• (GFD-2021-8489) Keliru, Tak Ada Warga Vietnam yang Meninggal Akibat Covid-19 Karena Minum Teh Panas Campur Lemon

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/02/2021

    Berita


    Klaim bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal karena Covid-19 beredar di media sosial. Menurut klaim tersebut, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19 di Vietnam karena warganya rutin mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon. Di Facebook, klaim tersebut dibagikan oleh akun ini pada 8 Februari 2021. Berikut narasi lengkapnya:
    “Kabar gembira dan istimewa.. Vietnam korban covid 19 tidak ada yng mati...Berita super.. obat virus covid 19 sudah tercapai informasi dari negara Vietnam.. virus covid 19 tidak menyebabkan kematian.. ternyata resepnya sangat sederhana tapi sangat ampuh.. hanya 1 teh..2 lemon..minumlah teh panas setelah di campur perasan lemon..dapat segera membunuh virus covid 19..dan dapat sepenuhnya menghilangkan virus covid 19 dari tubuh...2 bahan ini membuat sistem kekebalan tubuh menjadi bersifat basa.. karena ketika malam tiba sistem tubuh menjadi asam.. kemampuan detensif juga akan berkurang.. itulah sebabnya orang Vietnam santai saja dengan menyebarnya virus covid 19... Di Vietnam rata2 semua orang minum segelas air panas dengan sedikit lemon di malam hari... Karena telah terbukti membunuh virus covid 19 secara total...”
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal akibat Covid-19 karena mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon.

    Hasil Cek Fakta


    Menurut data Worldometer per 9 Februari 2021, kasus Covid-19 di Vietnam mencapai 2.050 kasus, di mana 35 orang di antaranya meninggal. Sementara itu, pasien Covid-19 di Vietnam yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 1.472 orang. Sementara menurut data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) per 8 Februari 2021, kasus Covid-19 di Vietnam mencapai 2.005 kasus, di mana 35 orang di antaranya meninggal.
    Dilansir dari BBC, Vietnam mencatatkan kematian pertama akibat Covid-19 baru pada 31 Juli 2020. Pasien yang meninggal tersebut berjenis kelamin laki-laki dan berusia 70 tahun. Ia berasal dari Hoi An. Kematian kedua, seorang pria berusia 61 tahun, dilaporkan kemudian di hari yang sama. Kedua pasien yang meninggal tersebut memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya. Ketika itu, di Vietnam, kasus Covid-19 baru mencapai 546 kasus.
    Menurut BBC, tidak seperti banyak negara lain, Vietnam bertindak bahkan sebelum ada kasus Covid-19 yang dikonfirmasi. Pemerintah menutup perbatasannya lebih awal bagi hampir semua pelancong, kecuali warga negara yang kembali dari luar negeri. Siapa pun yang memasuki negara tersebut juga harus dikarantina di fasilitas pemerintah selama 14 hari dan menjalani pengujian Covid-19.
    Dikutip dari Liputan6.com, Vietnam merupakan salah satu negara di ASEAN yang dinilai dapat menangani pandemi Covid-19 dengan cukup baik di masa kritis, di saat negara lain masih bergulat untuk melawan virus tersebut. Duta Besar Vietnam untuk Indonesia Pham Vinh Quang memaparkan bahwa salah satu hal yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam adalah cepat dan tanggap dalam merespons Covid-19.
    Bukti nyata pemerintah Vietnam bertindak cepat dan tanggap dalam penanganan pandemi Covid-19 adalah bahwa mereka segera membentuk komite penanganan pandemi, hanya 7 hari setelah ditemukannya kasus pertama pada Januari 2020. "Selain itu, aturan pembatasan ketat juga menjadi salah satu kunci dalam menangani Covid-19," kata Pham dalam sesi bincang santai siang virtual bersama awak media pada 22 Desember 2020.
    Teh panas dan lemon untuk Covid-19
    Klaim bahwa mengkonsumsi teh panas serta lemon bisa membunuh virus Corona Covid-19 pernah beredar pada April 2020 lalu. Ketika itu, Tim CekFakta Tempo telah melakukan verifikasi, dan menyatakan bahwa klaim tersebut keliru. Mengutip laporan organisasi cek fakta FactCheck, dokter penyakit menular Krutika Kuppalli mengatakan, "Tidak ada data yang menunjukkan bahwa lemon atau teh panas akan membunuh virus."
    Terkait klaim bahwa teh panas bisa mematikan virus Corona Covid-19, pernah beredar sebelumnya pada akhir Maret 2020. Informasi tersebut berasal dari peneliti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Zhejiang, Cina. Dalam sebuah percobaan dengan sel yang dikultur secara in vitro, mereka menemukan bahwa teh, yang kaya polifenol, bekerja dengan baik dalam membunuh virus Corona secara ekstraseluler dan menekan proliferasi intraselulernya.
    Namun, hal itu telah dibantah oleh seorang ahli imunologi yang diwawancara oleh China Daily. Menurut dia, virus Corona menginfeksi sel epitel alveolar di paru-paru. Sementara teh yang diminum tidak akan mencapai paru-paru. Bahkan, kalau pun percobaan in vitro menunjukkan bahwa teh dapat membunuh virus Corona, tidak berarti bahwa mengkonsumsi teh bisa menghasilkan efek yang sama.
    Menurut ahli tersebut, setelah tes in vitro pun, uji coba pada hewan harus dilakukan, kemudian dipertimbangkan untuk uji klinis pada manusia. Hasil tes in vitro tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa minum teh dapat membantu mencegah penularan Covid-19. Saat ini, artikel yang dipublikasikan lewat akun WeChat CDC Zhejiang tersebut juga sudah dihapus. Staf CDC Zhejiang mengatakan temuan dari penelitian terbaru akan dipublikasikan melalui WeChat setelah prosedur-prosedur yang diperlukan diselesaikan.
    Sementara terkait klaim bahwa  lemon bisa membunuh virus Corona Covid-19, pernah beredar pada awal April 2020. Narasi yang menyebar ketika itu menyatakan bahwa virus Corona memiliki derajat keasaman (pH) 5,5-8,5. Dengan derajat keasaman tersebut, virus Corona bisa dibunuh dengan mengkonsumsi makanan alkali, termasuk lemon, yang mengandung pH yang lebih tinggi ketimbang pH virus.
    Sebagai informasi, semakin rendah pH, suatu unsur akan semakin bersifat asam. Sementara makanan alkali mengandung pH basa atau pH di atas 7 (pH yang dianggap netral). Lemon memiliki pH sekitar 2, bukan 9,9 seperti dalam narasi itu. Menurut Euronews, mengkonsumsi makanan tertentu yang memiliki pH di bawah ataupun di atas 7 tidak akan mengubah derajat keasaman dalam tubuh. Pasalnya, tubuh telah mengatur derajat keasamannya dalam kisaran yang sangat sempit, terbatas pada pH 7,37-7,43, agar sel-sel tetap berfungsi.
    Ahli virus Shaheed Jameel pun mengatakan virus tidak memiliki derajat keasaman. Karena itu, pernyataan yang mengaitkan makanan yang diklaim memiliki pH tinggi dengan virus Corona tidak berdasar. "Tidak ada organisme hidup yang memiliki nilai pH," katanya. Oyewale Tomori, profesor virologi WHO, juga mengatakan bahwa klaim tentang pH pada virus Corona keliru. "Virus Corona tidak ada hubungannya dengan perut. Jadi, bagaimana 'makanan alkali' mengalahkan virus? Klaim ini harus diabaikan," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa tidak ada warga Vietnam yang meninggal akibat Covid-19 karena rutin mengkonsumsi teh panas yang dicampur dengan perasan lemon, keliru. Meski kasus Covid-19 di Vietnam terbilang rendah, hingga saat ini, sebanyak 35 warga di negara itu yang meninggal akibat penyakit tersebut. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan teh panas atau lemon bisa mencegah atau menyembuhkan Covid-19.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8488) Keliru, Pria Ini Syok saat Siuman dari Koma Setahun Karena Keluarganya Meninggal Akibat Covid-19

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/02/2021

    Berita


    Narasi bahwa seorang pria asal Inggris, Joseph Flavill, syok saat siuman dari koma selama setahun karena mengetahui anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19, beredar di media sosial. Klaim itu terdapat dalam sebuah artikel yang berjudul "Setahun Koma di Rumah Sakit, Begitu Siuman Pria Ini Syok Orang-orang Tercinta Meninggal karena Covid".
    Artikel tersebut salah satunya dimuat oleh situs ini pada 7 Februari 2021. Menurut artikel itu, informasi tersebut dikutip dari media Inggris The Sun. Artikel itu kemudian dibagikan ke media sosial, salah satunya oleh akun Facebook ini pada tanggal yang sama. Artikel tersebut juga memuat foto seorang pria yang tergolek di ranjang rumah sakit.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook berupa tautan artikel yang berisi klaim keliru soal pria asal Inggris yang koma selama pandemi Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto yang tercantum dalam artikel di atas denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan sejumlah berita yang memuat foto itu, termasuk yang diterbitkan oleh The Sun, yang dikutip oleh situs di atas. Namun, dalam berita itu, tidak terdapat informasi bahwa anggota keluarga Joseph Flavill meninggal karena Covid-19.
    Berita The Sun ini berjudul "Pelajar 19 tahun, dalam keadaan koma selama 11 bulan setelah tabrakan mobil, akhirnya bangun tanpa mengetahui pandemi Covid". Menurut berita itu, pelajar 19 tahun yang bernama Joseph Flavill tersebut tertabrak mobil saat berjalan kaki di daerah Burton, Staffordshire, Inggris, pada 1 Maret 2020. Akibat kecelakaan ini, dia menderita cedera otak parah dan dirawat di Rumah Sakit Umum Leicester.
    Joseph mengalami koma tiga minggu sebelum Inggris menerapkan lockdown nasional pertamanya untuk mengerem penyebaran Covid-19 pada 23 Maret 2020. Dia pun sempat terjangkit Covid-19 dua kali di rumah sakit, tapi saat ini telah pulih. Joseph juga sudah siuman dari koma. Namun, dia tidak memiliki pengetahuan tentang pandemi Covid-19. Saat ini, dia hanya berhubungan dengan orang-orang tercintanya lewat panggilan video di Facetime.
    Hanya ibu Joseph, Sharon Priestley, yang diizinkan berkunjung di bawah pembatasan karena pandemi Covid-19. Kerabatnya pun kini bertanya-tanya bagaimana menjelaskan betapa terpuruknya dunia akibat pandemi kepada Joseph. Bibinya, Sally Flavill-Smith, mengatakan dia telah mengalami kemajuan pesat dalam beberapa minggu terakhir. Joseph sudah bisa berkedip dan tersenyum ketika menanggapi perkataan seseorang serta mengangkat kaki sesuai instruksi.
    "Sangat sulit bagi ibunya untuk tidak bisa menemuinya. Kami juga tidak tahu seberapa banyak yang dia pahami karena kecelakaannya terjadi sebelum lockdown nasional pertama, dan itu artinya dia telah tertidur selama pandemi. Sulit karena kami tahu dia sudah semakin sadar, tapi bagaimana Anda menjelaskan pandemi kepada seseorang yang berada dalam kondisi koma sebelumnya?" ujar Sally.
    Sekitar empat bulan lalu, Joseph dipindahkan ke Rumah Perawatan Adderley Green di Stoke untuk rehabilitasi neurologis, fisik, dan kognitif. Ibunya diizinkan untuk menghabiskan waktu bersamanya di rumah perawatan itu di hari ulang tahun Joseph yang ke-19, meskipun tetap harus menjaga jarak. Menurut Sally, wajah Joseph bersinar ketika dia melihat teman dan keluarganya lewat Facetime.
    Berita tentang Joseph Flavill ini juga dimuat oleh media-media lain, baik luar maupun dalam negeri, seperti CNN, The Guardian, BBC, Reuters, CNN Indonesia, Detik.com, dan Merdeka.com. Namun, dalam berita-berita tersebut, juga tidak ditemukan informasi bahwa anggota keluarga Joseph meninggal karena Covid-19 selama dia berada dalam kondisi koma di rumah sakit akibat tertabrak mobil.
    Dilansir dari Reuters, selama Joseph Flavill dirawat di rumah sakit, sebagian besar keluarganya tidak bisa berada di dekatnya karena pembatasan akibat pandemi Covid-19. Mereka berkomunikasi hanya melalui panggilan video. "Baru-baru ini Joseph mulai menunjukkan tanda-tanda kecil pemulihan. Kami tahu sekarang dia bisa mendengar kami, dia menanggapi perintah kecil," kata Sally Flavill Smith, bibi Joseph, pada 8 Februari 2021.
    “Ketika kami mengatakan kepadanya, 'Joseph, kami tidak bisa bersamamu, tapi kamu aman, ini tidak akan selamanya', dia mengerti, dia mendengarmu, dia hanya tidak bisa berbicara,” katanya. Sally menambahkan bahwa Joseph sekarang bisa memberi isyarat 'ya' dengan satu kedipan dan 'tidak' dengan dua kedipan. Namun, Sally menyatakan masih tidak tahu bagaimana Joseph akan memahami cerita mereka tentang lockdown selama pandemi Covid-19.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa seorang pria asal Inggris, Joseph Flavill, syok saat siuman dari koma selama setahun karena mengetahui anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19, keliru. Menurut artikel yang memuat klaim itu, informasi tersebut berasal dari The Sun. Namun, dalam berita yang dimuat oleh The Sun, tidak terdapat informasi bahwa anggota keluarga Joseph meninggal karena Covid-19. Begitu pula dalam pemberitaan di berbagai media lain. Dalam berita-berita itu, hanya disebutkan bahwa keluarga Joseph bingung bagaimana menjelaskan pandemi Covid-19 kepadanya karena ia mengalami koma sejak awal Maret 2021, sebelum Inggris mengalami lockdown dan kasus Covid-19 menyebar di seluruh dunia.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8487) Keliru, Klaim Ini Foto-foto Karyawan J&T Mogok Kerja Akibat Potong Gaji

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/02/2021

    Berita


    Sejumlah foto yang memperlihatkan ribuan paket yang tersebar berantakan di sebuah gudang beredar di media sosial. Beberapa truk yang tampak dalam foto-foto tersebut bertuliskan J&T Express. Tertera pula narasi bahwa peristiwa dalam foto-foto itu terkait dengan karyawan J&T Express yang mogok kerja akibat dipotongnya gaji mereka.
    Di Facebook, foto-foto itu dibagikan salah satunya oleh akun ini pada 7 Februari 2021. Hingga kini, unggahan tersebut telah mendapatkan 38 reaksi dan 12 komentar serta dibagikan sebanyak 79 kali.
    Foto-foto yang diunggah di Facebook yang mencantumkan klaim keliru soal kondisi sebuah gudang milik J&T Express.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri jejak digital foto-foto di atas denganreverse image toolSource dan Google. Hasilnya, ditemukan sejumlah pemberitaan bahwa peristiwa dalam foto-foto itu bukan terjadi di Indonesia, melainkan di Malaysia. Karyawan J&T melempar paket-paket itu karena menuntut pembagian bonus, bukan karena dipotongnya gaji mereka.
    Foto-foto itu berasal dari video milik akun TikTok asal Malaysia, @nonihassan7, pada 7 Februari 2021. Akun ini menulis narasi, “Cepat atau lambat. Harap barang aku selamat #foryourpage #viral #jnt.” Namun, sehari kemudian, pemilik akun ini mengunggah video yang berisi penjelasan bahwa peristiwa dalam video itu terjadi di Malaysia, bukan di Indonesia. Ia juga mengatakan peristiwa itu tidak terjadi di semua gudang J&T di Malaysia.
    Kanal YouTube milik Kompas.com, Kompascom Reporter on Location, pun pernah memuat rekaman milik akun @nonihassan7 tersebut dalam video beritanya pada 8 Februari 2021. Menurut penjelasan dalam video ini, video yang viral itu memperlihatkan kurir pengiriman barang J&T Express Perak, Malaysia, yang mengobrak-abrik paket di gudang. Dilansir dari media Malaysia, Sinar Harian, pihak J&T Express Perak telah meminta maaf pada 7 Februari 2021.
    "Kami dari pihak J&T Express Perak. Belakangan ini, beredar sebuah video di media sosial tentang pekerja yang tidak mengikuti SOP dan melempar paket pelanggan. Kami ingin memohon maaf dan menjelaskan bahwa tidak ada isu pemotongan gaji antara pihak perusahaan dan pekerja J&T Express Perak. Kami ingin menjelaskan bahwa kami tidak ada melakukan tindakan mogok kerja," demikian penjelasan dari pihak J&T Express Perak.
    Video permintaan maaf berdurasi 57 detik itu juga diunggah ke Facebook oleh akun resmi J&T Express Perak pada 7 Februari 2021. Permintaan maaf pun disampaikan oleh manajemen J&T Express Malaysia lewat keterangan pers yang diunggah ke akun Facebook resminya pada tanggal yang sama. "Pertama-tama, kami menyampaikan permintaan maaf yang terdalam kepada semua warga Malaysia," demikian narasi awal dalam keterangan pers itu.
    Menurut J&T Express Malaysia, perusahaan telah memberi karyawan bonus akhir tahun sesuai ketentuan terkait serta Undang-Undang Ketenagakerjaan Malaysia. Bonus penuh dibayarkan kepada karyawan yang telah bekerja selama minimal 1 tahun. "Bagi karyawan yang bekerja kurang dari 1 tahun, bonus diberikan sesuai dengan lamanya waktu kerja. Sayangnya, beberapa karyawan tidak mengetahui dengan jelas skema pembayaran ini."
    Ketidaktahuan itu pun berujung pada pelemparan paket-paket pelanggan pada 4 Februari 2021. Ada karyawan yang menghasut beberapa karyawan lain untuk membuat keributan bersama dan mengunggah video tersebut ke media sosial. "Manajemen kami di Perak segera menangani dan mengklarifikasi indisen itu. Pada 5 Februari 2021, para karyawan telah kembali ke status kerja normal mereka dan secara aktif memilih dan memproses paket pelanggan."
    Terkait klaim bahwa J&T Express Malaysia melakukan pemotongan gaji karyawan, mereka juga mengklarifikasi bahwa J&T tidak akan memotong atau berhutang kepada karyawan. "Dan dengan ini menyatakan bahwa kami bersedia menerima pengawasan dan inspeksi oleh publik atau lembaga terkait," demikian penjelasan dari J&T Malaysia.
    Manajemen J&T Express Indonesia juga telah mengklarifikasi video tersebut. Elena, juru bicara J&T Express Indonesia, menjelaskan bahwa peristiwa dalam video yang viral itu bukan terjadi di Indonesia, melainkan di Malaysia. Elena mengklaim seluruh pengiriman paket pelanggan J&T Express Indonesia saat ini berjalan lancar dan sesuai prosedur operasional. “J&T Express berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan terbaik,” katanya seperti dilansir dari Kompas.com.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto-foto di atas adalah foto-foto karyawan J&T yang mogok kerja akibat dipotongnya gaji mereka, keliru. Foto-foto itu berasal dari video yang memperlihatkan kurir pengiriman barang J&T Express Perak, Malaysia, yang mengobrak-abrik paket di gudang. Dalam video permintaan maafnya, mereka menyatakan tidak pernah melakukan mogok kerja. Insiden yang terjadi pada 4 Februari 2021 tersebut pun dipicu oleh masalah pembagian bonus, bukan pemotongan gaji.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8486) Keliru, Uang Rp 100 Bergambar Jokowi Hasil Redenominasi

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 08/02/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan uang kertas pecahan Rp 100 yang bergambar Presiden Joko Widodo atau Jokowi viral. Di sisi sebaliknya, gambar yang tercantum adalah gambar Istana Negara. Menurut klaim dalam video itu, uang tersebut merupakan hasil redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya.
    Video ini diunggah oleh sebuah akun TikTok, yang kemudian menyebar di Instagram. Dalam video itu, tertulis teks yang berbunyi: "Katanya Indonesia mau Redenominasi. Jadi mata uangnya mau di kecilin nominalnya, kaya Dollar gitu. Rp 1000 = Rp 1, Rp 50.000 = Rp 50, Rp 100.000 = Rp 100. Gimana? pada setuju?"
    Gambar tangkapan layar video viral yang memuat klaim keliru terkait uang kertas rupiah.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait di media-media arus utama. Dilansir dari Detik.com, Bank Indonesia (BI) menegaskan, hingga saat ini, pemerintah belum meluncurkan rupiah baru yang sudah diredenominasi.
    Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono memastikan uang kertas pecahan Rp 100 bergambar Presiden Jokowi yang terlihat dalam video yang viral tersebut hoaks. "Wah kacau, ngawur aja tuh orang-orang," kata Erwin kepada Detik.com pada 8 Februari 2021.
    Erwin menjelaskan bahwa BI dan pemerintah memang memiliki rencana untuk melakukan redenominasi rupiah. Namun, untuk menjalankan kebijakan redenominasi tersebut, akan sangat bergantung pada kondisi sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.
    "Walaupun sebenarnya tidak akan mengubah daya beli dari uang yang kita punya, kondisi tersebut akan menentukan akseptasi masyarakat. Artinya, plesetan atau bahkan hasutan seperti dalam Instagram tadi bisa terjadi dalam skala yang luas, sehingga kondisi sosial, politik dan ekonomi yang stabil menjadi sangat penting dalam implementasi redenominasi," ujarnya.
    Dikutip dari Kompas TV, Erwin mengatakan bahwa video yang memperlihatkan uang Rp 100 bergambar Presiden Jokowi itu hanya ulah orang iseng. Erwin pun menyatakan akan menyelidiki hal tersebut dan mencegah jangan sampai beredar di masyarakat. "Kami sangat ingin menyampaikan kepada para netizen untuk berhati-hati di area rupiah yang merupakan simbol kedaulatan NKRI ini."
    Ketentuan desain uang rupiah
    Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah, Pasal 4 menyebut uang rupiah memiliki ciri umum. Ciri umum uang rupiah kertas adalah gambar Garuda Pancasila, frasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai nominalnya, serta tanda tangan pemerintah dan BI.
    Uang rupiah kertas juga memuat nomor seri pecahan, teks "Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia Mengeluarkan Rupiah sebagai Alat Pembayaran yang Sah dengan Nilai...", serta tahun emisi dan tahun cetak. Terdapat pula frasa Bank Indonesia.
    Menurut Pasal 6, uang rupiah, baik kertas maupun logam, juga akan memuat gambar pahlawan nasional dan/atau presiden sebagai gambar utama pada bagian depan. Namun, menurut Pasal 5, uang rupiah tidak memuat gambar orang yang masih hidup.
    Ketentuan tersebut juga pernah dijelaskan oleh Darmin Nasution pada 7 Agustus 2012 yang ketika itu masih menjabat sebagai Gubernur BI. Menurut dia, gambar pahlawan nasional dan/atau presiden dicantumkan sebagai gambar utama pada bagian depan uang rupiah. Namun, uang rupiah tidak memuat gambar orang yang masih hidup, sehingga hanya Presiden RI yang sudah meninggal yang wajahnya bisa dipasang di uang rupiah.
    Rencana redenominasi rupiah
    Dilansir dari Kompas.com, Kementerian Keuangan bersama BI telah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Mata Uang sejak 2017. Awalnya, pelaksanaan redenominasi rupiah ditargetkan bisa terealisasi pada 1 Januari 2020. Namun, landasan hukumnya belum juga keluar.
    Pada 2020, wacana redenominasi kembali berlanjut. Namun, pembahasan payung hukumnya tidak pernah selesai hingga berakhirnya masa kerja DPR periode 2014-2019. Pada 2020, RUU Redenominasi Rupiah juga tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).
    Pada Juli 2020, rencana redenominasi kembali dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
    Dikutip dari Bisnis.com, pada 19 Agustus 2020, Bank Indonesia menyatakan bahwa rencana redenominasi mata uang tetap berlanjut dan akan dijalankan ketika kondisi ekonomi stabil. Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengungkapkan rencana redenominasi mata uang masih terus dibahas.
    Menurut Rosmaya, redenominasi memiliki tujuan yang terkait dengan efisiensi tulisan dalam satuan digit mata uang. "Kita akan melakukan pada saat kondisi perekonomian yang pas," ujar Rosmaya pada 18 Agustus 2020. Dia menuturkan BI memiliki tim sendiri terkait dengan program redenominasi.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa uang kertas pecahan Rp 100 yang bergambar Presiden Jokowi dalam video di atas adalah hasil redenominasi, keliru. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono memastikan uang kertas yang terlihat dalam video itu hoaks. Hingga saat ini, pemerintah belum meluncurkan rupiah baru yang sudah diredenominasi. Selain itu, menurut Peraturan BI tentang Pengelolaan Uang Rupiah, uang rupiah tidak memuat gambar orang yang masih hidup, sehingga hanya Presiden RI yang sudah meninggal yang wajahnya bisa dipasang di uang rupiah.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan