• (GFD-2024-15369) Cek Fakta: Mahfud Md Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Mahfud Md Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3 pada debat keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Minggu (21/1/2024) menyebut proyek lumbung pangan atau Food Estate gagal dan merusak lingkungan.

    “Saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan seperti Food Estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang benar saja, rugi dong kita,” kata Mahfud.

    Hasil Cek Fakta

    Menanggapi klaim Mahfud tersebut, Afni Regita Cahyani Muis Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” menjelaskan bahwa Food Estate memang menjadi pemicu permasalahan baru terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia.

    Hal ini didasari dari studi lapangan Greenpeace yang menyatakan adanya kondisi mengerikan di berbagai lokasi ekspansi lumbung pangan yang justru mengakibatkan kerusakan hutan, lahan gambut, dan wilayah adat di Kalimantan dan Papua.

    Viktor Primana Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis Universitas Padjadjaran memaparkan, beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program Food Estate telah ditinggalkan.

    Investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah.

    Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.

    Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon.(iss)

    Kesimpulan

    Afni Regita Cahyani Muis Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” menjelaskan bahwa Food Estate memang menjadi pemicu permasalahan baru terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15368) Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD bahwa Deforestasi Indonesia Mencapai 12,85 Juta Ha, Lebih Luas dari Korea Selatan

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan deforestasi Indonesia mencapai 12,85 juta ha, lebih luas dari Korea Selatan dan 23 kali luas Pulau Madura dalam 10 tahun terakhir.

    “Data 10 tahun terjadi deforrestasi 12,85 juta ha. itu lebih luas dari Korsell dan 23 kali luasnya Pulau Madura di mana saya tinggal. ini deforestrasi dalam 10 tahun terakhir. mencabut itu banyak mafianya saya sudah mengirim tim 8 sudah putusan MA. untuk pertambahangan di indnesia banyak sekali ilegal dan diback ing oleh aparat,” kata Mahfud dalam Debat Kandidat oleh KPU, Minggu 21 Januari 2024.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M Iqbal, data yang disampaikan Mahfud MD mendekati dengan data yang disediakan oleh Global Forest Watch (GFW), sebuah aplikasi web sumber terbuka untuk memantau hutan global secara real-time. GFW merupakan inisiatif dari World Resources Institute, dengan mitra-mitra termasuk Google, USAID, University of Maryland, Esri, Vizzuality, dan banyak organisasi akademis, nirlaba, publik, dan swasta lainnya.

    Sesuai data GFW itu, dalam rentang 2001-2022 Indonesia mengalami deforestasi hingga 29,4 juta hektar. Sedangkan dalam sepuluh tahun (2012-2022), Indonesia telah mengalami deforestasi 15,848 juta ha atau 158.480 km2

    Jika dibandingkan dengan wilayah Korea Selatan seluas 100,210 km². Artinya, deforestasi Indonesia memang lebih luas dari Korea Selatan.

    Jika dibandingkan dengan luas Pulau Madura yakni 5,379 km², yang berarti luas deforestasi Indonesia sekitar 29 kali luas Pulau Madura.

    Sedangkan menurut Direktorat Informasi dan Data dari Auriga Nusantara, Adhitya Adhyaksa, deforestasi dalam rentang 2013-2022 ialah sebesar 3,8 juta hektare mengacu data BPS.

    Tempo memeriksa situs BPS tersebut yang menyediakan data deforestasi netto Indonesia secara tahunan, dari tahun 2013 sampai 2022. Setelah dihitung, didapati jumlah 3.840.835,8 hektare luas deforestasi Indonesia dalam jangka waktu tersebut.

    Kesimpulan

    Klaim Mahfud MD tersebut sebagian benar.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15367) Benar, Klaim Mahfud MD Bahwa Food Estate Program Gagal

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD, menyatakan bahwa program food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan Kementerian Pertahanan RI, merupakan proyek gagal. Dia mengatakan program itu tidak membuahkan hasil dan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menyebakan kerugian bagi negara.

    “Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita,” katanya dalam Debat Cawapres Pilpres yang digelar KPU, Minggu 21 Januari 2024.

    Namun, benarkah klaim Mahfud bahwa food estate adalah program yang gagal?

    Hasil Cek Fakta

    Investigasi Tempo yang terbit 9 Oktober 2021 menemukan sejumlah masalah yang mendukung kesimpulan bahwa pelaksanaan program food estate menunjukkan kegagalan. Kondisi itu paling kentara di lokasi pengerjaan program di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

    Setidaknya 600 hektare hutan digunduli pada November 2020. Lalu lahan itu ditanami singkong. Namun, setelah enam bulan, tinggi pohon singkong hanya sampai selutut orang dewasa.

    Seorang petani di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulau Pisang, Kalimantan Tengah, yang bernama Heriyanto, mengikuti program food estate untuk menanam padi di wilayahnya.

    Sebelum mengikuti program itu, dia menghasilkan 5 sampai 6 ton gabah kering giling per hektare sekali panen. Namun, setelah mengikuti program food estate pemerintah, produktivitas sawahnya menjadi 700 kilogram gabah kering giling per hektare.

    Berita dalam format video dari BBC, juga secara jelas menggambarkan gagal panen program food estate, setelah melakukan pembabatan ratusan hektare hutan tersebut. Berita video Tempo juga menyatakan proyek tersebut menyebabkan banjir di desa sekitar.

    Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan bahwa food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 ha dari bekas proyek lahan gambut dengan komoditas padi dinyatakan gagal.

    Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu. Pertama, karena terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.

    Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal. Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.

    “Empat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian. Lima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat,” kata Masitoh, Minggu 21 Januari 2024.

    Sementara program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Kabupaten Gunung Mas, dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum, kata Masitoh, dinyatakan gagal juga dengan beberapa faktor.

    Pertama, belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat. Kedua, perencanaan program perkebunan singkong di Gunung Mas masih belum optimal. Ketiga, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif. Dan empat, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.

    Demikian juga program food estate yang dilaksanakan mulai 2021 di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara, dengan luas 30.000 hektare dalam bentuk lahan agrikultural kentang dengan komoditas bawang merah dan bawang putih, dinyatakan gagal.

    Faktornya, pertama, kondisi aksesibilitas menuju kawasan food estate curam dan masih berbahaya, terutama saat musim hujan. Kedua, tidak melibatkan petani dalam proses pengemban gan food estate. Tiga, masih ada persoalan lahan milik warga.

    “Empat, masih terdapat isu terkait adanya praktik mekanisme pertanian yang dilandasi investasi yang akan berdampak pada laju deforestasi,” kata Masitoh lagi.

    Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis, Universitas Padjajaran, Viktor Primana, juga membenarkan bahwa program food estate gagal. Dia menyatakan beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program food estate, dilaporkan telah ditinggalkan.

    Dia menjelaskan investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan bahwa terdapat semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah. Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.

    “Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon,” kata Viktor, Minggu 21 Januari 2024.

    Kesimpulan

    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang menyatakan program food estate yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan, merupakan proyek gagal, adalah benar.

    Tinjauan di lapangan dan wawancara oleh berbagai pihak membuktikan proyek tersebut gagal, tidak membuahkan panen sebagaimana yang diharapkan, merusak hutan, serta menyebabkan bencana banjir.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15366) [SALAH] Pemerintah Australia Menyarankan Memanfaatkan Pemberian Vaksin kepada Pasien di Bawah Pengaruh Obat Bius

    Sumber: Facebook.com
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    “Australian Government puts out a chilling notice advising health officials to “opportunistically” administer vaccines to patients who are under sedation or anesthesia. This is horrifying.”

    Terjemahan:

    “Pemerintah Australia mengeluarkan pemberitahuan mengerikan yang menyarankan pejabat kesehatan untuk “secara oportunis” memberikan vaksin kepada pasien yang berada di bawah pengaruh obat penenang atau anestesi. Ini mengerikan.”

    Hasil Cek Fakta

    Beredar sebuah informasi bahwa pemerintah menyarankan untuk secara oportunis atau memanfaatkan kesempatan untuk memberikan vaksinasi kepada masyarakat yang sedang dalam pengaruh obat penenang. Postingan Facebook tersebut menyebutkan bahwa tindakan tersebut adalah mengerikan.

    Faktanya bukan secara oportunis atau memanfaatkan kesempatan pemberian vaksin kepada pasien yang sedang dalam pengaruh obat penenang, melainkan maksud dari saran pemerintah tersebut adalah menggunakan anestesi atau obat bius untuk masyarakat yang takut terhadap jarum suntik.

    Penelusuran AFP menunjukkan bahwa dokumen yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Australia menghimbau bahwa pemberian vaksin dengan obat bius harus dengan persetujuan pasien bukan memanfaatkan seseorang yang sedang tidak sadar karena pengaruh obat penenang.

    Diketahui penggunaan anestesi sebelum penyuntikan memang dapat menjadi solusi bagi seseorang yang memiliki ketakutan pada jarum suntik. Dilansir dari klikdokter.com, penggunaan anestesi sebelum suntik dapat mematikan rasa pada daerah yang akan terkena jarum suntik, sehingga pasien tidak akan merasakan sakit.

    Dengan demikian, pemerintah Australia menyarankan pemberian vaksin dengan memanfaatkan pasien yang berada dalam pengaruh obat penenang adalah tidak benar dengan kategori Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Moch. Marcellodiansyah

    Faktanya saran tersebut diberikan kepada masyarakat yang memiliki ketakutan pada jarum suntik dan tetap atas persetujuan dengan seseorang yang akan divaksinasi. Selengkapnya pada bagian penjelasan.

    Rujukan