• (GFD-2024-15391) Benar, Klaim Muhaimin Iskandar bahwa Target Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia Turun dari 25 persen ke 17 persen

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden RI Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa target energi baru dan terbarukan di Indonesia tahun 2025, berkurang dari 23% menjadi 17%.
    “Memang pajak karbon ini salah satu, bukan satu-satunya. Yang paling penting adalah dipersiapkan transisi energi baru dan terbarukan. Sayangnya, Komitmen pemerintah hari ini tidak serius. Target energi baru dan terbarukan yang mestinya kita harus punya target 2025, berkurang dari 23 justru diturunkan jadi 17%,” kata Muhaimin dalam Debat Kandidat KPU, Minggu 21 Januari 2023.
    Benarkah klaim tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Dosen Hubungan Internasional, Universitas Darussalam Gontor, Afni Regita Cahyani Muis, M.A, mengatakan ESDM menyatakan adanya penurunan target bauran EBT di Indonesia di tahun 2025 menjadi 17%-29% dari sebelumnya ditargetkan 23%.
    Dikutip dari CNBC Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan alasan di balik rencana penurunan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia pada tahun 2025 menjadi 17% - 19% dari sebelumnya yang ditargetkan sebesar 23%.
    Plt. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kemeterian ESDM, Jisman Parada Hutajulu menyebutkan pihaknya menginginkan target bauran EBT dI Indonesia seharusnya bukan dalam bentuk persentase, melainkan dalam satuan angka kapasitas terpasang.
    Yunus Saefulhak, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN, menjelaskan bahwa target sebelumnya pada tahun 2023 adalah 23 persen, namun dengan pembaharuan KEN, target tersebut kini menjadi 17-19 persen. Tujuan dari perubahan ini adalah agar capaian target tetap dapat terpenuhi, bahkan jika hanya mencapai skenario angka terendah.
    Dalam peta jalan transisi energi pada revisi PP KEN, target bauran energi primer EBT diharapkan mencapai 19-21 persen pada tahun 2030, 25-26 persen pada tahun 2030, 38-41 persen pada tahun 2040, dan mencapai 70-72 persen pada tahun 2060.
    Yunus juga mencatat bahwa perubahan signifikan terjadi pada target bauran EBT pada tahun 2060, di mana sebelumnya target dari PP KEN lama adalah 70 persen energi berasal dari fosil. Namun, dengan perubahan ini, targetnya menjadi 70-72 persen dari energi berasal dari EBT, sedangkan fosilnya menjadi 30 persen.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim target energi baru dan terbarukan di Indonesia tahun 2025, berkurang dari 23% menjadi 17%, benar.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2024-15390) Sebagian Benar, Klaim Gibran Rakabuming bahwa Angka Desa Tertinggal Turun karena Dana Desa

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2 untuk Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, menyatakan dana desa terbukti menurunkan angka desa tertinggal dan meningkatkan angka desa berkembang dan mandiri.
     “Anggaran dana desa sudah terbukti menurunkan angka desa tertinggal dan meningkatkan angka desa berkembang dan mandiri. Oleh karena itu, anggaran desa akan ditingkatkan,” kata Gibran saat debat cawapres Pemilu 2024 yang digelar KPU, Minggu, 21 Januari 2024.

    Hasil Cek Fakta


    Tempo memverifikasi pernyataan Gibran tersebut dengan membandingkannya dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021. Data itu menjelaskan bahwa jumlah desa tertinggal mengalami penurunan sebanyak 20.432 pada 2014 menjadi 13.232 pada 2018. Namun, belum ada bukti bahwa penurunan desa tertinggal itu disebabkan karena Dana Desa. 
    Menurut Romauli Panggabean dari Koalisi Sistem Pangan Lestari, narasi dana desa menurunkan angka desa tertinggal tidak tepat. Berdasarkan penelitian dari SMERU ditemukan bahwa transfer dana desa meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional terutama di desa-desa yang tertinggal.
    “Yang tepat adalah bahwa transfer dana desa meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional terutama di desa-desa yang tertinggal,” kata Romauli.
    Peneliti Queensland University, Udiana Puspa Dewi, menyatakan meskipun dana desa telah membantu menurunkan jumlah desa tertinggal, belum ada alat ukur yang akurat untuk mengukur hubungan ketersaluran dana dan tingkat angka kemiskinan suatu desa
    “Dari data studi di desa-desa Nusa Tenggara Timur, terbukti keterserapan dana desa masih rendah dan minimnya kesiapan pemerintah desa untuk menggunakan data yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi prioritas nasional di level perangkat desa dan masyarakat desa dari pemerintah pusat,” katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa narasi yang mengatakan bahwa dana desa menurunkan angka desa tertinggal adalahsebagian benar.
    Berdasarkan data BPS dan hasil penelitian, angka desa tertinggal menurun. Namun, belum ada alat ukur yang akurat untuk mengukur hubungan ketersaluran dana dan tingkat angka kemiskinan suatu desa.  
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media di Indonesia dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan

  • (GFD-2024-15389) Sebagian Benar, Klaim Mahfud MD Indonesia Pupuk Bersubsidi Bertambah Saat Jumlah Petani dan Lahan Pertanian Makin Sedikit

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Preseiden RI nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan bahwa subsidi pupuk makin besar meskipun jumlah petani dan lahan pertanian makin sedikit. 
    “Bahkan konstitusi kita menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya alam kita sangat kaya tapi pangan belum berdaulat petani makin sedikit tapi subsidi pupuk makin besar. Pasti ada yang salah. Subsidi setiap tahun naik pasti ada yang salah,” kata Mahfud saat Debat Kandidat oleh KPU, Minggu 21 Januari 2024.
    Benarkah klaim Mahfud bahwa subsidi pupul bertambah saat jumlah petani dan sawah semain sedikit?

    Hasil Cek Fakta


    Peneliti Sajogyo Institute Kiagus M. Iqbal mengatakan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat pertambahan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dua tahun terakhir. Yakni 25.751.267 RTUP pada 2022, menjadi 27.763.821 RTUP tahun 2023.
    “Terjadi pertambahan 2.012.554 RTUP. Namun, justru terjadi penurunan jumlah RTUP di semua subsektor pertanian. Subsidi pupuk justru semakin menurun sejak 2020 hingga sekarang,” kata Kiagus lagi, Minggu 21 Januari 2024.
    Dilansir Antara, 17 Januari 2020, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy, menyatakan bahwa luas lahan baku sawah Indonesia berkurang 650 ribu hektare per tahun.
    Data itu didapat dari kajian dan monitoring yang dilakukan KPK terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Data sudah mencakup lahan baku sawah beririgasi teknis maupun non irigasi.
    Sedangkan data subsidi pupuk yang diolah oleh KataData, sejak 2019, menunjukkan menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023. Padahal, kebijakan subsidi pupuk ini merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam membantu petani.
    Peneliti Koalisi Sistem Pangan Lestari, Romauli Panggabean menyatakan anggaran untuk pupuk bersubsidi terus menurun, antara tahun 2020 sampai 2023. Jumlahnya secara berurutan Rp 34,23 triliun, Rp 29,1 triliun, Rp 25,3 triliun, dan Rp 24 triliun.

    Kesimpulan


    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim Mahfud MD yang mengatakan Indonesia belum berdaulat secara pangan padahal memiliki SDA yang besar, jumlah petani dan sawah yang semakin berkurang namun jumlah pupuk bersubsidi semakin besar, adalah sebagian benar.
    Klaim yang didukung dengan data ialah sawah semakin berkurang, dan bahwa kedaulatan Indonesia akan pangan masih dipertanyakan. Sementara yang tidak sesuai dengan data yang tersedia adalah jumlah petani yang berkurang dan pupuk bersubsidi yang bertambah.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 19 media di Indonesia.

    Rujukan

  • (GFD-2024-15388) Benar, Klaim Muhaimin bahwa Anggaran untuk Mengatasi Krisis Iklim Indonesia di bawah Anggaran Sektor Lainnya

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 21/01/2024

    Berita


    Calon Wakil Presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya.
    “Krisis Iklim harus dimulai dengan etika. Sekali lagi etika. Etika lingkungan ini intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak menang-menangan. Seimbang manusia dan alam. Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius. Bahkan kita ditunjukkan bahwa anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” kata Muhaimin dalam debat cawapres oleh KPU, Minggu, 21 Januari 2024.
    Benarkah klaim tersebut? 

    Hasil Cek Fakta


    Menurut World Bank (2022) alokasi anggaran penanganan perubahan iklim dalam APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk mencapai targetNationally Determined Contribution(NDC). Indonesia membutuhkan pendanaan rata-rata dalam setahun sebesar Rp266,3 triliun sampai dengan tahun 2030. Sementara rata-rata alokasi anggaran dalam APBN dalam kurun 2020-2022 sekitar Rp 37,9 triliun (sumber: Climate Budget Tagging pada Business Intelligence DJA-Tematik Krisna), sehingga masih terdapat selisih (gap) pendanaan.
    Selain keterbatasan pendanaan, terdapat permasalahan lain yaitu alokasi anggaran terhadap tiga pilar iklim masih belum proporsional. Berdasarkan alokasi anggaran dalam APBN tahun 2021 proporsi terhadap tiga program tersebut sebagai berikut: Peningkatan Kualitas Lingkungan (6,15 persen), Peningkatan Ketangguhan terhadap Bencana dan Perubahan Iklim (77,63 persen), dan Pembangunan Rendah Karbon (16,22 persen).
    Dibandingkan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) misalnya, alokasi anggarannya Rp 135,44 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. 
    Menurut Dosen Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, Masitoh Nur Rohma, Kementerian Keuangan menghitung bahwa kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp 3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
    Artinya, setiap tahun anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 200 triliun-Rp 300 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 7-11 persen anggaran belanja negara 2022.
    Dalam buku "Anggaran Hijau Indonesia Menghadapi dalam menghadapi Perubahan Iklim" disebutkan, masih terdapat beberapa output dari K/L yang merupakanoutput yang mendukung capaian penanganan perubahan iklim namun belum dilakukan penandaan.
    Hal ini terjadi karena adanya prioritas pembangunan dan kebijakan Pemerintah, salah satunya perubahan iklim sebagai Prioritas Nasional 6 (PN-6), menghasilkan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi yang baru.
    Untuk adaptasi perubahan iklim, saat ini yang menjadi acuan adalah RPJMN 2020-2024. Dimana di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan roadmap NDC Adaptasi serta pembaharuan dokumen RAN API.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta, klaim anggaran untuk mengatasi krisis iklim di Indonesia jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya, adalahbenar.
    **Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
    Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 18 media dan 8 panel ahli di Indonesia

    Rujukan