(GFD-2023-12493) Keliru, Video Berisi Klaim Penangkapan Sri Mulyani
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 01/05/2023
Berita
Sebuah akun Facebook membagikan video berjudul ‘Sri Mulyani Pasrah Saat Dijemput Paksa Tim Aparat’. Pada unggahan tersebut terdapat gambar dengan potongan wajah mirip Sri Mulyani mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye dan diapit petugas Kepolisian.
Narator dalam video tersebut membahas penangkapan Sri Mulyani terkait dugaan pencucian uang senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan.
Sejak diunggah pada 26 April 2023, video ini mendapat 1,6 ribuan tanggapan, 509 komentar dan 121 ribu kali tayang. Namun, benarkah ini video Sri Mulyani saat ditangkap?
Hasil Cek Fakta
Hasil penelusuran menggunakan Google Reverse Image dan Yandex, foto yang mirip Sri Mulyani tersebut adalah hasil suntingan. Faktanya, gambar itu adalah momen saat Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan tersangka investasi bodong MeMiles. Foto aslinya pernah dimuat oleh Kumparan pada 6 Januari 2020 berjudul “Warga Cibinong Tertipu Rp 26 Juta Akibat Investasi Bodong MeMiles”.
Pengungkapan investasi bodong MeMiles ini bermula dari patroli siber dan kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak Agustus 2019, OJK telah mendeteksi investasi MeMiles bodong. Terhitung selama 8 bulan beroperasi, MeMiles sudah memiliki member 264 ribu orang. Setiap member diwajibkan mengunggah dan mendaftar di aplikasi MeMiles. Setelah registrasi, member diminta top-up dana investasi. Nominalnya beragam, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 200 juta.
Hingga artikel ini diturunkan, tidak ada penangkapan terhadap Sri Mulyani. Pun Mahfud MD juga tidak memperkarakan Sri Mulyani, seperti yang diklaim pembuat konten video tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, pada Kamis, 27 April 2023 mengatakan, pemerintah besok akan rapat dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menyelidiki transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
“Satgas TPPU ya untuk kasus pencucian uang itu, besok akan dirapatkan,” ujar Mahfud dikutip dari KompasTV.
Mahfud juga mengkonfirmasi bahwa Satgas TPPU akan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai sebagai penyidik, karena hal itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, video berisi klaim tentang penangkapan Sri Mulyani ditangkap, adalah keliru.
Video penangkapan tersebut tidak ada kaitannya dengan Sri Mulyani. Karena yang sebenarnya, itu merupakan proses pemaparan kasus investasi ilegal yang dipaparkan oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 3 Januari 2020.
Rujukan
- https://www.facebook.com/Golliat456/videos/886897665749239/
- https://kumparan.com/kumparannews/warga-cibinong-tertipu-rp-26-juta-akibat-investasi-bodong-memiles-1saclvkOj06/full
- https://www.kompas.tv/article/401755/usut-transaksi-janggal-rp349-t-di-kemenkeu-ini-langkah-mahfud-md
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
(GFD-2023-12492) Keliru, Klaim Pandemi Terjadi Setiap 100 Tahun Sekali
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 01/05/2023
Berita
Sebuah akun media sosial Instagram membagikan video pendek berjudul “Pandemi yang Terjadi Setiap 100 Tahun Sekali”.
Konten video tersebut menampilkan sejumlah gambar tentang wabah penyakit yang terjadi di dunia dan tahun kejadiannya. Dimulai dari The Great Plague of Marseille (1720), Cholera Outbreak (1820), The Spanish Flu (1920), hingga Covid-19 (2020).
Sejak diunggah pada 18 April 2023, video tersebut sudah disukai 2.729 pengguna. Namun benarkah klaim bahwa pandemi terjadi setiap 100 tahun sekali?
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi klaim tersebut dengan mencari rujukan media-media kredibel. Ditemukan bahwa narasi yang sama sudah beredar di tahun 2020.
Dikutip dari AFP, wabah yang tercantum diberi tahun yang tidak akurat dan dikarakterisasi secara salah.
"Wabah Hitam" atau disebut The Great Plague of Marseille misalnya, pertama kali terjadi antara tahun 1347 hingga 1351, sekitar 400 tahun sebelum tahun yang ditunjukkan, menurut laporan dari Institut Riset Genom Manusia Nasional AS. Wabah itu juga disebabkan oleh bakteri, bukan virus, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pandemi kolera telah terjadi enam kali antara tahun 1817 dan 1923, juga disebabkan oleh bakteri, bukan virus, menurut laporan di The Lancet, sebuah jurnal medis peer-review. Pandemi kolera ketujuh dan berkelanjutan dimulai pada tahun 1961. Flu Spanyol terjadi pada tahun 1918, dua tahun lebih awal dari tanggal di dalam unggahan di atas.
AFP menyebutkan tentang tujuh epidemi besar lainnya yang terjadi pada abad sebelumnya termasuk Ebola, SARS, dan AIDS, yang tidak sesuai dengan pola yang tidak disebutkan dalam narasi tersebut.
Sebuah artikel di situs PolitiFact.com juga menyatakan hal serupa bahwa wabah yang diklaim tersebut bukanlah pandemik. Banyak pandemi lainnya telah terjadi tanpa sinkronisitas tersebut.
Berikut rincian dari empat wabah yang disebutkan dalam unggahan di tersebut:
The Great Plague of Marseille (1720-1722)
Wabah demam menular yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan dari hewan pengerat ke manusia melalui gigitan kutu yang terinfeksi, menyebabkan beberapa pandemi terburuk dalam sejarah, menurut Britannica.com.
Apa yang dikenal sebagai Wabah Besar Provence atau Wabah Besar Marseille telah menewaskan sebanyak 126.000 orang di Prancis selatan mulai tahun 1720, menurut sebuah artikel oleh Cindy Ermus, seorang profesor sejarah di Universitas Texas di San Antonio yang menulis buku tentang wabah. Tetapi karena episode wabah ini sebagian besar terjadi di Prancis, maka itu bukanlah pandemi.
Cholera Outbreak (1817)
Pandemi kolera pertama dimulai tiga tahun sebelum postingan tersebut diklaim. "Sejak pertama kali menyebar dari Kalkuta di sepanjang Delta Gangga pada tahun 1817, penyakit ini telah membunuh jutaan orang," kata Robert Wood Johnson Foundation, yang mendukung penelitian dan program kesehatan.
Selama wabah kolera Broad Street 1854 di Distrik Soho London, menurut Dokter Inggris John Snow, berdasarkan teorinya bahwa kolera ditularkan melalui paparan air yang terkontaminasi. "Menggunakan wawancara ekstensif dan peta yang diplot dengan rumit untuk melacak sumber wabah ke satu pompa air. Menonaktifkan pompa mengakhiri wabah, dalam contoh pedih dari intervensi kesehatan masyarakat awal yang efektif."
Flu Spanyol (1918-1919)
Pandemi influenza ini dimulai dua tahun sebelum tahun yang diklaim oleh postingan tersebut dan lebih tepat disebut "The Great Influenza" oleh sejarawan modern.
“Pandemi disebabkan oleh virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Meskipun tidak ada konsensus universal mengenai dari mana virus itu berasal, virus itu menyebar ke seluruh dunia selama 1918-1919," menurut Center for Disease Control and Prevention.
Di Amerika Serikat, pertama kali diidentifikasi pada personel militer pada musim semi 1918. Diperkirakan sekitar 500 juta orang atau sepertiga populasi dunia terinfeksi virus ini. Jumlah kematian diperkirakan setidaknya 50 juta di seluruh dunia dengan sekitar 675.000 terjadi di Amerika Serikat.
“Itu disebut flu Spanyol bukan karena berasal dari Spanyol, tetapi karena pada masa itu adalah Perang Dunia I, dan Spanyol adalah satu-satunya negara yang jujur ????tentang jumlah korban yang ditimbulkan oleh pandemi di negara itu," menurut artikel Washington Post tentang pandemi paling mematikan. dalam sejarah.
Virus Corona (2019-2020)
Postingan tersebut kurang lebih tepat mengatakan pandemi ini dari tahun 2020. Covid-19 dapat ditelusuri kembali setidaknya hingga 31 Desember 2019. Yakni ketika pemerintah di Wuhan, Cina, mengkonfirmasi bahwa otoritas kesehatan merawat lusinan kasus pneumonia dari penyebab yang tidak diketahui. Delapan hari kemudian, China mengidentifikasi virus corona jenis baru. Kasus virus corona pertama di Amerika Serikat dikonfirmasi pada 21 Januari 2020.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020 serta menyebutnya sebagai pandemi pertama yang disebabkan oleh virus Corona.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta, video pendek berisi klaim pandemi terjadi setiap 100 tahun sekali adalah keliru.
Tahun terjadi empat wabah yang diangkat yaitu tahun 1720, 1820, 1920 dan 2020 tidak akurat. Contoh pertama bukanlah pandemi dan yang kedua dan ketiga dimulai beberapa tahun sebelumnya. Klaim tersebut mengabaikan bahwa banyak pandemi lain selama beberapa abad yang tidak terjadi dalam pola yang begitu rapi.
Rujukan
- https://www.instagram.com/reel/CrKUOPngwPc/
- https://www.instagram.com/reel/CrKUOPngwPc/%20%20%20
- https://factcheck.afp.com/health-experts-dismiss-false-claim-covid-19-fits-pattern-viral-outbreaks-every-100-years
- https://www.politifact.com/factchecks/2020/apr/09/facebook-posts/pandemics-covid-havent-hit-exactly-every-100-years/
- https://www.cdc.gov/flu/pandemic-resources/1918-pandemic-h1n1.html
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
(GFD-2023-12491) Cek Fakta: Hoaks Artikel Sebut PDIP Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu
Sumber: liputan6.comTanggal publish: 30/04/2023
Berita
Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial postingan artikel yang menyebut PDIP tidak butuh suara umat Islam dalam Pemilu. Postingan itu beredar sejak pekan lalu.
Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 26 April 2023.
Dalam postingannya terdapat artikel berjudul "Suara Melimpah, PDI Perjuangan Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu"
Lalu benarkah postingan artikel yang menyebut PDIP tidak butuh suara umat Islam dalam Pemilu?
Hasil Cek Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dengan memasukkan kata kunci "Suara Melimpah, PDI Perjuangan Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu" di mesin pencarian Google.
Hasilnya ada artikel yang identik dengan postingan. Artikel itu diunggah pada 28 April 2022 pukul 18.44 WIB atau sama dengan postingan oleh Lamongantoday.pikiran-rakyat.com.
Nama penulis dan gambar yang digunakan juga identik yakni Nugroho dan foto Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun dalam artikel asli berjudul "Suara Melimpah, PDI Perjuangan Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu, Cek Fakta".
Berikut isi artikelnya:
"LAMONGAN TODAY - Beredar narasi bahwa Suara Melimpah, PDI Perjuagan Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu.
Adapun narasi Suara Melimpah, PDI Perjuagan Tak Butuh Suara Umat Islam dalam Pemilu sebagai berikut:
“Viralkan…. dari kesombongan
PDIP TIDAK BUTUH SUARA UMAT ISLAM
KETUM pdi-p megawati soekarno putri”
Akun Twitter kasep MUHIBIN (@Kasep91150177) mengunggah cuitan berupa foto baliho yang berisi pesan bahwa PDIP tidak butuh suara umat islam bersama dengan beberapa logo partai lain.
Seperti PKB, PPP, Hanura, Golkar, Nasdem, dan Perindo.
Cuitan yang diunggah pada 20 April 2022 telah mendapat atensi berupa 18 retweet dan 30 suka.
Berdasarkan hasil penelusuran, foto baliho tersebut adalah hasil suntingan dari baliho berlogo Pemerintahan Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat.
Foto asli dari baliho yang pernah diunggah oleh akun Facebook Turiesno Aris pada 11 November 2017 berisi pesan istri kepada suami untuk mencari rezeki yang halal.
Baliho asli ini kemudian disunting sedemikian rupa setelah adanya pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang tidak takut ditinggal para pemilih dari kalangan muslim karena mendukung pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas menjadi undang-undang di tahun 2017.
Sebagai tambahan, hoaks yang sama pernah dibahas dalam artikel Turn Back Hoax berjudul [DISINFORMASI] “Billboard Bertuliskan PDIP Tidak Butuh Suara Umat Islam” yang terbit pada 19 Desember 2017.
Dengan demikian, cuitan akun Twitter dikategorikan sebagai Konten yang Dimanipulasi.
Faktanya, foto tersebut merupakan hoaks yang telah beredar sejak tahun 2017. Foto tersebut merupakan hasil suntingan dari baliho berlogo Pemerintahan Kota Padang dan Sumatera Barat berisi pesan istri kepada suami."
Kesimpulan
Postingan artikel yang menyebut PDIP tidak butuh suara umat Islam dalam Pemilu adalah tidak benar. Faktanya judul dalam artikel itu telah disunting.
Rujukan
(GFD-2023-12490) Belum Ada Bukti, Klaim Laboratorium Amerika Serikat di Ukraina Terkait dengan Penyebaran HIV/AIDS
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 30/04/2023
Berita
Sebuah laman di Facebook mengunggah video dengan klaim bahwa Rusia mengungkap bukti bio laboratorium HIV/AIDS milik Amerika Serikat berada di Ukraina. Video yang sama diunggah pula oleh akun YouTube ini.
Narator dalam video mengatakan, Kementerian Pertahanan Rusia memberikan bukti laboratorium yang didanai Amerika Serikat di Ukraina, berdasarkan materi dan dokumen yang ditemukan tentara Rusia melakukan penelitian HIV/AIDS terhadap personel militer Ukraina.
Narator dalam video juga mengatakan hanya tiga laboratorium di Ukraina yang memiliki tingkat keamanan untuk penelitian. Militer Rusia mempresentasikan bukti keterlibatan Pentagon untuk membiayai laboratorium yang melakukan serangan biologis di Lugas serta melakukan eksperimen tidak manusiawi.
Sejak diunggah, video ini telah disukai 719 kali, mendapatkan 50 komentar, dan ditonton 19 ribu pengguna Facebook.
Hasil Cek Fakta
Klaim bahwa Amerika Serikat membiayai dan mengendalikan laboratorium di Ukraina sebagai senjata biologis, pernah beredar sejak Maret 2022. Artikel Cek Fakta Tempo saat itu menulis ada sejumlah laboratorium di Ukraina yang didukung oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, dan Organisasi Kesehatan Dunia.
Tapi laboratorium ini bukan untuk senjata biologis, melainkan laboratorium yang bekerja untuk meneliti mikrooganisme penyebab penyakit (patogen), termasuk yang menyebabkan antraks, wabah, dan demam berdarah pada manusia. Mereka juga mempelajari virus yang menyerang burung dan babi.
Laboratorium tersebut tidak bekerja secara rahasia. Menurut laman Pemerintah Amerika Serikat, Kelompok Kerja Kemitraan Global, sebuah badan multilateral, mencantumkan lembaga dan lembaga domestik yang menjalankan laboratorium ini dalam laporan tahunannya.
Amerika Serikat sendiri mendukung laboratorium di lebih dari 20 negara. Setidaknya selama dua tahun, Kedutaan Besar AS di Ukraina memiliki laman di situs webnya yang menjelaskan peran AS dalam fasilitas ini. Halaman itu tetap aktif, dan memiliki rincian tentang 13 fasilitas utama tempat penelitian berlangsung. Ada laboratorium lain yang lebih kecil yang hanya mengidentifikasi patogen.
Seperti semua negara kecuali beberapa negara, Ukraina telah menandatangani Konvensi Senjata Biologis tahun 1972, yang melarang pengembangan, produksi, dan kepemilikan senjata biologis.
Dikutip dari situs EUvsDisinfo, proyek untuk melawan misinformasi dan disinformasi dari Rusia yang menyebar di Uni Eropa, menjelaskan laboratorium di Ukraina itu bermula dari perjanjian kerja sama pada 2005 antara Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan Kementerian Kesehatan Ukraina. Tujuannya adalah untuk menangani patogen yang tersisa dari penelitian perang biologis di bawah rezim Soviet.
Laboratorium-laboratorium tersebut dikelola oleh para peneliti Ukraina yang bekerja di bawah otoritas Ukraina, tetapi dengan dukungan Amerika Serikat. Bagaimanapun, laboratorium-laboratorium ini tidak bersifat rahasia, para peneliti mereka mempublikasikan secara teratur dan terbuka untuk komunitas ilmiah internasional dan operasi serta pendanaan mereka sesuai dengan hukum internasional. Tidak ada bukti bahwa laboratorium-laboratorium ini menggunakan eksperimen pada manusia.
Verifikasi Video
Video 1: Pada detik 0:29, fragmen video menampilkan seorang pria mengenakan seragam militer.
Berdasarkan penelusuran Tempo, orang dalam video tersebut adalah Igor Kirillov, Kepala Angkatan Pertahanan Radiasi, Kimia dan Biologi Angkatan Bersenjata Rusia.
Video tersebut identik dengan unggahan televisi Rusia 24 di platform Rutube pada tanggal 7 April 2022. Dilansir Rusia 24, Igor Kirillov dalam video ini mempresentasikan dokumen kegiatan militer-biologis Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya di wilayah Ukraina.
Video 2: Pada menit ke-03:59, fragmen video menampilkan sejumlah orang berseragam militer yang sedang menggelar rapat daring.
Berdasarkan penelusuran Tempo, fragmen video tersebut identik dengan unggahan media Rusia Tvzvezda pada tanggal 4 Maret 2021. Dilansir Tv Zvezda, dalam video ini Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu memimpin konferensi di Departemen Pertahanan Rusia. Sergei juga mengucapkan selamat Hari Perempuan Internasional, yang dirayakan pada 8 Maret.
Video 3: Pada menit ke-05:17, fragmen video menampilkan sekelompok dalam sebuah ruangan.
Berdasarkan penelusuran Tempo, fragmen gambar tersebut identik dengan berita yang ditayangkan media Rusia, Smotrim, tanggal 24 Februari 2022.
Dilansir Smotrim, dalam rapat Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya mengatakan Rusia tidak bermaksud mengizinkan pembantaian berdarah baru di Donbass. Hal itu terjadi kerana Kyiv (Ukraina) tidak mendengar permintaan Rusia untuk meletakkan senjata, berhenti menembaki warga sipil dan menyabotase perjanjian Minsk.
Dilansir Guardian, dalam rapat Dewan Keamanan PBB, terjadi perdebatan sengit antara duta besar Rusia dengan perwakilan Ukraina untuk PBB. Perwakilan Ukraina mengatakan kepada dewan keamanan bahwa presiden Rusia Vladimir Putin telah 'menyatakan perang terhadap Ukraina'.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tim Cek Fakta Tempo, video dengan narasi Rusia mengungkap bukti bio lab Amerika terkait HIV/AIDS di Ukraina adalah Belum Ada Bukti.
Berdasarkan analisis dokumen, Rusia menuduh AS dan Ukraina mengadakan kegiatan militer-biologis wilayah Ukraina. Tuduhan ini dibawa Rusia dalam sidang Dewan Keamanan PBB, namun ditolak karena tidak ada bukti yang menyakinkan.
Rujukan
- https://www.facebook.com/watch/?v=972987667402580
- https://www.youtube.com/watch?v=Y0XQlU6SQHw
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/1673/tidak-terbukti-laboratorium-senjata-biologi-di-ukraina-yang-didanai-amerika-serikat
- https://ua.usembassy.gov/embassy/kyiv/sections-offices/defense-threat-reduction-office/biological-threat-reduction-program/
- https://euvsdisinfo.eu/report/the-us-used-ukrainian-solders-in-biological-weapons-experiments
- https://rutube.ru/video/53815668185474360997fd019b9f1313/
- https://tvzvezda.ru/news/202134135-fvMfX.html
- https://tvzvezda.ru/news/202134135-fvMfX.html
- https://smotrim.ru/article/2681290
- https://www.youtube.com/watch?v=DXQgjp0pZcI
- https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id
Halaman: 3085/5615