• (GFD-2024-15327) Cek Fakta: Muhaimin Iskandar Klaim Anggaran Penanganan Krisis Iklim Minim

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Debat Cawapres untuk Pemilu 2024 berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Minggu (21/1/2024) malam. Cawapres Muhaimin Iskandar menyampaikan bahwa anggaran penanganan krisis iklim minim dibandingkan anggaran-anggaran lainnya.

    Inilah pernyataan lengkap yang disampaikan Muhaimin Iskandar dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat:
    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.”

    Hasil Cek Fakta

    Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia bersama koalisi Cek Fakta serta panel ahli, menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan Muhaimin Iskandar bisa ditelusuri sebagai berikut.

    Panel Ahli Live Fact Checking Debat Pilpres 2024, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Darussalam Gontor, Afni Regita Cahyani Muis menyampaikan bahwa saat ini pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi.

    Merujuk data dari DPR RI, Afni menyebut Indonesia belum serius dalam melakukan aksi penanggulangan perubahan iklim dari anggaran negara.

    "Kebutuhan pembiayaan mitigasi perubahan iklim masih sebatas proyeksi dan belum maksimal. Selama 5 tahun terakhir rata-rata 9 (dari tahun 2022) belanja iklim hanya 3.9% dari alokasi APBN per tahun. Padahal isu lingkungan hidup tengah menjadi isu krusial di Indonesia," kata Afni.

    Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma mengatakan menurut data dari DPR dari perhitungan Kemenkeu RI kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).

    "Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp200 triliun-Rp300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022," kata Nur Rohma.

    Senior Analyst Climatework Centre, Fikri Muhammad mengatakan Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka kebutuhan ini sangat besar, sehingga pemerintah sendiri tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada anggaran negara.

    Fikri juga merujuk pada data NDC Indonesia terbaru tahun 2022, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD285 miliar (Rp4,450 triliun) antara tahun 2018-2030 untuk memenuhi target mitigasi iklim saja di NDC tahun 2030. Sementara berdasarkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2018-2020, anggaran yang dikeluarkan tahun 2017 dan 2018 adalah sekitar USD10.49 miliar (Rp146.8 triliun) dan USD14.02 miliar (Rp196.3 triliun).

    "Pemerintah masih perlu dana dari eksternal, baik swasta maupun internasional, untuk memenuhi target ini," kata Fikri Muhammad.

    Lebih lanjut, Laporan terbaru dari Kementerain Keuangan (Kemenkeu RI) memberikan gambaran mendalam tentang alokasi anggaran perubahan iklim di Indonesia selama periode 2018 hingga 2020.

    Sebesar Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.

    Menurut Kemenkeu RI, dari total alokasi APBN kumulatif 2018-2019, pemerintah berhasil menghabiskan Rp209,57 triliun atau sekitar 91,1%. Namun, meskipun capaian ini mencerminkan komitmen nyata terhadap isu perubahan iklim, terdapat penurunan alokasi anggaran secara keseluruhan sepanjang 2018 hingga 2020.

    Pada tahun 2018, alokasi anggaran perubahan iklim mencapai Rp132,47 triliun, dengan realisasi mencapai 95,14% dari total alokasi. Namun, pada tahun berikutnya, anggaran ini turun 26,27% (year-on-year/yoy) menjadi Rp97,66 triliun, meskipun realisasi masih mencapai 85,54%. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebesar Rp77,81 triliun pada tahun 2020, menunjukkan penurunan 20,32% (yoy) dari alokasi pada tahun sebelumnya.

    Dari 2018 hingga 2019, anggaran perubahan iklim terutama digunakan untuk kegiatan mitigasi, mencapai Rp129,93 triliun atau sekitar 62% dari total realisasi anggaran. Sementara itu, kegiatan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi fokus konsisten pemerintah, dengan total belanja selama 2018-2019 mencapai Rp66,64 triliun atau 31,8%, atau secara rata-rata sekitar Rp33,32 triliun per tahun.

    Selain itu, laporan Kemenkeu RI mencatat bahwa kegiatan co-benefit, yang memiliki dampak positif secara bersamaan, mencapai Rp13,01 triliun (6,2%) sepanjang 2018-2019.

    Pada tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja perubahan iklim sebesar Rp77,71 triliun. Komposisi anggaran tersebut mencakup mitigasi sebesar Rp41,65 triliun (53,5%), adaptasi sebesar Rp33,30 triliun (42,8%), dan co-benefit sebesar Rp2,86 triliun (3,7%).

    Meskipun terdapat penurunan dalam alokasi anggaran perubahan iklim secara keseluruhan, gambaran ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan terus memonitor dan mengevaluasi tren ini, Indonesia dapat terus mengembangkan strategi yang efektif untuk memitigasi dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang semakin mendesak.

    Kesimpulan

    Pernyataan Muhaimin Iskandar dalam debat Pilpres 2024 tentang anggaran anggaran penanganan krisis iklim minim, sebagian benar.

    Data Kemenkeu RI pada periode 2018-2020 menunjukkan adanya penurunan anggaran perubahan iklim. Sejumlah Rp307,94 triliun telah dialokasikan oleh pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim, menghasilkan rata-rata sekitar Rp102,65 triliun per tahun. Meskipun angka ini mencakup 4,3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama periode tersebut, terdapat tren menurun dalam alokasi ini.

    Sebagai informasi dalam Debat Pilpres 2024 seri keempat ini, para Cawapres membahas isu mengenai pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat dan desa adat. Cek Fakta TIMES Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menerima informasi atau menyebarkan informasi yang benar.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15326) CEK FAKTA: Muhaimin Sebut Food Estate Hasilkan Konflik Agraria dan Merusak Lingkungan

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    "Di sisi yang lain kita sangat prihatin, upaya pengadaan pangan nasional dilakukan melalui food estate. Food estate terbukti mengabaikan petani kita, meninggalkan masyarakat adat, menghasilkan konflik agraria, dan bahkan merusak lingkungan. Ini harus dihentikan," kata Muhaimin.

    Hasil Cek Fakta

    Dilansir Kompas.com, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengatakan, food estate komoditas singkong dari luasan Area of Interest (AoI) tahap pertama seluas 32.000 hektare berdampak pada kerusakan lingkungan.

    Luasan kawasan food estate di Kalimantan Tengah ini, menurut Walhi, telah membuka kawasan hutan seluas kurang lebih 600 hektare. Kerusakan lingkungan utamanya banjir yang melanda desa-desa terdekat. Kawasan food estate juga bersinggungan dengan hutan adat Pandumaan Sipituhuta, Nusa Tenggara Timur, seluas kurang lebih 2.042 hektare.

    Selain itu, food estate di NTT subyek produsen pangan juga bukan petani kecil. Dikutip dari Kompas.id, ada 16.000 hektare ladang masyarakat dikonversi menjadi sawah untuk ditanami padi yang benihnya diberikan oleh pemerintah. Ladang-ladang yang sebelumnya ditanami berbagai jenis tanaman kini hanya ditanami padi dengan sistem persawahan dalam program food estate.

    Anggota staf Riset dan Advokasi Foodfirst Information and Action Network (FIAN) Indonesia Gusti NA Shabia mengungkapkan, itu bisa berdampak pada kesehatan dan berbagai persoalan sosial. Beberapa kasus yang ditemukan FIAN di berbagai lokasi program Lumbung Pangan tersebut adalah konflik lahan. Misalnya, beberapa warga di Mantangai Hulu tak mengetahui kebun yang sebelumnya ditanami karet dan sawit tiba-tiba digusur kemudian berubah menjadi sawah.

    Kesimpulan

    Dilansir Kompas.com, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengatakan, food estate komoditas singkong dari luasan Area of Interest (AoI) tahap pertama seluas 32.000 hektare berdampak pada kerusakan lingkungan.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15325) Cek Fakta Debat Cawapres 2024: Mahfud MD Sebut 12,85 Juta Hektar Hutan Dibabat

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03, Mahfud MD, mengklaim ada 12,85 juta hektar hutan dibabat dalam 10 tahun terakhir. Klaim itu ia sampaikan pada debat keempat cawapres untuk Pilpres 224 di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

    “Data 10 tahun terjadi deforrestasi 12,85 juta hektar. Itu lebih luas dari korsel dan 23 kali luasnya Pulau Madura di mana saya tinggal. Ini deforestrasi dalam 10 tahun terakhir,” ujar cawapres pendamping calon presiden (capres) Ganjar Pranowo tersebut.

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk Angka Deforestasi (Netto) Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2013-2022 (Ha/Th), angka deforestasi atau pembabatan hutan berada di angka 2.413.006,8 hektar.

    Dalam sembilan tahun terakhir, angka pembabatan hutan masih jauh dari klaim Mahfud 12,85 juta hektar. Jika mengacu data BPS tersebut, pernyataan Mahfud kurang tepat.

    Perlu diketahui, debat keempat cawapres untuk Pilpres 2024 kali ini adalah pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

    Kesimpulan

    Dalam sembilan tahun terakhir, angka pembabatan hutan masih jauh dari klaim Mahfud 12,85 juta hektar. Jika mengacu data BPS tersebut, pernyataan Mahfud kurang tepat.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15324) (CEK FAKTA Debat) Gibran: Biodiesel B35 dan B40 Terbukti Turunkan Impor Minyak, Apa Benar?

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    (CEK FAKTA Debat) Gibran: Biodiesel B35 dan B40 Terbukti Turunkan Impor Minyak, Apa Benar?

    Hasil Cek Fakta

    KBR, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mengklaim penggunaan bahan bakar minyak B35 dan B40 terbukti menurunkan impor minyak.

    "Kita harus mendorong transisi menuju energi hijau. Kita tidak boleh lagi ketergantungan pada energi fosil. Kita dorong terus energi hijau berbasis bahan baku nabati bioetanol, bioavtur, biodiesel. Sekarang sudah terbukti dengan B35, B40, sudah mampu menurunkan nilai impor minyak dan mendorong nilai tambah dan lebih ramah lingkungan," kata Gibran dalam debat keempat cawapres Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Minggu (21/1/2024).

    Verifikasi:

    Impor minyak mengalami naik turun dari era pemerintahan Megawati Soekarnoputri hingga era Joko Widodo.

    Hingga 2023, Indonesia masih kecanduan impor minyak, baik minyak mentah maupun produk olahan seperti bahan bakar minyak (BBM).

    Data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode Januari-September 2023, total volume impor minyak Indonesia mencapai 32,8 juta ton. Angka ini naik 9 persen dibanding Januari-September 2022, sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir.

    Jika dirinci, impor minyak mentah sebesar 13,3 juta ton (naik 18,5 persen cumulative-to-cumulative/ctc). Sedangkan impor hasil minyak atau produk olahan minyak mencapai 19,5 juta ton, meningkat 3,4 persen ctc.

    Impor minyak Indonesia hanya sekali turun pada 2020, ketika terjadi Pandemi COVID-19. Angka impor kembali naik pada 2021.

    Tren kenaikan impor minyak terjadi karena produksi minyak Indonesia menurun sedangkan konsumsi bertambah.

    Afni Regita Cahyani Muis (Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor) menilai klaim Gibran itu belum terbukti. Program biodiesel 35 masih dihantui berbagai tantangan, seperti kondisi infrastruktur yang belum merata, skema pemberian insentif yang justru membebani APBN, dan mengancam kerusakan lingkungan.

    Kesimpulan

    Afni Regita Cahyani Muis (Dosen Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor) menilai klaim Gibran itu belum terbukti. Program biodiesel 35 masih dihantui berbagai tantangan, seperti kondisi infrastruktur yang belum merata, skema pemberian insentif yang justru membebani APBN, dan mengancam kerusakan lingkungan.

    Rujukan