• (GFD-2024-15305) (CEK FAKTA Debat) Muhaimin Klaim Ada 16 Juta Petani Gurem, Hanya Punya Tanah Setengah Hektar

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Muhaimin Klaim Ada 16 Juta Petani Gurem, Hanya Punya Tanah Setengah Hektar
    Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar. Sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500 ribu hektar sebagai kekuasaan yang diberikan negara kepadanya," kata Muhaimin saat debat keempat di Jakarta Convention Center, Minggu (21/01/24)

    Hasil Cek Fakta

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 ada sebanyak 17.248.181 jumlah petani gurem. Menurut BPS, definisi petani gurem adalah perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha pertanian dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar.

    BPS merinci jumlah petani gurem paling banyak berada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
    dan Jawa Barat, masing-masing sebesar 4,48 juta orang, 3,47 juta orang, dan 2,55 juta orang.

    Akan tetapi, jika dilihat persentase petani gurem terhadap petani pengguna lahan, Provinsi Papua Pegunungan memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 99,13 persen. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani pengguna lahan pada Provinsi Papua Pegunungan adalah petani gurem.

    Lead, Knowledge Generation Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menilai pernyataan Muhaimin sebagian benar. Sebab jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun menurutnya memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.

    "Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun belum disebutkan beberapa hektar," kata Romauli, Minggu (21/01/24).

    Sementara itu Peneliti Sajogyo Institute, Kiagus M. Iqbal mengatakan jumlah petani gurem juga meningkat.

    "Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem," kata Kiagus Minggu (21/01/24).

    Kesimpulan

    Lead, Knowledge Generation Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menilai pernyataan Muhaimin sebagian benar. Sebab jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun menurutnya memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15304) Cek fakta, Cak Imin sebut anggaran atasi krisis iklim di Indonesia rendah

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Cawapres nomor urut satu Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyebut anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia lebih rendahh jika dibandingkan anggaran sektor-sektor lainnya.

    Berikut narasi Cak Imin tersebut:

    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya," ujar Muhaimin dalam debat keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum, di Jakarta, Ahad.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Direktorat Informasi dan Data Auriga Nusantara, Adhitya Adhyaksa, dilansir dari data World Bank, kebutuhan rata-rata tahunan dalam penanganan krisis iklim Indonesia mencapai 266,3 triliun pertahun sampai dengan 2030. Sementara, APBN bagi pendanaan iklim berkisar 37,9 triliun pertahun dalam rentang 2020-2022. Dari data tersebut, terdapat gap 86 persen antara kebutuhan dan penganggaran.

    Jika berdasarkan NDC Indonesia terbaru tahun 2022, Indonesia membutuhkan dana sekitar USD 285 miliar (~Rp4,450 triliun) antara tahun 2018-2030 untuk memenuhi target mitigasi iklim saja di NDC tahun 2030, sedangkan berdasarkan Laporan Anggaran Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2018-2020, anggaran yang dikeluarkan tahun 2017 dan 2018 adalah sekitar USD 10.49 miliar (~Rp146,8 triliun) dan USD 14,02 miliar (~Rp196,3 triliun).
    Menurut Senior Analyst Climateworks Centre, Fikri Muhammad, dua angka ini menunjukan bahwa Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi.

    Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa angka kebutuhan ini sangat besar, sehingga pemerintah sendiri tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada anggaran negara. Dengan demikian, perlu dana dari eksternal, baik swasta maupun internasional, untuk memenuhi target ini.

    Sebelumnya, KPU RI telah menetapkan tiga pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan nomor urut satu, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut dua, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut tiga.

    Selepas debat pertama pada 12 Desember 2023, debat kedua 22 Desember 2023, dan debat ketiga 7 Januari 2024, KPU menggelar debat keempat yang mempertemukan para cawapres.

    Tema debat keempat meliputi energi, sumber daya alam (SDA), pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, dan masyarakat adat.

    Kesimpulan

    Menurut Senior Analyst Climateworks Centre, Fikri Muhammad, dua angka ini menunjukan bahwa Indonesia masih membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi target iklim, baik mitigasi dan adaptasi.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15303) Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.

    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” kata Muhaimin dalam debat cawapres oleh KPU, Minggu, 21 Januari 2024.

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta
    Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya
    Minggu, 21 Januari 2024 20:24 WIB


    Bagikan image social image social image social image social
    Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya
    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.

    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” kata Muhaimin dalam debat cawapres oleh KPU, Minggu, 21 Januari 2024.

    Benarkah klaim tersebut?

    X
    Anies-2
    PEMERIKSAAN KLAIM

    Menurut World Bank (2022) alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia membutuhkan pendanaan rata-rata dalam setahun sebesar Rp266,3 triliun sampai dengan tahun 2030. Sementara rata-rata alokasi anggaran dalam APBN dalam kurun 2020-2022 sekitar Rp 37,9 triliun (sumber: Climate Budget Tagging pada Business Intelligence DJA-Tematik Krisna), sehingga masih terdapat selisih (gap) pendanaan.

    Selain keterbatasan pendanaan, terdapat permasalahan lain yaitu alokasi anggaran terhadap tiga pilar iklim masih belum proporsional. Berdasarkan alokasi anggaran dalam APBN tahun 2021 proporsi terhadap tiga program tersebut sebagai berikut: Peningkatan Kualitas Lingkungan (6,15 persen), Peningkatan Ketangguhan terhadap Bencana dan Perubahan Iklim (77,63 persen), dan Pembangunan Rendah Karbon (16,22 persen).

    Dibandingkan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) misalnya, alokasi anggarannya Rp 135,44 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.

    Menurut Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma, Kementerian Keuangan menghitung bahwa kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp 3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).

    Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 200 triliun-Rp 300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022.

    Dalam buku "Anggaran Hijau Indonesia Menghadapi dalam menghadapi Perubahan Iklim" disebutkan, masih terdapat beberapa output dari K/L yang merupakan output yang mendukung capaian penanganan perubahan iklim namun belum dilakukan penandaan.

    Hal ini terjadi karena adanya prioritas pembangunan dan kebijakan Pemerintah, salah satunya perubahan iklim sebagai Prioritas Nasional 6 (PN-6), menghasilkan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi yang baru.

    Untuk adaptasi perubahan iklim, saat ini yang menjadi acuan adalah RPJMN 2020-2024. Dimana di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan roadmap NDC Adaptasi serta pembaharuan dokumen RAN API.

    Kesimpulan

    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya, adalah benar.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15302) Cek Fakta: Cak Imin Sebut 16 Juta Petani Hanya Miliki Tanah Setengah Hektar, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Cak Imin Sebut 16 Juta Petani Hanya Miliki Tanah Setengah Hektar,
    Hari ini kita menyaksikan bahwa hasil sensus BPS pertanian kita bahwa sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar.

    Hasil Cek Fakta

    Menurut Hasil Pencacahan Sensus Pertanian BPS (2023), jumlah petani gurem meningkat dari 14.248.864 RTUP (2022) menjadi 16.891.120 RTUP. Petani gurem merupakan petani yang menguasai di bawah 0,5 hektar. Namun, tidak diketahui berapa rerata luas tanah dari lapis RTUP Gurem.

    Artikel data berjudul "Jumlah Petani Gurem Indonesia Naik 18 persen dalam 10 Tahun Terakhir" yang dimuat databoks.katadata.co.id menyebutkan, jumlah petani gurem berdasarkan sensus pertanian 2023 sebesar kurang lebih 17 juta petani. Selama 10 tahun memang telah terjadi kenaikan jumlah petani gurem dari 14,25 juta menjadi 16,89 juta.

    Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun blm disebutkan beberapa hektar.

    Kesimpulan

    Karena kenaikan tersebut terindikasi kalau kepemilikan lahan pertanian semakin sempit, namun blm disebutkan beberapa hektar.

    Rujukan