(GFD-2024-15308) Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD Indonesia Pupuk Bersubsidi Bertambah Saat Jumlah Petani dan Lahan Pertanian Makin Sedikit
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Mahfud MD Indonesia Pupuk Bersubsidi Bertambah Saat Jumlah Petani dan Lahan Pertanian Makin Sedikit
Hasil Cek Fakta
Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M. Iqbal mengatakan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat pertambahan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dua tahun terakhir. Yakni 25.751.267 RTUP pada 2022, menjadi 27.763.821 RTUP tahun 2023.
“Terjadi pertambahan 2.012.554 RTUP. Namun, justru terjadi penurunan jumlah RTUP di semua subsektor pertanian. Subsidi pupuk justru semakin menurun sejak 2020 hingga sekarang,” kata Kiagus lagi, Minggu 21 Januari 2024.
Dilansir Antara, 17 Januari 2020, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy, menyatakan bahwa luas lahan baku sawah Indonesia berkurang 650 ribu hektare per tahun.
Data itu didapat dari kajian dan monitoring yang dilakukan KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Data sudah mencakup lahan baku sawah beririgasi teknis maupun non irigasi.
Sedangkan data subsidi pupuk yang diolah oleh KataData, sejak 2019, menunjukkan menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023. Padahal, kebijakan subsidi pupuk ini merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam membantu petani.
Peneliti Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menyatakan anggaran untuk pupuk bersubsidi terus menurun, antara tahun 2020 sampai 2023. Jumlahnya secara berurutan Rp 34,23 triliun, Rp 29,1 triliun, Rp 25,3 triliun, dan Rp 24 triliun.
“Terjadi pertambahan 2.012.554 RTUP. Namun, justru terjadi penurunan jumlah RTUP di semua subsektor pertanian. Subsidi pupuk justru semakin menurun sejak 2020 hingga sekarang,” kata Kiagus lagi, Minggu 21 Januari 2024.
Dilansir Antara, 17 Januari 2020, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy, menyatakan bahwa luas lahan baku sawah Indonesia berkurang 650 ribu hektare per tahun.
Data itu didapat dari kajian dan monitoring yang dilakukan KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Data sudah mencakup lahan baku sawah beririgasi teknis maupun non irigasi.
Sedangkan data subsidi pupuk yang diolah oleh KataData, sejak 2019, menunjukkan menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023. Padahal, kebijakan subsidi pupuk ini merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam membantu petani.
Peneliti Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menyatakan anggaran untuk pupuk bersubsidi terus menurun, antara tahun 2020 sampai 2023. Jumlahnya secara berurutan Rp 34,23 triliun, Rp 29,1 triliun, Rp 25,3 triliun, dan Rp 24 triliun.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang mengatakan Indonesia belum berdaulat secara pangan padahal memiliki SDA yang besar, jumlah petani dan sawah yang semakin berkurang namun jumlah pupuk bersubsidi semakin besar, adalah sebagian benar.
Klaim yang didukung dengan data ialah sawah semakin berkurang, dan bahwa kedaulatan Indonesia akan pangan masih dipertanyakan. Sementara yang tidak sesuai dengan data yang tersedia adalah jumlah petani yang berkurang dan pupuk bersubsidi yang bertambah.
Klaim yang didukung dengan data ialah sawah semakin berkurang, dan bahwa kedaulatan Indonesia akan pangan masih dipertanyakan. Sementara yang tidak sesuai dengan data yang tersedia adalah jumlah petani yang berkurang dan pupuk bersubsidi yang bertambah.
Rujukan
(GFD-2024-15307) CEK FAKTA: Cak Imin Sebut Pemerintah Tak Serius Mitigasi Krisis Iklim dan Anggaran Rendah, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa anggaran pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis iklim masih jauh di bawah anggaran sektor-sektor lain.
Menurutnya hal ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak serius dalam menyikapi permasalahan iklim.
Menurutnya hal ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak serius dalam menyikapi permasalahan iklim.
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan dokumen 'Anggaran Hijau Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Iklim' milik Badan Keahlian Setjen DPR RI, sebagaimana perhitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
Dengan demikian setiap tahun anggaran yang dibutuhkan bagi pendanaan mitigasi iklim mencapai Rp200 triliun - Rp300 triliun atau setara 7-11 persen APBN Tahun 2022.
Sementara berdasarkan data Bank Dunia, kebutuhan rerata tahunan bagi Indonesia untuk menangani krisis iklim mencapai Rp266 triliun per tahun sampai 2030. Sedangkan pendanaan APBN bagi mitigasi iklim ini berkisar Rp37,9 triliun per tahun dalam rentang 2020-2022 alias terjadi gap 86 persen antara kebutuhan dengan penganggarannya.
Adapun berdasarkan dokumen DPR tersebut, belanja mitigasi iklim pemerintah hanya 3,9 persen dari alokasi APBN.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Dian Lestari mengatakan sejak tahun 2018-2020 anggaran perubahan iklim Indonesia rerata Rp102,65 triliun atau 4,3 persen per tahun.
Berdasarkan data Kemenkeu, secara umum anggaran penanganan perubahan iklim Indonesia masih di bawah 10 persen dari APBN, yakni pada tahun 2016 Rp72,4 triliun, tahun 2017 Rp98,6 triliun, tahun 2018 Rp126 triliun, tahun 2019 Rp83,54 triliun, tahun 2020 Rp72,4 triliun, dan tahun 2021 Rp112,74 triliun.
Dengan demikian setiap tahun anggaran yang dibutuhkan bagi pendanaan mitigasi iklim mencapai Rp200 triliun - Rp300 triliun atau setara 7-11 persen APBN Tahun 2022.
Sementara berdasarkan data Bank Dunia, kebutuhan rerata tahunan bagi Indonesia untuk menangani krisis iklim mencapai Rp266 triliun per tahun sampai 2030. Sedangkan pendanaan APBN bagi mitigasi iklim ini berkisar Rp37,9 triliun per tahun dalam rentang 2020-2022 alias terjadi gap 86 persen antara kebutuhan dengan penganggarannya.
Adapun berdasarkan dokumen DPR tersebut, belanja mitigasi iklim pemerintah hanya 3,9 persen dari alokasi APBN.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Dian Lestari mengatakan sejak tahun 2018-2020 anggaran perubahan iklim Indonesia rerata Rp102,65 triliun atau 4,3 persen per tahun.
Berdasarkan data Kemenkeu, secara umum anggaran penanganan perubahan iklim Indonesia masih di bawah 10 persen dari APBN, yakni pada tahun 2016 Rp72,4 triliun, tahun 2017 Rp98,6 triliun, tahun 2018 Rp126 triliun, tahun 2019 Rp83,54 triliun, tahun 2020 Rp72,4 triliun, dan tahun 2021 Rp112,74 triliun.
Rujukan
(GFD-2024-15306) [SALAH] Video Tsunami di Semenanjung Noto 1 Januari 2024
Sumber: Twitter.comTanggal publish: 21/01/2024
Berita
“Saat tsunami mencapai daerah tersebut, penyiar NHK berteriak! Ini adalah pengumuman yang menyampaikan perasaan krisis, jadi tolong lari dari Semenanjung Noto di Hokuriku Niigata.”
Hasil Cek Fakta
Sebuah video yang beredar di Twitter diklaim merupakan video dari kejadian tsunami di Semenanjung Noto, Jepang pada 1 Januari 2024.
Setelah ditelusuri klaim tersebut salah, faktanya video yang sudah terpublikasi melalui channel ANNnewsCH sekitar empat tahun yang lalu tersebut adalah insiden dari tsunami Jepang pada Maret 2011, yang terjadi di Kota Miyako. Bukan tsunami yang terjadi di Semenanjung Noto pada 1 Januari 2024 yang telah menyapu sekitar 190 hektar lahan di tiga kota.
Dengan demikian, video tsunami di Semenanjung Noto 1 Januari 2024 adalah tidak benar dengan kategori Konteks yang Salah.
Setelah ditelusuri klaim tersebut salah, faktanya video yang sudah terpublikasi melalui channel ANNnewsCH sekitar empat tahun yang lalu tersebut adalah insiden dari tsunami Jepang pada Maret 2011, yang terjadi di Kota Miyako. Bukan tsunami yang terjadi di Semenanjung Noto pada 1 Januari 2024 yang telah menyapu sekitar 190 hektar lahan di tiga kota.
Dengan demikian, video tsunami di Semenanjung Noto 1 Januari 2024 adalah tidak benar dengan kategori Konteks yang Salah.
Kesimpulan
Hasil periksa fakta Moch. Marcellodiansyah
Video tersebut merupakan kejadian tsunami di Kota Miyako Jepang pada 2011. Bukan tsunami yang terjadi di Semenanjung Noto pada 1 Januari 2024.
Video tersebut merupakan kejadian tsunami di Kota Miyako Jepang pada 2011. Bukan tsunami yang terjadi di Semenanjung Noto pada 1 Januari 2024.
Rujukan
(GFD-2024-15305) (CEK FAKTA Debat) Muhaimin Klaim Ada 16 Juta Petani Gurem, Hanya Punya Tanah Setengah Hektar
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Muhaimin Klaim Ada 16 Juta Petani Gurem, Hanya Punya Tanah Setengah Hektar
Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar. Sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektar sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya," kata Muhaimin saat debat keempat di Jakarta Convention Center, Minggu (21/01/24)
Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar. Sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektar sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya," kata Muhaimin saat debat keempat di Jakarta Convention Center, Minggu (21/01/24)
Hasil Cek Fakta
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 ada sebanyak 17.248.181 jumlah petani gurem. Menurut BPS, definisi petani gurem adalah perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha pertanian dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar.
BPS merinci jumlah petani gurem paling banyak berada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat, masing-masing sebesar 4,48 juta orang, 3,47 juta orang, dan 2,55 juta orang.
Akan tetapi, jika dilihat persentase petani gurem terhadap petani pengguna lahan, Provinsi Papua Pegunungan memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 99,13 persen. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani pengguna lahan pada Provinsi Papua Pegunungan adalah petani gurem.
Lead, Knowledge Generation Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menilai pernyataan Muhaimin sebagian benar. Sebab jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun menurutnya memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.
"Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun belum disebutkan beberapa hektar," kata Romauli, Minggu (21/01/24).
Sementara itu Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal mengatakan jumlah petani gurem juga meningkat.
"Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem," kata Kiagus Minggu (21/01/24).
BPS merinci jumlah petani gurem paling banyak berada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat, masing-masing sebesar 4,48 juta orang, 3,47 juta orang, dan 2,55 juta orang.
Akan tetapi, jika dilihat persentase petani gurem terhadap petani pengguna lahan, Provinsi Papua Pegunungan memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 99,13 persen. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani pengguna lahan pada Provinsi Papua Pegunungan adalah petani gurem.
Lead, Knowledge Generation Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menilai pernyataan Muhaimin sebagian benar. Sebab jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun menurutnya memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.
"Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun belum disebutkan beberapa hektar," kata Romauli, Minggu (21/01/24).
Sementara itu Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal mengatakan jumlah petani gurem juga meningkat.
"Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem," kata Kiagus Minggu (21/01/24).
Kesimpulan
Lead, Knowledge Generation Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menilai pernyataan Muhaimin sebagian benar. Sebab jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun menurutnya memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.
Rujukan
Halaman: 2883/6096