• (GFD-2024-15022) Benar, Klaim Ganjar Pranowo soal Anggaran Pertahanan Indonesia Belum Mencapai 1-2 persen Dari PDB

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 07/01/2024

    Berita


    Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan anggaran pertahanan Indonesia belum mencapai 1-2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).  
    Pertahanan rakyat semesta musti kita dorong kita lapisi dengan pertahanan yang betul betul berlapis dan kita jadikan benteng pertahanan nusantara sebagai sebuah satu kesatuan. Dan kita perlu melakukan penataan gelar pasukan karena IKN menjadi pusat gravitasi baru dan ini bagian dari antisipasi terhadap pertarungan global antara amerika serikat dan tiongkok.  Untuk itulah pertahanan kita mesti masuk pada wilayah 5.0 dengan teknologi sakti dengan rudal hipersonik, senjata cyber sensor kuantum dan sistem senjata otonom  dan itu bisa dilakukan kalau anggaran dari kemenhan itu 1 sampai 2 persen dari PDB sehingga ya kita bisa tercapai
    Lantas Benarkah anggaran pertahanan Indonesia belum mencapai 1-2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ?

    Hasil Cek Fakta


    Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja fungsi pertahanan atau belanja militer sebesar Rp 139,1 triliun. Nilainya berkurang sekitar Rp 5,6 triliun atau turun 3,9 persen dibanding outlook realisasi anggaran 2023.
    Kendati ada penurunan, anggaran pertahanan pada penghujung era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini masih tergolong tinggi dibanding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
    Selama periode pertama pemerintahan SBY (2005-2009), belanja militer atau anggaran pertahanan nasional hanya berkisar Rp 9 triliun—Rp 30 triliun per tahun. Kemudian pada periode kedua SBY (2010-2014) anggarannya mulai naik ke kisaran Rp 17 triliun- Rp 87 triliun per tahun.
    Nilainya pun meningkat lagi setelah Presiden Jokowi menjabat. Pada periode pertama Jokowi (2015-2019), belanja militer atau anggaran pertahanan nasional mencapai rentang Rp 98 triliun—Rp 117 triliun per tahun. Kemudian pada periode kedua Jokowi (2020-2024) angkanya naik ke kisaran Rp125 triliun—Rp 150 triliun per tahun, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
    Meski anggaran pertahanan era Jokowi lebih tinggi ketimbang SBY, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) tak berubah signifikan, masih tetap di bawah 1%.
    Rasio anggaran pertahanan atau belanja militer terhadap PDB era SBY berkisar 0,2—0,9% per tahun, sedangkan era Jokowi 0,7—0,9% per tahun. 
    Anggaran Pertahanan Indonesia Belum Mencapai 1-2 persen Dari PDB
    Menurut ?Ludiro Madu, Dosen Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta anggaran pertahanan Indonesia memang betul belum mencapai 2 persen dari PDB. Meski demikian, tidak ada persentase ideal mengenai hal ini. Data dari beberapa negara bahkan berbeda. 
    Negara-negara anggota NATO misalnya telah sepakat untuk mendedikasikan 2 persen PDB mereka untuk belanja pertahanan. Target ini telah dikritik oleh beberapa pihak karena merupakan patokan yang sewenang-wenang dan oleh pihak lain dianggap tidak memadai dalam kondisi keamanan saat ini.
    “Belanja pertahanan rata-rata global saat ini berada pada kisaran 2,2% PDB. Namun, angka ini bervariasi secara signifikan dari satu negara ke negara lain, mulai dari di bawah 1 persen hingga di atas 7 persen,”kata Ludiro.

    Kesimpulan


    Hasil pemeriksaan fakta Tempo klaim Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan anggaran pertahanan Indonesia belum mencapai 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) adalah benar. Meski anggaran pertahanan era Jokowi lebih tinggi ketimbang SBY, namun rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) tak berubah signifikan, masih tetap di bawah 1 persen. Rasio anggaran pertahanan atau belanja militer terhadap PDB era SBY berkisar 0,2—0,9% per tahun, sedangkan era Jokowi 0,7—0,9% per tahun.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15021) CEK FAKTA : Uji Klaim Anies soal Asean Jadi Pintu Masuk China ke Laut China Selatan

    Sumber:
    Tanggal publish: 07/01/2024

    Berita

    Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) nomor urut 01 Anies Baswedan mengatakan bahwa negara-negara anggota Asean saat ini menjadi pintu masuk bagi China. Salah satunya terkait dengan isu konflik di Laut China Selatan.

    Hal itu disampaikan oleh Anies pada Debat Capres ketiga di Istora Senayan GBK, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Anies menyinggung Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo yang tidak menyinggung peran Asean dalam mengatasi isu konflik Laut China Selatan.

    Menurut Anies, kunci dari mengatasi persoalan tersebut yakni terletak pada Asean. Maka dari itu, dia menilai Indonesia perlu kembali menjadi pemimpin dominan di Asean. "Negara negara Asean yang sekarang ini menjadi pintu masuk bagi kekuatan China misalnya terhadap wilayah Laut Cina Selatan apakah itu melalui Laos, apakah itu melalui Myanmar," ujarnya.

    Hasil Cek Fakta

    Dosen Hubungan Internasional Universitas Mataram Alwafi Ridho Subarkah mengonfirmasi bahwa negara-negara Asean seperti Laos dan Myanmar menjadi pintu masuk bagi kekuatan China.

    Dia menjelaskan bahwa negara Asean seperti Laos maupun Myanmar yang bersinggungan langsung dengan Sungai Mekong mengalir dari dataran tinggi Tibet, ke China, melalui Myanmar, Laos, Thailand, dan Kamboja sebelum memasuki wilayah delta Vietnam.

    "Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan China dan wilayah ini untuk mendukung ekpansinya," tuturnya.

    Sementara itu, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional Universitas Tidar Bonifasius Endo Gauh Perdana menyebut pengaruh China paling kentara di Laos maupun Myanmar. Menurutnya, dua faktor yang paling memengaruhi adalah bahwa Laos dan Myanmar berbatasan secara langsung dengan China.

    Selain itu keduanya sangat mengandalkan China sebagai mitra dagangnya. "Sejak tahun 2015, kerjasama negara-negara yang terletak di delta sungai Mekong (Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam), bernilai US$22 miliar yang juga termasuk dalam skema Belt and Road Initiative (BRI)," katanya.

    Meski demikian, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Prasetia Nugraha menilai terlalu dini untuk menyebut negara Asean menjadi pintu masuk bagi China. Hal itu disebabkan oleh Asean yang memiliki agenda mengenai kawasan Indo-Pasifik termasuk LCS melalui Dokumen Asean Outlook on Indo-Pacific (AOIP).

    "Oleh karena itu pula Asean berhasil mencapai kesepahaman untuk segera menyepakati Pedoman Kode Etik di Laut Cina Selatan yang justru akan menjadi instrumen yang mengikat secara legal (legally Binding) yang dapat membatasi tindakan China di LCS," paparnya.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15020) Cek Fakta: Ganjar Pranowo Sebut Target Minimum Essential Force Tahun 2024 Tidak Tercapai

    Sumber:
    Tanggal publish: 07/01/2024

    Berita

    TIMESINDONESIA, JAKARTA – Debat Capres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (7/1/2024) malam. Capres Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa target Minimum Essential Force (MEF) pada tahun 2024 tidak tercapai, hanya 65,49 persen.

    Minimum Essential Force (MEF) atau Kekuatan Pokok Minimum adalah sebutan untuk proses modernisasi alat utama sistem pertahanan (alusista) Indonesia.

    Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Ganjar Pranowo dalam Debat Pilpres 2024 seri ketiga:
    “Anggaran pertahanan belum ideal. Tadi disampaikan kita perlu 1-2% dari PDB. Sekarang masih 0,78% dari PDB, 20,7 miliar dollar menjadi 25 miliar, Minimum Essential Force di (tahun) 2024 tidak tercapai karena sekarang hanya 65,49 persen dari target program.”

    Hasil Cek Fakta

    Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Ganjar Pranowo bisa ditelusuri sebagai berikut.

    Dosen Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, Ludiro Madu menjelaskan, TNI tidak meninggalkan modernisasi militer pasca 2024, namun mengubahnya dari kerangka MEF.

    MEF sudah pasti tidak tercapai pada 2024, karena tantangan ekonomi pertahanan, kondisi alat utama sistem senjata (alutsista), dan berbagai faktor global, seperti dampak perang Rusia-Ukraina, dampak Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dan sanksi lainnya. Serta risiko geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.

    Menurut asisten Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina dan Peneliti di Monash University Indonesia, Prasetia Anugrah Pratama, capaian MEF memang berada pada kisaran 65%. Dengan demikian, memang terdapat kondisi yang meragukan bahwa Indonesia dapat mencapai target 100% pada 2024.

    “Namun hal ini tidak lepas dari perkembangan geopolitik dan pandemi global,” ujar Prasetia Anugrah Pratama.

    Kesimpulan

    Pernyataan Ganjar Pranowo dalam debat Pilpres 2024 mengenai target Minimum Essential Force pada tahun 2024 tidak tercapai hanya 65,49 persen, benar. Dengan capaian Minimum Essential Force yang masih berada pada kisaran 65%, cukup meragukan buat Indonesia untuk bisa mencapai target 100% pada 2024.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15019) Sebagian Benar, Klaim Prabowo tentang Rasio Utang Luar Negeri Indonesia terhadap PDB Terendah

    Sumber:
    Tanggal publish: 07/01/2024

    Berita

    Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengklaim utang luar negeri Indonesia sebagai rasio perbandingan terhadap PDB atau Produk Domestik Bruto masih kategori terendah, sekitar 40 persen. Sedangkan banyak negara jauh di atas Indonesia.

    “Mengenai utang luar negeri, Indonesia sekarang utang luar negeri kita, sebagai rasio perbandingan terhadap produk domestik bruto kita salah satu terendah di dunia. Jadi itu masih berada di sekitar 40%, sedangkan banyak negara jauh di atas kita,” jelas Prabowo.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Prasetia Nugraha, Peneliti Data and Democracy Research Hub Monash University, persentase rasio utang luar negeri Indonesia mendekati 40 persen, yaitu 39,6 persen dari PDB pada 2022. Angka ini lebih rendah dibandingkan Korea Selatan di posisi keempat yang mencapai 54,1% dibandingkan PDB negara.

    Namun menurut Ludiro Madu, Dosen Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, tidak benar jika hutang tersebut terendah dibanding negara-negara lainnya.

    Berdasarkan studi Bank Dunia yang berjudul “Finding the Tipping Point—When Sovereign Debt Turns Bad (2010)”, pertumbuhan ekonomi suatu negara berisiko melambat jika rasio utang terhadap PDB-nya melebihi 77% dalam jangka panjang. Adapun rasio utang Indonesia masih jauh dari ambang batas risiko tersebut.

    Berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF), rasio utang pemerintah Indonesia pada 2023 hanya 39% dari total PDB, paling rendah ke-3 di kelompok G20.

    Di sisi lain, ada 11 anggota G20 yang rasio utangnya di atas 77%, melampaui ambang batas risiko versi Bank Dunia. Negara-negara itu adalah Jepang, Italia, Amerika Serikat, Perancis, Kanada, Inggris, Argentina, Brasil, Uni Eropa, China, dan India. Sementara anggota G20 lainnya memiliki rasio utang di bawah 77%, yaitu Afrika Selatan, Jerman, Korea Selatan, Meksiko, Australia, Arab Saudi, dan Rusia. Ada satu lagi anggota G20, yaitu Turki. Namun, rasio utangnya tidak tercatat di basis data IMF.

    Kesimpulan

    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim bahwa utang luar negeri Indonesia sekitar 40 persen adalah sebagian benar.

    Berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF), rasio utang pemerintah Indonesia pada 2023 hanya 39% dari total PDB, paling rendah ke-3 di kelompok G20.

    Rujukan