• (GFD-2024-22283) [PENIPUAN] Arini Subianto Memberikan Uang Senilai 30 Juta Untuk Orang Yang Membutuhkan

    Sumber: TikTok.com
    Tanggal publish: 30/08/2024

    Berita

    Beredar sebuah video oleh akun TikTok “arini.subianto_real” yang diklaim milik Arini Subianto. Video tersebut menampilkan Arini sedang berbicara di depan media dan menyebutkan bahwa ini merupakan video TikTok pertamanya. Selaim itu ia juga akan memberikan uang senilai 30 juta bagi orang yang membutuhkan.

    NARASI:
    Assalamualaikum kepada semua, saya Arini Subianto. Kata orang saya adalah wanita terkaya di Indonesia, alhamdulillah ya. Untuk mengucap rasa syukur saya, saya akan membagikan 30 juta.Ini adalah akun TikTok pertama saya. Jadi siapapun yang ketahuan follow dan share, saya akan langsung transfer kamu ya. Asal kamu jujur dan uangnya jangan untuk foya-foya.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, video tersebut merupakan editan artificial intelligence (AI). Arini Subianto adalah seorang pengusaha asal Indonesia. Dan juga merupakan satu dari dua wanita terkaya di Indonesia pada tahun 2019 menurut majalah Forbes dengan nilai kekayaan sebesar 600 juta dolar AS

    Pada sebaran informasi di TikTok. Ditemukan video serupa pada akun YouTube IDN Times, yang diunggah pada bulan Januari 2020. Ia hadir di acara Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020.

    Sebagai CEO Persada Group, Arini Subianto, membeberkan kiat-kiat praktisnya menjalani hidup sebagai salah satu perempuan terkaya di Indonesia.

    Dengan demikian, video tersebut masuk dalam kategori konten yang dimanipulasi, serta akun TikTok tersebut bukan merupakan milik Arini Subianto.

    Kesimpulan

    Hasil periksa fakta Arief Putra Ramadhan.

    Video tersebut merupakan editan artificial intelligence (AI). Video serupa pada akun YouTube IDN Times, yang diunggah pada bulan Januari 2020. Ia hadir di acara Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22282) Cek fakta, undangan terbuka pendaftaran Anies di Pilkada Jakarta 2024

    Sumber:
    Tanggal publish: 29/08/2024

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah poster digital beredar di media sosial yang menarasikan undangan terbuka pendaftaran ke KPUD Jakarta untuk Anies Baswedan mendaftarkan diri sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta.

    Dalam poster tersebut juga terdapat empat partai pengusung yakni PKB, Partai Ummat, Partai Buruh dan Hanura. Pendaftaran dilaksanakan pada hari terakhir 29 Agustus 2024.

    Namun, benarkah undangan terbuka pendaftaran Anies di Pilkada Jakarta 2024 tersebut?

    Hasil Cek Fakta

    Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq menegaskan bahwa partainya sampai dengan saat ini tidak mengalihkan dukungan kepada Anies Baswedan pada Pilkada Jakarta 2024.

    "Sampai saat ini memang PKB masih tetap ikut dengan KIM Plus dan belum ada perubahan sama sekali. Jadi kalau ada pernyataan bahkan ada beberapa meme yang menyatakan bahwa kita kembali berlabuh kepada pasangan selain KIM Plus, itu dipastikan hoaks,” kata Maman, dilansir dari ANTARA.

    Sebagai informasi, syarat minimal ambang batas pencalonan oleh partai politik maupun gabungan partai politik di Jakarta untuk mengusung calon gubernur dan wakil gubernur, yaitu memiliki 454.885 suara sah (7,5 persen).

    KPU Jakarta telah menerima data 13 partai pendukung bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Ridwan Kamil dan Suswono yang masuk ke aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

    Ketiga belas partai tersebut yakni, Partai NasDem, PKS, PAN, PKB, Golkar, Partai Gerindra, PPP, Partai Demokrat, Perindo, Partai Garuda, PBB, PSI, dan Partai Gelora.

    Kemudian, satu partai pendukung bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno yang masuk ke aplikasi Silon adalah PDIP.

    Adapun masih tersisa 4 partai lagi yang belum memberikan dukungannya, yaitu Partai Buruh, PKN, Partai Ummat, dan Hanura.

    PKN sendiri sedang menyiapkan dukungan penuh terhadap Ridwan Kamil-Suswono. Sehingga, apabila Partai Buruh, Partai Ummat, dan Partai Hanura ingin membangun koalisi baru untuk mengusung Anies, total suara ketiga partai itu hanya mencapai 152.777 suara.

    Artinya, mereka masih membutuhkan 302.108 suara lagi. Apabila tidak terpenuhi, Anies Baswedan tidak bisa maju di Pilkada Jakarta.

    KPU DKI menegaskan partai politik (parpol) tak bisa menarik dukungan usai mendaftarkan pasangan calon (paslon) bakal calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta.

    "Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota," kata Ketua Bidang Teknis Penyelenggara KPU DKI Jakarta Dody Wijaya, dilansir dari ANTARA.

    Hingga saat ini, belum ada informasi mengenai pendaftaran Anies Baswedan jelang penutupan calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Pilkada DKI Jakarta.

    Pewarta: Tim JACX

    Editor: Indriani

    Copyright © ANTARA 2024

  • (GFD-2024-22281) [KLARIFIKASI] Tidak Benar The Economist Hapus Bendera Palestina pada Sampul Majalah

    Sumber:
    Tanggal publish: 29/08/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar unggahan yang mengeklaim, majalah The Economist menghapus bendera Palestina pada foto demontsrasi anti-pemerintah di Bangladesh.

    Namun, setelah ditelusuri, klaim tersebut keliru.

    Narasi yang mengeklaim The Economist menghapus bendera Palestina pada foto demonstrasi anti-pemerintah di Bangladesh dibagikan oleh akun Facebook ini, ini dan Instagram ini.

    Akun tersebut menyandingkan sampul majalah The Economist dan foto demonstrasi di Bangladesh yang menampilkan bendera Palestina. 

    Salah satu akun menuliskan keterangan demikian:

    The Economist menjadi sorotan setelah netizen menemukan bahwa bendera Palestina dihilangkan dari foto yang menggambarkan pemberontakan di Bangladesh.Foto asli yang diunggah di media X menunjukkan bendera Palestina di samping bendera Bangladesh, tetapi dalam versi terbitan, bendera Palestina tidak ditampilkan.Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa sampul tersebut telah diedit, memicu diskusi di kalangan masyarakat online.#Bournepost #TheBournePost

     

    Akun Facebook Tangkapan layar Facebook narasi yang menyebut The Economist menghapus bendera Palestina dalam sampul majalah mereka

    Hasil Cek Fakta

    Dikutip dari AFP, foto tersebut juga dipublikasikan oleh mereka pada 5 Agustus 2024, setelah Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina digulingkan.

    Dalam foto aslinya hanya terdapat bendera Bangladesh, tidak ada bendera Palestina. 

    Fotografer yang mengambil foto itu, K M Asad mengatakan, bendera Palestina tidak ada dalam foto yang digunakan sebagai sampul majalah The Economist.

    Melalui unggahan di Instagramnya Asad menegaskan, foto itu tidak disunting oleh The Economist.

    “Saya dapat meyakinkan Anda bahwa ketika saya berada di tempat itu, tidak ada seorang pun di sana dengan dua bendera yang tergantung dan 'The Economist' tidak mengedit foto tersebut,” tulis Asad. 

    Juru bicara The Economist menjelaskan bahwa foto itu bukan hasil rekayasa.

    “ini bukanlah foto yang telah diubah,” kata juru bicara The Economist. 

    Meski begitu dalam demonstrasi anti-pemerintah di Bangladesh, pada 5 Agustus, terdapat masyarakat yang mengibarkan bendera Palestina.

    Foto tersebut bisa dilihat pada jepretan kamera K M Asad yang ada di laman Getty Image ini.

    Kesimpulan

    Klaim bahwa The Economist menghapus bendera Palestina pada sampul majalah mereka adalah hoaks.

    Fotografer yang mengambil foto untuk sampul majalah The Economist memastikan tidak ada bendera Palestina dalam peristiwa itu.

    Rujukan

  • (GFD-2024-22280) [HOAKS] Bill Gates dan WHO Perintahkan Militer Tangkap Penolak Vaksin

    Sumber:
    Tanggal publish: 29/08/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Beredar narasi yang mengeklaim pendiri Microsoft, Bill Gates, dan Badan Kesehatan Dunia atau WHO memerintahkan militer menangkap para penolak vaksin.

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.

    Narasi Bill Gates dan WHO memerintahkan penangkapan penolak vaksin dibagikan oleh akun Facebook ini pada 3 Agustus 2024.

    Berikut narasi yang dibagikan:

    Bill Gates dan WHO Serukan Militer untuk Menangkap Penolak Vaksin mRNA Selama Pandemi Flu Burung

    Bill Gates telah bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia dalam menyerukan agar para penolak vaksin ditangkap oleh militer dan disuntik paksa dengan mRNA selama pandemi berikutnya.

    Gates dan WHO telah memerintahkan pemerintah untuk meletakkan dasar guna memobilisasi militer karena mereka mengklaim bahwa skeptisisme vaksin adalah "tercela secara moral" dan penolakan vaksin adalah "tindakan agresi" yang harus dihadapi dengan kekerasan.

    Hasil Cek Fakta

    Setelah ditelusuri, narasi tersebut bersumber dari artikel yang dipublikasikan di situs The People's Voice. Situs tersebut diketahui telah berulang kali menyebarkan disinformasi.

    Narasi WHO memerintahkan militer menangkap penolak vaksin dibantah oleh Maria Van Kerkhove, epidemiologis yang bekerja dengan badan tersebut, pada 3 Agustus 2024.

    "Kebohongan menyebar di media sosial. WHO tidak memiliki wewenang untuk menahan siapa pun. Klaim bahwa WHO bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan hal ini adalah salah dan berbahaya," tulis Van Kerkhove di X (Twitter).

    Seorang juru bicara WHO juga mengatakan kepada AFP dalam sebuah email, pada 5 Agustus 2024, bahwa narasi tersebut tidak benar dan merupakan disinformasi yang berbahaya.

    Juru bicara tersebut mengatakan, WHO tidak memiliki wewenang dan tidak pernah mengusulkan pelibatan militer. 

    "Itu adalah kewenangan negara-negara anggota untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan terkait kesehatan bagi penduduknya," demikian pernyataan WHO.

    Yayasan Gates juga mengonfirmasi kepada AFP bahwa narasi tersebut tidak benar.

    Kesimpulan

    Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi soal Bill Gates dan WHO memerintahkan penangkapan penolak vaksin adalah hoaks.

    Narasi itu bersumber dari sebuah situs yang kerap menyebarkan disinformasi. Narasi tersebut telah dibantah oleh WHO dan Yayasan Gates.

    Rujukan