• (GFD-2022-8915) [SALAH] Video “Timur Leste Kembali Ke Indonesia”

    Sumber: Facebook.com
    Tanggal publish: 04/01/2022

    Berita

    Akun Facebook Thyni Tiara Nafie (fb.com/defne.tiara) pada 26 November 2021 mengunggah sebuah video dengan narasi “APAKAH BENAR TIMUR LESTE INGIN KEMBALI KE INDONESIA,,,????”

    Di video itu, terdapat narasi “TIMUR LESTE KEMBALI KE INDONESIA”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, adanya video yang diklaim bahwa Timor Leste ingin kembali ke Indonesia merupakan konten yang menyesatkan.

    Faktanya, bukan ingin bergabung kembali dengan Indonesia. Ratusan anak muda asal Timor Leste dalam video itu datang ke Atambua, NTT, untuk belajar pencak silat. Mereka dipulangkan ke negara asalnya karena masuk ke negara Indonesia secara ilegal tanpa mengantongi dokumen resmi.

    Dilansir dari Tempo, video yang identik pernah diunggah ke Yourube oleh kanal KOMPASTV pada 20 Agustus 2021 dengan judul, “Ratusan Warga Timor Leste Dideportase Dari Indonesia.”

    Menurut KOMPASTV, sedikitnya 352 warga asal Timor Leste dikumpulkan di markas Kodim 1605 Belu setelah menyerahkan diri untuk dipulangkan ke negara asal mereka. Ratusan warga itu sebelumnya masuk ke Negara Indonesia secara ilegal tanpa mengantongi dokumen resmi.

    Para warga negara asing tersebut diduga merupakan anggota salah satu perguruan silat yang akan melaksanakan kegiatan di wilayah Kabupaten Belu dan kabupaten lainnya di NTT. Masuknya ratusan pelintas batas ilegal ini membahayakan situasi Indonesia yang saat ini masih dihantui pandemi covid-19.

    Ratusan warga Timor Leste itu kemudian didata oleh petugas Imigrasi secara kolektif untuk selanjutnya berdasarkan kesepatakan kedua Negara, dideportase ke negara mereka karena tidak mengantongi dokumen resmi.

    Kesimpulan

    BUKAN ingin bergabung kembali dengan Indonesia. Ratusan anak muda asal Timor Leste dalam video itu datang ke Atambua, NTT, untuk belajar pencak silat. Mereka dipulangkan ke negara asalnya karena masuk ke negara Indonesia secara ilegal tanpa mengantongi dokumen resmi.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8914) Sebagian Benar, Narasi yang Mengaitkan 79 ribu Orang di Australia Mendapat Efek Samping Serius Vaksin dan Pemerintah Memberikan Kompensasi lebih 6 ribu Dollar

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 04/01/2022

    Berita


    Narasi yang mengaitkan 79 ribu orang di Australia mendapatkan efek samping serius dan pemerintah memberikan kompensasi lebih 6 ribu dollar, beredar di Twitter. Selain narasi, akun tersebut mengunggah video berita dari 7NEWS Australia berdurasi 2 menit.
    “REPORT: 79,000 People! - The government now ADMITS to severe vaccine side effects. - Offering some victims over $600,000 in cash and compensation. - Australia.”
    Video itu berisi liputan tentang kebijakan Pemerintah Australia memberikan kompensasi pada mereka yang mendapatkan efek samping setelah disuntik vaksin Covid-19. 
    Cuitan itu menjadi viral karena telah dibagikan hampir 6 ribu kali di Twitter di tengah upaya percepatan vaksinasi yang dilakukan berbagai negara untuk mengantisipasi Covid-19. 
    Tangkapan layar unggahan narasi yang mengaitkan 79 ribu orang di Australia mendapatkan efek samping serius dan pemerintah memberikan kompensasi lebih 6 ribu dollar

    Hasil Cek Fakta


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan bahwa memang benar Pemerintah Australia memberikan kompensasi bagi warganya yang mendapat efek samping setelah vaksinasi Covid-19. Akan tetapi kompensasi ini bertujuan untuk mempermudah perusahaan yang berinisiatif memberikan atau mewajibkan vaksin pada pekerjanya. Di sisi lain pekerja punya pilihan yang lebih murah dibandingkan harus menggugat ke pengadilan yang membutuhkan biaya lebih mahal. 
    Sedangkan terkait jumlah 79 ribu orang yang disebutkan dalam narasi, adalah jumlah laporan dari mereka yang mendapatkan efek samping ringan hingga berat setelah vaksin Covid-19. Namun jumlah mereka yang mendapat efek samping adalah 2,1 dari setiap seribu dosis vaksin. Jadi manfaat vaksin tetap lebih besar daripada risikonya. 
    Tempo mula-mula menelusuri sumber video dari 7NEWS Australia tersebut di kanal Youtube. Hasilnya, berita tersebut benar dipublikasikan di kanal 7NEWS Australia pada 29 Desember 2021 berjudul Matty John suffered pericarditis after Pfizer vaccine, government offering compensation to some
    Berita itu berisi dua hal yakni tentang kisah Matty John yang mengalami perikarditis setelah menerima vaksin pfizer. Kedua tentang kebijakan Pemerintah Australia yang memberikan kompensasi pada warganya yang mengalami efek samping setelah vaksin Covid-19. Dalam video itu, 7NEWS memang menampilkan grafis jumlah 79 ribu orang dengan keterangan bahwa itu jumlah orang yang mendapat reaksi merugikan setelah vaksinasi.
    Tempo menelusuri dalam situs otoritas Australia untuk mencari konteks jumlah 79 ribu yang mengalami reaksi setelah vaksinasi Covid-19. Dalam laman otoritas obat-obatan Kementerian Kesehatan Australia, Therapeutic Good Administration (TGA), menyebutkan per 7 November 2021, jumlah pelapor efek samping setelah imunisasi Covid-19 mencapai 78.880. Pemerintah Australia menyediakan kanal khusus yang memungkinkan warga melapor secara langsung apabila memiliki efek samping setelah vaksin.
    Menurut laporan TGA, perbandingan warga yang mendapatkan efek samping adalah 2,1 per 1000 dosis. Artinya dalam 1000 dosis vaksin yang diberikan, ada 2 laporan efek samping. Hingga per 7 November tersebut, Pemerintah Australia telah memberikan 36.773.837 dosis vaksin Covid-19. TGA menyimpulkan manfaat perlindungan dari vaksinasi terus jauh lebih besar daripada potensi risikonya.
    Laporan efek samping
    Jumlah laporan efek samping itu tidak seluruhnya serius atau berbahaya. TGA Australia menjelaskan, seperti semua obat-obatan, vaksin COVID-19 dapat menyebabkan beberapa efek samping. Yang paling sering dilaporkan termasuk reaksi di tempat suntikan (seperti lengan yang sakit) dan gejala yang lebih umum, seperti sakit kepala, nyeri otot, demam, dan kedinginan. Ini mencerminkan apa yang terlihat dalam uji klinis.
    TGA juga memantau 1800 laporan efek samping setelah vaksinasi dengan Comirnaty (Pfizer) dan Spikevax (Moderna) pada anak di bawah usia 18 tahun. Sebagian besar mereka mengalami nyeri dada, pusing, mual, sakit kepala dan pingsan (sinkop).
    TGA juga menerima laporan efek samping seperti miokarditis dan perikarditis setelah vaksin mRNA. Akan tetapi kasus miokarditis sebagai efek samping vaksin Comirnaty (Pfizer) dan Spikevax (Moderna) sangat jarang. Biasanya bersifat sementara dengan kebanyakan orang menjadi lebih baik dalam beberapa hari. Miokarditis dilaporkan pada sekitar satu dari setiap 100.000 orang yang menerima Comirnaty (Pfizer), meskipun lebih sering terjadi pada pria muda dan remaja laki-laki setelah dosis kedua (4-7 kasus per 100.000 dosis).
    Hingga 7 November 2021, TGA telah menerima 288 laporan yang telah dinilai sebagai kemungkinan miokarditis dari sekitar 22,7 juta dosis Comirnaty ( Pfizer ).  
    Kelompok Penasihat Teknis Australia untuk Imunisasi (ATAGI) mendorong orang untuk mencari perawatan medis jika mereka mengalami gejala miokarditis atau perikarditis. Ini termasuk nyeri dada, palpitasi (detak jantung tidak teratur), pingsan atau sesak napas, terutama jika terjadi dalam 1-5 hari setelah vaksinasi. ATAGI juga menyarankan bahwa orang yang memiliki miokarditis atau perikarditis yang dikaitkan dengan dosis pertama Comirnaty (Pfizer), harus menunda dosis kedua vaksin mRNA dan mendiskusikan hal ini dengan dokter yang merawat mereka.
    Kompensasi dari Pemerintah Australia
    Dikutip dari The Sydney Morning Herald, Pemerintah Australia memberlakukan kompensasi pada mereka yang mengalami efek samping ringan hingga berat  pada September 2021. Kompensasi ini untuk memberikan kepercayaan kepada pengusaha yang ingin memulai program vaksinasi sukarela di tempatnya bekerja. Ini juga dapat menghilangkan hambatan bagi pengusaha yang mempertimbangkan untuk mewajibkan pekerjanya mendapatkan vaksin Covid-19.
    Kebijakan ini direalisasikan setelah sejumlah perusahaan khawatir bahwa pekerja akan mengajukan klaim saat mereka mendapat efek samping. Atau berbuntut gugatan di pengadilan yang rumit dan menelan biaya besar. 
    Menteri Kesehatan Federal Australia, Greg Hunt, menjelaskan  “Efek samping dari vaksinasi COVID-19 dapat terjadi, tetapi sebagian besar bersifat ringan dan berlangsung tidak lebih dari beberapa hari,” kata Hunt. “Efek samping yang serius dan mengancam jiwa sangat jarang terjadi, tetapi penting bagi kami untuk menyediakan jaring pengaman untuk mendukung mereka yang terkena dampak.”
    Skema tersebut juga mencakup klaim terverifikasi senilai di atas $5000 oleh tim ahli independen yang mengeluarkan rekomendasi atas efek samping yang diderita oleh warga.  

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, narasi yang mengaitkan 79 ribu orang di Australia mendapatkan efek samping serius/parah dan pemerintah memberikan kompensasi lebih 6 ribu dolar adalah sebagian benar. Jumlah 79 ribu adalah total warga yang melapor mendapatkan efek samping setelah menerima vaksin Covid-19. Sebagian besar efek samping yang dilaporkan berkategori ringan seperti termasuk reaksi di tempat suntikan (seperti lengan yang sakit) dan gejala yang lebih umum, seperti sakit kepala, nyeri otot, demam, dan kedinginan. 
    Laporan efek samping seperti miokarditis dan perikarditis setelah vaksin mRNA juga diterima oleh otoritas Australia. Akan tetapi kasus miokarditis sebagai efek samping vaksin Comirnaty (Pfizer) dan Spikevax (Moderna) sangat jarang. Biasanya bersifat sementara dengan kebanyakan orang menjadi lebih baik dalam beberapa hari. Miokarditis dilaporkan pada sekitar satu dari setiap 100.000 orang yang menerima Comirnaty (Pfizer), meskipun lebih sering terjadi pada pria muda dan remaja laki-laki se

    Rujukan

  • (GFD-2022-8913) Keliru, Video Ratusan WN Timor Leste Ingin Kembali Bergabung dengan Indonesia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/01/2022

    Berita


    Sebuah cuplikan video TikTok yang memperlihatkan sejumlah Warga Negara Asing asal Timor Leste   tengah menunggu proses deportasi beredar di media sosial. Video tersebut dibagikan dengan narasi bahwa warga Timor Leste ingin kembali ke Indonesia.
    Di Facebook, video berdurasi 5 menit 4 detik tersebut dibagikan akun ini pada 26 November 2021. Video tersebut juga disertai narasi Timor Leste kembali ke Indonesia.
    “APAKAH BENAR TIMUR LESTE INGIN KEMBALI KE INDONESIA,,,????…,” tulis akun tersebut.
    Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah mendapat lebih dari 1.900 komentar dan dibagikan lebih dari 725.000 kali. Apa benar ini video ratusan warga Timor Leste yang ingin kembali bergabung dengan Negara Indonesia?
    Tangkapan layar unggahan video dengan klaim Ratusan WN Timor Leste Ingin Kembali Bergabung dengan Indonesia

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri sumber video tersebut dengan menggunakan kata kunci “Ratusan warga Timor Leste masuk Indonesia” pada mesin pencari Google. Hasilnya, ratusan anak muda asal Timor Leste dalam video tersebut datang ke Atambua, Nusa Tenggara Timur, untuk belajar pencak silat di perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate.
    Video yang identik pernah diunggah ke Youtube oleh kanal Berita Politik pada 8 September 2021 dengan judul, “ BERIITA VIRAL ~ TIMOR LESTE KEMBALI KE INDONESIA.”
    Video yang identik lainnya pernah diunggah ke Yourube oleh kanal KOMPASTV pada 20 Agustus 2021 dengan judul, “ Ratusan Warga Timor Leste Dideportase Dari Indonesia.”
    Menurut KOMPASTV, sedikitnya 352 warga asal Timor Leste dikumpulkan di markas Kodim 1605 Belu setelah menyerahkan diri untuk dipulangkan ke negara asal mereka.
    Ratusan warga itu sebelumnya masuk ke Negara Indonesia secara ilegal tanpa mengantongi dokumen resmi.
    Para warga negara asing tersebut diduga merupakan anggota salah satu perguruan silat yang akan melaksanakan kegiatan di wilayah Kabupaten Belu dan kabupaten lainnya di NTT.
    Masuknya ratusan pelintas batas ilegal ini membahayakan situasi Indonesia yang saat ini masih dihantui pandemi covid-19.
    Ratusan warga Timor Leste itu kemudian didata oleh petugas Imigrasi secara kolektif untuk selanjutnya berdasarkan kesepatakan kedua Negara, dideportase ke negara mereka karena tidak mengantongi dokumen resmi.
    Kepala Kantor Wilayah Kemenkuham NTT Marciana D Jone kepada ANTARA di Kupang, Kamis, mengatakan bahwa saat ini ratusan WN Timor Leste itu sedang didata untuk kemudian pada Kamis (19/8) hari ini akan langsung dideportasi ke negara tetangga itu.
    "Mereka diduga tergabung di persatuan pencak silat yang menurut laporan datang ke Atambua untuk mengikuti kenaikan sabuk persatuan pencak silat Pesaudaraan Setia Hati Teratai (PSHT) di Kabupaten Belu," kata Marciano seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.
    Ratusan WN Timor Leste itu dideportasi setelah pada Rabu (18/8) kemarin menyerahkan diri ke Kodim Belu dan meminta untuk dideportasi. Diantara mereka selain pria ada juga kaum perempuan.
    Dilansir dari dari  Merdeka.com, Konsul Jenderal Timor Leste di Kupang Jesuino Dos Reis Matos Carvalho mengakui, ratusan warga itu masuk ke wilayah Indonesia secara nonprosedural. Mereka tidak mengantongi dokumen keimigrasian, serta melanggar ketentuan UU Karantina Kesehatan.
    "Warga kami telah menyalahi aturan karena melintas ke Indonesia tanpa dokumen terlebih lagi Covid-19 telah membatasi aktivitas masyarakat di wilayah Indonesia maupun Timor Leste, sehingga ketentuannya semua warga tersebut akan segera dideportasi, serta wajib menjalani karantina mandiri," jelas Jesuino.
    Pihaknya akan berkoordinasi dengan semua instansi terkait penanganan semua warga Timor Leste tersebut. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada Imigrasi untuk memproses permasalahan itu sesuai ketentuan yang berlaku.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, video dengan klaim ratusan Warga Negara Asing asal Timor Leste ingin bergabung kembali dengan Indonesia, keliru. Ratusan anak muda asal Timor Leste dalam video tersebut datang ke Atambua, Nusa Tenggara Timur, untuk belajar pencak silat di perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate. Mereka akan dipulangkan ke negara asalnya karena masuk ke negara Indonesia secara ilegal tanpa mengantongi dokumen resmi.
    TIM CEK FAKTA TEMPO 

    Rujukan

  • (GFD-2022-8912) Sesat, Guru di Eropa dan Amerika Mengajarkan Bahaya Vaksin kepada Anak-anak SD

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 03/01/2022

    Berita


    Video yang diklaim bahwa di Eropa dan Amerika, anak-anak SD diberikan pemahaman mengenai bahaya vaksin oleh gurunya, beredar di media sosial. Video tersebut berdurasi satu menit berisi seorang pria bertanya tentang vaksin di depan anak-anak di dalam kelas. 
    Percakapan dalam bahasa Inggris itu, dibuka dengan pertanyaan dari pria tersebut, “Sekarang saya bertanya tentang vaksin. Apa itu vaksin?”
    Pertanyaan itu direspon dengan berbagai jawaban dari sejumlah anak. Di antaranya mereka menjawab bahwa vaksin itu adalah “berisi berbagai jenis bahan kimia”, “bahan kimia yang sudah menyakitimu”, “bahan kimia yang bisa merusak otak”, “mengandung logam seperti merkuri”, dan “mengandung polysorbate 80.”
    Menurut pria tersebut, polysorbate 80 itu dapat meloloskan bahan kimia masuk ke otak dan melukai otak. 
    Unggahan video tersebut bisa dilihat di twitter dan facebook antara lain oleh akun ini dan ini.
    Tangkapan layar unggahan dengan klaim Menyesatkan, guru di Eropa dan Amerika mengajarkan bahaya vaksin kepada anak-anak SD

    Hasil Cek Fakta


    Beredarnya video tersebut tidak mencerminkan bahwa semua sekolah di Eropa dan Amerika mengajarkan bahaya vaksin pada anak tingkat sekolah dasar. Faktanya, per Oktober 2021 otoritas Amerika dan beberapa negara Eropa menerbitkan izin darurat penggunaan vaksin untuk anak  usia 5-11 tahun. 
    Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menerbitkan izin darurat vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech untuk anak-anak berusia 5 hingga 11 tahun pada 29 Oktober 2021. Otorisasi itu dikeluarkan berdasarkan hasil uji klinis keamanan vaksin pada sekitar 3.100 anak usia 5 hingga 11 tahun yang menerima vaksin dan tidak ada efek samping serius yang terdeteksi dalam penelitian yang sedang berlangsung. 
    Respon imun anak usia 5 sampai 11 tahun sebanding dengan individu berusia 16 sampai 25 tahun. Selain itu, vaksin tersebut terbukti efektif 90,7% dalam mencegah COVID-19 pada anak usia 5 hingga 11 tahun. Dosis yang diberikan lebih rendah yakni 10 mikrogram dibandingkan dengan orang dewasa 30 mikogram.
    Senada dengan FDA, otoritas obat-obatan Uni Eropa, EMA, juga memberikan izin penggunaan darurat vaksin  dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer untuk anak berusia 5-11 tahun pada 25 November 2021, dengan dosis lebih rendah yakni 10 mikrogram. Otorisasi ini diberikan setelah uji klinis terhadap 1.305 anak yang menerima vaksin dan 663 anak yang menerima plasebo. Artinya, dalam penelitian ini, vaksin itu 90,7% efektif dalam mencegah gejala COVID-19 (walaupun tingkat sebenarnya bisa antara 67,7% dan 98,3%).
    Apapun jenis vaksin memiliki efek samping, tapi secara umum ringan dan tidak berbahaya. Menurut UNICEF, vaksin adalah salah satu kemajuan terbesar dalam kesehatan dan pembangunan global. Selama lebih dari dua abad, vaksin telah aman mengurangi momok penyakit seperti polio, campak dan cacar, membantu anak-anak tumbuh sehat dan bahagia. Mereka menyelamatkan lebih dari lima nyawa setiap menit – mencegah hingga tiga juta kematian per tahun, bahkan sebelum kedatangan COVID-19.
    Klaim vaksin mengandung merkuri yang merusak otak
    Merkuri terdiri dari dua jenis yakni metil merkuri dan etil merkuri. Menurut CDC, yang terdapat dalam vaksin bukanlah jenis metil merkuri yang bisa menjadi racun bagi manusia pada tingkat paparan yang tinggi, melainkan etil merkuri, yang terdapat dalam thimerosal.
    Etil merkuri bisa dibersihkan lebih cepat oleh tubuh ketimbang metil merkuri sehingga kecil kemungkinan menyebabkan kerusakan. Thimerosal pun demikian, tidak tinggal di dalam tubuh untuk waktu yang lama sehingga tidak menumpuk dan mencapai tingkat yang berbahaya. Ketika thimerosal memasuki tubuh, ia terurai menjadi etil merkuri dan thiosalicylate, yang dengan mudah dihilangkan.
    Thimerosal berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri dalam vaksin. Masuknya bakteri dan jamur berpotensi terjadi ketika jarum suntik masuk ke dalam botol. Kontaminasi kuman dalam vaksin dapat menyebabkan reaksi lokal yang parah, penyakit serius, atau kematian. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat Eropa (EMA, sebelumnya EMEA) sama-sama menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa thimerosal memberikan risiko atau bahaya. Kecuali untuk reaksi kecil seperti kemerahan dan bengkak di tempat suntikan.
    Menurut University of Oxford, thimerosal telah dihapus dari vaksin Inggris antara tahun 2003 dan 2005, dan tidak lagi ditemukan pada vaksin masa kanak-kanak atau dewasa mana pun yang secara rutin digunakan di Inggris. 
    Namun pada 2001, vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR) tidak lagi mengandung thimerosal. Vaksin varisela (cacar air), dan polio tidak aktif (IPV)  juga tidak pernah mengandung thimerosal.  
    Klaim Polysorbate 80 dapat meloloskan bahan kimia masuk ke otak dan melukai otak 
    Menurut University of Oxford, UK, polysorbate 80 adalah bahan tambahan makanan yang umum digunakan dalam beberapa vaksin sebagai pengemulsi (untuk menyatukan bahan-bahan lain).  Dikutip dari lama The Children’s Hospital of Philadelphia, Vaksin HPV dan vaksin Johnson & Johnson/Janssen COVID-19 memang mengandung polisorbat 80 sebagai penstabil. Polisorbat 80 telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai pengemulsi untuk membuat es krim halus dan memperlambat pencairan. Namun kandungan polisorbat 80 dalam vaksin, jauh lebih kecil dan tidak membahayakan. 
    Sebagai perbandingan, satu porsi es krim (1/2 cangkir) biasanya mengandung sekitar 170.000 mikrogram polisorbat 80. Sedangkan polisorbat 80 dalam setiap dosis vaksin ini — 50 mikrogram (vaksin HPV) dan 160 mikrogram ( COVID-19) — sangat kecil.
    Satu mikrogram adalah sepersejuta gram, dan satu gram adalah berat seperlima sendok teh air.

    Kesimpulan


    Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa anak-anak SD di Eropa dan Amerika diberikan pemahaman mengenai bahaya vaksin oleh gurunya, adalah menyesatkan. Munculnya video tersebut tidak bisa digeneralisasi sebagai kebijakan menyeluruh di sekolah Amerika dan Eropa. Faktanya, otoritas obat-obatan di Amerika dan Eropa telah memberikan izin penggunaan darurat penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech untuk anak berusia 5-11 tahun.
    Selain itu, isi video juga menyesatkan. Narasi bahwa vaksin mengandung bahan-bahan kimia yang dapat merusak otak, mengabaikan fakta bahwa manfaat vaksin jauh lebih besar bagi kesehatan anak-anak secara global. 
    Tim Cek Fakta Tempo

    Rujukan