• (GFD-2021-8722) Keliru, Klaim Video Manusia Tertua Berusia 200 Tahun Masih Hidup

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/08/2021

    Berita


    Sebuah video memperlihatkan seorang pria lanjut usia yang tinggal di rumah sederhana beredar di media sosial. Di Facebook video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa manusia tertua berusia 200 tahun masih hidup.
    Video tersebut diunggah akun ini pada 14 Desember 2020. Akun ini pun menuliskan narasi, “Manusia Tertua 200 Tahun Ternyata Masih Hidup Mbah Harjo Suwito.”
    Dalam Video tersebut tampak seorang pria lanjut usia tinggal bersama dua orang wanita. Pria tersebut disebutkan bernama Mbah Harjo Suwito dan diklaim telah berusia 200 tahun.
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah mendapat lebih dari 3 ribukomentar dan disaksikan lebih dari 4 ribu kali.
    Apa benar manusia tertua berusia 200 tahun masih hidup?
    Tangkapan layar klaim video manusia tertua berusia 200 tahun yang masih hidup

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya gambar-gambar ditelusuri jejak digitalnya dengan menggunakan reverse image tool Google dan Yandex. Hasilnya Mbah Harjo Suwito yang diklaim sebagai manusia tertua telah meninggal pada 2019.
    Video yang identik dengan video di atas pernah diunggah ke Youtube oleh kanal Baper tv pada 13 Maret 2019 dengan judul, “Manusia Tertua 200 Tahun ternyata Masih Hidup | Mbah Harjo Suwito.”
    Menurut kanal Baper tv, Mbah Harjo Suwito disebut sebagai manusia terlangka di dunia. Usianya diprediksi sekitaran 200 tahun ke atas. Pria dengan nama panggilan Harjo Gentelot ini tinggal dikawasan Hutan dan memerlukan perjalanan panjang menemukanya. Ia tinggal bersama istri dan anak anaknya dari Istri terakhir. Mbah Harjo diketahui mempunyai 6 hingga 8 istri. Namun, sebagian besar sudah tiada, tinggal istri terakhir.
    Video prosesi pemakaman Mbah Harjo pun pernah diunggah ke Youtube oleh kanal NGURI-NGURI ADAT LAN BUDOYO LELUHUR pada 25 Mei 2019 dengan judul, “Proses Pemakaman Eyang Harjo Gentilut atau Mbah Harjo Suwito atau Mbah Petrok.
    Sementara video yang memperlihatkan makam Mbah Harjo pernah diunggah ke Youtube oleh kanal BONGKOTAN PRING pada 27 April 2020 dengan judul, “MBAH HARJO GENTELOT TUNGGAL GURU SEPIRITUAL BUNG KARNO.”
    Menurut kanal tersebut, Mbah Harjo Suwito atau Mbah Harjo Gentelot bertempat tinggal di desa gadungan, dusun Suko Mulyo, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
    Mbah Harjo diklaim wafat pada umur 250 tahun. Semasa hidup Mbah Harjo juga diklaim pernah menjadi pejuang Pembela Tanah Air (PETA) serta guru sepiritual presiden RI pertama Ir Soekarno. Banyak situs-situs kerajaan yang di temukan mbah Harjo salah satunya yakni situs Candi Wringin Branjang.
    Dilansir dari Kompas.com, ditemui Minggu, 14 Januari 2018 pukul 09.00 WIB, ia sedang duduk di rumah sederhana dengan ukuran 3 x 4 meter. Dinding rumahnya berasal dari bambu (gedek), tetapi sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.
    "Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo. Saat itu ia bicaranya masih lancar, tetapi mengatakan sudah setahun kesulitan jalan.
    Sejak tak bisa jalan itu, ia tak bisa beraktivitas apa pun. Meski hidup di tengah hutan, ia mengaku tak kesulitan air bersih atau kebutuhan makan lainnya. Di dekat tempat tinggalnya ada sungai dengan air yang cukup jernih.
    Untuk makanan, ia mengandalkan sayur yang ditanam sendiri, seperti daun singkong dan bayam. Untuk beras, ia mengatakan mendapat jatah beras raskin dari pemerintah.
    "Kalau enggak dapat jatah beras, ya saya sudah biasa cukup minum air putih saja," katanya. Ditanya usianya berapa? Mbah Arjo mengaku sudah 200 tahun. Soal tahun kelahirannya, ia mengaku lupa dan hanya ingat harinya, yaitu Selasa Kliwon (pada subuh). Ia kelahiran Desa Gadungan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari tempatnya sekarang ini.
    "Kalau dikait-kaitkan dengan peristiwa zaman dulu soal masa kecil saya, ya saya sudah lupa. Namun, ketika zaman penjajah Jepang, saya sudah beristri yang keenam. Sebab, kelima istri saya itu meninggal dunia sehingga saya menikah lagi dan dapat istri orang Ponorogo, namanya Suminem. Ia meninggal dunia ketika Indonesia merdeka," paparnya.
    Widodo, Kades Gadungan, menuturkan sebelum tinggal di kompleks Candi Wringi Branjang, Mbah Arjo tinggal di desanya. Namun, sejak menemukan candi itu, ia memilih tinggal di situ dan mendirikan gubuk.
    "Data di kependudukan desa kami, Mbah Arjo tercatat kelahiran Desa Gadungan pada 19 Januari 1825. Data pendukungnya, ya enggak ada. Cuma, kakek saya Mbah Mawiro Pradio yang kelahiran 1918 saja, memangil Mbah Arjo itu kakek. Berarti bisa dibayangkan, kalau Mbah Arjo sudah sangat tua. Mbah saya itu baru meninggal tahun 1990," ungkap Widodo yang usianya baru 48.
    Saat ditemui, Mbah Harjo mengaku tidak tahu pasti tahun kelahirannya. Yang dia ingat hanya lahirnya hari Selasa kliwon. Dia juga mengetahui tentang Gunung Kelud yang meletus sebanyak enam kali. dari tahun 1901, disusul pada 1918, 1951, 1965, 1990, dan terakhir 2014.
    Saat tentara Jepang menjajah Indonesia pertama kali, dia mengaku sudah tua dan mempunyai istri enam serta mempunyai banyak anak. “Saya sudah mengetahui Gunung Kelud meletus sebanyak enam kali. Dibandingkan sama Pak Karno (Presiden Pertama Indonesia Soekarno yang lahir pada 6 Juni 1901), lebih tua saya,” kata Mbah Harjo berbahasa Jawa saat ditemui tim INews Jatim di rumahnya, Jumat, 2 Maret 2018.
    Sementara Kepala Desa Gadungan Widodo mengatakan, sesuai dengan data yang tercantum di pihaknya, Mbah Harjo baru lahir pada 1 Juli 1925. Namun, dia tidak yakin dengan data atau dokumen tersebut. Sebab, jika dibandingkan, Mbah Harjo lebih tua dari kakeknya yang lahir pada tahun 1918. Dia memperkirakan Mbah Harjo Gentelot lahir pada tahun 1800-an.
    “Berdasarkan data-data riwayat orang tua di sana, yang seangkatan atau sebaya Mbah Harjo itu rata-rata sudah meninggal dan kelahirannya sekitar tahun 1900-an. Seperti mbah saya yang usianya kelahiran 1918 manggil Mbah Harjo itu kang. Berarti kan masih tuaan Mbah Harjo,” kata Widodo.
    Saat ini, dari enam istri Mbah Harjo Gentelot, hanya tersisa satu, yakni istri yang terakhir. Sementara lima istri lainnya sudah meninggal. Terkait usia Mbah Harjo Gentelot yang disebut-sebut berusia 200 tahun, saat ini belum ada yang bisa memastikannya.
    Warga Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur berduka, Rabu, 22 Mei 2019 siang. Harjo Suwito atau akrab disapa Harjo Gentolet atau Mbah Harjo yang berusia kurang lebih 200 tahun tersebut meninggal dunia.
    Kabar meninggalnya pria yang keseharinya berprofesi sebagai juru kunci tersebut viral di media sosial. Mbah Harjo meninggal karena sakit seiring mengingat usianya yang sudah lanjut. Namun hingga kini belum ada yang mengetahui secara pasti usia Mbah Harjo Suwito.
    "Memang usianya untuk beliaunya sendiri, tidak hafal tahun lahirnya. Cuman perkiraan kan hampir dua abad. Pokoknya seratus lebih lah, mungkin hampir 200 tahun informasinya seperti itu," tutur Iptu M Burhanudin Kasubag Humas Polres Blitar Jawa Timur dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu, 22 Mei 2019 malam.
    Mbah Harjo Suwito sempat mengeluh sakit. Pihak dari Pemerintah Daerah, melalui perangkat desa mau pun tingkat Kecamatan serta Kapolsek berusaha menawarkan untuk diperiksa dibawa ke rumah sakit.
    Namun Mbah Harjo awalnya menolak. Sehingga pihak desa harus mendatangkan dokter puskesmas untuk dibawa ke rumahnya.
    Diperkirakan kondisi kesehatan Mbah Harjo tak kunjung membaik. Setelah dibujuk, akhirnya Mbah Harjo bersedia dibawa berobat ke Rumah Sakit Wilingi. Tidak berselang lama, Mbah Harjo menghembuskan nafas terakhirnya.
    "Kemarin memang sakit, setelah itu dari Pemerintah, dari Kecamatan dari pihak Kapolsek berusaha membantu beliau untuk dibawah Ke Rumah Sakit, awalnya tidak mau. Akhirnya dokter yang harus dibawah ke rumahnya," kata Iptu M Baharudin.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim bahwa Mbah Harjo Suwito manusia tertua berusia 200 tahun masih hidup, keliru. Mbah Harjo Suwito atau Eyang Harjo Gentilut atau Mbah Petrok meninggal dunia pada Rabu, 22 Mei 2019 siang. Banyak spekulasi tentang usia Mbah Harjo Suwito. Mbah Harjo sendiri mengaku tidak tahu pasti tahun kelahirannya. Data kependudukan Desa Gadungan menyebut Mbah Arjo lahir pada 19 Januari 1825. Berdasarkan data tersebut, Mbah Harjo yang meninggal dunia pada 2019, berusia 193 tahun.
    TIM CEK FAKTA TEMPO

    Rujukan

  • (GFD-2021-8721) Keliru, Video dan Pesan Suara yang Diklaim dari Direktur RS Medika Bondowoso dr. Yahya Amar

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/08/2021

    Berita


    Sebuah video dan pesan suara yang diklaim berasal dari dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso, Jawa Timur, menjadi pesan berantai di aplikasi WhatsApp dalam sepekan terakhir. Isi video itu berisi klaim bahwa virus Corona yang saat ini menyerang lambung bisa diobati dengan jamu AVC.
    Video berdurasi 4:38 menit tersebut berisi teks dari suara seorang pria yang diklaim dr Yahya Amar. Narasi itu memuat beberapa klaim berikut ini:
    Tangkapan layar pesan berantai yang diklaim sebagai pesan suara dari dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso

    Hasil Cek Fakta


    Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo menghasilkan bahwa video tersebut bukan berasal dari Direktur RS Medika, dr. Yahya Amar. Sejumlah klaim dalam video itu juga tidak sesuai fakta.
    Melalui akun Instagram @rsmitramedika, RS Mitra Medika Bondowoso membantah bahwa pesan suara dan video yang beredar di Whatsapp berasal dr Yahya Amar. “Kami tegaskan suara yg ada dalam audio/video tersebut bukanlah suara beliau,” tulis RS Mitra Medika, 26 Juli 2021.
    Mereka juga menerbitkan video dr. Yahya Amar agar publik bisa membedakan suara asli pemilik RS Mitra Medika Bondowoso tersebut, dengan suara yang beredar di Whatsapp.
    “Ini adalah video dari dr.Yahya Amar, Sp.PD,FINASIM. Dimana sejak hari Jumat tanggal 23 Juli 2021, banyak sekali yg bertanya kepada kami dan ke rekan-rekan kami terkait keaslian audio/video yg beredar via Whatsapp. dimana audio/video tersebut bertuliskan (ini info dari dr.Yahya Amar.Sp.PD Pemilik RS Mitra Medika Bondowoso)," seperti dikutip dari narasi dalam video asli dr. Yahya Amar.
    Tempo menghubungi dr. Yahya Amar melalui telepon pada Senin, 9 Agustus 2021. Dia kembali menegaskan tidak pernah membuat pernyataan bahwa jamu AVC bisa menyembuhkan virus Corona yang menyerang lambung. “Itu seperti iklan jamu, mencatut nama saya,” kata dia.
    Menurut Yahya, klaim-klaim dalam suara tersebut juga tidak sesuai, misalnya klaim bahwa virus Corona saat ini menyerang lambung. Menurut dia, serangan utama SARS-Cov-2 adalah saluran pernapasan dan paru-paru. Namun dalam infeksi berikutnya, virus tersebut dapat berkembang menyerang ke lambung, syaraf maupun jantung.
    Klaim berikutnya bahwa muntah dapat mengeluarkan virus penyebab penyakit Covid-19 itu juga keliru. Sebab virus tidak serta merta keluar bersama muntah. Selain itu, gejala tidak enak makan bukan hanya dialami saat menderita Covid-19, tapi juga terjadi saat seseorang dilanda kecemasan yang berlebihan atau mengidap penyakit lain seperti typus, demam berdarah hingga penyakit sistemik lain.
    Dalam artikel ilmiah yang ditulis Titong Sugihartono dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga berjudul COVID-19 dan Manifestasinya pada Saluran Cerna, meskipun virus SARS-CoV-2 lebih banyak menyerang saluran napas, sekitar 11,4 persen pasien COVID-19 ditemukan gangguan pada sistem saluran cerna.
    Adanya manifestasi selain dari sistem pernapasan diduga karena virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel melalui reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Reseptor ini berada hampir di seluruh tubuh termasuk sel epitel esophageal serta enterosit pada ileum dan kolon sehingga infeksi COVID-19 ini dapat menimbulkan manifestasi pada saluran cerna. Manifestasi pada saluran cerna yaitu berupa penurunan nafsu makan, diare, muntah dan nyeri perut.
    Jamu AVC belum jadi obat Covid-19
    Jamu Anti Virus Corona (AVC) diklaim sebagai obat Covid-19 sejak Mei 2020. Namun hingga Agustus 2021, Badan Pengawasan Obat dan Makanan belum menerbitkan izin pada jamu AVC sebagai obat untuk pasien Covid-19 yang bergejala gangguan pencernaan. 
    Dalam penelitian Titong Sugihartono dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang diterbitkan di New Armenian Medical Journal Vol.14 (2020), No 4, p. 70-81, menjelaskan belum ada pengobatan khusus untuk penderita Covid-19 dengan gejala pencernaan (gastrointestinal).
    Semua perawatan bersifat suportif tergantung kondisi pasien. Pada pasien yang muncul diare tahap awal, biasanya diberikan cairan yang cukup. Sedangkan pada pasien yang mengalami nyeri perut diberikan obat antispasmodik. 
    Dikutip dari Liputan6.com, dr Virly Nanda Muzelina, SpPD, menjelaskan tentang beberapa cara yang dapat diikuti ketika seseorang memiliki keluhan pada saluran pencernaan di masa pandemi. Di antaranya dengan meminum banyak air putih; mengurangi makan makanan yang dapat mengganggu dan memperberat kerja saluran cerna seperti makanan tinggi lemak, tinggi gula, makanan berpengawet yang berlebihan, makanan terlalu pedas dan asam, serta minuman berkafein dan beralkohol.
    "Untuk menjaga daya tahan tubuh, tetap dianjurkan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi. Komposisi karbohidrat, protein dan lemak diatur lebih sedikit agar aman untuk lambung," jelas Virly. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan bahwa video dan pesan suara yang diklaim milik dr. Yahya Amar, Direktur RS Medika Bondowoso adalah keliru. RS Mitra Medika Bondowoso dan dr Yahya Amar telah membantah video tersebut. Selain itu, klaim bahwa virus Corona yang saat ini menyerang lambung bisa diobati dengan jamu AVC juga keliru. BPOM belum memberikan izin pada jamu AVC sebagai obat Covid-19.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan

  • (GFD-2021-8720) Keliru, Pesan Berantai Soal Bukti Ilmiah Penularan Virus Corona dari dokter Erlina Burhan

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/08/2021

    Berita


    Sebuah pesan berantai yang diklaim dari Dr. dr Erlina Burhan SpP (K) Ketua PDPI Jaya SIE Ilmiah PDPI Pusat beredar di WhatsApp. Pesan ini berisi petunjuk dari pusat pengendalian penyakit Amerika Serikat (CDC USA) tentang bukti ilmiah terkini perihal penularan virus corona. 
    Pesan ini juga menjabarkan tingkat risiko penularan Covid yang ditentukan berdasarkan golongan darah dan lokasi penularannya.
    "Orang bergolongan darah A akan mengalami gejala yang berat karena struktur Covid19 mirip dengan antigen B. Orang bergolongan darah AB bisa selamat bila terpapar jumlah virus yang tidak terlalu banyak, bila virulensi virus tinggi dikuatirkan tidak bisa selamat karena AB tidak memiliki antibodi. Orang bergolongan darah B dan O akan aman-aman saja, pemilik darah B cenderung menjadi OTG dan pemilik darah O pasti selamat karena memiliki antibodi yang paling kuat dari semua golongan darah," demikian sebagian narasi yang terdapat dalam pesan berantai tersebut. 
    Tangkapan layar pesan berantai yang diklaim sebagai jurnal ilmiah dari dr Erlina Burhan.

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula mengidentifikasi beberapa informasi terkait klaim yang dibagikan pada pesan berantai. Pertama jenis ruang menentukan resiko penyebaran dan kedua jenis golongan darah menentukan rentan penyebaran covid 19.
    Namun, sebelumnya, dikutip dari laporan cekfakta kompas, dr Erlina Burhan yang dicatut namanya dalam pesan berantai membantah telah menulis pesan tersebut. Ia menegaskan tidak pernah menulis apapun yang dinarasikan dalam unggahan tersebut.
    Klaim 1: Resiko Penyebaran Berdasarkan Ruang
    Dikutip dari situs Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) , model penyebaran Covid-19 atau virus SARS-CoV-2 diketahui memiliki beberapa cara berbeda. Virus umumnya dapat menyebar dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi dalam partikel cairan kecil ketika mereka batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, atau bernapas. Partikel-partikel ini berkisar dari tetesan pernapasan yang lebih besar hingga aerosol yang lebih kecil.
    Bukti saat ini menunjukkan bahwa virus menyebar terutama di antara orang-orang yang melakukan kontak dekat satu sama lain, biasanya dalam jarak 1 meter (jarak pendek). Seseorang dapat terinfeksi ketika aerosol atau tetesan yang mengandung virus terhirup atau bersentuhan langsung dengan mata, hidung, atau mulut. 
    Virus ini juga dapat menyebar di lingkungan dalam ruangan yang berventilasi buruk dan/atau ramai, di mana orang cenderung menghabiskan waktu lebih lama. Ini karena aerosol tetap melayang di udara atau bergerak lebih jauh dari 1 meter (jarak jauh). Orang juga dapat terinfeksi dengan menyentuh permukaan yang telah terkontaminasi virus saat menyentuh mata, hidung, atau mulut tanpa membersihkan tangan.
    Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Eka Ginanjar, SpPD mengatakan, pada prinsipnya, droplet yang mengandung virus akan ada di permukaan, sebagai contoh di permukaan meja. Klaim risiko penularan sangat rendah saat melakukan aktivitas di luar rumah, dikatakan Eka ada benarnya.
    Namun, tetap saja harus memperhatikan protokol kesehatan. Hal itu dikarenakan ruangan terbuka memiliki sirkulasi udara yang bagus dan pancaran sinar matahari yang bagus. Sementara di ruang tertutup seperti kantor, tempat ibadah, aula bioskop, gym atau teater beresiko tinggi lantaran jika tidak memenuhi beberapa aspek seperti sirkulasi tidak lancar, kurang sinar matahari, kepadatan dalam ruangan, kebersihannya, dan lain sebagainya. 
    Dilansir dari Suara.com, William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Vanderbilt University mengatakan virus corona lebih mudah ditransmisikan ketika berada di area tertutup, di mana hanya ada sedikit ventilasi atau ruang untuk aliran udara. Ini terutama berlaku untuk ruang kecil, seperti lift. Dalam ruang tertutup yang begitu rapat tanpa aliran udara yang kuat untuk waktu singkat, sangat mungkin akan terpapar.
    Laporan TEMPO yang melansir dari Healthline juga mencatat ada beberapa tempat berisiko tinggi penularan Covid-19 yaitu seperti angkutan umum, salon, bar, kolam renang umum dan pantai, ruang konser, gereja, teater dan tempat kerja.
    Klaim 2 : Jenis Golongan Darah Menentukan Kerentanan Penyebaran Covid 19
    Dikutip dari laporan Harvard Medical School, golongan darah tidak terkait dengan perburukan gejala yang parah pada orang yang dites positif COVID-19. Laporan peneliti Harvard Medical School yang berbasis di Rumah Sakit Umum Massachusetts ini telah diterbitkan dalam Annals of Hematology. Laporan ini menghilangkan klaim laporan sebelumnya yang menunjukkan korelasi antara golongan darah tertentu dan COVID-19.
    Peneliti HMS di Mass General meluncurkan penyelidikan mereka sendiri dengan menggambar pada database besar dari Registry Data Pasien Penelitian sistem Mass General Brigham Health. Populasi penelitian dari 1.289 pasien dewasa bergejala, yang dites positif COVID-19 dan golongan darahnya didokumentasikan, diambil dari lebih dari 7.600 pasien bergejala di lima rumah sakit di wilayah Boston, termasuk Mass General dan Brigham and Women's Hospital, yang dirawat mulai Maret. 6& hingga 16 April tahun ini.
    Hasilnya tidak ada koneksi jenis golongan darah menentukan rentan penyebaran. Tidak ada hubungan yang signifikan antara golongan darah dan memburuknya penyakit, antara golongan darah dan kebutuhan rawat inap, persyaratan posisi untuk pasien selama intubasi, atau penanda inflamasi.
    Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Eka Ginanjar, SpPD mengatakan, siapa saja bisa terpapar covid 19. Klaim yang menyatakan penularan Covid-19 dilihat dari golongan darah adalah tidak benar. Berkaitan dengan golongan darah itu tidak benar, semua golongan darah memiliki potensi sama.
    Dr. Sakthivel Vaiyapuri, seorang profesor di University of Reading di Inggris mengatakan lebih baik mengabaikan artikel apa pun yang belum diteliti dengan benar oleh peer review dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang ketat. Fakta bahwa penelitian terkait jenis golongan darah menentukan resiko tertular tampaknya belum mempertimbangkan beberapa parameter lain yang mungkin bisa mengubah kesimpulan sepenuhnya. Selain itu, mereka tidak melihat efek apa pun di satu rumah sakit yang mereka analisis. Jadi penelitian ini terlalu spekulatif, dan data tidak kuat untuk membuat kesimpulan yang tegas. Orang-orang tidak perlu panik berdasarkan hasil penelitian ini.
    Dilansir dari laporan penelitian Christopher A. Latz dkk yang diterbitkan US National Library of Medicine National Institutes of Health, diketahui jika tidak ada hubungan jenis golongan darah dengan tingkat kerentanan terhadap covid-19. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara golongan darah ABO dengan tingkat keparahan COVID-19 ini mendapatkan temuan bahwa golongan darah ABO tidak memiliki korelasi dengan tes positif. 

    Kesimpulan


    Berdasarkan hasil pemeriksaan cekfakta TEMPO, klaim pesan berantai yang menyebutkan petunjuk dari pusat pengendalian penyakit Amerika Serikat (CDC USA) tentang bukti ilmiah terkini perihal penularan virus corona berdasarkan ruang dan jenis golongan darah, keliru. dr Erlina Burhan yang dicatut namanya dalam pesan berantai pun telah membantah pesan tersebut hasil tulisannya. 
    Klaim terkait risiko penularan berdasarkan tempat tertentu pun keliru, William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Vanderbilt University mengatakan virus corona lebih mudah ditransmisikan ketika berada di area tertutup, di mana hanya ada sedikit ventilasi atau ruang untuk aliran udara. Dalam ruang tertutup yang begitu rapat tanpa aliran udara yang kuat untuk waktu singkat, sangat mungkin akan terpapar.
    Termasuk klaim risiko penularan berdasarkan golongan darah. Sebab, Laporan Harvard Medical School menyebuktan, golongan darah tidak terkait dengan perburukan gejala yang parah pada orang yang dites positif COVID-19. Laporan

    Rujukan

  • (GFD-2021-8719) Keliru, Klaim Garam yang Dimasak Bisa Berubah Jadi Racun

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 09/08/2021

    Berita


    Sebuah pesan berantai tentang cara mengkonsumsi garam yang benar beredar di Whatsapp, Senin 9 Agustus 2021. Pesan tersebut berisi klaim bahwa garam yang dimasak bersama makanan akan mengubah garam menjadi racun/toksin.
    “Kesalahan kita (kebanyakan orang Indonesia) ialah kita memasak garam yaitu memasukkan garam kedalam masakan ketika masakan sedang MENDIDIH /  PANAS. Hal tersebut akan menyebabkan garam menjadi racun/ toksik. Jika garam dimasak dengan cara di atas, garam akan menyebabkannya ber-asid dan membahayakan kesehatan serta mengundang berbagai penyakit, selain itu kandungan yodium pada garam juga akan hilang dengan percuma. Ingat yodium sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh kita,” demikian sebagian isi dari pesan tersebut. 
    Selain itu, pesan berantai tersebut juga mengklaim bahwa garam mentah dapat mengobati asam lambung.  

    Hasil Cek Fakta


    Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo menunjukkan, bahwa pesan berantai yang mengklaim garam yang dimasak bersama makanan akan menyebabkan garam menjadi racun/toksin beredar sejak 2017. Sejumlah ahli menyebut bahwa klaim ini tidak berdasarkan fakta. Termasuk klaim soal garam bisa menyembuhkan penyakit asam lambung. 
    Tempo menemukan beberapa pemberitaan sejak 2017 yang membantah klaim tersebut. Situs Viva salah satunya, menerbitkan artikel berjudul Garam Dimasak Jadi Racun, Hoax atau Bukan? pada 4 Januari 2017. Isi artikel itu memuat wawancara dokter ahli gizi dr. Inge Permadhi yang menyatakan bahwa memasak garam tidak akan mengubahnya menjadi racun. 
    Pesan yang sama juga beredar di tahun 2018, seperti yang pernah dimuat oleh situs cekfakta.com berjudul [HOAKS] Garam Tidak Boleh Dimasak Karena Menjadi Racun edisi 7 Mei 2018.  
    Garam yang dimasak tidak menjadi racunDikutip dari situs kesehatan Hello Sehat, memasak garam tidak akan mengubah mineral ini menjadi racun karena kandungan garam terdiri dari beragam mineral. Mineral dalam makanan yang biasanya tidak dipengaruhi oleh proses memasak yakni kalsium, natrium, yodium, zat besi, zinc (seng), mangan, dan kromium.
    Beragam mineral tersebut tidak berubah menjadi racun atau zat berbahaya selama komposisi garam merupakan bahan yang aman alias tidak diberikan campuran tertentu oleh produsennya.
    Meski garam tidak berubah menjadi racun saat dimasak, akan tetapi para ahli kesehatan mengingatkan bahaya apabila mengkonsumsi garam secara berlebihan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA membatasi konsumsi garam atau natrium maksimal 2.300 miligram setiap hari.
    Konsumsi garam memang perlu dibatasi karena bisa berdampak pada kesehatan. Kebanyakan orang tahu bahwa efek kebanyakan garam adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi, tapi tak banyak yang menyadari bahwa ini juga bisa mempengaruhi kesehatan reproduksi.
    Garam tidak bisa mengobati asam lambungDekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Ari Fahrial Syam pernah menjelaskan bahwa mengonsumsi garam justru dapat menyebabkan pasien sakit maag akan kambuh. "Sudah banyak pasien korban yang tidak jelas dengan info ini," kata Ari Fahrial dalam artikel Tempo berjudul Jangan Percaya Isu Makan Garam Mentah Baik untuk Kesehatan, Ini Faktanya, edisi 26 Agustus 2020. 

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim yang menyebut bahwa garam yang dimasak dapat menjadi racun adalah keliru. Demikian juga dengan klaim bahwa garam mentah dapat mengobati asam lambung. Menurut para ahli, garam yang dimasak bersama makanan tidak akan mengubah kandungan mineral yang dikandungnya. Meski demikian, mereka mengingatkan agar konsumsi garam tidak boleh berlebihan karena dapat mengganggu kesehatan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA membatasi konsumsi garam atau natrium maksimal 2.300 miligram setiap hari.
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan