• (GFD-2023-14475) Cek Fakta: Klaim Anies Baswedan soal Mega Suryani Dewi Korban Pembunuhan, Benarkah?

    Sumber: liputan6.com
    Tanggal publish: 12/12/2023

    Berita

    Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden nomor urut satu Anies Baswedan menyebut nama Mega Suryani Dewi sebagai korban KDRT yang akhirnya meninggal dunia karena laporannya tidak ditindaklanjuti oleh polisi. Anies Baswedan menyampaikan dalam debat capres 2024 pertama yang digelar Selasa (12/12/2023) di Jakarta.
    Penelusuran Fakta
    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim tersebut dan menemukan artikel yang menjelaskan klaim tersebut. Artikel itu diunggah oleh Liputan6.com pada 12 September 2023 dengan judul "Kisah Pilu Mega Suryani Dewi, Ibu Muda yang Dibunuh Suami Sendiri".
    Berikut isi artikelnya:
    "Liputan6.com, Bandung - Baru-baru ini masyarakat digegerkan dengan kabar tewasnya seorang ibu muda di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Ibu muda berusia 24 tahun itu diketahui dibunuh oleh suaminya sendiri menggunakan pisau dapur.
    Publik terutama warganet mulai memperhatikan kisah pilu dari korban yang diketahui mempunyai nama Mega Suryani Dewi (24). Pelaku dari pembunuhannya adalah sang suami bernama Nando (25).
    Keduanya diketahui mempunyai dua anak yang masih berusia balita. Adapun kejadian pembunuhan tersebut terjadi di rumah kontrakannya di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
    Sebelumnya, pasangan suami istri tersebut sempat terlibat cekcok. Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusnawati menjelaskan, pelaku tega melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan alasan tersulut emosi. Sehingga, keduanya sempat beradu mulut terkait permasalahan rumah tangga.
    "Kejadian ini sama sekali tidak direncanakan. Murni emosi sesaat antar suami istri, cekcok adu mulut," kata Rusnawati dalam konferensi pers di Mapolsek Cikarang Barat.
    Pihak kepolisian mengatakan, insiden pembunuhan tersebut terjadi pada Kamis (7/9/2023) malam. Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku sempat menampar korban.
    Kemudian, pelaku menyeret korban menuju dapur sampai akhirnya mengambil pisau dapur.
    "Korban ditarik ke dapur pakai tangan kiri. Tangan kanan mengambil pisau dapur, lalu menyayat leher korban," ujar Rusnawati.
    Akibat tindakannya, tersangka disangkakan Pasal 339 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 5 jo Pasal 44 ayat (3) tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup. 
    Pasangan ini diketahui baru menikah tiga tahun dan dikaruniai dua anak. Anak pertama mereka berusia tiga tahun dan anak kedua berusia 18 bulan.
    Adapun saat kejadian tersebut, kedua anak korban dan pelaku berada di dalam rumah, tetapi berada di ruangan berbeda.
    "Anaknya tidak menyaksikan, ada sekatnya. Anaknya berada di depan jadi tidak menyaksikan," kata Rusnawati.
    Kedua anak balita tersebut diketahui masih belum tertidur dan tidak sampai melihat pembunuhan ibunya. Namun, dikarenakan rumah yang kecil, sisa darah yang menetes sempat dimainkan oleh sang anak yang berusia 3 tahun.
    "Kan rumahnya kecil, kebetulan anaknya belum tidur. Jadi ada sisa darah yang menetes dan dimainkan anaknya," ujar Rusnawati.
    Pemilik kontrakan M (41) mengatakan, sebelum terjadi pembunuhan tersebut pelaku dan korban sempat terlibat cekcok. Bahkan pelaku sempat dilaporkan ke polisi dengan kasus KDRT pada awal Agustus lalu.
    "Awal Agustus suaminya (pelaku) dilaporkan istrinya (korban) ke polisi kasus KDRT," ujar M.
    Adapun keduanya telah mengontrak di rumah tersebut sejak tiga bulan lalu dan dikenal sebagai pasangan yang sama-sama bekerja.
    Pelaku bekerja di salah satu pabrik di kawasan Industri MM2100 dan merangkap sebagai pengemudi ojek online. Sedangkan, sang istri bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta.
    "Dua-duanya kerja, habis kerja dia ojek online juga, istrinya kerja juga di Jakarta, mereka ngontrak baru sekitar tiga bulan," jelas M."

    Hasil Cek Fakta

    Rujukan

  • (GFD-2023-14474) Sebagian Benar, Klaim Anies Rakyat Tidak Percaya Proses Demokrasi di Indonesia

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/12/2023

    Berita


    Calon Presiden Nomor Urut 2, Anies Baswedan menyebut bahwa rakyat tidak percaya proses demokrasi yang tengah terjadi di Indonesia. Hal tersebut disampaikan mantan Gubernur Jakarta ini pada acara Debat Capres-Cawapres Pemilu 2024 yang diselenggarakan KPU, Selasa, 12 Desember 2023.
    "Saya rasa lebih dari sekedar partai politik. Rakyat tidak percaya pada proses demokrasi yang sekarang terjadi," katanya.

    Hasil Cek Fakta


    Executive Director at Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar mengatakan bahwa pada Februari 2023 Indeks Demokrasi Indonesia berada pada peringkat 54 dari 167 negara dengan skor 6,71. "Skor ini sama dengan indeks demokrasi di tahun 2021. Namun peringkat Indonesia turun dari 52 ke 54," kata Dio Ashar, Selasa, 12 Desember 2023.
    Dikutip dari penelitian Universitas Padjadjaran, Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Dr. Caroline Paskarina, M.Si, menyatakan bahwa kualitas demokrasi Indonesia pada 2021 menurun dibandingkan 2019 berdasarkan data Indeks Demokrasi Indonesia Badan Pusat Statistik.
    Penurunan demokrasi ini merupakan fenomena global (dalam 15 tahun terakhir) yang terjadi juga di Indonesia,” kata Carol pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Outlook Sosial Politik 2022” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu, 8 Januari 2022.
    Ada banyak riset yang menjabarkan penyebab penurunan demokrasi tersebut. Beberapa di antaranya laporan rutin The Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia, dan 2021 Democracy Report yang menunjukkan pengurangan signifikan kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan. Penurunan kualitas tersebut menunjukkan pergeseran pola demokrasi Indonesia, yang semula demokrasi elektoral menjadi demokrasi yang cacat (flawed democracy). “Ini berarti bahwa demokrasi elektoral melalui pemilu tidak menjadi melahirkan pemimpin yang mampu sejahterakan rakyat,” ujarnya.
    KataData melansir, dalam indeks EIU, Indonesia menduduki peringkat ke-52 dunia dengan skor 6,71. The Economist Intelligence Unit (EIU), juga mengelompokkan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang cacat (flawed democracy). Menurut EIU, negara dengan demokrasi cacat umumnya sudah memiliki sistem pemilu yang bebas dan adil, serta menghormati kebebasan sipil dasar.
    Indeks Demokrasi EIU dihitung berdasarkan lima indikator, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil. Indeks ini berupaya memberi gambaran tentang keadaan demokrasi di 165 negara, yang mencakup hampir seluruh populasi global dan sebagian besar negara bagian di dunia.
    Namun, negara dalam kelompok 'cacat' ini masih memiliki masalah fundamental seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang anti kritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal.
    Meski masih tergolong 'cacat', indeks demokrasi Indonesia sudah naik 12 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-64 dunia. Menurut survei Edelman Trust Barometer tahun 2022, tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi menduduki di peringkat ketiga dunia, melampaui negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. 

    Kesimpulan


    Klaim Anies bahwa rakyat tidak percaya proses demokrasi yang tengah terjadi di Indonesia, adalah sebagian benar. 
    The Economist Intelligence Unit (EIU), juga mengelompokkan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang cacat (flawed democracy). Namun berdasarkan survei Edelman Trust Barometer, tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi meningkat, bahkan melampaui negara-negara maju.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2023-14473) Menyesatkan, Klaim Prabowo Masalah Papua Akibat Gerakan Separatisme dan Campur Tangan Asing

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/12/2023

    Berita


    Calon Presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengatakan bahwa masalah Papua terjadi karena gerakan separatisme, ada campur tangan asing, dan ada kekuatan tertentu.
    “Masalah Papua, adalah rumit karena di situ terjadi suatu gerakan separatisme. Separatisme ini kita sudah ikuti sudah cukup lama, ada campur tangan asing di situ,” ujar Prabowo saat debat capres pertama di KPU, 12 Desember 2023.. 

    Hasil Cek Fakta


    Menurut menurut Dosen Fakultas Hukum, Unika Atma Jaya, Asmin Fransiska, melihat isu Papua dari kacamata kekerasan seperti terorisme dan separatisme merupakan pandangan yang tidak tepat. Ia menegaskan, kasus kekerasan di Papua justru yang paling banyak korbannya adalah masyarakat sipil. 
    “Apa yang direspon terhadap papua yaitu keterkaitan konflik di papua dengan terorisme, merupakan pembelokan atas isu Papua, yaitu pelanggaran HAM atas prinsip kebebasan, yaitu Kebebasan dari diskriminasi dan bebas dari kekerasan,” ujarnya.
    Komnas HAM memberikan data kasus kekerasan yang justru korbannya adalah masyarakat sipil. Dikutip dari Jubi.id, Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2022, setidaknya terdapat 46 kasus kekerasan di Papua. Komnas HAM terus mendorong berbagai upaya penyelesaian kekerasan di Papua, termasuk melalui dialog damai.
    Laporan Human Rights Monitoring tahun 2022 menyatakan bahwa setiap tahun tanggal 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia, aparat keamanan membubarkan demonstrasi damai dan orasi untuk memperingati peristiwa bersejarah tersebut. 
    Namun, peningkatan terbesar dalam pelanggaran kebebasan berkumpul, berekspresi, dan penahanan sewenang-wenang disebabkan oleh intervensi polisi sebelum dan selama perayaan Hari Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember. HRM menerima informasi tentang 110 penangkapan sewenang-wenang di empat lokasi antara 8 dan 10 Desember 2023.
    Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri dikutip dari Kompas.com, mengatakan, ada empat akar masalah di Papua yang belum terselesaikan oleh pemerintah. Aisah mengatakan, diskriminatif dan rasisme salah satu permasalahan yang baru-baru ini terbukti terjadi di Jawa Timur.
    Kedua,  terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai. "Tapi sampai saat ini pelanggaran HAM yang terjadi di Wasior, Wamena, Paniai ini belum terselesaikan. Dan itu terjadi di era reformasi," ujarnya.
    Ketiga, pemerintah dinilai gagal melakukan pembangunan di Papua. Ia mengatakan, pihaknya menemukan kondisi kemiskinan di Papua semakin tinggi terutama di wilayah kabupaten dan kota. "Ini Ironi sebenarnya, karena Otsus (Otonomi Khusus) sudah berjalan hampir 30 tahun, tapi kok enggak ada perubahan padahal Otsus itu untuk Orang Asli Papua (OAP)," tuturnya.
    Terakhir, menurut Aisah, pemerintah selalu menghindari perdebatan tentang status dan sejarah politik Papua. Ia pun mengatakan, permasalahan itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua untuk meluruskan sejarah yang tidak pernah selesai.

    Kesimpulan


    Klaim Prabowo bahwa masalah Papua akibat gerakan separatisme dan campur tangan asing adalah menyesatkan. 
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2023-14472) Benar, Klaim Anies Baswedan soal Indeks demokrasi dan Kebebasan Berbicara di indonesia Menurun

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 12/12/2023

    Berita


    Di Indonesia, kebebasan bicara dinilai menurun. Selain itu, Indeks demokrasi juga menurun. Hal tersebut disampaikan Anies Baswedan  pada forum Debat Pertama Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024, Selasa, 12 Desember 2023
    “Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun termasuk mengkritik partai politik dan angka demokrasi kita menurun, indeks demokrasi kita. Bahkan pasal-pasal yang memberikan kewenangan untuk digunakan secara karet kepada pengkritik, UU ITE, atau pasal 14, 15, UU No.1 tahun 1946 itu membuat semua kebebasan bicara menjadi terganggu.” kata Anies.

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan data BPS, indeks demokrasi di Indonesia memiliki kecenderungan turun sejak 2017. Namun sempat naik kembali pada 2019, meski tidak signifikan. Kemudian turun kembali di 2021.
    Pada Februari 2023, berada pada peringkat 54 dari 167 negara dengan skor 6,71. Skor ini sama dengan Indeks Demokrasi di tahun 2021. Namun peringkat indonesia turun dari 52 ke 54
    Penuruan kualitas tersebut menunjukkan pergeseran pola demokrasi Indonesia, yang semula demokrasi elektoral menjadi demokrasi yang cacat (flowed democracy). 
    “Ini berarti bahwa demokrasi elektoral melalui pemilu tidak menjadi melahirkan pemimpin yang mampu sejahterakan rakyat,” kata Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Dr. Caroline Paskarina, M.Si seperti dikutip di situs resmi Unpad.
    Laporan rutin The Economist Intelligence Unit (EIU) juga menyebutkan, Indeks Demokrasi Indonesia dan 2021 Democracy Report yang menunjukkan pengurangan signifikan kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan.
    Lembaga SETARA Institute bersama INFID mengungkapkan bahwa subindikator kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam indeks hak asasi manusia (HAM) mengalami penurunan selama lima tahun terakhir.
    Peneliti SETARA Institute Sayyidatul Insiyah mengatakan bahwa angka kebebasan berekspresi dan berpendapat selama 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai angka dua. Sebelumnya, pada tahun 2019 (1,9), 2020 (1,7), 2021 (1,6), 2022 (1,5), dan 1,3 pada indeks HAM 2023.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan Tempo, klaim bahwa Masalah utama Papua, tidak ada keadilan adalah BENAR.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia

    Rujukan