk tidak khawatir dengan hal tersebut. “Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar Daryono.
    Tampilan struktur bawah laut di wilayah Sulbar terlihat lebih jelas di Google Earth. Google Earth adalah program pemetaan dan penandaan geografis unik yang menggunakan citra komposit untuk membentuk peta bumi yang komprehensif dan interaktif dengan menggabungkan lebih dari satu miliar citra satelit dan udara.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto satelit tersebut menunjukkan retakan bawah laut akibat gempa Sulawesi Barat, menyesatkan. Garis-garis berwarna biru tua itu memang terlihat dalam foto satelit wilayah Tanjung Tapalang, Sulbar, di Google Maps. Namun, garis-garis tersebut bukan retakan bawah laut akibat gempa, melainkan proses alami karena adanya batuan atau material yang lemah yang kemudian tergerus air atau terdeformasi.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8482) Keliru, Klaim Ini Foto 70 Ribu Hunian Elite yang Dibangun Erdogan untuk Korban Gempa Turki

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/02/2021

    Berita


     Dua foto yang memperlihatkan sebuah kawasan perumahan yang baru dibangun beredar di media sosial. Dua foto itu dilengkapi dengan foto yang memperlihatkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tengah berada di dalam sebuah helikopter. Helikopter ini melintas di atas sebuah kawasan perumahan yang juga baru dibangun.
    Ketiga foto tersebut dibagikan dengan klaim bahwa Erdogan sedang meninjau proyek pembangunan 70 ribu unit hunian elite bagi korban gempa Turki 2020. Terdapat pula kutipan yang disebut berasal dari Erdogan. Kutipan ini berbunyi "Saya bangun 70 ribu pemukiman elite bagi rakyat Turki, gratis siap huni".
    Di Facebook, foto-foto itu dibagikan salah satunya oleh akun Safira Maulida pada 1 Februari 2021. Akun ini menulis, “Presiden Turki Erdogan: Saya bangun 70.000 pemukiman elite bagi rakyat Turki, gratis siap huni. Erdogan melakukan tinjauan proyek pembangunan 70.000 unit hunian elit bagi warga Turki kehilangan tempat tinggal akibat diterpa gempa bumi di tahun 2020.”
    Gambar tangkapan layar unggahan sebuah akun Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto-foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto-foto tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa dua foto yang memperlihatkan kawasan perumahan yang baru dibangun itu memang berada di Turki, tepatnya di Konya. Namun, kedua foto ini tidak terkait dengan foto Erdogan yang sedang meninjau pembangunan rumah gempa di Elazig dengan helikopter.
    Dua foto tersebut pernah dimuat oleh situs Karaman Habercisi dalam artikelnya pada 24 Januari 2021. Artikel itu berisi informasi tentang pembangunan pemukiman baru Dedemli Neighborhood yang berada di distrik Meram, Konya, Turki, yang akan segera rampung. Foto-foto itu pun pernah dimuat oleh situs Memleket dalam artikelnya pada tanggal yang sama.
    Menurut kedua artikel ini, kawasan perumahan itu dibangun oleh TOKI (Administrasi Pembangunan Perumahan Massal Turki), bersama Direktorat Jenderal KOSKI Konya yang membangun jaringan air dan saluran pembuangan serta Direktorat Urusan Sains Konya yang membangun konstruksi jalan. Dalam kedua artikel tersebut, tidak terdapat informasi bahwa perumahan ini diperuntukkan bagi korban gempa Turki.
    Adapun foto Erdogan yang tengah berada di dalam helikopter, pernah dimuat oleh situs Hurriyet dalam artikelnya pada 25 Januari 2021. Artikel ini berisi informasi tentang kunjungan Erdogan ke Elazig, Turki, untuk menghadiri peringatan setahun gempa Elazig dan upacara penyerahan rumah gempa.
    Gempa dengan magnitudo 6,8 yang terjadi pada 24 Januari 2020 itu menyebabkan 41 orang tewas. Sebanyak 37 korban ditemukan di Elazig dan empat korban ditemukan di Malatya. Gempa tersebut juga menyebabkan lebih dari 25 ribu rumah di kedua kota itu rusak berat.
    Kini, lebih dari 2.500 rumah telah dibangun di Elazig, di mana lebih dari 20 ribu rumah telah dibangun di era pemerintahan Erdogan. Disambut di bandara, Erdogan mengatakan bahwa dia bakal melakukan pemeriksaan dengan helikopter dan melakukan perjalanan ke wilayah tersebut untuk menghadiri upacara penyerahan rumah gempa di Yazikonak, Elazig.
    Foto tersebut juga pernah dimuat oleh situs Milliyet dalam artikelnya pada 25 Januari 2021. Artikel ini berisi informasi yang sama dengan yang dimuat oleh situs Hurriyet. Dalam kunjungannya ke Elazig itu, Erdogan didampingi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Urbanisasi Turki, Murat Kurum.
    Tempo pun menelusuri lokasi Konya dan Elazig. Berdasarkan pencarian di Google Maps, jarak antara Konya dan Elazig mencapai 749 kilometer. Konya merupakan salah satu kota yang berada di region Anatolia Tengah. Sementara Elazig adalah salah satu kota yang terletak di region Anatolia Timur.
    Gempa Turki 2020
    Berdasarkan arsip berita Tempo, gempa dengan magnitudo 6,8 memang mengguncang wilayah timur Turki pada 24 Januari 2020. Gempa tersebut terasa hingga ke Iran, Suriah, dan Lebanon. Menurut laporan Reuters dan CNN, gempa terjadi di Sivrice, Elazig. Menteri Dalam Negeri Turki, Sulyman Soylu, mengatakan gempa susulan terjadi beberapa kali dengan kekuatan 5,4.
    Menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat, pusat gempa diperkirakan berada di kedalaman 10 kilometer. Sekitar 500 ribu orang merasakan getaran gempa tersebut. Turki memiliki sejarah panjang dan pahit tentang gempa. Pada Agustus 1999, gempa berkekuatan 7,6 mengguncang Izmit, menewaskan 17 ribu orang. Gempa dahsyat di Turki kembali terjadi pada 2011, mengguncang Ercis dan Van. Sedikitnya 523 orang tewas akibat gempa ini.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa dua foto yang memperlihatkan kawasan perumahan baru itu adalah foto 70 ribu hunian elite yang dibangun Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk korban gempa Turki 2020, keliru. Tidak ditemukan informasi bahwa perumahan Dedemli Neighborhood ini diperuntukkan bagi korban gempa Turki 2020. Kawasan perumahan dalam kedua foto itu memang berada di Turki, namun terletak di Konya. Sementara foto Erdogan yang berada di helikopter diambil ketika ia meninjau pembangunan rumah gempa di Elazig. Jumlah rumah yang dibangun di sana pun tidak sampai 70 ribu unit.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan