• (GFD-2021-8518) Keliru, Klaim Ma'ruf Amin Sebut Jual Miras Hukumnya Boleh untuk Bantu Kas Negara

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/03/2021

    Berita


    Gambar tangkapan layar sebuah artikel yang berjudul “Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh Untuk Membantu Kas Negara” beredar di media sosial. Artikel ini dilengkapi dengan foto Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang juga menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
    Artikel itu diklaim berasal dari Kompas.com dan terbit pada 17 Februari 2021. Di Facebook, gambar tangkapan layar tersebut dibagikan oleh akun ini pada 28 Februari 2021. Hingga artikel cek fakta ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 60 reaksi dan 60 komentar serta dibagikan sebanyak 13 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan investasi miras.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula memasukkan judul artikel dalam gambar tangkapan layar di atas ke kolom pencarian di situs Kompas.com. Namun, tidak ditemukan artikel dengan judul “Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh Untuk Membantu Kas Negara” di Kompas.com. Begitu pula saat Tempo menelusurinya di mesin pencari Google, tidak ditemukan berita dari media lain bahwa Wapres Ma'ruf Amin pernah menyatakan hal tersebut.
    Tempo kemudian menelusuri foto Ma'ruf Amin dalam gambar tangkapan layar artikel tersebut denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu pernah dimuat oleh Kompas.com dalam tiga artikelnya. Namun, tidak ada satu pun dari ketiga artikel itu yang diberi judul “Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh Untuk Membantu Kas Negara”.
    Ketiga artikel Kompas.com tersebut berjudul "Wapres Ma'ruf Amin Disuntik Vaksin Covid-19 Sinovac Pagi Ini", "Ma'ruf Amin Siap Divaksin, tapi Tunggu Keputusan Tim Dokter Kepresidenan", dan "Maruf Amin Ingin Kolaborasi Antar Lembaga Majukan Ekonomi Syariah".
    Dengan membandingkan tanggal dimuatnya ketiga artikel ini dengan artikel dalam gambar tangkapan layar yang beredar, ditemukan bahwa gambar itu merupakan hasil suntingan dari artikel Kompas.com yang berjudul "Wapres Ma’ruf Amin Disuntik Vaksin Covid-19 Sinovac Pagi Ini". Artikel ini dimuat pada 17 Februari 2021 pukul 08.34 WIB, sama seperti yang terlihat dalam gambar di atas.
    MUI juga telah menyatakan gambar tangkapan layar itu sebagai hoaks. Dilansir dari situs resminya, merujuk pada tanggal dan waktu artikel dalam gambar tersebut diterbitkan, 17 Februari 2020 pukul 08:34 WIB, Tim Komisi Informasi dan Komunikasi MUI menemukan bahwa gambar ini mencatut Kompas.com. Mereka tidak menemukan artikel di Kompas.com dengan judul seperti pada gambar itu.
    Aturan Investasi Miras
    Gambar tangkapan layar di atas beredar di tengah pro-kontra terbitnya Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 10 Thaun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, di mana di dalamnya terdapat aturan terkait investasi miras di sejumlah provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua. Berdasarkan arsip berita Tempo pada 28 Februari 2021, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan perpres tersebut pada 2 Februari 2021.
    "Untuk penanaman modal baru industri minuman keras mengandung alkohol dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," demikian tertulis dalam lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut. Apabila berlangsung di luar daerah-daerah itu, penanaman modal baru harus mendapatkan penetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
    Ketua Fraksi PAN di DPR, Saleh Partaonan Daulay, meminta pemerintah mengkaji ulang perpres yang mengatur soal investasi miras  itu. "Saya yakin bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit, sementara mudaratnya sudah pasti lebih banyak. Karena itu, Perpres tersebut perlu di-review, kalau perlu segera direvisi, pasal-pasal tentang miras harus dikeluarkan," katanya pada 28 Februari 2021.
    Saleh menuturkan, kalau investasi miras hanya diperbolehkan di beberapa provinsi, pertanyaannya adalah apakah nanti miras itu tidak didistribusikan ke provinsi lain. Menurut dia, ketika belum ada aturan khusus seperti Perpres Nomor 10 Tahun 2021, perdagangan miras banyak ditemukan di masyarakat. Dengan perpres tersebut, dikhawatirkan peredaran miras lebih merajalela.
    Anggota Komisi IX DPR itu juga menilai mayoritas masyarakat Indonesia menolak miras, karena dikhawatirkan dapat memicu tindakan kriminalitas. Menurut dia, para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya. "Kalau alasannya untuk mendatangkan devisa, saya kira pemerintah perlu menghitung dan mengkalkulasi ulang. Berapa pendapatan yang bisa diperoleh negara dari miras tersebut, lalu bandingkan dengan mudaratnya."
    Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menilai perpres tersebut dapat mendorong investasi yang lebih berdaya saing, sekaligus pengembangan bidang usaha prioritas. "Kalau dibandingkan dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016, ada 515 bidang usaha yang tertutup. Artinya, dia lebih ke orientasi pembatasan bidang usaha. Dengan perpres baru, kita ubah cara pikirnya, lebih berdaya saing dan mendorong pengembangan bidang usaha prioritas," katanya.
    Adapun pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu berpotensi menarik masuknya modal asing. Menurut Agus, perpres tersebut sudah sesuai dengan kearifan lokal, terutama di wilayah yang mendapatkan kedatangan wisatawan mancanegara dalam jumlah besar. "Dan melibatkan tenaga kerja yang banyak juga. Seperti Sababay Winery di Bali, itu sudah kelas dunia. Kalau ditutup, investor tidak mau datang," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Wapres Ma'ruf Amin menyebut menjual miras hukumnya boleh untuk bantu kas negara, keliru. Gambar tangkapan layar artikel yang memuat klaim itu, yang berjudul “Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh Untuk Membantu Kas Negara”, merupakan hasil suntingan dari artikel di Kompas.com yang berjudul "Wapres Ma'ruf Amin Disuntik Vaksin Covid-19 Sinovac Pagi Ini". Di situs-situs media lain pun, tidak ditemukan bahwa Ma'ruf Amin pernah menyatakan hal tersebut.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8517) Keliru, Anosmia Bukan Gejala Khas Virus dan Bisa Diobati dengan Mecobalamin

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/03/2021

    Berita


    Unggahan yang berisi klaim bahwa anosmia bukan gejala khas virus dan bisa diobati dengan mecobalamin beredar di Instagram pada 17 Februari 2021. Klaim itu dilengkapi dengan foto obat mecobalamin.
    "Anosmia Bukan Gejala khas Virus. Memangnya dari dulu gak pernah ada yg merasakan gejala ini?? Jangan mau di takut2i otak dengkul! Minum aja Mecobalamin. 5 cap setiap 1 jam sampai diare ringan," demikian narasi di bagian awal unggahan tersebut.
    Kemudian, unggahan itu menyinggung soal Covid-19. "Covid19 cuma kurang vitamin dosis tinggi dan mineral elektrolit. Tidak ada virus ganas! Obat penyebab bergejala berat dan kematian!"
    Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim keliru terkait anosmia dan obat mecobalamin.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mewawancarai dokter spesialis penyakit dalam, Sally Aman Nasution. Menurut Sally, para peneliti telah mengumpulkan data berbagai gejala Covid-19 selama pandemi terjadi dalam setahun terakhir. Lewat pengumpulan data ini, para peneliti menemukan bahwa Covid-19 memunculkan bermacam-macam gejala, tidak hanya pneumonia.
    “Di awal pandemi, gejala yang diketahui adalah pneumonia, karena penderita mengalami gangguan paru-paru dan saluran pernapasan. Ternyata sekarang makin bermacam-macam, atau disebut penyakit seribu wajah. Ada yang demam, ada yang tidak. Ada yang batuk kering, ternyata tidak semua mengalami batuk. Termasuk diare, ternyata mereka yang positif juga ada yang diare,” kata Sally saat dihubungi pada 1 Maret 2021.
    Menurut Sally, anosmia atau kehilangan penciuman juga menjadi salah satu gejala yang muncul pada mereka yang positif Covid-19. Di tengah pandemi seperti ini, kata dia, setiap orang yang mengalami anosmia harus waspada terinfeksi Covid-19, sebab setiap orang memiliki risiko yang sama.
    “Sebelum pandemi, anosmia memang bisa terjadi karena penyebab lain. Tapi, karena saat ini pandemi, kita harus waspada,” ujarnya. Namun, menurut Sally, mecobalamin bukan obat untuk anosmia. Di dunia medis, mecobalamin lebih sering digunakan sebagai obat penyakit saraf tepi. “Jadi, tidak ada kaitannya dengan anosmia.”
    Arsip berita Tempo pada 23 Januari 2021 juga melaporkan kehilangan kemampuan untuk mencium bau atau anosmia adalah salah satu gejala Covid-19. Untuk membantu mengembalikan indera penciuman, dokter spesialis paru Sylvia Sagita Siahaan menyarankan pasian untuk melakukan rehabilitasi penciuman.
    "Yang paling baik rehabilitasi penciuman, misalnya mencium sesuatu seperti minyak kayu putih. Jadi, kita rangsang saraf lagi, saraf-sarafnya untuk bisa beregenerasi supaya anosmianya menjadi perbaikan," ujar Sylvia saat dihubungi pada 23 Januari 2021.
    Peneliti anosmia sekaligus direktur rinologi di Massachusetts Eye and Ear, Eric Holbrook, juga mengatakan pasien dapat mencoba pelatihan aroma, yakni menemukan bau yang kuat dan menghirupnya sambil berfokus pada seperti apa aroma itu seharusnya. Pasien bisa mengumpulkan beberapa aroma yang kuat, seperti kayu manis, mint, jeruk, cengkih, dan wewangian mawar.
    Menurut dokter spesialis penyakit menular di Universitas Northeast Ohio, Richard Watkins, anosmia terjadi sebagai efek samping virus yang berkembang, biak di hidung dan tenggorokan. Virus dapat menyebabkan peradangan dan pembengkakan di saluran hidung sehingga tersumbat, juga menurunkan kemampuan indera. Tapi, mengapa gejala ini tak kunjung hilang pada beberapa orang, belum sepenuhnya bisa dipahami para ahli.
    "Reseptor virus telah ditemukan di lapisan khusus rongga hidung yang berisi saraf penciuman, yang pertama kali mendeteksi bau di udara. Meskipun reseptor ini belum ditemukan pada saraf itu sendiri, kerusakan di sekitarnya kemungkinan besar menyebabkan hilangnya bau," tutur Holbrook.
    Anosmia biasanya akan membutuhkan waktu untuk hilang, bisa berbulan-bulan, dan umumnya berbeda-beda antar pasien. Para peneliti menemukan sekitar 15 persen pasien Covid-19 belum bisa memulihkan indera perasa dan penciuman 60 hari setelah terinfeksi, sementara hampir 5 persen berada dalam situasi yang sama hingga enam bulan kemudian.
    Sylvia mengatakan para dokter yang menangani Covid-19 akan bekerja sama dengan spesialis THT dalam kasus anosmia. Penanganannya bisa tergantung derajat kerusakan saraf yang diakibatkan virus. "Kami bekerja sama dengan dokter THT karena saluran napas atas memang dipegang THT juga. Biasanya memang tergantung derajat kerusakan karena yang dirusak sarafnya," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa anosmia bukan gejala khas virus dan bisa diobati dengan mecobalamin, keliru. Anosmia adalah salah satu gejala Covid-19. Di tengah pandemi seperti ini, setiap orang yang mengalami anosmia harus waspada terinfeksi Covid-19. Selain itu, mecobalamin bukan obat untuk anosmia. Di dunia medis, mecobalamin lebih sering digunakan sebagai obat penyakit saraf tepi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8516) Keliru, Foto Greta Thunberg Sedang Makan dan Ditonton Anak-anak Berkulit Hitam

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 26/02/2021

    Berita


    Foto yang memperlihatkan aktivis lingkungan Greta Thunberg tengah menikmati makanan di sebuah ruangan dengan kaca yang besar beredar di Twitter. Di luar kaca itu, terlihat lima anak berkulit hitam, dua di antaranya tidak mengenakan baju, yang menatap ke arah Greta.
    Akun ini membagikan foto tersebut pada 17 Februari 2021. Akun itu pun menulis, "Fake environment activities @GretaThunberg #AskGretaWhy." Greta Thunberg sendiri merupakan seorang remaja asal Swedia yang berjuang untuk menyadarkan dunia dari perubahan iklim. Perjuangan itu ia mulai dengan beraksi sendirian.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Twitter yang berisi foto suntingan dari foto milik aktivis lingkungan Greta Thunberg

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, foto tersebut merupakan hasil suntingan, yang menggabungkan dua foto yang berbeda. Fakta ini ditemukan setelah Tempo menelusuri jejak digital foto unggahan akun Twitter di atas denganreverse image toolGoogle.
    Foto yang memperlihatkan aktivis lingkungan Greta Thunberg sedang makan tersebut pernah diunggah oleh Greta sendiri ke akun Twitter  miliknya, @GretaThunberg, pada 22 Januari 2019. Ia menulis, “Lunch in Denmark.” Foto yang diambil di dalam sebuah kereta itu juga diunggah di akun Instagram Greta, @gretathunberg, pada tanggal yang sama.
    Foto asli milik aktivis lingkungan Greta Thunberg yang pernah diunggah di akun Twitter dan Instagram-nya pada 22 Januari 2019.
    Terkait foto lima anak kulit hitam yang berada di luar kaca, foto itu sebenarnya adalah foto pengungsi di dekat Desa Bodouli, Republik Afrika Tengah, yang diambil oleh fotografer Reuters pada 2007. Mereka mengungsi setelah tentara menyerang desa mereka, Korosigna, pada Januari 2006.
    Foto tersebut dipublikasikan oleh Reuters pada 30 Agustus 2007 dalam artikelnya yang berjudul "Bush war leaves Central African villages deserted". Berita ini berisi informasi tentang Desa Korosigna di Republik Afrika Tengah yang hampir tidak bisa dikenali oleh warga setelah serangan tentara selama dua tahun.
    Dalam keterangannya, Reuters menulis: "Anak-anak yang tinggal di hutan, duduk di kamp sementara untuk para pengungsi di dekat Desa Bodouli, Republik Afrika Tengah, pada 23 Agustus 2007. Menurut penduduk setempat, tentara pemerintah menyerang Korosigna tanpa peringatan pada Januari 2006, bagian dari perang yang berlangsung selama dua tahun untuk melawan pemberontak di seluruh bagian utara bekas koloni Prancis. REUTERS/Stephanie Hancock."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto aktivis lingkungan  Greta Thunberg yang sedang makan dan ditonton oleh anak-anak berkulit hitam tersebut, keliru. Foto itu merupakan hasil suntingan, dengan menggabungkan dua foto yang berbeda. Foto pertama adalah foto Greta yang sedang berada di dalam sebuah kereta. Sementara foto kedua adalah foto pengungsi di Republik Afrika Tengah yang diambil pada 2007.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2021-8515) Keliru, Klaim Ini Foto Muslim di Myanmar yang Ditangkap Militer

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 26/02/2021

    Berita


    Foto yang diklaim sebagai foto para muslim yang ditangkap oleh militer Myanmar beredar di Facebook. Dalam foto itu, terlihat puluhan pria tanpa baju yang ditelungkupkan ke jalan dengan kedua tangan diletakkan di punggung. Foto ini beredar di tengah memanasnya situasi politik di Myanmar usai terjadi kudeta militer pada awal Februari 2021 lalu.
    Akun ini membagikan foto beserta narasi tersebut pada 12 Februari 2021. Akun tersebut menulis dalam bahasa Arab yang jika diterjemahkan berarti, "Semoga Allah membantu muslim Burma (Myanmar). Silakan bagikan unggahan ini dengan mengucapkan Amin." Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah mendapatkan 841 reaksi dan 487 komentar serta dibagikan sebanyak 165 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait foto yang diunggahnya.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri jejak digital foto tersebut dengan reverse image tool Source dan Google. Hasilnya, ditemukan bahwa foto itu bukanlah foto para muslim  yang ditangkap oleh militer Myanmar, melainkan foto penangkapan demonstran di Thailand oleh petugas keamanan pada 25 Oktober 2004. Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Tak Bai 47 itu menyebabkan 85 orang tewas.
    Foto itu pernah dimuat AFP pada 25 Oktober 2004 dengan keterangan: “Beberapa dari 300 demonstran yang ditangkap oleh polisi dan tentara berbaring di trotoar kantor polisi Tak Bai di Narathiwat, Thailand, pada 25 Oktober 2004. Puluhan orang terluka dalam bentrokan antara pasukan keamanan Thailand dan ratusan pengunjuk rasa yang mencoba menyerbu kantor polisi di selatan Thailand yang mayoritas penduduknya muslim, kata para pejabat pada Senin.”
    Foto yang sama pernah dimuat oleh Bangkok Post pada 21 Oktober 2016 dalam artikelnya yang berjudul “Scholars slam 'indiscriminate' detention of Muslim youths”. Menurut keterangannya, foto milik AFP itu diambil di Tak Bai pada 25 Oktober 2004, ketika para pemuda ditelanjangi dan dipaksa untuk menelungkup di jalan, sebelum dibawa oleh truk tentara ke kamp militer, di mana secara total 85 orang tewas dalam peristiwa ini.
    Dilansir dari AFP, foto tersebut diambil setelah peristiwa Tak Bai, yang dikenang sebagai salah satu hari paling mematikan dalam pemberontakan muslim-Melayu melawan kekuasaan pemerintah Thailand. Thailand menjajah provinsi yang berada di bagian selatan negaranya yang berbatasan dengan Malaysia itu lebih dari seabad lalu.
    Dikutip dari Benarnews.org, pada 25 Oktober 2004, sekitar 2 ribu orang berkumpul di taman bermain di seberang kantor polisi Tak Bai, Narathiwat, Thailand. Mereka memprotes penahanan terhadap enam penjaga keamanan sukarela setempat yang dituduh memasok senjata curian yang dikeluarkan pemerintah kepada pemberontak yang berada di wilayah selatan Thailand.
    Insiden itu terjadi enam bulan setelah 32 tersangka pemberontak tewas ketika pasukan keamanan Thailand menyerbu Masjid Krue Se di Pattani, Thailand, tempat para pemberontak bersembunyi. Kedua peristiwa ini menyulut kembali pemberontakan oleh kelompok separatis yang dimulai pada 1960-an yang telah mereda. Sejak 2004, lebih dari 6 ribu orang tewas dalam kekerasan terkait pemberontakan.
    Dilansir dari Khaosod, peristiwa tragis pada 25 Oktober 2004 itu kemudian dikenal sebagai "Tak Bai 47". Saat itu, petugas memerintahkan para pengunjuk rasa untuk membubarkan diri, tapi tidak berhasil. Di pagi hari, tembakan peringatan dilepaskan sebagai ancaman. Ada pula helikopter yang diterbangkan untuk observasi. Pada pukul 15.00, pengunjuk rasa mulai melempar berbagai benda ke petugas. Ada pula upaya masuk ke kantor polisi untuk bernegosiasi.
    Tak lama kemudian, petugas membubarkan massa, dimulai dengan menyemprotkan air ke para demonstran, lalu gas air mata dan diakhiri dengan peluru tajam. Seluruh tindakan pembubaran tidak diberitahukan sebelumnya ke demonstran. Dalam prinsip universal, pejabat diwajibkan mengumumkan prosedur dan metode untuk membubarkan demonstran sebelum mengambil tindakan.
    Pasca kejadian itu, diketahui sebanyak tujuh orang tewas, di mana lima di antaranya ditembak secara langsung ke kepalanya. Terdapat pula lebih dari seribu orang yang terluka dan lebih dari 1.370 orang yang ditahan. Tentara memaksa semua pengunjuk rasa untuk berjongkok. Wanita dipisahkan, sementara pengunjuk rasa laki-laki diperintahkan untuk melepas kemeja mereka, mengikat punggung mereka, dan membawa mereka ke dalam kendaraan petugas.
    Mereka berbaring tengkurap di atas satu sama lain secara berlapis, rata-rata selama 4-5 jam, di mana pengunjuk rasa harus menempuh perjalanan hingga 150 kilometer. Butuh lebih dari 6 jam untuk mencapai Kamp Ingkhayuthboriharn di Pattani. Sesampainya di kamp tersebut, beberapa pengunjuk rasa sudah tewas. Secara total, ada 78 demonstran yang tewas dalam perjalanan, sementara yang selamat menjadi cacat.
    Dikutip dari The Jakarta Post, tidak ada anggota pasukan keamanan Thailand yang dituntut atas insiden Tak Bai, meskipun penyelidikan pemerintah mengutuk tindakan pasukan keamanan pada hari itu. Alih-alih, Tak Bai menjadi identik dengan kurangnya akuntabilitas di wilayah yang diatur oleh undang-undang darurat serta dibanjiri unit tentara dan polisi itu.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa foto di atas adalah foto muslim yang ditangkap oleh militer Myanmar, keliru. Foto tersebut merupakan foto penangkapan terhadap demonstran di Thailand oleh pihak keamanan pada 25 Oktober 2004. Ketika itu, mereka memprotes penahanan terhadap enam penjaga keamanan sukarela setempat yang dituduh memasok senjata curian yang dikeluarkan pemerintah kepada pemberontak yang berada di wilayah selatan Thailand. Insiden itu terjadi enam bulan setelah 32 tersangka pemberontak tewas ketika pasukan keamanan Thailand menyerbu Masjid Krue Se di Pattani, tempat para pemberontak bersembunyi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan