• (GFD-2024-15375) Cek Fakta: Cak Imin Sebut Anggaran Krisis Iklim Jauh di Bawah Sektor Lain

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Muhaimin Iskandar Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1 pada debat keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Minggu (21/1/2024) mengatakan, anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.

    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi, etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita,”ujarnya.

    “Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” lanjut Cak Imin.

    Hasil Cek Fakta

    Adhitya Adhyaksa Direktorat Informasi dan Data Auriga Nusantara yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” menyebutkan, menurut data World Bank, kebutuhan rerata tahunan dalam penanganan krisis iklim Indonesia mencapai 266,3 triliun per tahun sampai dengan tahun 2030.

    Sementara APBN bagi pendanaan iklim berkisar 37,9 triliun per tahun dalam rentang 2020-2022. Ada gap 86 persen antara kebutuhan dan penganggaran.

    Sementara Viktor Primana Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis Universitas Padjadjaran memaparkan, berdasarkan analisis beberapa studi terkait anggaran untuk krisis iklim di Indonesia, pembiayaan untuk pengelolaan lingkungan dan mitigasi perubahan iklim memang seringkali lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lain.

    “Studi oleh Vincent et al. pada tahun 2002 menemukan bahwa pengeluaran pemerintah Indonesia untuk pengelolaan lingkungan menurun secara signifikan selama krisis ekonomi, baik dalam hal anggaran maupun terhadap PDB, menunjukkan prioritas yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan lainnya,” kata dia.

    Lebih lanjut kata Viktor, penelitian Alisjahbana dan Busch pada 2017 menyebutkan, meskipun pemerintahan Joko Widodo Presiden memiliki komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim, masih terdapat pertanyaan mengenai apakah sumber daya yang dialokasikan, tindakan yang diambil, dan hasil yang dicapai sejauh ini sebanding dengan komitmen iklim Indonesia.

    Dari studi-studi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia memang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anggaran untuk sektor-sektor lain. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam prioritas alokasi anggaran negara.(iss)

    Kesimpulan

    Anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia memang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anggaran untuk sektor-sektor lain. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam prioritas alokasi anggaran negara.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15374) Cek Fakta: Gibran Klaim Dana Desa Menurunkan Angka Desa Tertinggal

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Gibran Rakabumi Raka Calon Wakil Presiden nomor urut 2 pada debat keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Minggu (21/1/2024) mengatakan, Dana Desa terbukti menurunkan angka desa tertinggal dan meningkatkan angka desa berkembang dan mandiri.

    “Anggaran Dana Desa sudah terbukti menurunkan angka desa tertinggal dan meningkatkan angka desa berkembang dan mandiri. Oleh karena itu anggaran desa akan ditingkatkan,” kata Gibran.

    Hasil Cek Fakta

    Masitoh Nur Rohma dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” menyampaikan, berdasarkan data BPS pada tahun 2021 mencatat jumlah desa tertinggal mengalami penurunan sebanyak 20.432 pada tahun 2014, dan menjadi 13.232 pada tahun 2018.

    Perlu diketahui, program Dana Desa sebagai telah dilaksanakan sejak tahun 2015 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

    Udiana Puspa Dewi Researcher University Of Queensland mengatakan, meskipun dana desa telah membantu menurunkan jumlah desa tertinggal, belum ada alat ukur yang akurat untuk mengukur hubungan ketersaluran dana dan tingkat angka kemiskinan suatu desa.

    Dalam studi di desa-desa Nusa Tenggara Timur, terbukti keterserapan dana desa masih rendah dan minimnya kesiapan pemerintah desa untuk menggunakan data yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi prioritas nasional di level perangkat desa dan masyarakat desa dari pemerintah pusat.(iss)

    Kesimpulan

    Masitoh Nur Rohma dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia yang tergabung dalam panel ahli “Live Fact Checking Debat Cawapres” menyampaikan, berdasarkan data BPS pada tahun 2021 mencatat jumlah desa tertinggal mengalami penurunan sebanyak 20.432 pada tahun 2014, dan menjadi 13.232 pada tahun 2018.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15373) Gibran Sebut 1,5 Juta Ha Hutan Adat Sudah Diakui, Ini Faktanya

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming, menuturkan, ada 1,5 juta hektare hutan adat yang kini sudah diakui. Dia mengeklaim, jumlah hutan adat itu bertambah usai diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) 28 Tahun 2023. "RUU masyarakat hukum adat ini masih kita usahakan untuk didorong. Sekarang juga sudah ada Perpres 28 tahun 2023 ini. Sudah ada 1,5 juta hektar hutan adat yang sudah diakui," kata Gibran saat debat keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Minggu (21/1/2024).

    Hasil Cek Fakta

    Sementara itu, berdasarkan pernyataan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Supriyanto, menyampaikan, sejak tahun 2016 hingga 2023, pemerintah Indonesia telah menetapkan 131 surat keterangan (SK) hutan adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luas sekitar 244.195 hektar.

    Pada 2023, ada tambahan 23 hutan adat dengan luas 90.873 hektar, dengan luas indikatif hutan adat seluas 836.141 hektar yang tersebar di 16 provinsi. Berdasarkan penambahan tersebut, hutan adat yang diakui hanya berjumlah 1.171.209 hektare alias tidak mencapai 1,5 juta hektare seperti pernyataan Gibran.

    Kesimpulan

    Pada 2023 hutan adat yang diakui hanya berjumlah 1.171.209 hektare alias tidak mencapai 1,5 juta hektare seperti pernyataan Gibran.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15372) CEK FAKTA: Mahfud MD Sebut Program Food Estate Jokowi Gagal, Benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita

    Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD mengatakan program Food Estate yang dicanangkan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah gagal.

    Bahkan food estate juga merusak lingkungan.

    Hal ini disampaikan Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 bertema 'Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam dan Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa' di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

    "Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita," kata Mahfud.

    Hasil Cek Fakta

    Program Food Estate atau lumbung pangan diluncurkan oleh Presiden Jokowi dalam skala besar di mana sebagian besar merupakan hutan adat, ditandai untuk dikonversi sebagian besar untuk sawah dan singkong.

    Menteri Pertahanan yang juga Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah menteri menjadi penanggung jawab untuk membantu program lumbung pangan.

    Berdasarkan dokumen Greenpeace, Food Estate dianggap menjadi pemicu permasalahan baru terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia.

    Hal ini didasarkan pada studi lapang Greenpeace yang menyatakan kondisi mengerikan di berbagai lokasi ekspansi lumbung pangan yang mengakibatkan kerusakan hutan, lahan gambut, dan wilayah adat di Kalimantan dan Papua.

    Jika asumsi Food Estate adalah peningkatan produksi beras, maka sejak tahun 2018-2023 produksi beras terus berkurang.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras dari tahun ke tahun yakni 59 juta ton pada tahun 2018, 54,6 juta ton pada tahun 2019, 54,6 juta ton pada tahun 2020, 54,41 juta ton pada tahun 2021, 54,74 juta ton pada tahun 2022, dan 53,6 juta ton pada tahun 2023.

    Adapun program lumbung pangan yang dilaksanakan mulai 2021 di Gunung Mas dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum dinyatakan gagal.

    Faktor yang menyebabkan kegagalan adalah belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat, perencanaan program perkebunan singkong masih belum optimal, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.

    Kemudian program Food Estate di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara dengan luas 30.000 hektare pada tahun 2021, lahan agrikultural untuk komoditas bawang merah dan bawang putih juga dinyatakan gagal.

    Salah satu penyebabnya adalah kondisi aksesibilitas menuju kawasan Food Estate curam dan masih berbahaya terutama saat musim hujan, tidak melibatkan petani dalam proses pengembangan, dan masih ada persoalan lahan milik warga.

    Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras selama tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton atau melambung 613,61 persen dari tahun 2022 yang hanya 429 ribu ton.

    Komposisi impor beras Indonesia di tahun 2023 didominasi oleh semi-milled or wholly milled rice dengan volume mencapai 2,7 juta ton atau 88,18 persen dari total keseluruhan impor beras tahun 2023.

    Kesimpulan

    Berdasarkan dokumen Greenpeace, Food Estate dianggap menjadi pemicu permasalahan baru terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia.

    Rujukan