• (GFD-2022-8955) [SALAH] Membersihkan Vagina dengan Pasta Gigi untuk Menghilangkan Keputihan dan Membuat Vagina Kesat

    Sumber: Tiktok.com
    Tanggal publish: 10/01/2022

    Berita

    “cowok mana tau hanya cewek yng tau😁 #fyf siapa yang kaya aku cebok nya pake odol 😁😁😁”

    Hasil Cek Fakta

    Beredar sebuah video di akun Tiktok @sintaaa606 yang mengatakan bahwa pasta gigi dapat digunakan untuk membersihkan vagina. Kegunaan membersihkan vagina dengan pasta gigi dalam postingan tersebut diklaim dapat menghilangkan keputihan dan membuat vagina kesat.

    Hal tersebut tidak benar. Melansir dari laman berita Detik, Dokter spesialis kulit dan kelamin di RS Cipto Mangunkusumo yakni dr. Eddy Karta, SpKK mengatakan bahwa membersihkan vagina menggunakan pasta gigi dapat menyebabkan iritasi pada kulit vagina. Hal ini disebabkan karena pasta gigi mengandung bahan sintetik detergen dan kandungan abrasif yang tujuannya adalah membersihkan plak gigi. Jika digunakan pada kulit (mukosa) vagina yang sensitif, akan menyebabkan iritasi. Selain itu, kandungan pasta gigi dapat merusak flora normal vagina yang juga dapat menyebabkan infeksi pada vagina.

    Dengan demikian, video yang diunggah oleh akun Tiktok @sintaaa606 tidak sesuai fakta dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Nadine Salsabila (Universitas Diponegoro)

    Hal tersebut tidak benar. Membersihkan vagina menggunakan pasta gigi dapat menyebabkan iritasi pada kulit vagina dan infeksi pada vagina.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8954) [SALAH] CDC Mengumumkan Tes PCR Tidak Mampu Membedakan Virus SARS-Cov-2 dan Influenza

    Sumber: Twitter.com
    Tanggal publish: 10/01/2022

    Berita

    “The CDC has finally admitted that the PCR test cannot even differentiate between SARS-CoV-2 and influenza viruses.”

    Terjemahan:
    “CDC akhirnya mengakui bahwa tes PCR bahkan tidak bisa membedakan antara virus SARS-CoV-2 dan influenza.”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Twitter @trevorblee (Trevor Lee) menyebarluaskan informasi bahwa CDC telah mengakui ketidakmampuan tes PCR untuk membedakan antara virus SARS-CoV-2 dan influenza pada 29 Desember lalu. Unggahan tersebut telah dibagikan ulang sebanyak 3,158 kali. Selain itu, terdapat 5,245 orang menyukai dan lebih dari 200 orang telah memberikan komentar.

    Klaim tersebut berawal dari laporan laboraturium yang diunggah oleh CDC Division of Laboratory System pada 21 Juli 2021 bahwa pasca 31 Desember 2021, CDC akan menghapus tes PCR dan menggantikannya dengan CDC Influenza SARS-Cov-2 (Flu SC2) Multiplex Assay.

    Berdasarkan hasil penelusuran, transisi tersebut tidak disebabkan oleh ketidakmampuan tes PCR dalam membedakan virus SARS-CoV-2 dan influenza, melainkan karena metode tes yang baru akan lebih efektif dalam mendeteksi kedua virus tersebut.

    Juru bicara resmi CDC, Jasmine Reed, telah memberikan konfirmasi kepada Reuters bahwa permintaan akan tes PCR semakin menurun seiring munculnya tes lain yang lebih canggih. Maka dari itu, CDC merokemendasikan seluruh dunia untuk mengadopsi CDC Influenza SARS-Cov-2 (Flu SC2) Multiplex Assay yang akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dari segi waktu dan sumber daya untuk mendeteksi virus baik SARS-Cov-2 dan influenza.

    Informasi dengan topik yang sama juga pernah dibahas sebelumnya oleh Reuters dengan judul “Fact Check – CDC lab update on COVID-19 PCR test misinterpreted”.

    Dengan demikian, berita yang disebarluaskan oleh akun Twitter @trevorblee (Trevor Lee) tersebut dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan karena laporan CDC pada 21 Juli 2021 digunakan untuk membingkai sebuah isu.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Evarizma Zahra.

    Informasi tersebut salah. Faktanya, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) tidak mengumumkan bahwa tes PCR tidak mampu membedakan antara Virus SARS-CoV-2 dan influenza. CDC hanya merekomendasikan test lain yang justru mampu mendeteksi keduanya.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8953) [SALAH] Huruf Braille di Setir Mobil untuk Mengetahui Letak Klakson

    Sumber: Twitter.com
    Tanggal publish: 10/01/2022

    Berita

    (diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia)

    “Saya baru mengetahui bahwa tanda timbul yang ada di Setir Mobil adalah Huruf Braille, untuk membantu Pengemudi Tunanetra menemukan letak klakson jika dibutuhkan

    #SemakinBanyakHalYangAndaKetahui”

    Hasil Cek Fakta

    Akun Twitter dengan nama pengguna “ComedyGee” mengunggah sebuah foto yang menunjukkan beberapa tanda timbul di setir mobil. Unggahan tersebut juga disertai narasi yang menyatakan bahwa tanda timbul tersebut merupakan huruf Braille untuk memudahkan pengemudi tunanetra menemukan letak klakson mobil.

    Berdasarkan hasil penelusuran, tanda timbul tersebut bukan merupakan huruf Braille. Melansir dari Reuters, Asosiasi Mobil Eropa (ACEA) menjelaskan bahwa tanda timbul tersebut merupakan tanda untuk memudahkan pengemudi menemukan letak klakson mobil tanpa harus mengalihkan pandangan dari jalan. Tanda tersebut umumnya ditemukan pada mobil-mobil tua, sebab klakson pada mobil tua hanya akan berbunyi ketika ditekan di titik tertentu.

    Dengan demikian, narasi yang diunggah oleh akun Twitter dengan nama pengguna “ComedyGee” tersebut dapat dikategorikan sebagai Satire/Parodi.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Khairunnisa Andini.

    Bukan huruf Braille. Faktanya, tanda timbul tersebut merupakan tanda yang sering ditemukan pada mobil-mobil tua untuk memudahkan pengemudi menemukan letak klakson mobil tanpa harus mengalihkan pandangan dari jalan.

    Rujukan

  • (GFD-2022-8952) Keliru, Klaim Penamaan Virus Covid-19 Varian Omicron Diambil dari Nama Bintang ke-15 dan Sinar UV Melindungi Indonesia dari Omicron

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 10/01/2022

    Berita


    Sebuah video pernyataan mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan yang mengklaim nama virus covid-19 varian Omicron diambil dari nama bintang ke 15 dan sinar Ultraviolet (UV) melindungi Indonesia dari virus varian ini beredar di facebook.
    Video in i diunggah akun Angelus Solapung II pada 19 Desember 2021 dengan menambahkan narasi:
    “Bersyukurlah Sinar UV (Ultraviolet) di Indonesia bisa menjadi tameng Virus Omicron. #TetapWaspadaTapiJanganPanik. #TetapProkes #KarenaVirusCoronaMasihMengintai #TetapJagaImanImunAman.Amin”.
    Dalam video itu Dahlan Iskan menyebutkan, nama virus Covid-19 varian Omicron diambil dari nama planet atau bintang ke 15 yang disebut Omicron. "Kebetulan Covid 19 varian ke 15 ini huruf O, maka dicarilah nama dengan huruf O. Tetapi karena virus ini kecil dan ada bintang ke 15 yang sudah diberi nama Omicron maka sekalian varian baru Covid-19 diberi nama Omicron. Juga karena harus mencari nama dari o kecil, karena sudah ada Omega, o besar. Nah o kecil itu dalam bahasa Yunani kan disebut Omicron. ," ujar Dahlan.
    Selain itu, Dahlan juga menjelaskan alasan di Indonesia virus Covid-19 varian omicron dinilainya tidak separah di negara lain. Menurut dia alasannya karena sinar ultraviolet (UV) yang menyinari Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain. Dahlan bahkan juga mengutip informasi dari seorang ahli virus yang disebutnya bernama Doktor Indro, yang menyampaikan bahwa tingkat sinar Ultraviolet di Indonesia berada pada tingkatan 8 hingga 10 dan tergolong panas. Kondisi ini dinilai yang menyebabkan penyebaran Covid-19 varian Omicron di Indonesia tidak separah negara lain yang juga panas tapi tingkat sinar UV-nya tak setinggi Indonesia.
    Lantas benarkah klaim-klaim terkait virus Covid-19 omicron yang disebutkan dalam video tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim dalam video tersebut, Tempo mula-mula menelusuri jejak digital terkait video tersebut sekaligus memeriksa  informasi terkait asal muasal penamaan  virus Covid-19 varian Omicron dan hubungannya dengan sinar UV dari sumber yang kredibel. 
    Hasilnya diketahui video tersebut identik dengan video yang diunggah akun instragram  @jambiekspres pada 17 Desember 2021. Akun ini menambah narasi “Asal Nama Omicron dan Kaitannya dengan UV. Berikut penjelasan Wartawan Senior sekaligus Founder Jambi Ekspres Bpk Dahlan Iskan. Video : Harian Disway”
    Klaim 1 : Penamaan Virus Covid-19 Varian Omicron Diambil Dari Nama Bintang ke 15
    Dilansir dari The New York Times, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebenarnya mulai menamai varian Covid-19 dengan menggunakan huruf Yunani. Omicron adalah varian Covid-19 yang muncul di Afrika Selatan dinamai berdasarkan huruf ke-15 dari alfabet Yunani. Sistem penamaan ini, yang diumumkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada bulan Mei, bertujuan untuk membuat komunikasi publik tentang varian Covid-19  lebih mudah dan tidak membingungkan.
    Misalnya, varian yang muncul di India tidak populer dengan nama B.1.617.2. Sebaliknya, itu dikenal sebagai Delta, huruf keempat dari alfabet Yunani. Sekarang ada tujuh "varian minat" atau "varian perhatian" dan masing-masing memiliki huruf Yunani.
    Beberapa varian lain dengan huruf Yunani tidak mencapai tingkat klasifikasi tersebut, dan WHO juga melewatkan dua huruf tepat sebelum Omicron - "Nu" dan "Xi" - yang mengarah ke spekulasi tentang apakah "Xi" dihindari untuk menghormati presiden China, Xi Jinping.
    “Nu, terlalu mudah dikacaukan dengan baru,” kata seorang juru bicara WHO, Tarik Jasarevic. "Dan 'Xi' tidak digunakan karena itu adalah nama belakang yang umum."
    Dia menambahkan bahwa praktik terbaik badan tersebut untuk penamaan penyakit menyarankan untuk menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional atau etnis."WHO telah mempromosikan sistem penamaan yang sederhana dan mudah diakses, tidak seperti nama ilmiah variannya, yang sulit untuk diucapkan dan diingat, dan rentan terhadap kesalahan pelaporan.
    Angela Rasmussen, seorang ahli virologi di Universitas Saskatchewan, mengatakan bahwa dia melakukan banyak wawancara dengan wartawan tahun ini. Sebelum sistem penamaan Yunani diumumkan banyak yang bingung dengan penjelasan tentang varian B.1.1.7 dan B.1.351. Adapun dua varian itu sekarang dikenal sebagai Alpha, yang muncul di Inggris dan Beta, yang muncul di Afrika Selatan.
    “Itu membuatnya sangat rumit untuk dibicarakan ketika Anda terus-menerus menggunakan sup alfabet dengan sebutan varian. Pada akhirnya orang-orang akhirnya menyebutnya varian Inggris atau varian Afrika Selatan,” katanya. Itulah alasan besar lainnya mengapa WHO pindah ke sistem penamaan Yunani.
    Dr. Rasmussen mengatakan: Konvensi penamaan yang lebih lama tidak adil bagi orang-orang di mana virus itu muncul. Agensi menyebut praktik menggambarkan varian berdasarkan tempat mereka terdeteksi sebagai "stigmatisasi dan diskriminatif." Praktik penamaan virus untuk wilayah juga secara historis menyesatkan. Ebola, misalnya, dinamai untuk sungai yang sebenarnya jauh dari tempat virus itu muncul.Dikutip dari usatoday, Pada bulan Mei, WHO mengumumkan akan menggunakan sistem baru untuk penamaan varian untuk menghindari kebingungan dan stigma ke negara-negara di mana varian pertama kali didokumentasikan. Nama ilmiah Omicron sendiri di bawah sistem Pango, dari kelompok Penugasan Filogenetik Bernama Global Outbreak, adalah B.1.1.529, yang menyampaikan informasi ilmiah tentang garis keturunannya.
    WHO mengatakan tujuan penggunaan alfabet Yunani adalah untuk memudahkan dan lebih praktis bagi komunitas non-ilmiah untuk membahas variannya. Menggunakan huruf Yunani sangat membantu ketika berkomunikasi dengan pasien atau anggota staf yang tidak terlatih dalam memahami aspek teknis dari perbedaan varian.
    Memanggil varian dengan nama negara juga dapat menimbulkan stigma yang tidak adil ketika varian tersebut mungkin tidak berasal dari negara tersebut dan baru pertama kali terdeteksi di sana.
    Afrika Selatan melaporkan kasus pertama varian omicron ke WHO pada 24 November. Infeksi pertama yang diketahui berasal dari sampel yang dikumpulkan pada 9 November, tetapi Botswana juga memiliki sampel yang dikumpulkan pada 11 November dengan varian yang ada. WHO mencantumkan "beberapa negara" untuk sampel terdokumentasi paling awal sebagai hasilnya.Penelusuran Tempo, informasi palsu terkait penamaan virus Covid-19 varian Omicrom juga pernah beredar pada pertengah Desember 2021. Sebelumnya penamaan virus Covid-19 varian Omicron sempat dikaitkan dengan nama sebuah video game buatan Microsoft (Bill Gates) pada tahun 1999. Klaim 2 :  Tingkat Sinar UV Tinggi Melindungi Indonesia Dari Virus Covid-19 Varian Omicron
    Dikutip dari Tirto, menurut Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, tidak ada hubungannya penyebaran virus Covid-19 varian Omicron dengan tingkat sinar ultraviolet di Indonesia. Omicron sendiri pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan yang punya cuaca panas seperti Indonesia. Yang jelas varian apapun hanya bisa dicegah dengan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan yang ketat dan deteksi dini kalau ada keluhan. Muhamad Fajri Addai, dokter Relawan Covid-19, seperti dilansir liputan6 mengatakan. tidak ada bukti ilmiah manapun yang menyebut varian Omicron tidak menyebar di Indonesia karena tingginya sinar ultraviolet. Faktanya di Singapura dan Malaysia yang negara tetangga Indonesia juga menyebar.  Banyak faktor yang bisa menyebabkan varian Omicron tidak menyebar seperti tingginya vaksinasi, atau di sini mungkin kekebalannya sudah tinggi atau mungkin karena tidak terdeteksi. Tapi bisa saja terjadi lonjakan lagi, tidak ada yang bisa menjamin.
    Di Indonesia sendiri meski memiliki cuaca yang tergolong panas, kasus  Covid-19 varian Omicron (B.1.1.529) seperti dikutip dari katadata, terpantau mengalami peningkatan. Hingga 5 Januari 2021, kasus Covid-19 Omicron di dalam negeri sudah mencapai 254 kasus. Berdasarkan data Newsnodes, jumlah ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi di Asia Tenggara.   Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebenarnya pernah menyarankan agar tidak menggunakan sinar Ultraviolet untuk membunuh virus. Radiasi ultraviolet (UV) sesungguhnya dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia, hewan, organisme laut, dan kehidupan tumbuhan. Pada manusia, peningkatan paparan sinar UV dapat menyebabkan kanker kulit, katarak, dan kerusakan sistem kekebalan.Sinar matahari diketahui mengandung tiga jenis UV. Pertama adal

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaaan fakta Tempo, klaim bahwa penamaan virus Covid-19 varian Omicron diambil dari nama bintang ke-15 dan sinar Ultraviolet (UV) melindungi Indonesia dari virus varian ini,keliru. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan penamaan varian Covid-19 seperti Omicron bukan didasarkan pada nama planet atau bintang ke-15, melainkan diambil dari alfabet Yunani demi menghindari kebingungan publik dan stigma. 
    Sementara untuk sinar UV dapat melindungi dari penyebaran virus Covid-19 varian Omicron hingga saat ini diketahui belum ada bukti ilmiah. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI menyatakan, cara mencegah penyebaran covid-19 varian Omicron hanya bisa dicegah dengan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan yang ketat dan deteksi dini kalau ada keluhan, bukan dengan sinar UV. Badan Kesehatan Dunia bahkan menyarankan untuk tidak menggunakan sinar UV karena dapat merusak kulit.
    TIM CEKFAKTA TEMPO

    Rujukan