• (GFD-2021-8498) Sesat, Klaim Video Tsunami Ini Terkait Gempa Jepang pada Februari 2021

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 16/02/2021

    Berita


    Video amatir yang merekam peristiwa tsunami yang terjadi di sebuah wilayah pesisir pantai beredar di media sosial pada 14 Februari 2021. Video tersebut berisi teks yang mengaitkan tsunami itu dengan gempa Jepang bermagnitudo 8,9. Sebelumnya, memang terjadi gempa di Jepang pada 13 Februari 2021.
    "Magnitude 8.9 Earthquake in Japan," demikian teks yang tertulis dalam video yang dibagikan oleh sebuah akun TikTok tersebut. Di Facebook, video itu juga diunggah oleh akun ini dengan narasi, "Tsunami Jepang." Di kolom komentar, terdapat informasi bahwa peristiwa itu terjadi pada 14 Februari 2021.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang menyesatkan terkait gempa Jepang pada Februari 2021.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Lalu, gambar-gambar ini ditelusuri denganreverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya, ditemukan bahwa video itu adalah video lama, yang direkam pada Maret 2011, ketika tsunami melanda wilayah Tohoku, Jepang, setelah terjadi gempa dengan magnitudo 8,9.
    Video tersebut pernah diunggah oleh kanal YouTube John9612 pada 30 April 2011 dengan judul "New Tsunami Video: Onagawa engulfed by high water - Japan Earthquake 2011". Dalam keterangannya, tertulis bahwa video itu diambil oleh warga bernama Yoshinori Hara pada 11 Maret 2011 dari atas gedung yang berada di pelabuhan Onagawa, Prefektur Miyagi. Prefektur Miyagi merupakan salah satu perfektur yang berada di wilayah Tohoku.
    Tempo kemudian menelusuri perekam video itu, yakni Yoshinori Hara. Pria tersebut juga pernah mengunggah video di atas di kanal YouTube miliknya. Video itu baru diunggah pada 3 Oktober 2016. Kanal Yoshinori sendiri baru dibuat pada 2012. Video tersebut diberi judul "Onagawa Tsunami 311". Dalam keterangannya, Yoshinori menulis bahwa video itu diambil pada 11 Maret 2011 ketika tsunami menerjang Onagawa.
    Di kanal YouTube-nya, Yoshinori juga membuatplaylist yang diberi nama "Favorites". Playlist ini berisi sejumlah video yang memperlihatkan peristiwa tsunami. Salah satu video dalamplaylistitu adalah video yang diunggah oleh kanal YouTube John9612, yang merupakan video milik Yoshinori.
    Dilansir dari Britannica, gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011 itu kerap disebut sebagai "Great Sendai Earthquake" atau "Great Tohoku Earthquake". Peristiwa ini bermula ketika gempa terjadi di lepas pantai timur laut Pulau Honshu. Gempa tersebut memicu tsunami yang menghancurkan sejumlah wilayah Jepang, terutama Tohoku. Tsunami juga menyebabkan kecelakaan nuklir pada pembangkit listrik di sepanjang pantai.
    Gempa dengan magnitudo 8,9 terjadi pada pukul 14.46 waktu setempat. Pusat gempa terletak sekitar 130 kilometer di timur Kota Sendai, Prefektur Miyagi, dan berada di kedalaman sekitar 30 kilometer di bawah Samudera Pasifik bagian barat. Gempa ini disebabkan oleh pecahnya hamparan zona subduksi yang terkait dengan Palung Jepang, yang memisahkan Lempeng Eurasia dari bagian subduksi Lempeng Pasifik.
    Gempa pada 11 Maret 2011 itu juga dirasakan sampai ke Petropavlovsk-Kamchatsky, Rusia; Kao-hi, Taiwan; dan Beijing, Cina. Gempa tersebut pun menimbulkan serangkaian gelombang tsunami. Gelombang setinggi sekitar 33 kaki menerjang pantai dan membanjiri Kota Sendai. Menurut beberapa laporan, sebuah gelombang masuk ke daratan hingga sejauh 10 kilometer. Gempa ini juga menghasilkan gelombang setinggi 11-12 kaki di Kepulauan Hawaii.
    Gempa Jepang 13 Februari 2021
    Pada 13 Februari 2021, memang terjadi gempa Jepang dengan magnitudo 7,3. Gempa tersebut mengguncang pantai timur Jepang. Namun, berdasarkan arsip berita Tempo, yang mengutip Reuters, Badan Meteorologi Jepang tidak mengumumkan adanya potensi tsunami.
    Peristiwa itu melukai puluhan orang dan memicu pemadaman listrik. Namun, tidak terjadi kerusakan besar akibat gempa tersebut. Badan Meteorologi Jepang mencatat pusat gempa berada di lepas pantai prefektur Fukushima dengan kedalaman 60 kilometer.
    Dilansir dari Kompas.com, Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan gempa Jepang pada 13 Februari tersebut mendapat julukan "gempa ulang tahun ke-10". Julukan itu muncul karena gempa yang dahsyat pernah terjadi di lokasi yang tak jauh dari Fukushima pada 11 Maret 2011.
    Menurut Daryono, meskipun berpusat di laut, gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami, karena kedalaman hiposenternya mendekatiintermediateatau menengah, yakni sekitar 54 kilometer. "Karena magnitudo gempa yang cukup besar dengan hiposenter yang relatif dalam menyebabkan spektrum guncangan kuat yang ditimbulkan melanda wilayah yang luas mencapai Kota Tokyo," katanya.
    Daryono juga menyebut bahwa gempa Fukushima ini masih merupakan rangkaian gempa susulan atauaftershocksdari gempa utama yang terjadi pada 11 Maret 2011. "Gempa Jepang ini ibarat menuntaskan urusan yang belum selesai secara keseluruhan saat peristiwa gempa besar pada 2011," ujarnya.
    Menurut Daryono, setelah terjadi deformasi yang hebat di zonamegathrustpada 2011, bagian slab lempeng yang menunjam lebih dalam kemungkinan masih menyimpan medan tegangan yang terakumulasi. "Medan tegangan itu belum rilis, sehingga baru dilepaskan dalam bentuk gempa besar tadi malam," tuturnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, unggahan pada 14 Februari 2021 tersebut, yang berisi video gempa Jepang dengan magnitudo 8,9 yang disertai tsunami, menyesatkan. Video itu adalah video lama, yang direkam pada 11 Maret 2011, ketika tsunami melanda wilayah Tohoku, Jepang, setelah terjadi gempa dengan magnitudo 8,9. Peristiwa ini kerap disebut "Great Sendai Earthquake" atau "Great Tohoku Earthquake".
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8497) Sesat, Klaim WHO Sebut Virus Corona Berasal dari Kepala Babi dan Bukan Kelelawar

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/02/2021

    Berita


    Narasi yang menyebut bahwa Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengklaim virus Corona Covid-19 bukan berasal dari kelelawar tapi dari kepala babi beredar di Facebook pada 14 Februari 2021. Narasi itu terdapat dalam sebuah gambar yang memuat teks "Bukan Kelelawar, WHO Klaim Virus Corona Berasal dari Kepala Babi”.
    Gambar tersebut dilengkapi dengan sebuah berita. Salah satu akun menulis narasi tambahan, “Waduh, jik min hampir tiap hari makan babi guling, tp msh sehat ampe skrg.” Klaim ini beredar setelah WHO mengunjungi Wuhan, Cina, selama satu bulan untuk menyelidiki asal-usul virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim yang tidak terbukti terkait asal-usul virus Corona Covid-19.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, hingga artikel ini dimuat, WHO belum memberikan kesimpulan akhir dalam penyelidikannya tentang asal-usul munculnya virus Corona Covid-19, termasuk dari kepala babi beku.
    Pada 14 Januari-Februari 2021, tim WHO yang melibatkan peneliti dari 10 negara mengunjungi Wuhan, Cina, tempat ditemukannya kasus pertama Covid-19 pada akhir Desember 2019.
    Setelah menyelesaikan misinya, tim WHO yang dipimpin oleh Peter Ben Embarek itu menggelar konferensi pers pada 9 Februari 2021. Video konferensi pers tersebut disiarkan di kanal YouTube WHO dengan judul "LIVE from Wuhan: Media briefing on COVID-19 origin mission".
    Dalam konferensi pers ini, WHO menyampaikan beberapa pernyataan, yakni:
    Tempo kemudian membandingkan pernyataan itu dengan informasi yang dimuat dalam pemberitaan media. Dikutip dari Time, ketua tim penyelidikan WHO Peter Ben Embarek mengatakan bahwa temuan awal menunjukkan jalur yang paling mungkin dilewati oleh virus itu adalah dari kelelawar ke hewan lain dan kemudian ke manusia.
    Namun, hal tersebut masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. “Temuan ini menunjukkan hipotesis insiden laboratorium sangat tidak mungkin untuk menjelaskan masuknya virus ke populasi manusia,” katanya.
    Misi WHO itu dimaksudkan sebagai langkah awal dalam proses memahami asal-usul virus Corona Covid-19, yang menurut para ilmuwan mungkin telah ditularkan ke manusia melalui hewan liar, seperti trenggiling atau tikus bambu. Menurut Embarek, penularan langsung dari kelelawar ke manusia atau melalui perdagangan produk makanan beku juga dimungkinkan.
    Kunjungan tim WHO ke Wuhan tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan dalam hal negosiasi. Pemerintah Cina baru menyetujui kunjungan itu di tengah tekanan dunia internasional dalam pertemuan Majelis Kesehatan Dunia WHO pada Mei 2020 lalu, di mana Beijing terus menolak desakan untuk penyelidikan yang sangat independen.
    Dikutip dari situs sains Nature, tim WHO tersebut mengajukan dua hipotesis, yang dipromosikan oleh pemerintah dan media Cina, bahwa asal-usul virus Corona Covid-19 mungkin berasal dari hewan di luar Tiongkok dan bahwa, begitu menjangkiti manusia, virus ini dapat menyebar melalui satwa liar beku dan barang kemasan dingin lainnya.
    Klaim soal kepala babi
    Klaim bahwa virus Corona Covid-19 berasal dari kepala babi muncul setelah otoritas kesehatan Cina menyatakan menemukan SARS-CoV-2 di makanan beku impor. Mereka pun mengaitkan munculnya Covid-19 di negara itu dengan kepala babi serta makanan laut.
    Dikutip dari South China Morning Post  (SCMP), beberapa ilmuwan top Cina juga menduga Sars-CoV-2 mungkin tiba di Pasar Grosir Makanan Laut Huanan di Wuhan, lokasi wabah pertama yang diketahui di dunia, melalui impor makanan beku atau yang disebut sebagai transmisi rantai dingin.
    “SARS-CoV-2 dapat bertahan dalam kondisi yang ditemukan dalam makanan beku, kemasan dan produk rantai dingin,” kata Liang Wannian, pejabat Komisi Kesehatan Nasional Cina yang menjadi wakil Tiongkok dalam misi WHO di Wuhan. Ia juga menyebut virus itu mungkin telah menyebabkan infeksi di luar negeri sebelum terjadinya wabah di Wuhan, tapi tidak teridentifikasi.
    Sebelumnya, pada November 2020, seperti dikutip dari Reuters, Cina mencatat 22 kasus baru Covid-19, di mana dua di antaranya terjangkit virus tersebut dari kepala babi beku yang diimpor dari Amerika Utara. Ini terlacak ke sebuah kontainer dari Amerika Utara, yang dibersihkan oleh kedua pria yang terinfeksi itu.
    Akan tetapi, teori transmisi rantai dingin ini masih diragukan oleh sejumlah ahli, salah satunya Daniel Lucey, spesialis penyakit menular di Georgetown University Medical Center. Dia mengatakan rute makanan beku tidak tampak seperti "penjelasan yang sah" dan masih memerlukan studi perbandingan.
    “Kenapa Wuhan dulu? Dari semua pasar makanan laut di Cina, Asia, dan seluruh dunia, bagaimana kemasan rantai dingin akhirnya menyebabkan wabah pertama kali di Wuhan?" kata Lucey seperti dikutip dari SCMP.
    Dale Fisher, dokter penyakit menular di National University of Singapore, mengatakan "masuk akal" bagi tim WHO untuk mempertimbangkan teori tersebut. “Namun, teori rantai dingin benar-benar muncul pada gagasan bahwa ada wabah yang terjadi di pabrik pengolahan daging di negara lain. Tapi sangat tidak mungkin ada penyebaran penyakit yang meluas terjadi sebelum Wuhan," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi bahwa WHO mengklaim virus Corona Covid-19 bukan berasal dari kelelawar tapi dari kepala babi, menyesatkan. Hingga artikel ini dimuat, WHO belum memaparkan kesimpulan akhirnya tentang asal-usul virus Corona Covid-19. Dalam konferensi persnya pada 9 Februari 2021, WHO menawarkan dua hipotesis, bahwa virus Corona Covid-19 bisa saja berasal dari hewan di luar Wuhan dan bahwa, begitu menjangkiti manusia, ia dapat menyebar lewat satwa liar beku atau barang kemasan dingin lainnya, yang dikenal dengan transmisi rantai dingin. Namun, WHO tidak secara spesifik menyebut kepala babi terkait dengan transmisi tersebut. Narasi bahwa virus Corona Covid-19 berasal dari kepala babi muncul setelah ditemukannya virus tersebut pada kepala babi beku dari Amerika Utara pada November 2020. Namun, dugaan itu masih diselidiki hingga kini.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, krit

    Rujukan

  • (GFD-2021-8496) Keliru, Chip KTP Elektronik Berfungsi untuk Lacak Lokasi Penduduk

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 15/02/2021

    Berita


    Video yang memperlihatkan seseorang sedang mengeluarkan sebuah perangkat elektronik dari Kartu Tanda Penduduk atau KTP elektronik  viral di media sosial. Menurut klaim yang menyertai video ini, perangkat tersebut adalah chip yang berfungsi untuk melacak lokasi pemilik KTP-el itu.
    Di Facebook, video berdurasi 15 detik tersebut dibagikan salah satunya oleh akun ini pada 13 Februari 2021. Akun itu pun menulis narasi, “Chip KTP-el ini tujuannya untuk Melacak Lokasi anda.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 15 reaksi.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat klaim keliru terkait fungsi chip pada KTP elektronik.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "fungsi chip KTP elektronik" di mesin perambah Google. Hasilnya, ditemukan penjelesan bahwa chip yang ditanamkan pada KTP elektronik bukanlah alat untuk melacak lokasi penduduk. Chip itu hanya berfungsi untuk menyimpan data kependudukan si pemilik KTP.
    Dilansir dari Kompas.com, menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, chip tersebut berfungsi untuk menyimpan data pribadi penduduk seperti yang tercantum dalam e-KTP. "Termasuk menyimpan sidik jari dan foto," kata Zudan pada 13 Februari 2021.
    Zudan mengatakan chip tersebut juga bisa mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan KTP elektronik. Karena itu, Zudan mengingatkan agar masyarakat tidak mencopot chip yang ada di e-KTP. "Dengan adanya chip, mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan. Misalnya, Anda ke kantor pajak, cocokkan datanya, ke bank, cocokkan datanya," ujarnya.
    Meski berhasil mencopot chip itu, menurut Zudan, masyarakat tidak akan bisa membaca data yang ada di dalamnya dengan mudah. Sebab, chip tersebut hanya bisa dibaca melalui card reader, di mana untuk memakainya mesti melalui perjanjian kerja sama dengan Dukcapil. "Ada perjanjian kerjasama dengan Dukcapil untuk bisa operasionalkan alat tersebut," katanya.
    Zudan pun memastikan bahwa chip pada e-KTP tidak bisa digunakan untuk menyadap maupun melacak keberadaan pemiliknya. Pasalnya, fungsi chip itu murni hanya untuk menyimpan data pribadi pemilik KTP elektronik. Jika KTP sudah tak terpakai, Zudan mengingatkan agar masyarakat tidak membuang atau membongkar chipnya, tapi mengembalikannya ke Dukcapil.
    Penggunaan chip pada KTP elektronik dimulai sejak 2011, dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 yang merevisi Perpres Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional. Dalam Pasal 10 A Perpres ini, disebutkan bahwa KTP-el adalah KTP yang dilengkapi dengan chip berisi rekaman elektronik.
    Menurut Perpres Nomor 26 Tahun 2009, rekaman elektronik tersebut berisi biodata, pas photo, dan sidik jari seluruh jari tangan pemilik KTP elektronik. KTP-el merupakan identitas resmi bukti domisili penduduk, yang digunakan untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
    Dikutip dari CNN Indonesia, KTP elektronik digulirkan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, sekitar 2010-2011. KTP-el adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada data base kependudukan nasional.
    KTP ini disebut elektronik karena dilengkapi fitur utama biometrik dan chip. Chip berfungsi sebagai alat penyimpanan data elektronik penduduk yang diperlukan, termasuk data biometrik. Data yang termuat dalam chip dapat dibaca secara elektronik dengan alat tertentu seperti card reader. Namun, data ini juga telah dienkripsi dengan algoritma kroptografi tertentu.
    KTP elektronik terdiri dari sembilan layer. Chip ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini memiliki antena di dalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang akan dikenali oleh alat pendeteksi sehingga dapat diketahui apakah KTP berada di tangan pemilik.
    Dilansir dari situs resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( BPPT ), chip KTP elektronik merupakan kartu pintar berbasis mikroprosesor dengan besaran memori 8 kilobyte. Kartu ini memiliki antar muka contactless dan metode pengamanan data berupa autentikasi antara chip dan reader/writer (anti cloning), kerahasiaan data (enkripsi), serta tanda tangan digital.
    Chip e-KTP menyimpan biodata, tanda tangan, pas photo, dan dua data sidik jari dengan kualitas terbaik saat dilakukan perekaman. Default-nya adalah sidik telunjuk tangan kanan dan sidik jari telunjuk tangan kiri. Chip dapat dibaca oleh card reader dengan standar antar muka ISO 14443 A dan ISO 14443 B.
    Menurut pakar telematika Roy Suryo dalam cuitannya di Twitter  pada 14 Februari 2021, selama kapasitas chip di e-KTP hanya 8 kilobyte seperti sekarang, fungsi tracker atau pelacakan seperti yang dikhawatirkan dalam video tersebut belum akan terjadi. "Jadi, enggak usah lebay, kecuali kalau sudah jadi 32 kilobyte besok-besoknya. Sayang saja e-KTP-nya kalau digunting-gunting," ujarnya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa chip yang ditanamkan pada KTP elektronik berfungsi untuk melacak lokasi penduduk, keliru. Chip pada KTP-el bukanlah alat untuk melacak lokasi pemiliknya. Chip ini hanya berfungsi untuk menyimpan data pribadi si pemilik e-KTP, mulai dari biodata, pas photo, hingga sidik jari.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Catatan Redaksi: Artikel ini diubah pada 16 Februari 2021 pukul 15.15 WIB untuk menambahkan penjelasan dari pakar telematika Roy Suryo di bagian "Pemeriksaan Fakta".
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8495) Sesat, Foto Ini Terkait dengan Restu SBY untuk Anies Sebagai Capres

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/02/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sedang bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beredar di Twitter. Foto tersebut dibagikan dengan klaim bahwa SBY merestui Anies maju sebagai calon presiden.
    "Insaallah restu pak beyye buat mas @aniesbaswedan Menuju RI 1. Cebong g boleh RT ya," demikian narasi yang dicuitkan oleh sebuah akun Twitter pada 10 Februari 2021. Hingga artikel ini dimuat, cuitan itu telah mendapatkan 1.097retweetdan 4.591 like serta dikomentari 40 kali.
    Gambar tangkapan layar cuitan di Twitter yang memuat klaim sesat terkait foto Anies Baswedan dengan SBY.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto di atas denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu adalah potongan dari sebuah foto lama. Foto tersebut diambil ketika Anies Baswedan berbincang dengan Susilo Bambang Yudhoyono saat menjenguk istri SBY, Ani Yudhoyono, di Singapura pada Maret 2019 silam.
    Foto asli dari potongan foto itu pernah dimuat oleh Tempo pada 1 Maret 2019 dalam artikelnya yang berjudul "Anies Baswedan dan Istri Jenguk Ani Yudhoyono di Singapura". Dalam foto tersebut, terlihat bahwa di belakang Anies, tampak pula istrinya, Fery Farhati. Selain foto itu, terdapat pula tiga foto lain yang diambil dari momen yang sama.
    Ketika itu, Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono tengah dirawat di National University Hospital, Singapura, karena mengidap penyakit kanker darah. Sebelum Anies, sejumlah tokoh politik Indonesia juga menjenguk Ani, seperti Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
    Foto ketika Anies Baswedan bertemu dengan SBY saat menjenguk Ani Yudhoyono di National University Hospital, Singapura, pada 1 Maret 2019.
    Foto tersebut juga pernah dimuat oleh Detik.com pada tanggal yang sama dalam artikelnya yang berjudul "Anies Doakan Ani Yudhoyono Pulih dan SBY Sekeluarga Dikuatkan". Selain foto itu, terdapat satu foto lain yang diambil dari momen yang sama. Foto-foto ini diberi keterangan: "Anies bertemu SBY saat menjenguk Ani Yudhoyono".
    Menurut laporan Detik.com, ketika itu, Anies dan Fery berbincang dengan SBY di samping ruang perawatan. Keduanya menyimak penuturan SBY soal proses penyembuhan yang sedang dijalani oleh Ani. "Proses penyembuhan yang sedang dijalani bukanlah ringan. Sebuah cobaan yang datang tak diduga," kata Anies seperti dikutip dari akun Instagram pribadinya.
    Tempo pun memeriksa berita terkait dengan memasukkan kata kunci "SBY restui Anies presiden" di mesin pencari Google. Namun, hingga kini, tidak ditemukan berita bahwa SBY telah merestui Anies sebagai calon presiden. Berita yang ditemukan hanyalah berita terkait prediksi bahwa Anies bakal berduet dengan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, anak pertama SBY, dalam Pilpres 2024.
    Salah satunya adalah yang dimuat oleh Sindonews pada 16 Januari 2021. Berita ini mengutip Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah. "Jika ada skema usungan Ganjar (Pranowo)-Sandiaga (Uno), keterusungan Anies harus berdamping dengan tokoh penyeimbang dari sisi performa popularitas, juga ketokohan. AHY akan menarik untuk ditawarkan," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim yang mengaitkan foto tersebut dengan restu Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY terhadap Anies Baswedan untuk maju sebagai calon presiden, menyesatkan. Foto itu adalah potongan dari sebuah foto lama, diambil pada 1 Maret 2019, ketika Anies Baswedan bertemu dengan SBY saat menjenguk Ani Yudhoyono di Singapura. Ketika itu, Ani sedang dirawat di National University Hospital karena mengidap penyakit kanker darah. Hingga kini, juga tidak ditemukan pemberitaan bahwa SBY merestui Anies maju sebagai calon presiden.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan