• (GFD-2024-15302) Cek Fakta: Cak Imin Sebut 16 Juta Petani Hanya Miliki Tanah Setengah Hektar, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Cak Imin Sebut 16 Juta Petani Hanya Miliki Tanah Setengah Hektar,
    Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem.

    Artikel data berjudul "Jumlah Petani Gurem Indonesia Naik 18 persen dalam 10 Tahun Terakhir" yang dimuat databoks.katadata.co.id menyebutkan, jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.

    Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun blm disebutkan beberapa hektar.

    Kesimpulan

    Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun blm disebutkan beberapa hektar.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15301) Cek fakta, Gibran sebut terdapat lima juta "green jobs"

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Gibran menyebut terdapat 19 juta lapangan pekerjaan terbuka untuk anak muda dan perempuan, dan lima juta diantaranya “green jobs” yang berkaitan dengan peluang kerja pada bidang kelestarian lingkungan.

    Hasil Cek Fakta

    Jakarta (ANTARA/JACX)- Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka dalam debat keempat menyebut terdapat peluang lima juta green jobs.

    Gibran menyebut terdapat 19 juta lapangan pekerjaan terbuka untuk anak muda dan perempuan, dan lima juta diantaranya “green jobs” yang berkaitan dengan peluang kerja pada bidang kelestarian lingkungan.

    “Green jobs adalah peluang kerja masa kini dan masa depan,” kata Gibran dalam debat cawapres keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Ahad.

    Benarkah apa yang disampaikan Gibran tersebut?

    Penjelasan

    Perwakilan dari Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean, mengatakan terdapat perbedaan data untuk green jobs yang tersedia.

    Apabila menggunakan asumsi dari report LCDI yang diterbitkan oleh Bappenas, maka sampai 2030 akan ada kurang lebih 1,8 juta green jobs yang tersedia apabila pemerintah menerapkan target net zero sampai 2030.

    KPU telah menetapkan tiga pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut dua, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut tiga.

    Selepas debat pertama pada 12 Desember 2023, debat kedua 22 Desember 2023, dan debat ketiga 7 Januari 2024, KPU menggelar debat keempat yang mempertemukan para cawapres.

    Kesimpulan

    Apabila menggunakan asumsi dari report LCDI yang diterbitkan oleh Bappenas, maka sampai 2030 akan ada kurang lebih 1,8 juta green jobs yang tersedia apabila pemerintah menerapkan target net zero sampai 2030.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15300) CEK FAKTA: Gibran Sebut Indonesia Memiliki Cadangan Nikel Terbesar dan Cadangan Timah Nomor Dua Terbesar di Dunia

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar dan cadangan timah terbesar nomor dua di dunia. Hal tersebut disampaikan Gibran dalam debat cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada Minggu (21/1/2024) malam.

    “Kita harus bersyukur Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya di antaranya kita punya cadangan nikel terbesar di dunia timah terbesar nomor dua,” kata Gibran.

    Hasil Cek Fakta

    Dikutip dari Kompas.id, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Hingga 2022, Indonesia tercatat memiliki cadangan nikel sebesar 21 juta metrik ton. Cadangan nikel Indonesia hanya disamai oleh Australia yang memiliki cadangan sebesar 21 juta metrik ton. Setelah Australia dan Indonesia, negara yang juga memiliki cadangan nikel cukup besar adalah Brazil dengan cadangan di kisaran 16 juta metrik ton.

    Setelah Brazil, posisi keempar ditempati Rusia dengan cadangan sebesar 7,5 juta metrik ton. Kemudian, diikuti Kaledonia Baru yang memiliki cadangan sebesar 7,1 juta metrik ton. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, bahwa Indonesia memiliki cadangan logam timah terbesar nomor dua di dunia di bawah China. Dilansir Kompas.id, cadangan logam timah Indonesia saat ini yakni 2,23 juta ton, sebesar 91 persennya berada di Kepulauan Bangka Belitung.

    Kesimpulan

    Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Hingga 2022, Indonesia tercatat memiliki cadangan nikel sebesar 21 juta metrik ton. Cadangan nikel Indonesia hanya disamai oleh Australia yang memiliki cadangan sebesar 21 juta metrik ton

    Rujukan

  • (GFD-2024-15299) Cek Fakta Debat Cawapres, Mahfud MD: Food Estate di Indonesia Gagal, Rugi Dong

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Cawapres nomor urut 3 Pilpres 2024 Mahfud MD dalam sambutannya di debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) pada Minggu (21/1/2024), menyebut bahwa food estatedi Indonesia gagal.

    Tak hanya itu, menurut Mahfud MD, dalam proyek food estate,pemerintah tak terlihat melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan.

    “Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita,” ucapnya.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Masitoh Nur Rohmah, pernyataan Mahfud MD tersebut adalah benar.

    Menurutnya, food estate yang dilaksanakan mulai 2020 di Kalimantan Tengah dengan luas 30.000 hektare dari bekas proyek lahan gambut dapat dinyatakan gagal karena berbagai faktor:

    (1) terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya;

    (2) masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal;

    (3) pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan;

    (4) masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian;

    (5) tidak melibatkan masyarakat terkait pembangun an food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat.

    Hal senada juga disampaikan Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus Muhamad Iqbal yang menyebut menurut laporan BBC Indonesia (2023), food estatedi Kalimantan Tengah mengalami kegagalan.

    “600 hektare perkebunan singkong mengalami gagal panen, dan 17.000 hektar sawah baru tidak panen juga. Kegagalan diakibatkan perencanaan yang terlalu elitis hingga tidak ada partisipasi (bahkan terjadi penolakan) dari masyarakat,” ungkapnya.

    Pernyataan juga dibenarkan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad), Viktor Primana.

    Viktor mengatakan beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program food estate dilaporkan telah ditinggalkan.

    Investigasi lapangan pada 2022 dan 2023 menemukan semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah.

    “Para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah,” tulisnya.

    Program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan 1990an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon.

    Rujukan